Half Demon

Disclameir : Naruto bukan milik saya tapi punya om-om keche berinisia MK.. ^^v

Pairing : SasuNaru.

Genre : romance/fantasi/hurt (kayaknya).

Di tengah kegalauan saya, saya hadirkan ff twoshot pertama saya #lebaymode…

a/n : di bagian ini umur naruto 12 sedangkan sasuke dan deidara cs berumur 9 tahun.

Warning : BL, ga jelas, typo, ff ngawur bikinan orang amatir yang ga pernah lepas dari ke OOC-an chara-nya, buat yang ga suka ama cerita saya di harapkan jangan memaksakan diri untuk membaca silahkan Klik back.

Bag 1.

Bocah berambut pirang jabrik itu hanya berdiri di balik kaca jendelanya, iris sewarna langit musim panasnya menatap kosong pemandangan di luar jendela kamarnya, wajahnya terlihat sendu juga pucat walau ia memiliki kulit berwarna tan.

Namikaze Naruto, itulah namanya usianya baru 12 tahun, bocah manis yang memiliki tanda lahir di kedua pipinya. Hidupnya tidaklah bahagia walau fakta kedua orangtuanya begitu menyayangi dirinya, ia tak memiliki teman dan hanya hidup di balik jendela kaca kamarnya memandang halaman luas di belakang rumahnya lalu memperhatikan anak-anak yang seusia adiknya yang sedang asik di luar sana.

Naruto selama masa hidupnya memang jarang keluar dari rumahnya untuk bermain, ia tak sekolah karena kedua orangtuanya lebih memilih menyekolahkannya di rumah, dan ketika ia bertanya kenapa maka jawaban yang ia terima selalu sama, 'itu tidak baik untuk kesehatan jantungmu, Naru.' Jawab ayahnya suatu hari yang lalu.

Ya, Naruto memang mengalami kelainan pada jantungnya, entah sampai kapan hidupnya akan bertahan dengan penyakitnya yang kadang selalu kambuh tanpa di duga, ia selalu bertanya kenapa dirinya harus terlahir jika hanya menjadi beban kedua orangtuanya kenapa ia tak terlahir sehat seperti adiknya yang bernama Deidara, apa salahnya dan berbagai pertanyaan lainnya yang di awali dengan kalimat 'kenapa' terus bertumpuk di kepalanya yang bermahkotakan surai pirang.

''Aku ingin seperti mereka,'' lirihnya, tangan mungilnya mengusap permukaan kaca jendela kamarnya, matanya terus menatap kedepan atau lebih tepatnya pada anak-anak yang sedang bermain.

''Sedang apa Naru?" tanya sebuah suara lembut di belakangnya, Naruto menoleh dan mendapati ibunya –Namikaze Kushina- berjalan menghampirinya sambil membawa sebuah nampan berisi makanan dan juga obat-obatan yang tak pernah absen untuk diminumnya.

''Hanya melihat Dei bermain bersama teman-temannya Kaa-chan.'' Balas Naruto, ia berjalan menuju tempat tidurnya lalu mendudukan dirinya.

''Kaa-chan, bolehkah aku bermain sebentar diluar? Aku bosan jika terus berada dirumah tau dikamar.'' Keluhnya, Kushina tersenyum lembut seraya menggeleng pelan.

''Kau ingat pesan dokter. Kau tidak boleh terlalu lelah, ingat tubuhmu sangat lemah Naru, Kaa-san tak ingin terjadi sesuatu padamu.'' Raut wajah Naruto menyendu, lagi-lagi seperti ini jika ia meminta hal yang sama.

Sungguh ia sangat iri pada adiknya yang bisa leluasa bermain kesana-kemari, ia juga ingin seperti itu tapi kenapa ia selalu tak diijinkan.

''Maafkan kaa-san Naru, tapi Cuma ini yang bisa kami lakukan untuk melindungimu." Sambung wanita berambut semerah darah itu, wajahnya cantiknya terlihat ingin menangis.

Naruto merasa bersalah melihatnya buru-buru ia memeluk ibunya lalu meminta maaf, ''Gomen, aku sudah membuat kaa-chan bersedih.''

''Tak apa sayang, ini semua bukan salahmu. Ah sebaiknya kau makan dulu ne, mari kaa-san suapi.'' Naruto menggeleng ia meraih semangkuk sup lalu perlahan memakannya dengan lahap.

Kushina memandang sedih anak sulungnya, bukan maunya melarang Naruto untuk keluar rumah hanya saja ia tak ingin kejadian dulu terulang, kejadian dimana ia membiarkan Naruto bermain diluar dan berakhir dengan kabar anaknya masuk kerumah sakit karena penyakitnya kambuh dan sejak saat itu ia memutuskan untuk tak membiarkan anaknya kembali bermain keluar rumah.

.

.

"Dei, tou-san dan kaa-san akan pergi keluar kota karena ada pekerjaan yang harus kami selesaikan disana dan kami baru bisa pulang lusa, kamu jaga diri baik-baik dan jangan lupa jaga anikimu juga.'' Pesan Minato sebelum masuk kedalam mobil silver miliknya bersama Kushina.

Deidara mengangguk, ''Ha'I tou-san, kaa-san. Hati-hati di jalan.'' Ucapnya.

Kedua orangtuanya mengangguk lalu masuk kedalam mobil, deru mesin mobil mulai terdengar lalu melaju perlahan meninggalkan pekarangan rumah Namikaze.

.

Deidara sedang asik bermain playstasion di ruang tengah, Naruto yang melihatnya memutuskan untuk menghampiri sang adik.

''Dei, sedang apa?" tanya Naruto lembut.

Deidara yang pada dasarnya tidak menyukai Naruto tak menyahut, ''Dei.'' Panggil Naruto.

''Jangan ganggu aku, pergi!" bentaknya dengan nada suara tinggi mengalahkan volume televisi di depannya.

Naruto memang sudah terbiasa mendapat perlakuan seperti itu dari adiknya, ia sedikitnya tak mengerti apa yang membuat sang adik begitu membencinya sampai jika berpapasan di dalam rumahpun adiknya selalu membuang muka saking tak ingin melihat wajahnya.

''Kau tahu aniki, aku sangat membencimu." Deidara mempause gamenya lalu menghadap Naruto yang begitu shok mendengar pengakuannya.

''Kau ingintahu kenapa aku begitu benci padamu? Salahkan kasih sayang tou-san dan kaa-san yang berlebihan padamu, padahal akupun adalah anaknya tapi kenapa perhatian mereka selalu padamu dan padamu!" teriaknya di akhir kalimatnya, Naruto tersentak ia baru kali ini melihat kilat kebencian yang begitu besar dari iris aquamarine milik sang adik.

"Gomen.''

''Cih, gara-gara kau aku jadi tidak mood berada rumah, aku mau pergi saja.'' Deidara mematikan tv dan gamenya, setelah merapikan semuanya ia pun bergegas akan pergi.

''Dei tunggu, bolehkan aku ikut denganmu, dirumah aku sendirian.'' Naruto mengikuti langkah adiknya yang hendak keluar dari rumahnya.

"Tidak, kau hanya akan jadi pengganggu.'' Deidara membuka pintu lalu menutupnya dengan bunyi bedebam yang lumayan keras.

Naruto menatap sendu kearah pintu, tanpa sadar tangannya memegang dadanya yang mulai terasa sakit.

.

"Oi, Deidara. Bagaimana jika kita main dirumahmu saja, bukankah dibelakang rumahmu ada kolam renang?" usul Kiba.

Saat ini Deidara bersama lima orang temannya sedang berkumpul di sebuah taman kota yang cukup ramai.

''Kenapa harus di rumahku, ke rumah Sasuke saja, kolam renang disana bahkan jauh lebih besar dari kolam di rumahku.'' Elak Deidara, tak ingin teman-temannya datang kerumahnya.

''Ayolah Dei, selama ini kan kami jarang kerumahmu.'' Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Deidara terpaksa mengangguk.

.

.

Naruto perlahan membuka kedua matanya, ia yang sedang terlelap tidur harus terjaga karena mendengar suara ribut di belakang rumahnya tau lebih tepatnya dari arah kolam renang.

Dengan terburu-buru ia bangun lalu menyibak tirai jendela kamarnya, dilihatnya sang adik dan teman-temannya sedang asik bermain air di tepi kolam renang, ada juga yang berenang dan duduk di kursi yang memang sudah tersedia di dekat kolam.

Naruto lagi-lagi merasa iri di buatnya dalam benaknya ia bertanya kapan dirinya juga bisa seperti mereka, di saat yang bersamaan sepasang mata onyx dari bocah seusia adiknya menatap kearahnya, Naruto tersentak kaget lalu buru-buru menutup tirainya, jantung bocah pirang itu bertalu-talu begitu melihat mata kelam itu menatapnya penuh arti.

.

"Dei, siapa anak yang berada di balik jendela itu?" Sasuke menunjuk kearah jendela kamar Naruto.

''Dia anikiku.'' Jawab Deidara malas, Sasuke tak lagi bersuara ia terus memperhatikan jendela kamar Naruto berharap sipirang berwajah malaikat itu mau menampakan dirinya lagi, the hell, bocah Uchiha berusia 9 tahun berambut raven mirip pantat bebek itu baru kali ini merasakan yang namanya jantung berdebar kencang.

.

Malam hari yang begitu dingin di warnai cahaya purnama yang begitu terang benderang hingga bisa menembus celah gorden di kamar milik pemuda bersurai pirang panjang bernama Namikaze Deidara.

Jam menunjukan pukul 00.00 waktu yang pas untuk orang-orang yang terlelap terbuai mimpi indah masing-masing, sepasang mahluk berbulu rubah berwarna orange dengan ekor sembilannya yang berkibar tampak bertengger di atas rumah milik Namikaze, mata semerah darahnya berkilat karena sudah menemukan korban yang akan menjadi mangsanya.

Konoha kota tempat keluarga Namikaze tinggal memang memiliki mitos jika setiap 9 tahun sekali tepat pada malam purnama ke sembilan, seekor siluman rubah akan meminta korban yaitu bocah berusia 9 tahun, dan sang rubah tentulah tak akan segan-segan memilih mangsa yang menurutnya sangat enak untuk di hisap jiwanya.

Kyuubi no Kitsune julukan sang siluman kini menyusup masuk kedalam kamar Deidara, moncong rubah yang bergigi tajam itu lalu menyeringai ia sudah siap untuk menandai mangsanya terlebih dahulu sebelum sang korban di tumbalkan di gua tua yang berada di dalam hutan terlarang daerah konoha.

.

Naruto mendengar suara gaduh di kamar sang adik ia memang sangat mudah terjaga dari tidurnya, perasaanya sungguh tak enak dan ia pun dengan rasa penasaran yang tinggi akhirnya bangun lalu berjalan dengan perlahan menuju kamar sang adik.

Cklek

Pintu kamar Deidara terbuka lebar, Naruto begitu terkejut melihat kejadian di depannya, di sana Deidara sedang di cekik oleh rubah orange itu yang menandakan jika siluman itu kini sedang memberi tanda pada mangsanya.

Mulut Naruto terbuka tutup namun tak bisa menyuaranya teriakannya, ia begitu kaget hingga membuat jantungnya terasa di remas, kedua tangannya memegang dadanya.

'Sa..sakit.' batinnya sesuatu terasa menghantam jantungnya berkali-kali seolah ingin menghancurkannya, di tambah saat siluman itu menoleh padanya dengan raut wajah mengerikannya.

Bruk

Tubuh bocah pirang itu akhirnya ambruk dan kesadarannya mulai menghilang, Deidara yang sudah lepas dari cengkraman mahluk itu langsung menghampiri Naruto yang sudah terkapar dilantai.

''Aniki bangun, aniki, aniki.'' Panggilnya namun tak mendapat jawaban dari sang kakak.

Deidara merengkuh tubuh sang kakak ada penyesalan yang merasuki relung hatinya, ia sangat menyesal karena sudah membenci sang kakak selama ini.

''TOLONG!" teriak keras berharap ada yang mau mendengar jeritannya.

.

Deidara berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD setelah berhasil membawa Naruto kerumah sakit berkat pertolongan salah satu tetangganya ia pun langsung menghubungi kedua orangtuanya yang kini masih berada di luar kota dan kemungkinan mereka akan datang besok pagi.

Cklek

Pintu UGD di buka menampakan wanita berdada besar yang merupakan dokter di rumah sakit konoha.

''Kau adik dari bocah itu?" tanya dokter bernama Senju Tsunade pada Deidara.

Deidara mengangguk, ''Ya, bagaimana keadaanya?"

''Sangat buruk, dan kuharap kedua orangtuamu cepat datang.'' Rasa bersalah di hati bocah pirang itu semakin bertambah, tak di pungkiri ia pun merasa takut kehilangan sang kakak.

''Apa dia akan baik-baik saja?" tanya Deidara dengan suara bergetar menahan tangis.

''Dia bocah yang sangat kuat.'' Jawab Tsunade, sebelah tangannya menepuk pelan bahu kecil Deidara.

.

Keesokan harinya Minato dan Kushina datang kerumah sakit, sang ibu langsung menjerit histeris begitu melihat kondisi Naruto, ia terus menangis walau pun Naruto sudah sadar saat itu.

''Kaa-chan, jangan menangis.'' Naruto mengusap airmata yang mengalir di pipi sang ibu dengan tangannya yang bergetar. Kushina tersenyum lembut lalu mengenggam tangan mungil Naruto dipipinya.

''Bagaimana kaa-san tidak menangis jika melihat keadaan anak kaa-san seperti ini, hiks. Dan sebentar lagi kaa-san akan kehilangan Deidara.'' Isaknya.

''Apa maksud kaa-chan, memangnya ada apa dengan Dei?" tanya Naruto yang pada dasarnya tidak tahu apa-apa karena ia jarang keluar rumah jadi tentunya dia tidak tahu tentang mitos di tempat tinggalnya.

"Kau ingat siluman yang menyerang Deidara," Naruto mengangguk bagaimana mungkin ia tak ingat, Kushina lalu menceritakan tentang mitos itu pada anak sulungnya itu.

"Kaa-chan, jangan serahkan Deidara pada mahluk itu. Aku siap jika harus menggantikannya.''

''Apa yang kau bicarakan nak, itu tidak mungkin kami lakukan. Siluman itu takan mau jika anak itu sudah berusia lebih dari sembilan tahun.'' Jelas Kushina, hatinya sebenarnya tak rela jika harus mengorbankan sang anak namun jika tidak di lakukan maka tempat tinggal mereka akan kembali di serang oleh siluman rubah itu.

''Selama ini aku hanya menjadi beban untuk kalian, penyakitku tak akan mungkin bisa di sembuhkan. Deidara bisa tumbuh menjadi pemuda yang sehat dia bisa menjadi anak yang berguna untuk kalian, tak seperti aku yang hanya akan menyulitkan kalian.''

''Tidak Naru, kau adalah anugrah kami. kau adalah malaikat kecil kami yang pertama kali mengisi kekosongan di rumah kami." Tangisan wanita itu semakin menjadi, Minato dan Deidara yang berada tak jauh darinya pun tak kuasa menahan airmata yang kini mulai menetes semakin deras.

''Aku mengerti, aku pun sangat menyayangi kalian, tapi demi kebaikan kita semua aku tak apa jika harus menggantikan Deidara, ku mohon kaa-chan.'' Naruto mohon di antara helaan nafasnya yang terputus-putus.

''Tapi bagaimana jika siluman itu tahu?"

''Tidak akan kaa-chan, percaya padaku.'' Kushina menatap kearah Minato, pria itu hanya mengangguk walau hati dan perasaannya tak jauh berbeda dengan istrinya, ia sama tidak relanya jika harus mengorbankan anak-anaknya namun penumbalan itu tidaklah bisa dibantah karena resikonya kan sangat besar.

.

Tiga hari setelah penandaan di lakukan dan sesuai dengan kesepakatan bersama akhirnya Naruto di tetapkan sebagai korban untuk di serahkan pada siluman rubah Kyuubi, dengan mengenakan kimono dan sebuah penutup kepala yang bercadar Naruto pun kini sudah siap masuk kedalam sebuah tandu yang disiapkan, orang-orang yang akan mengantarkan Naruto sudah menunggu di luar rumahnya dengan mengenakan kimono mengikuti ritual-ritual sebelumnya.

''Ini hari terakhir kami melihatmu, sayang. Maafkan kami yang tak bisa menjagamu dengan baik selama ini, maafkan kami yang tak bisa berbuat apa-apa.'' Kushina kembali terisak, ia tak rela melepas Naruto begitu saja, di peluknya tubuh lemah itu lalu di hujaninya dengan beberapa kecupan di wajahnya tanda ia begitu menyayangi sang anak.

''Aku pun sangat menyayangi kalian, dan tentunya aku akan tetap melihat kalian walau kita sudah berbeda alam kelak.'' Ucap Naruto.

Deidara menghampiri Naruto, mata birunya berkaca-kaca, kini ia benar-benar menyesal akan sikapnya selama ini, ia menubruk tubuh sang kakak lalu memeluknya dengan erat.

''Ini semua gara-gara aku, seharusnya aku yang di korbankan. Tapi kenapa aniki mau berkorban untukku." Ucapnya di sela tangisnya yang semakin menjadi.

''Kau masih memiliki masa depan yang bagus Dei, kau bahkan masih bisa menjaga kaa-chan dan tou-chan walau hanya seorang diri, jika kau yang pergi siapa yang akan menjaga mereka jika mereka sakit atau sudah terlalu tua kelak.''

''Tapi…"

''Satu pesan dariku Dei, jaga mereka dan tumbuhlah menjadi anak yang pintar dan kuat.'' Deidara mengangguk, pelukan itu kemudian terlepas karena sudah waktunya Naruto untuk di bawa.

Kushina memeluk suaminya begitu melihat orang-orang itu membawa pergi anaknya menggunakan tandu, dalam hati ia berdoa agar kami-sama memberinya keajaiban dengan kembalinya sang anak kepelukannya.

.

Tandu tempat Naruto berada di turunkan salah satu pria berkimono itu menyuruhnya untuk turun, Naruto menurut ia pun berjalan menuju gua yang di dalamnya terdapat banyak ukiran jaman dulu.

''Masuklah kedalam, kami hanya mengantarmu sampai sini saja.'' Ucap pria berkimono itu lalu pergi meninggalkan Naruto eorang diri.

Groarrr

Bunyi raungan monster terdengar menggema, rupanya siluman itu sudah mengetahui kedatangan Naruto, dari sudut tempat yang gelap Naruto bisa melihat mata merah yang kini menatap tajam dirinya.

''Apa artinya semua ini, kenapa kau bukan korban yang kuminta.'' Raung sang rubah tak terima.

''Maafkan aku tapi, aku tidak bisa mengorbankan adikku padamu.'' Naruto bersimpuh dihadapan sang rubah.

''Apa maksudmu gaki? Kau tahu aku takan memangsamu karena kau bukan korban yang ku tandai.''

''Aku adalah anikinya, kumohon biarlah aku menggantikan dirinya walaupun usia kami berbeda.'' Sang rubah mengeram lalu mengeluarkan raungannya kembali, tapi anehnya ia tak sedikitpun menyerang Naruto.

''Kau tak takut apa akibat dari perbuatanmu gaki, aku bisa saja mendatangi rumahmu saat ini juga atau bila perlu akan ku musnahkan kota itu sekarang juga.'' Ancamnya dengan inotasi yang menggetarkan seisi gua.

''Jangan lakukan itu, kumohon sekali lagi biarlah aku yang menjadi korban walau tak memuaskanmu, asalkan jangan mengganggu mereka.''

''Sebutkan alasanmu.''

''Hidupku sudah tak lama lagi di dunia ini, aku hanya anak yang hidup tanpa bisa melihat dunia luar dan hanya bergantung pada obat yang menahan rasa sakitku.'' Jelas Naruto, sang rubah terdiam, ia bisa merasakan jika bocah di depannya tidaklah sedang berbohong.

''Tak ada alasan bagiku untuk tetap bertahan dan hanya akan menjadi beban bagi kedua orangtuaku, sedangkan adikku dia bisa tumbuh dengan baik dan menjaga mereka kelak.'' Lanjutnya.

Sang rubah mendengar kesriusan dalam nada bicaranya, ia memjamkan matanya sejenak tak lama kemudian sebuah sinar kemerahan mengelilingi tubuhnya, perlahan tubuhnya menyusut semakin mengecil bahkan lebih kecil dibanding saat Naruto melihatnya tempo hari.

Naruto dibuat terkejut saat melihat sang rubah berubah menjadi manusia dewasa, ia begitu tampan dengan rambut jingga yang berkibar tertiup angin, iris rubynya begitu indah berkilauan tertimpa bias kemerahan yang masih berpendar di sekeliling tubuhnya.

''Ini adalah wujud manusiaku, gaki." Jelas sang rubah seakan menjawab pertanyaan yang sempat akan terlontar dari bibir si pirang.

''Akan kuceritakan sebuah kisah padamu, aku adalah siluman yang sudah hidup selama ratusan tahun yang lalu, dulu aku selalu di buru oleh orang-orang desa yang jauh dari konoha, hingga suatu hari desa itu mengalami masa sulit yang sangat parah, danau mengering, sawah mereka mati, ladang sayur dan buah pun tak menghasilkan, hanya aliran sungai yang jauh di hutan terlarang yang tetap bertahan, aku yang saat itu lebih memilih bersembunyi di dalam gua hanya bisa tertawa menyaksikan penderitaan orang-orang desa yang selalu memburuku, hingga akhirnya seorang bocah berusia sembilan tahun datang menghampiriku.'' Kyuubi menjeda ceritanya.

''Kau ingin tahu apa yang dilakukan bocah itu?" Naruto menggeleng.

''Bocah itu datang padaku untuk mengorbankan dirinya, ia meminta agar aku menolong orng-orang di desanya, khe, aku terkekeh tentu saja. Bagaimana bisa seseorang berkorban hanya untuk sebuah desa, hingga pada akhirnya aku menuruti ucapan bocah itu dan memberitahu dimana tempat yang cocok untuk mereka memulai hidup baru, dan di tempat kau tinggal saat inilah aku menyarankannya, para penduduk desa berbondong-bondong pindah kekonoha dan seperti yang kau lihat bukan, tempatmu tinggal sekarang menjadi jauh lebih berkembang dan sebagai imbalannya padaku setiap sebilan tahun sekali mereka harus rela menyerahkan anak laki-laki mereka padaku tepat saat mereka berusia 9 tahun.''

''Lalu bagaimana jika korban itu tidak berusia 9 tahun?" tanya Naruto.

''Aku akan musnah, karena ketika aku menghisap jiwa mereka kekuatanku akan bertambah berbanding balik dengan yang sebaliknya.'' Iris biru itu membola.

''Ta..tapi…."

''Kurasa aku memang sudah terlalu lama berada didunia ini, kau telah menyadarkanku pada satu hal dan mungkin ini sudah saatnya aku mengakhirinya, dan kau gaki, kemarilah berikan tanganmu padaku.'' Naruto dengan langkah bergetar mendekati Kyuubi.

''Aku melihat keinginanmu yang sesungguhnya gaki, dan percayalah aku akan mengabulkannya untukmu, aku tak ingin menghilang secara percuma untuk itulah aku akan menyatukan diriku denganmu dan rasa sakit yang kau miliki selama ini akan menghilang, kau mengerti maksudku kan gaki.'' Si pirang menganguk.

''Apa aku nanti akan menjadi sepertimu?"

''Kau masih manusia gaki, hanya saja kau akan menjadi setengah siluman mulai dari sekarang.." sosok Kyuubi perlahan memudar berganti menjadi cahaya orange yang kini meresap masuk kedalam tubuh Naruto.

''Ingat gaki setelah ini kehidupanmu akan berbeda. Dan ada satu hal yang belum sempat aku katakan padamu, wajahmu mirip dengan gaki yang mengorbankan dirinya saat itu.'' Ucapnya untuk yang terakhir kalinya, sosok itu benar-benar lenyap dan perlahan Naruto pun ikut berubah.

.

.

Kushina masih belum menghentikan tangisannya, tangannya memeluk erat potret anak sulungnya. Ia masih belum menerima jika Naruto harus pergi dari hidupnya.

''Kushina tenangkan dirimu, kita harus ingat pesan Naruto.''

''Tapi aku masih belum bisa menerima ini semua, suamiku. Naruto pasti sangat ketakutan sekarang, bagaimana jika ia saat ini sedang meminta pertolongan pada kita.'' Ucapnya di sela isak tangisnya.

Deidara hanya menundukan kepalanya, ia pun turut membenarkan apa yang di ucapkan ibunya, kakaknya pasti sedang kesakitan di sana dan meminta pertolongan pada mereka.

'Ukh, aku adik yang jahat selama ini.' Rutuknya dalam hati.

Tok tok tok

Sebuah ketukan pintu membuatnya terpaksa menoleh, ia sedikit bingung karena tak biasanya ada tamu malam-malam begini.

''Aku yang akan membuka pintunya.'' Deidara bangkit lalu berjalan menuju pintu utama rumahnya.

Cklek

Deidara membuka pintu rumahnya awalnya ia akan bertanya 'siapa' pada sosok tamu itu namun kedua matanya terbelalak begitu melihat sosok di depannya.

''A..aniki?"

Naruto tak menyahut ia hanya mengangguk sebagai jawabannya, Deidara yang awalnya tak percaya sempat menampar dirinya sendiri namun rasa sakit dipipinya menjadi bukti jika yang di lihatnya bukanlah mimpi atau halusinani.

''Aniki!" dengan gerakan spontan ia memeluk tubuh Naruto.

Kushina dan Minato yang mendengar pekikan sang anak bungsu langsung menghampiri putranya dan alangkah terkejutnya kedua orangtua itu begitu melihat sosok anak sulungnya yang kini di peluk erat oleh adiknya.

''Naru, benarkah ini kau?" Deidara melepaskan pelukannya lalu membiarkan kedua orangtuanya untuk mendekat.

''Tou-chan, kaa-chan, aku pulang.'' Ucap Naruto dengan nada suara rendah yang lebih menyerupai desisan.

''selamat datang kembali, anakku.''

.

.

"Naru, bisa kau ceritakan apa yang terjadi.'' Naruto mengangguk lalu memulai ceritanya dari awal hingga akhir.

Kedua orangtuanya dan juga adiknya sontak terkejut mendengar penuturan dari Naruto, Minato sebagai ayah bahkan tak sanggup mendengarnya, kenyataan jika anaknya kini menjadi setengah siluman sungguh di luar nalarnya.

''Apa kalian akan membenciku sekarang?" tanya Naruto, wajah yang pucat dan selalu terlihat ceria itu kini berubah dingin sorot matanya pun berubah redup.

''Anakku tetaplah anakku, kau lahir dari kasih sayang kami, dan mana mungkin kami membencimu setelah apa yang terjadi.'' Papar wanita berambut merah itu.

''Kaa-sanmu benar Naru, apapun yang terjadi dan seperti apapun keadaanmu, kau tetaplah Naruto kami.'' Naruto tersenyum samar ia memeluk kedua orangtuanya dan berkali-kali mengucapkan terimakasih pada kedua orangtuanya.

Deidara ikut terharu melihatnya, ia pun sudah bertekad dalam hatinya jika mulai sekarang ia akan menjaga dan melindungi sang kakak.

.

Waktu terus bergulir, Sasuke yang awalnya tak begitu menyukai berteman dengan Deidara kini mulai mendekatkan diri pada bocah pirang panjang itu, tujuan utamanya hanya satu ia ingin bertemu kembali dengan malaikat pirang yang sukses membuatnya selalu memimpikannya.

Dan disinilah sekarang dengan embel-embel belajar bersama Sasuke akhirnya bisa masuk kedalam rumah Deidara.

Sasuke, Kiba dan juga Shikamaru terlihat sibuk dengan catatan di tangan mereka, keempat bocah itu mendapat tugas dari sensei bermasker aneh di sekolahnya dan mereka disuruh bekerja sama dengan berkelompok, Sasuke seakan di beri lampu hijau tentulah tak menolak ia langsung meminta di satu kelompokan dengan Deidara.

Tap tap tap

Suara langkah kali yang menuruni tangga terdengar, Sasuke langsung menengok pada sosok yang kini sudah berada dianak tangga.

Deg

Jantung Sasuke berdetak tak karuan, mata onyxnya tak lepas memandang sosok pirang berkimono merah menyala itu.

''Naru kau sedang apa nak?" tanya Minato yang langsung menghampiri anak sulungnya.

''Aku haus.'' Lirihnya pelan, Naruto memang banyak berubah. Ia bahkan lebih senang mengenakan kimono daripada pakaian sehari-harinya.

"Ayo, tou-san antar kedapur.'' Minato menuntun sang anak menuju kearah dapur.

Sementara itu Sasuke masih belum berkedip sama sekali, ia begitu terpesona walau ia belum bisa mengartikan perasaannya yang sesungguhnya pada sipirang, karena bagaimanapun ia hanyalah seorang anak kecil berusia 9 tahun yang pikirannya belum sampai kesitu.

Tbc

Satu fic absurb datang di tengah masa galau saya yang ingin ngilang dulu sebenarnya tapi berhubung nih tangan pengen ngetik akhirnya jadi juga ff gaje versi sn ini T.T… btw jika banyak menemukan kesalahan, or misalnya cerita ini mengandung sara,, tolong peringatkan ya biar kimi bisa langsung mendeletenya ….

Kimi juga sebenarnya punya orificnya yang mungkin suatu saat bakal saya update di situs anu dan mungkin bakal pake tema awal namun alurnya masih kayak diatas cuma g ada anunya..os ff yang saya buat memang rata-rata ada orificnya seperti ff crumbs of hearth sama yang hope itu..

Oke sekian dulu curhatan lebay saya,, kalo membingungkan mohon maaf authornya lagi konslet…