Title : Punish Me, Saem

Pair : KaiSoo slight! Others

Genres : Drama-Mature (almost PWP)

Warn(s) : GS!, Adult Scene, Switch Age, etc.

.

Don't like? Don't read!

Happy Read!

.

Ekspresi datar tercetak jelas diwajahnya. Langkah kakinya menggema di koridor yang sepi. Sekilas, terngiang ucapan yang disampaikan lelaki tua tadi padanya.

'Kuharap anda betah dan berhasil mengajar dikelas itu. Kami berharap banyak pada anda, Kim Saem.'

Senyumnya terbentuk angkuh, menunjukkan sosoknya yang kuat dan tegas. "Kelas khusus huh? Kupastikan kalian akan tunduk padaku, anak-anak." Ujarnya penuh percaya diri.

Dia Kim Jongin; 29 tahun.. wali kelas baru 'Kelas Spesial'.

.

.

Tak Terkendali; Nakal; Ricuh; Rusuh; merupakan beberapa kata yang dapat mendeskripsikan kelas ini. Kelas paling terkenal seantero sekolah. Berpenghunikan manusia tampan dan cantik namun tak secantik kelakuannya. Pembuat onar terbesar namun paling ditakuti untuk ditegur. Kelas yang diberikan nama 'Special Class'.

Suasana ricuh sudah menjadi musik tersendiri. Kerusakan properti kelas dibeberapa sudut ruangan pun sudah menjadi pemandangan wajib. Dan kelakuan aneh para siswa-siswi merupakan aksi utama tiap harinya.

Tidak seorangpun yang berani menegur dikarenakan seluruh siswa-siswi disini anak-anak orang berkuasa. Menegur mereka sama saja seperti menggali lubang kubur untuk diri sendiri. Sampai sejauh ini, tidak ada yang berubah dari kelas tersebut dan hanya bertambah parah.

Bola matanya memutar malas memandang ke sekitar. Tatapannya berubah sinis kala menangkap pemandangan—menjijikkan menurutnya—didepannya. "Damn! Kalian menjijikkan. Bisakah kalian mencari tempat lain untuk melakukan itu?" makinya kesal.

"Mmm Jangan sok suci, sialan. Kau bahkan pernah melakukan yang lebih parah dari ini dikelas—Slurp!"

"Tapi setidaknya aku melakukannya disaat tidak ada penghuni kelas diruangan, sialan! Dasar pasangan tidak tahu malu kalian." Dengan manis cibiran pedas meluncur melalui belah bibir ranum Kyungsoo. Wajahnya benar-benar tampak kesal.

Kuluman Baekhyun pada penis Chanyeol terhenti, gadis cantik itu mengalihkan perhatiannya pada Kyungsoo. Menghiraukan erangan kecewa Chanyeol. Sebelah tangannya menyentuh dahi Kyungsoo. "Kau tidak sedang sakit atau menstruasi, 'kan?" Ia bertanya dengan ekspresi heran.

"Bisakah kau berhenti bersikap bodoh, Byun Jalang!?" Pekik Kyungsoo. Membuat beberapa mata menatap kearahnya terkejut.

Mata Baekhyun membola, "M-mwo? Aku bertanya baik-baik padamu, Pelacur Do! Kau saja yang menanggapinya dengan tidak baik! Sebenarnya ada apa denganmu?!" pekikan balasan pun menyusul.

Dan Kyungsoo melunak, ia mengusap wajahnya kasar. "Aku.. dikhianati oleh si bajingan busuk Minho.. Semalam aku melihat dia menggenjot wanita lain di parkiran bar. Aku.. aku sakit hati, Baek.." Setitik airmatanya jatuh enggan untuk dihapusnya.

"Aku sudah memperingatkanmu sejak awal, bodoh. Dia pemakan wanita. Bodohnya lagi kau mengikut sertakan perasaanmu dan sekarang kau harus mengalami sakit hati. Makan kebodohanmu itu." Omel Baekhyun.

"Sahabat macam apa kau ini?! Alih-alih menghiburku kau malahan mengejekku. Menyebalkan." Kekesalan Kyungsoo menghasilkan alunan tawa dari Baekhyun. "Ini baru Do Kyungsoo. Aigoo, kau terlihat seperti anak kecil dengan wajah seperti itu."

"M-mwo?! Kau bahkan terlihat seperti bayi, Byun!" Balas Kyungsoo. Senyumnya terulas manis. Kesedihan tadi sudah lenyap tergantikan kegembiraan.

Baekhyun merangkul erat pundak Kyungsoo, "Kita adalah Penipu Wajah!" ucapnya disusul dengan gelak tawa mereka. Suasana begitu baik sebelum ucapan sialan Chanyeol merusaknya.

"Baekhyun, penisku tegang lagi. Dia butuh jepitanmu."

Sontak kedua gadis cantik itu menatap tajam Chanyeol. "Kau ingin jepitan bukan? Sini, biar aku jepitkan penismu itu dengan pintu kelas." Ucap keduanya dengan seringai kejam.

'Yatuhan, selamatkanlah harta karunku' Chanyeol membatin alay.

.

.

Papan kecil penanda kelas tertangkap oleh penglihatan Jongin. Senyumnya tertarik. "Ini rupanya." Kekehnya. "Well, kita lihat seberapa hebat siswa-siswi ini." Ucapnya sebelum menggerakkan tangannya memutar kenop pintu.

Umpatan hampir saja terbit dari mulutnya kalau saja ia bukan seorang guru. Kesan pertama Jongin untuk kelas ini benar-benar buruk. Tak heran mengapa ini disebut kelas spesial. Kelas ini kelas gila, ia membatin.

Jongin berdeham. Kembali dari mode terkejutnya tadi. Langkah kakinya lurus kedepan, menuju meja guru. Matanya memutar ke seluruh kelas dan ia kembali meringis. "Ehm!" Dehemnya keras. Berusaha mendapatkan perhatian.

Nihil. Penghuni kelas sibuk dengan urusan mereka sendiri. 'Murid-murid gila!?'

Jongin menghembuskan nafas kasar. Mengulas senyum, mencoba sekali lagi. "Annyeong saya—"

"Jangan membuang waktu anda, saem. Sudah puluhan guru mengajar kelas kami dan dalam sekejap mereka mengundurkan diri." Seorang siswa berkulit pucat-berwajah datar-berambut pelangi dengan kurang ajarnya memotong perkataan Jongin. Dan sialnya dibenarkan oleh murid lainnya.

"Jangan memotong ucapanku seenaknya, bajingan," Siswa-siswi tercekat, menatap kaget Jongin. "Aku gurumu dan aku lebih tua darimu. Dan satu lagi, ubah warna rambutmu." Jongin berujar datar.

"Kau pikir kau siapa, saem? Aku tidak akan menuruti perkataan bodohmu itu." Sehun menanggapi tidak kalah datar.

Jongin tertawa, menatap Sehun datar. "Hei bajingan. Turuti saja perkataanku jika kau ingin lulus dari sekolah ini. Kau mungkin bisa membayar guru-guru bodoh itu dengan uang kotormu. Tapi aku bukan mereka. Tidak menuruti aturan kelasku, jangan harap kau akan mendapat nilai." Ucapannya mengejutkan seisi kelas (lagi).

Sehun bangkit dari duduknya, "Guru brengsek! Kau pikir aku akan takut padamu!? Sekeras apapun kau mengancamku aku tetap tidak akan menuruti perkataan bodohmu." Balasnya sengit. "Kau pikir ini hanya satu-satunya sekolah? Aku bisa pindah ke sekolah manapun yang ku hendaki dan lulus disana. Perkataanmu semuanya salah, tidak berguna." Ejeknya.

"Lihatlah betapa naifnya dirimu, bajingan. Tidak satu sekolahpun yang akan menerimamu dengan sikapmu itu. Sebesar apapun sogokan yang kau berikan." Jongin mengedarkan pandangannya keseluruh murid, "Kalian terlihat seperti bayi dengan selalu bergantung pada kekuasaan orangtua kalian. Bayi besar tidak berotak," Ia tertawa. Mengejek.

Menghiraukan seisi kelas yang menatap bengis padanya, "Kalian semua tak berguna sedikitpun tanpa orangtua kalian." Sambungnya kasar. "Kalian semua anak-anak tidak tahu diri. Susah payah dibesarkan, kalian justru menjadi tidak beraturan. Aku merasa kasihan pada orangtua yang telah melahirkan dan membesarkan sampah-sampah seperti kalian." Seukir senyum remeh dibentuknya. "Kalian.. tidak berguna."

Bugh!

Tidak terduga, sebuah serangan tiba-tiba menghampiri Jongin. Tidak membuatnya tersungkur hanya sedikit oleng.

"Tch," Jogin berdecih, memandang si pelaku pemukulan—Chanyeol. "Satu bajingan kecil lagi hm?" tawanya.

"Lebih baik kau tutup mulut kotormu itu sebelum aku yang menutupnya untuk selamanya." Desis Chanyeol. "Berhenti melontarkan sampah dari mulutmu itu seakan kau tahu segalanya dan benar dalam segala hal."

Suasana menjadi semakin tegang. Murid-murid sudah mulai berbisik tentang kemungkinan si guru baru akan berhenti mengajar. Tak terkecuali Kyungsoo, senyumnya tertarik misterius kearah Jongin. Seperti akan ada sesuatu yang hendak dilakukannya pada Jongin.

Pertarungan belum berakhir. Gelagatnya, Jongin akan bertindak lebih mengejutkan dari sebelumnya. Dia terlihat seperti seorang phsyco.

"Kalian memang bayi besar tidak berotak, bahkan bayi pun sepuluh kali lebih baik dari kalian. Perkataanku sesuai dengan apa yang kulihat. Bukannya ingin bertindak sok benar, nyatanya memang aku setingkat lebih baik diatas kalian." Ujarnya santai. "Profesiku seorang guru, dan sudah menjadi kewajibanku untuk menyadarkan murid-murid tersesat seperti kalian. Kekasaran ini tidak akan terjadi kalau saja kalian tidak memulainya. Jadi, kutegaskan sekali lagi. Turuti perintahku jika kalian ingin lulus dan silahkan keluar jika kalian tidak ingin kuajar."

Chanyeol mendengus malas. "Kami tidak membutuhkan khotbahmu. Dan tidak memerlukanmu disini. Untuk mempersingkat waktu, silahkan undurkan dirimu secepatnya. Aku muak melihat wajahmu." Ujarnya frontal disahuti dengan sorakan kagum dari murid-murid lain.

Gelengan kepala Jongin menghentikan mereka, "Aku sudah dikontrak untuk mengajar disini sampai ujian kelulusan kalian. Tidak ada alasan bagiku untuk mengundurkan diri hanya karena permintaan bocah ingusan seperti kalian." kakinya melangkah menuju meja dan bersandar disana. "Dan untuk mempersingkat waktu juga, berhenti keras kepala dan ikuti ucapanku."

Ruangan kelas itu terasa makin memuakkan bagi pihak murid maupun Jongin. Perdebatan ini tidak akan berakhir kecuali salah seorang dari mereka mengalah. Hal mustahil melihat kedua pihak sama keras kepalanya.

Untuk beberapa menit, hening menyapa. Aura permusuhan dipancarkan jelas oleh kedua belah pihak. Selama detik-detik memuakkan itulah salah seorang murid memikirkan sebuah ide brilian. Ide yang sepertinya menarik dan akan menimbulkan sebuah kehebohan. Let's see how far is our quuen's action.

Senyum yang diukir Kyungsoo membuat Baekhyun melirik aneh kearahnya. "Hei, Kyung. Apa yang kau pikirkan?" tanya gadis Byun penasaran. "Jangan berfikir untuk melakukan sesuatu yang hanya akan memperburuk keadaan."

"Tenang saja, Byun. Semua akan berjalan dengan lancar. Kau dan yang lain hanya perlu mengikuti alur." Jawab Kyungsoo santai. Masih dengan senyum aneh dibibirnya, ia mengangkat tangannya. "Saem!" panggilnya.

"Ya. Ada apa, nona?"

Kyungsoo menjilat bibirnya, "Aku dan yang lainnya... sepakat untuk menuruti semua perintahmu.." sengaja ia menjeda ucapannya dan melirik kearah tatapan protes-kaget dari teman-temannya, "..semuanya." diakhirinya dengan seulas senyum manis.

"Memang sudah seharusnya begitu," Jongin tersenyum diantara makian-makian murid lain untuk Kyungsoo, "Well, sepertinya kau satu-satunya yang paling waras diantara mereka, nona..."

"Do Kyungsoo, saem!"

"Ya, nona Do. Pastikan sikapmu ini tetap bertahan selama beberapa saat kedepan." Ia berbalik ke meja guru dan merapikan barangnya, "Kurasa sekian saja pertemuan kita kali ini. Mengingat waktu istirahat sudah hampir tiba. Sampai jumpa besok. Aku permisi." Tanpa banyak kata lagi, kaki-kaki panjangnya melangkah keluar.

Meninggalkan kelas yang mendadak berubah menjadi penuh kebencian.

.

Dalam hitungan ketiga, mendadak meja Kyungsoo dipenuhi oleh teman sekelasnya. Serentak tatapan benci serta makian ditujukan untuknya. Direspon dengan santai oleh Kyungsoo bahkan gadis itu malah ikut menirukan gerak bibir mereka dan tertawa setelahnya.

"Hei, tenang dulu, teman." Kyungsoo tertawa.

Soojung mendelik keatasnya, "Tenang kau bilang? Cih, dasar pelacur tidak tahu diri. Kau menyebabkan kita didalam masalah dan menyuruh kita untuk tenang. Sialan!" makiannya disusul oleh anggukan setuju Taemin. "Bukannya bertanggung jawab, kau malah mengejek kami. Betapa rendahnya kau, Do!"

Matanya memutar malas, "Dengar dulu penjelasanku, tolong. Aku tidak sebodoh itu untuk menempatkan kita semua dalam situasi yang buruk. Itu semua sebagai awal dari rencana besarku untuk melenyapkan Kim Sampah itu."

Penjelasannya membuat mereka semua menaruh atensi padanya. "Apakah kau yakin ini akan berhasil?" "Apa rencanamu?" "Dapatkah kami mempercayaimu?" "Bagaimana bila ini gagal?"; Adalah serentet pertanyaan yang meluncur dari mereka.

"Tentu saja ini akan berhasil, rencanaku benar-benar brilian. Namun sayang, aku tidak bisa memberitahunya sekarang, tunggu saja sebentar lagi. Aku yakin ini tidak akan gagal, kalian dapat mempercayaiku." Kyungsoo terdengar begitu yakin menjawabnya.

"Baiklah, kami mempercayaimu, Do Kyungsoo."

Kyungsoo tersenyum. "Pasti."

.

.

Tidak ada hal yang lebih menyenangkan dari shopping ke mall setelah pulang sekolah. Terutama untuk gadis shopaholic seperti Baekhyun, Luhan, dan Kyungsoo. Mereka sering melakukannya bahkan hampir setiap hari, seperti sekarang.

"Kyung, aku masih heran denganmu. Rencanamu itu masih terasa aneh untukku." Luhan mengubah topik pembicaraan saat mereka tengah makan es krim disalah satu resto di mall. Baekhyun mengangguki, "Ini terlihat seperti kau punya tujuan lain dari rencanamu itu." Ucapnya.

Tawa Kyungsoo mengalun, "Kau benar sekali, Byun. Aku memang memiliki tujuan lain, yang pastinya memberikan keuntungan buatku." matanya mengarah pada mangkuk es krimnya, "Sebenarnya aku tertarik pada guru brengsek itu. He's fucking hot! Gosh, aku bahkan membayangkan betapa nikmatnya jika aku mendesah dibawahnya. Itulah mengapa aku merencanakan 'itu'." Ucapnya.

"Apakah ini artinya kau memiliki semacam perasaan pada si Kim itu?" tanya Luhan ditengah kekagetannya akan jawaban Kyungsoo.

Kyungsoo menggeleng, "Tidak sama sekali. Hanya sebatas seks, tidak lebih. Aku menginginkan tubuh seksinya itu. Sekaligus sebagai pelampiasan sakit hatiku karna Bedebah Choi itu."

Luhan tertawa, "Kau memang penuh kejutan, Kyung. Aku terkejut."

"Kau berlebihan, Lu." Baekhyun tersenyum jahil, "Gadis ini bukan penuh kejutan tapi gila. G-I-L-A." Ucapnya yang menghadirkan tawa dari Luhan dan sebuah jitakan dari Kyungsoo.

"Yah, harus ku akui, Kim Jongin itu memang hot. Tapi sayang, wataknya itu, menjengkelkan." Baekhyun menukas, "Menurutku dia tidak terlalu tampan, lihat saja; hidung peseknya, kulit kehitamannya, tapi, aura seksinya benar-benar kuat dan ku akui aku hampir tergoda padanya pada pertama kali."

"Kalian sebenarnya memujinya atau mengejeknya? Justru kulit coklatnya itu yang membuatnya seksi. Terutama bibirnya, ah, aku basah hanya dengan membayangkannya."

Baekhyun meringis jijik, "Fantasi kotornya pasti sedang bermain sekarang. Lebih baik kita berikan dia seorang lelaki untuk memuaskannya."

"Benar. Dia terlihat seperti seorang wanita murahan seperti itu." Sahut Luhan mencibir.

"Maka berikan aku Kim Jongin."

"Kau gila, Kyung."

"Ya, aku memang gila karna kim Jongin." Kyungsoo tertawa.

.

.

Coklat hangat mengalir di kerongkongan Jongin. Pandangannya beralih ke wanita didepannya.

Taeyeon menyesap coklat hangatnya juga. "Bagaimana hari pertamamu mengajar?"

Jongin meletakkan mugnya, "Terlalu buruk. Beradu argumen dengan murid-murid bahkan mendapatkan sebuah bogem dari mereka. Mereka benar-benar bajingan kecil." ia tertawa, "Tetapi, ada satu diantara mereka yang cukup menarik. Gadis yang cukup misterius, aku menilai itu dari caranya memandangku." dan mengulas senyum kala mengingat sosok Kyungsoo.

Helaan nafas terhembus melalui belah bibir mungil Taeyeon, "Aku yakin mereka pasti anak-anak orang kaya yang kekurangan kasih sayang. Kasihan sekali mereka, hidup mereka begitu suram karena kelalaian orangtuanya." Ucapnya.

Jongin mengangguki ucapan Taeyeon dan hening melingkupi mereka untuk sesaat.

"Apakah ada trik untuk mengembalikan semangat mereka dalam belajar? Atau cara membuat mereka lebih memperhatikan masa depan mereka? Kau seorang psikiater dan itu adalah bidangmu. Apa kau punya beberapa saran?" Adalah ucapan Jongin setelah termenung sesaat.

Taeyeon kembali menghela nafas, "Molla, Jongin-ah. Cara terbaik adalah dengan dorongan dari keluarga, tapi, mengingat mereka bahkan jauh dari orangtua, mungkin teman bisa menjadi orang yang tepat. Teman yang dimaksud disini bukanlah teman sepermainan melainkan guru atau orang dewasa yang bertindak seperti teman si anak. Menasehatinya, mendorongnya untuk berubah kearah yang lebih baik. Namun sulit melakukan itu sekarang."

"Mengapa sulit dilakukan, Noona?"

"Anak-anak sekarang begitu keras kepala dan sudah terlalu terjerat dalam dunia dewasa. Mereka cenderung tidak ingin keluar dan lebih memilih terus didalamnya."

Taeyeon menatap Jongin, "Murid-muridmu. Tanpa perlu melihat mereka langsung, aku sudah bisa menebak seperti apa sikap mereka. Apa kebiasaan mereka, keinginan mereka, penyesalan mereka. Namun aku tidak bisa memastikan sebesar apa keinginan mereka untuk berubah." ia mengulas senyum manis, "Itu tugasmu untuk mencari tahu. Kau menanyakan hal ini karena kau ingin mencobanya, 'kan?" ucapnya dengan senyum geli.

Jongin menggaruk tengkuknya malu. "Kau tahu saja, noona."

"Haha. Kau masih sama seperti dulu, Jongin-ah. Tenang saja, aku akan banyak membantumu."

"Gomawo, noona."

.

.

Waktu sudah menunjukkan pukul 1 pagi, namun, kantuk belum menjemput Kyungsoo. Gadis manis itu tengah berkutat dengan handphone dan buku tulis didepannya. Sekali-kali gadis itu tampak berpikir, menimbang-nimbang, setelah itu menulis sesuatu dibukunya.

Ternyata apa yang tengah ia kerjakan adalah salah satu bagian dari aksinya nanti. Seperti sebuah rayuan... atau godaan mungkin? Well, semua akan lebih jelas dala aksinya nanti. Kyungsoo tidak sabar menunggu momen itu.

Senyum miring terukir dibibirnya, "I got you, Kim Jongin.." gumamnya penuh misteri.

.

[Chapter 1: Sweet Introduction; END]