Semua staff yang berada di lokasi pemotretan tentu tau betul ada yang berbeda dengan suasana hari ini dan kemarin, apalagi menilik pada sang photographer dan modelnya yang terlihat lebih diam dari biasanya. Jika kemarin setidaknya mereka melihat sehun bersungut-sungut pada Jongin, hari ini tak sekalipun mereka melihat sehun seperti itu. Ia tenang dan pemotretan hari itu berjalan lebih baik dari biasanya.
Mungkin Sehun tidak menyadarinya, tapi beberapa staff membicarakannya dan Jongin dibelakang. Hal baik seperti ini terjadi tanpa alasan yang jelas tentu adalah hal yang mustahil, mereka berpikir pasti sudah terjadi sesuatu pada Jongin dan Sehun semalam. Apalagi mereka berbagi kamar.
Mereka mengawasi dari jauh ketika Sehun terlihat menghampiri Jongin yang sedang duduk didepan meja riasnya, Tak sadar Luhan juga mengawasi mereka sejak tadi. Luhan berdehem dan mereka langsung membubarkan diri begitu melihat Luhan berada dibelakang mereka.
"waw, aku tidak menyangka hubungan mereka akan secepat ini membaik"
Gumamnya, lebih kepada diri sendiri. Ia membanggakan dirinya sendiri dalam hati karena berhasil membuat Sehun dan Jongin lebih akur dari sebelumnya, meskipun Luhan sendiri tidak tau kalau ternyata hasilnya jauh lebih baik dari bayangannya.
hunkai
hunkai
hunkai
hunkai
Jongin tersenyum saat melihat foto yang dikirimkan Jimin padanya. Hari ini Jimin akan ke Korea dan sekarang sedang berada dibandara, Jimin mengabari Jongin karena mereka tak bisa bertemu, Jimin juga bilang kalau Jungkook akan menyusul sehari setelahnya.
Harus Jongin akui ia sedikit iri pada Jimin. Jimin akan bertemu keluarganya setelah sekian lama tinggal dijepang, sedangkan dirinya masih harus berjuang lebih keras lagi sebelum berani menampakkan wajahnya pada keluarganya di Korea, meskipun Jongin bisa saja pulang dan bertemu mereka, tapi janjinya yang ia katakan sendirilah yang menahannya dijepang selama ini. tidak bisa pulang dan menemui orang tuanya, Jongin hanya menyimak apa yang Taemin jelaskan tentang apa yang terjadi di Korea selama Jongin tak ada.
Ditambah lagi, Jimin memiliki Jungkook yang setia kepadanya meskipun sebenarnya bagi Jongin sendiri yang melihatnya hubungan mereka tak jelas. Dikatakan teman tapi Jungkook tak memperlakukan selayaknya teman, dianggap kekasih, Jungkook dan Jimin sama-sama mengelak. Apapun hubungan mereka Jongin bisa melihat bahwa mereka saling menyayangi dan mencintai, meski Jungkook tak pernah menyatakannya secara langsung.
"hey"
Jongin agak kaget mendengar suara disampingnya, ia menoleh dan menatap Sehun beberapa lama sebelum akhirnya kembali tersadar, Ia melamun tadi.
"ah, Sehun"
"kau melamun sampai tidak tau aku datang eh?"
Sudut mata Jongin memicing mendengar ada nada meledek dikalimat Sehun tadi, tapi toh Jongin tak menganggapnya apa-apa, Jongin memang melamun tadi.
"ada apa?"
Tanya Jongin, ia sudah meletakkan ponselnya dan melihat Sehun. Sehun meletakkan segelas kopi didepan Jongin yang dibalas Jongin dengan tatapan bertanya.
"hari ini pemotretan sampai malam, kau ingat? Dan juga, itu sebagai tanda terima kasihku untuk yang… semalam"
Baik Jongin dan Sehun sama-sama terdiam setelahnya. Sehun yang sedikit malu mengatakannya dan Jongin yang berpikir sejak kapan Sehun menjadi sebaik dan setenang ini didekatnya, seingatnya mereka masih saling mengejek kemarin dan tak akur, bisa dibilang inilah pertama kalinya Jongin melihat Sehun tak semenyebalkan yang dulu dulu.
"ah, kau sudah berterima kasih tadi pagi"
Jongin ingat dengan memo yang ditemukannya pagi tadi, dan itu sudah lebih dari cukup mengingat Jongin juga tau kalau Sehun pasti malu dengan kejadian semalam.
"aku pantang berterima kasih tanpa mengatakannya langsung"
Percakapan mereka terhenti saat ponsel Sehun bergetar dan ia buru-buru mengangkatnya kemudian pergi begitu saja. Jongin merih gelas kopi yang diberikan Sehun tadi dan memutar-mutarnyanya tak jelas, ia memiringkan kepala dan berpikir apa saja yang aneh hari ini? karena Jongin benar-benar merasakan perbedaan besar hari ini dan kemarin. Apakah itu karena kejadian semalam? Apakah karena Sehun? Apakah karena cuaca hari ini baik? Atau apakah karena dirinya yang merasa Sehun menjadi lebih perhatian padanya hari ini?
Jongin segera menggeleng begitu pikiran yang terakhir tadi tiba-tiba terlintas diotaknya, ia pasti sudah tidak waras sekarang. Kenapa tidak menikmati saja hari ini sih? Bukankah ini yang diinginkannya? Bekerja dengan tenang tanpa masalah ataupun perdebatan dengan Sehun. Ya, seharusnya hari ini Jongin senang kalau saja ia tak merasa aneh dengan jantungnya yang baru disadari terasa berbeda sejak ada Sehun tadi. Sebenarnya, apa yang terjadi padanya?
hunkai
hunkai
hunkai
hunkai
Jimin tidak sabar untuk sampai di Korea dan menyelesaikan pekerjaannya kemudian pulang kerumahnya, ia menantikan sup rumput laut buatan ibunya yang lezat atau bubur abalone ayahnya yang tak bisa dibandingkan dengan buatan koki manapun, dan juga adiknya Ji sang. Sudah seperti apa adiknya sekarang? Apakah sudah lebih tinggi darinya? Terakhir mereka bertemu, Ji sang tak lebih tinggi dari pundaknya. Tapi mengingat pertumbuhan Ji sang jauh lebih cepat darinya, mungkin sekarang Ji sang sudah jauh lebih tinggi atau mungkin sudah melampaui Jimin. Jimin tidak bisa membayangkan adiknya jadi lebih besar darinya dan Jimin tak bisa melindunginya seperti saat kecil dulu.
Jimin selalu menjadi tameng untuknya saat Ji sang diganggu oleh teman-temannya, Jimin akan dengan berani berdiri didepan mereka dengan kedua tangan dipinggang dan wajah yang dibuat segalak mungkin. Tapi mungkin karena wajahnya yang dulu imut bukannya membuat sipengganggu lari tapi malah menertawainya, dan Jimin akan langsung memarahi mereka, mengatakan pada mereka kalau Jimin akan melaporkan mereka kepada guru dan ancamannya selalu berhasil. Jimin tertawa sendiri saat kenangan seperti itu kembali terlintak diotaknya, seperti potongan film.
Jimin berpikir bahwa dulu ia pasti galak sekali sampai teman-teman Ji sang takut main kerumahnya, mereka mungkin berpikir kalau datang pasti Jimin akan memarahi mereka, konyol tapi Jimin menyukainya. Ia memang sangat menyayangi Ji sang, demi apapun Jimin sangat posesif pada Ji sang sampai akhirnya Jimin harus ke Jepang. Saat perpisahan bukannya Ji sang yang menangis tapi malah Jimin yang tersedu-sedu, Ji sang mengatainya galak tapi cengeng, Jimin tak peduli. Ia memang tak pernah jauh dari Ji sang dan sebisa mungkin berada disatu sekolah yang sama dengan adiknya. Dan sekarang, Jimin benar-benar tak sabar untuk menginjakkan kakinya di tanah kelahirannya, meskipun tak lama tapi Jimin akan bersenang-senang disana sepuasnya.
"sepertinya kau bahagia sekali ya?"
Jimin tersentak mendengar suara yang sangat dikenalnya ini, ia menoleh dan melihat Jungkook duduk disampingnya. Bagaimana bisa? Seingat Jimin, yang duduk disampingnya adalah Haru, penata riasnya. Tapi kenapa tiba-tiba berganti jadi Jungkook? dan bukankah Jungkook akan naik penerbangan besok? Jungkook sendiri yang mengatakannya.
"kenapa? Terkejut melihatku?"
"Jung-Jungkook… kenapa kau disini?" tanyanya dengan mata menyipit dan menampakkan kerutannya yang khas.
"aku meminta Haru Noona bertukar tempat duduk denganku, disampingku ada laki-laki tampan jadi dia langsung menyetujuinya"
Jawabnya dengan menunjuk kebelakang dan Jimin mengikuti arah jarinya, ia mendengus melihat Haru duduk dibangku kedua dibelakangnya, berdampingan dengan laki-laki tampan yang Jungkook maksud tadi. Jimin baru ingat kalau Haru masih sendiri dan sedang berusaha giat mencari pendamping, salahkan kriterianya yang terlalu tinggi hingga diumurnya yang hampir mencapai kepala tiga itu masih sendiri, dan laki-laki itu cukup terlihat berkelas. Pantas Haru setuju bertukar tempat dengan Jungkook.
Jungkook. Jimin kembali menoleh kearahnya dan menatapnya dengan mata memicing, mencoba terlihat mengintimidasi dengan pandangannya, tapi Jungkook tak merasa seperti itu, ia justru gemas tiap kali melihat Jimin terlihat mencoba menjadi galak.
"bukannya kau berangkat besok?"
Jungkook tak langsung menjawab, ia menopang dagunya dengan salah satu tangannya dan terlihat berpikir "kupikir kau pasti merindukanku"
Jimin mencebik, ia kembali duduk dengan posisi benar ditempat duduknya tapi matanya masih melihat Jungkook.
"lalu bagaimana kau mendapat kursi penumpang? Maksudku tiket pesawat sudah habis sehari sebelum kau berniat membelinya, kau sendiri yang bilang kan?" tanya Jimin, tak berniat menggubris godaan Jungkook tadi.
"aku? Begitu kau mengatakan kalau kau akan ke Korea, aku langsung meminta Kei hyung membeli tiket untukku juga, tenang saja, aku tak memakai uang perusahaan kalian"
Meskipun sudah cukup lama tinggal di Jepang, tapi Jungkook memanggil orang-orang yang dikenalnya yang lebih tua darinya dengan panggilan hormat dari Korea, seperti Noona dan Hyung. Ia tidak mau memanggil mereka seperti cara orang-orang Jepang pada umumnya, meski sudah diprotes berkali-kali tapi akhirnya mereka mengalah melihat Jungkook sama sekali tak menggubris protesan mereka.
Ah, Jimin mengerti sekarang. Jadi Jungkook berpura-pura berangkat pada hari yang berbeda untuk mengelabuinya? Jungkook berniat memberinya kejutan dengan tiba-tiba muncul didepannya saat Jimin meneleponnya karena rindu padanya. Well, Jimin memang berniat menelepon Jungkook sesampainya di korea.
"tapi malah aku yang merindukanmu, aku cemburu melihat Haru Noona duduk disampingmu sementara aku malah berdampingan dengan laki-laki, parfumnya benar-benar membuat hidungku gatal" gerutunya, tak menyadari perubahan tatapan Jimin padanya. Jimin menatapnya dengan lembut, dan setelah Jungkook mengalihkan wajahnya pada Jimin, mereka saling memandang untuk beberapa saat. Tangan Jungkook terangkat untuk mengusap pipi Jimin.
"kau tau aku sulit berada jauh darimu Hyung, meskipun hanya sehari rasanya seperti aku menjalani waktu yang sangat lama"
Jimin tidak tau apakah pipinya memerah sekarang ini, karena ucapan Jungkook tadi membuat darahnya berdesir dan rasa hangat menjalar diwajahnya. Detak jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Selalu saja seperti ini, setiap sentuhan Jungkook rasanya sangat luar biasa saat mengenai kulitnya, Jimin tidak bohong kalau ia kecanduan sentuhan Jungkook yang lembut seperti ini.
"ah, aku ingin kau mendengarkan sesuatu"
Jimin berusaha menyembunyikan kekecewaannya karena tak merasakan usapan Jungkook lagi dipipinya dan memperhatikan Jungkook mengeluarkan sesuatu dari tas kecilnya, Ponsel dan earphone. Jungkook menyambungkan kabel earphonenya dengan ponsel kemudian memasangkannya satu ditelinga Jimin dan satu ditelinganya, kening Jimin berkerut, masih tidak mengerti apa yang akan Jungkook lakukan. Jemarinya bergerak pada layar tipis itu dan memutar sebuah melodi piano yang asing bagi Jimin. Jimin masih tak mengerti sampai akhirnya, kerutan didahinya menghilang dan ia mematung untuk beberapa saat, tak bergerak saat suara yang sangat dikenalnya menyenandungkan lagu asing itu. Sementara Jungkook memandangnya dengan was-was, Jimin tak mengatakan apapun.
Lagu yang didengarnya berakhir, kemudian beberapa saat setelahnya Jimin masih diam, tapi pandangannya beralih pada Jungkook. ia menatapnya agak lama.
"kau menyukainya?"
Tanya Jungkook hati-hati.
"kau membuatnya?"
Bukannya menjawab, Jimin balik bertanya. Ia melepaskan earphonenya dan mengembalikannya kepada Jungkook.
"kau membuatnya untukku?"
Bukan bermaksud salah paham, tapi diakhir lagu itu, namanya disebut oleh suara itu. Jungkook juga tak langsung menjawab, ia meraih satu tangan Jimin dan menggenggamnya.
"jelek ya? Lagu itu, entah mengapa terpikirkan begitu saja olehku setelah meneleponmu dan tau-tau tanganku sudah menulis liriknya, kemudian melodi-melodi asing terlintas diotakku dan tanpa sadar aku menghabiskan satu malamku untuk membuatnya, butuh waktu agak lama untuk menyempurnakannya, memang belum sempurna, tapi kuharap kau tidak kecewa"
Ada yang mendesak ingi keluar dari kelopak mata Jimin sekarang dan Jimin sudah tau apa itu, jadi ia berusaha menahannya, tidak ingin Jungkook salah paham nantinya.
"itu… luar biasa Jungkook"
Ada begitu banyak kata diotak Jimin sekarang, sampai ia bingung kata apa yang pantas untuk menggambarkan perasaannya saat ini, luar biasa hanyalah kata biasa saat ini, Jungkook jauh dari kata luar biasa, tak ada yang bisa menggambarkannya tapi hanya kata itu yang bisa terucap olehnya. Jungkook tak bisa menahan sudut bibirnya yang berkedut untuk membuat senyuman, lega karena Jimin menyukainya.
"terima kasih"
"aku yang seharusnya berterima kasih padamu hyung, lagu ini tidak akan ada jika tidak ada kau"
Sudut mata Jimin sudah basah, dan Jimin merutuki sifatnya yang sensitive pada hal-hal seperti ini, apalagi didepan Jungkook. sebenarnya Jimin tidak ingin Jungkook melihatnya, tapi tanpa bisa ditahan air mata haru itu malah meluncur dengan bebasnya. Mungkin Jimin juga harus menyalahkan Jungkook dalam hal ini, salahnya karena berani menggetarkan hatinya, salahnya karena Jimin jadi sangat terharu, Jimin merasa begitu dicintai oleh Jungkook dan siapa yang tak tersentuh saat seseorang mengagumimu dan memberikan seluruh perasaannya padamu?
hunkai
hunkai
hunkai
hunkai
Sehun memijat keningnya yang terasa berdenyut saat ini, ia duduk agak jauh dari para staff. Sengaja, ia tak ingin ditanyai macam-macam sekarang. Telepon yang ia terima baru saja berakhir dan tiba-tiba saja membuatnya sedikit khawatir. Ia butuh Luhan sekarang, ia tak bisa tinggal diam begitu saja saat keberadaannya saat ini mulai terendus keluarganya. Tapi Sehun tak menemukan Luhan dimanapun. Seorang staff bilang, tadi Luhan pergi menuju hotel. Sehun bisa saja menyusulnya, tapi pemotretan akan dimulai beberapa menit lagi dan Sehun tak bisa meninggalkannya.
Ia mendesah keras, benar-benar bingung harus bagaimana. Bagaimana keluarganya bisa mengetahui keberadaannya? Setelah seminggu hidup tenang dan menjalani aktivitas yang diinginkannya, sekarang harus diusik oleh keluarganya. Sehun benar-benar merutuk, siapapun yang memberitahu keluarganya kalau Sehun tau orangnya akan ia patahkan tangannya dan merobek mulutnya.
Sehun sudah mencoba menghubungi Luhan, tapi sialnya Luhan tak menjawab teleponnya sama sekali, berkali-kali Sehun meneleponnya hingga ia kesal dan melempar Ponselnya ke pasir pantai. Nafasnya memburu dan tangannya mengepal. Kenapa disaat seperti ini, Luhan malah tidak menjawab teleponnya dengan cepat.
Seseorang mengambil ponsel Sehun dengan cepat sebelum air laut menyapunya, kemudian berjalan kearah Sehun dan berdiri tegak dihadapan Sehun yang masih belum menyadari bahwa ada orang lain selain dirinya, barulah saat ia melihat sepasang kaki telanjang dihadapannya ia mendongakkan kepalanya, nafasnya sempat tertahan karena kaget tapi buru-buru ia menormalkannya. Itu hanya Jongin. Sehun kira seseorang yang disuruh Ibunya, Sehun menjadi mudah Negative thinking jika sudah menyangkut pelarian dirinya, ia takut bodyguard suruhan ibunya tiba-tiba saja sudah berada didepannya dan menyeretnya pulang. Mengurungnya lagi di sangkar emas yang sungguh demi apapun Sehun membencinya, sangat membencinya.
Jongin mengerutkan keningnya melihat reaksi Sehun tadi, ia kira Sehun akan marah-marah padanya. Tapi sehun hanya diam, dan memalingkan wajahnya dari Jongin.
"are u okay?" tanya Jongin, ia mengulurkan tangannya untuk memberikan ponsel Sehun.
"I'm okay Jongin" Sehun menerima ponselnya dan menyimpannya disaku celana, ia sendiri tak menyangka Jongin akan repot-repot mengambilkannya.
Mata Jongin bergerak menelisik gerak-gerik Sehun. Sehun terlihat tak nyaman dan juga gelisah, pasti ada sesuatu yang terjadi dan pastinya bukan tentang pekerjaan. Karena sepengetahuan Jongin, pekerjaan mereka berjalan dengan sangat lancar hari ini. jadi, Jongin bertanya-tanya apa yang membuat Sehun bisa terlihat gelisah seperti ini. Sehun tidak pandai menyembunyikan kegelisahannya kalau ada masalah, dan itulah yang membuat Jongin langsung mengerti apa yang terjadi dengan Sehun.
Merasa tak berhak ikut campur, Jongin beranjak hendak pergi, baru beberapa langkah ia berhenti dan berbalik untuk mengatakan niatnya tadi.
"semua staff sudah siap untuk pemotretan selanjutnya, dan kau ditunggu sekarang Sehun"
Ujarnya, Sehun hanya mengangguk tanpa menoleh, ia menghembuskan nafasnya beberapa kali dengan pelan, menenangkan dirinya kemudian menyusul Jongin. Tidak akan ada yang terjadi hari ini, semua pasti akan baik-baik saja.
hunkai
hunkai
hunkai
hunkai
Luhan tidak nyaman dengan tatapan mengintimidasi yang Kris berikan sejak tadi, mereka sudah duduk selama kurang lebih lima belas menit. Tapi selama itu juga Kris terus melihatnya dengan pandangannya sekarang, dan Luhan tau arti pandangan itu.
"sungguh Kris, aku tak berniat menculik adikmu itu, dia sendiri yang datang dan mengajakku kesini, kenapa jadi aku yang disalahkan sih?" ujarnya agak kesal, sedikit takut karena Kris tak berhenti menatapnya.
"salahmu karena kau tak mengabariku sama sekali Luhan" suara Kris tenang namun penuh penekanan. Siapa yang bisa mengira dibalik sifat tenang dan wajah tampannya, Kris memiliki kemampuan mengintimidasi orang hingga orang itu tak bergerak didepannya, tapi Luhan sudah terbiasa seperti ini, terutama kalau menyangkut Sehun.
"kalau begitu aku harus menyalahkan Sehun karena tak memberiku ijin menggunakan e-mail untuk mengabarimu Kris"
Kesal. Tentu saja, Luhan benar-benar merasa jadi kambing hitam sekarang.
"kenapa menurutinya?"
"kau pikir ibumu tak menyuruh seseorang meretas e-mailmu? Sehun lebih pintar darimu ternyata" oloknya, tapi seperti diawal tadi, ekspresi Kris sama sekali tak berubah, ia masih menjaga raut wajahnya tetap angkuh dan berwibawa, ingin sekali Luhan mencubit pipinya.
"kau pikir kenapa Sehun dan Aku harus mengganti nomor telepon dan tidak mengabarimu? Seminggu tak diketahui sudah cukup baik bagi kami, lagipula aku tak ingin ibumu ikut menghukumku juga"
Kris melunak, ia merilekskan pundaknya dan bersandar pada sandaran sofa, lelah karena perjalanan dari Kanada ke Jepang. Ia berhenti menatap Luhan dan bertanya dengan lebih sopan pada Luhan, karena bagaimanapun juga Luhan lebih tua darinya.
"dia baik-baik saja?"
"cukup baik, dia sudah menemukan pekerjaan sekarang"
Luhan mengambil ponselnya yang sejak tadi bergetar dan melihat ID peneleponnya, siapa lagi kalau bukan Sehun.
"jangan bilang aku sudah disini, dia pasti terkejut-"
"dia akan tetap terkejut kalau melihatmu masih disini saat ia kembali nanti, karena pemotretan sampai malam kami harus menginap lagi, meskipun dia tidak sekamar denganku"
Kening Kris mengerut "kau tidak sekamar dengannya?"
"aku memberikannya kamar sendiri dan dia berbagi dengan Jongin"
Kerutan dikening Kris terlihat semakin nyata setelah mendengar nama Jongin disebut.
"kau bilang Jongin?"
"eum, Jongin yang dulu kau bilang manis itu, dia tinggal di Jepang selama ini dan bekerja sebagai Model amatiran, dan sudah beberapa waktu ini Kami-Sehun bekerja sama dengannya"
Kris menyebut nama Tuhan setelahnya, selain Luhan dan Sehun, Krislah yang paling tau bagaimana buruknya hubungan Jongin dan Sehun, kalau dalam kamus Kris, ia menyebutnya dengan cinta tapi benci . Bukan tanpa alasan Kris menyebutnya seperti itu, karena dibalik kekurang ajaran Sehun pada Jongin, beberapa kali Kris pernah melihatnya sengaja berjalan dibelakang Jongin setelah pulang sekolah dulu, hingga Jongin sampai dengan selamat dirumahnya. Sehun melakukan itu setelah beberapa hari sebelumnya Jongin sempat mengalami penculikan kecil.
Saat itu ada seorang laki-laki kurang waras yang memang sering berkeliaran didekat sekolah mereka, biasanya tidak mengganggu tapi suatu hari entah apa yang terjadi Sehun tiba-tiba menghampiri Kris yang menjemputnya dari arah yang berlawanan dengan cemas dan memintanya menolong jongin yang sedang dibawa paksa oleh laki-laki kurang waras itu. Kris masih ingat, Jongin menangis saat itu, tapi Sehun tak mengikutinya menolong Jongin, Kris tidak tau kemana Sehun saat itu, untungnya Kris berhasil membawa Jongin kembali tanpa harus melukai siapapun, baik jongin ataupun si laki-laki itu. Kris yang mengantarkan Jongin pulang, dan saat mereka kembali kemobil, Sehun sudah ada disana, duduk dengan earphone ditelinganya dan pura-pura tidur. Kris baru mengerti, rasa gengsinya tinggi sekali sampai-sampai tak mau Jongin tau kalau sebenarnya, ialah salat satu penyelamatnya hari itu.
"Apa yang terjadi pada mereka?" tanya Kris penasaran. Rasa khawatirnya pada Sehun berubah jadi semangat saat ia mendengar Jongin bersama Sehun.
"mereka benar-benar tak berubah, kau masih bisa melihat Jongin dan Sehun yang berumur empat belas tahun, sama-sama labil dan menyebalkan"
Kris tergelak mendengarnya, dan Luhan menggerutu. Kris tidak tau betapa susahnya mengurus Sehun yang punya banyak kemauan itu.
"tapi hari ini, kau akan kaget kalau melihatnya sendiri Kris, mereka benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat. Aku tak melihat sekalipun baik Sehun maupun Jongin bertengkar, mereka akur, sangat akur sampai-sampai staff kami juga keheranan"
Kris memicingkan mata, Sehun dan Jongin akur adalah hal yang tak biasa, bagaimana rasanya melihat dua orang itu akur? Rasanya tak mungkin, meski Kris juga berharap mereka akur.
"kau akan melihatnya nanti"
hunkai
hunkai
hunkai
hunkai
Sehun langsung mengemas peralatan fotonya setelah sesi foto terakhir mereka berakhir, ia berpamitan pada beberapa staff dan segera menuju hotel, lebih tepatnya kamar Luhan. Sejak tadi, Luhan tak muncul sekedar untuk mengawasi jalannya pemotretan, bahkan telepon Sehun masih diabaikannya dan Sehun jadi khawatir. Khawatir kalau kalau Luhan sudah ditemukan oleh suruhan ibunya kemudian disandera dan ponselnya disita. Pikiran Sehun kacau, ia jadi merasa bersalah karena sudah melibatkan Luhan lagi.
Sesampainya didepan kamar yang disewa Luhan, Sehun langsung mengetuk pintunya dengan agak keras, masa bodoh kalau itu mengganggu penghuni kamar lainnya. Ketukan ketiga, pintu baru terbuka dan Sehun langsung menghela nafas lega melihat Luhan. Ia masuk begitu saja dan agak mendorong Luhan saat memasuki kamar Luhan.
"hey, ada apa?" tanya Luhan penasaran, sebenarnya ia sudah tau apa yang terjadi pada Sehun sekarang, tapi mungkin lebih baik kalau Luhan berpura-pura tidak tau. "hyung, suruhan Ibuku sudah tau aku ada disini dan-"
Kata-kata Sehun terhenti, saat matanya menangkap siluet tubuh yang sangat dikenalnya sedang berdiri didekat jendela, posisinya membelakangi mereka dan menoleh bersamaan dengan perkataan Sehun yang terhenti tadi. Kening Sehun mengerut bingung, ia memalingkan wajahnya pada Luhan, menatapnya dengan pandangan meminta penjelasan.
"dia sampai tiga jam yang lalu" jelas Luhan, hanya itu. Sejenak Sehun berpikir, tiga jam yang lalu bukankah waktu yang sama dengan telepon yang diterimanya dari petugas hotel, bahwa ada yang mencarinya di Hotel dan mengaku sebagai keluarganya. Sehun kira itu suruhan Ibunya.
"jadi… itu Kris hyung?"
"ey, kau tidak merindukanku huh?"
Sehun agak terkejut mendengar suara Kris, mengabaikan pertanyaannya tadi yang belum dijawab Luhan, Sehun beranjak menghampiri Kris dan Kris sudah membuka tangannya, meminta pelukan dari Sehun yang dibalasnya dengan tawa mengejek, tapi Sehun akhirnya memeluknya.
"kau seharusnya mengabariku, aku hampir jantungan saat ibu bilang kalau kau kabur lagi"
Pelukan mereka terlepas dan mereka beranjak untuk duduk, diiukuti oleh Luhan dibelakangnya.
"jantungan? Hyung, sejak kapan kau berubah jadi hiperbolis seperti ini? bukan sekali dua kali aku kabur"
"tapi biasanya, kurang dari dua hari kau sudah dikurung lagi, dan ibu memberitahuku kalau kau sudah kabur hingga seminggu,kau tau? Aku langsung menghubungi beberapa detektif untuk mencarimu, tenang saja ibu tidak ada kaitannya dalam hal ini"
Buru-buru Kris menjelaskan saat Sehun tadi hendak memprotes ketika Kris memberitahukan bahwa ia meminta detektif untuk mencarinya.
"jadi yang tadi pagi mencariku, itu kau? "
Kris mengangguk, ia menyesap kopinya yang tadi dibuatkan oleh Luhan.
Sehun lega. Setidaknya pikiran buruknya tidak terjadi, untung saja itu Kris, jadi Sehun tak perlu repot untuk buru-buru menyelesaikan pekerjaannya dan memesan tiket penerbangan, yang sebenarnya Sehun sendiri tidak tau mau kemana lagi. Lagipula pekerjaannya belum selesai, masih ada beberapa hal yang harus dilakukannya dan lusa ia juga harus bertemu dengan kliennya. Dengan kata lain, Sehun masih harus tinggal lebih lama.
"meskipun pelarianmu ini terbilang sedikit berhasil, tapi lebih baik kau berhati-hati. Kurasa ibu mengganti detektif yang lama karena tidak berhasil menemukanmu"
"kalau begitu kenapa hyung tidak bilang saja kalau aku mungkin saja di Kanada, Hyung bilang kalau tidak sengaja bertemu denganku disana tapi kemudian hilang kontak denganku dan-"
"Sehun ah" Kris menyela, ia menatap adiknya agak heran. Sehun jadi cerewet, biasanya Sehun hanya akan bilang kalau Kris bisa mengurus hal itu untuknya.
"ibu tidak sebodoh itu untuk mudah percaya padaku, ibu tau aku mendukungmu jadi mana mungkin dengan mudahnya ibu percaya aku membocorkan keberadaanmu" Sehun mengangkat alisnya, kenapa ia lupa hal ini? sebenarnya sejak tadi pikiran Sehun masih belum terlalu tertata jadi Sehun tidak terlalu sadar apa yang dibicarakannya.
"dan, kudengar dari Luhan, kau bekerja sama dengan Jongin dan kalian satu kamar?"
"hum, hanya sebuah ketidak sengajaan, dan aku satu kamar dengannya karena terpaksa kalau saja Luhan hyung tidak menempatkan Jongin disana, kalau bisa aku pindah kamar saja tapi karena budget yang tipis kurasa tidak apa-apa sekamar untuk sementara" Kris menganggukkan kepalanya, ia melirik Luhan yang sedang menahan tawa. Sehun tidak tau kalau Kris sudah mendengar semuanya dari Luhan.
"kurasa itu bagus, kalian bisa sedikit berbaikan untuk sementara"
"hum"
"aku akan tinggal untuk beberapa waktu disini, jadi sempatkan waktumu untuk menemaniku"
"no, aku khawatir ibu-"
"ibu tidak tau aku di Jepang Sehun. Aku tidak mengatakan apapun tentang kepergianku ke sini"
Sehun menimbang sesaat, memikirkan baik dan buruknya. Kemudian ia mengangguk, sudah beberapa lama ini ia dan Kris jarang menghabiskan waktu bersama jadi mungkin ini bisa jadi kesempatan bagus.
"ah, dan juga aku ingin bertemu Jongin"
Kenapa jadi dia?
hunkai
hunkai
hunkai
hunkai
Sehun mengawasi Kris dan Jongin dari sudut matanya, ia berdiri agak jauh dari mereka, sengaja. Berpura-pura sibuk dengan kameranya, Tapi sejak tadi mata Sehun tak pernah lepas mengawasi dua orang itu. Jongin terlihat tertawa, entah apa yang Kris katakan padanya. Tadi, saat Sehun membawa Kris menemui Jongin di kamar, Jongin langsung berteriak senang saat matanya menangkap sosok Kris dibelakang Sehun, seperti lama tak bertemu, Jongin memeluknya dan mengatakan suatu hal panjang lebar. Malas mengganggu akhirnya Sehun memilih keluar dari kamar dan tetap dibalkon.
Kris memang memiliki hubungan yang baik dengan Jongin, tidak seperti dengan Sehun yang lebih sering beradu dengan Jongin. Jongin selalu terlihat antusias jika sudah berada didekat Kris, seakan semua tingkah buruknya pada Sehun menghilang begitu saja, diganti sikap sok manis dan sok cari perhatian, Sehun tidak terlalu menyukainya. Mereka mengobrol banyak hal, mungkin sudah satu jam lebih mereka mengobrol disana, melupakan Sehun yang menunggu Kris. Sebelumnya Kris sudah mengajak Sehun untuk makan bersama setelah menemui Jongin, tapi sepertinya Kris lupa.
"hyung, aku sudah lapar"
Ucapnya agak keras, dua orang yang sedang asyik berbincang itu menoleh, satunya menatap sebal dan satunya lagi tersenyum penuh arti.
"Jongin, kau sudah makan malam?"
Jongin menggeleng, ia sampai lupa kalau sekarang sudah waktunya makan malam, berbicara dengan Kris selalu saja membuatnya lupa waktu. Kris orang yang sangat menyenangkan dan juga humoris menurutnya, sangat berbeda jika Jongin berbicara dengan Sehun.
"mau bergabung?"
Sehun sedikit kurang menyukai ide Kris yang mengajak Jongin bergabung dengan mereka, karena Sehun tau kalau mereka berdua sudah bersama maka Sehunlah yang akan diacuhkan, mereka seperti memiliki dunia sendiri yang sulit untuk Sehun pahami, obrolan mereka selalu menjalar kemana-mana dan tidak jelas, selalu ada saja yang dibicarakan. Sehun merasa kesal sendiri melihat mereka sangat akrab, padahal Jongin lebih dulu mengenalnya tapi kenapa malah jadi lebih dekat dengan Kris?
Sehun makan dalam diam, sementara Kris dan Jongin masih mengobrol disela makan mereka. Benar-benar tidak peka.
"sehun"
sehun hanya melirik saat Kris memanggilnya, dan Kris paham sekarang kenapa Sehun sangat diam. Ia tersenyum kecil kemudian meletakkan sendok dan garpunya.
"ah, masih banyak hal yang ingin kuceritakan padamu, tapi aku harus pergi sekarang"
Salah satu alis Sehun terangkat mendengar ucapan itu, Jongin juga terlihat tidak rela saat Kris berdiri dari kursinya.
"kita ngobrol kapan-kapan, Sehun aku tinggal dulu"
Sehun tidak mengindahkannya, ia membiarkan saja Kris pergi. Sekarang hanya tinggal ia dan Jongin, berdua. Kris memesan tempat yang khusus jadi tempat mereka berjauhan dengan ruang makan utama. Setelah Kris pergi, baik Jongin maupun Sehun sama-sama makan dalam diam.
"eumm..Sehun"
Panggil Jongin dengan ragu.
"hm"
"kau pasti punya nomor Kris Hyung kan? Boleh aku minta?"
Jongin tidak menyadari bagaimana raut wajah Sehun mengeras mendengar permintaannya.
"kau bisa minta sendiri padanya"
"aku lupa tadi"
"aku tidak punya"
"mana mungkin, kau itu adiknya"
Sehun menghembuskan naffasnya dengan kesal kemudian menyudahi makannya, ia menatap Jongin tidak suka.
"dengar Kim Jongin, hanya karena aku adiknya bukan berarti aku harus punya kontaknya"
"eiyy,kau itu pelit sekali sih"
"bukan masalah pelit tidaknya, tapi aku benar-benar tidak punya bodoh"
Sehun jujur sebenarnya, karena ia memakai nomor baru selama di Jepang dan ia tak menyimpan nomor Kris sama sekali. Ia hanya menyimpan beberapa kontak yang dianggapnya penting selama ia tinggal di Jepang, lagipula hal itu demi meminimalisir kemungkinan Ibunya menyadap ponsel Kris. Ibunya akan melakukan apapun demi menemukannya, jadi Sehun tidak heran kalau Kris ikut kena getahnya.
Jongin mencebik kesal, ia juga menyudahi makan malamnya kemudian berdiri hendak pergi.
"kau mau kemana?"
"kembali kekamar"
Sehun segera menahan tangannya saat Jongin beranjak.
"apa lagi?"
"temani aku jalan-jalan sebentar"
"tidak mau, aku lelah"
"sebentar saja"
Sehun keras kepala, itu adalah salah satu sifat yang membuat Jongin sebal padanya. Berhadapan dengan Sehun seperti berhadapan dengan Raja yang sulit ditolak permintaannya, seharusnya tadi Jongin tetap menolak diajak Sehun, tapi dengan kurang ajarnya anak itu malah menyeretnya kepantai. Tadinya ia kesal setengah mati tapi perasaan itu perlahan hilang seiring dengan langkah kakinya yang menyusuri pasir pantai. Mereka berdua bertelanjang kaki, berjalan berdampingan dan saling diam untuk beberapa saat. Jongin tidak peduli apakah ada hal yang ingin Sehun katakan padanya atau tidak, ia terlalu menikmati angin pantai yang membelai kulitnya.
Entah sudah berapa lama sejak terakhir Jongin menyusuri pantai sesantai ini, karena sejak kemarin ia hanya disibukkan dengan pemotretan dan tak sempat untuk sekedar mengagumi keindahan pantai. Dan sekarang, rasanya benar-benar menakjubkan. Mimpinya serasa menjadi kenyataan. Berjalan menyusuri pantai, dengan telapak kakinya yang menyentuh pasir tanpa perantara dan seseorang yang menemaninya.
"jongin…"
Panggil Sehun, setelah beberapa menit hanya terdiam dan bergelut dengan pikirannya.
"kenapa?"
"kau pernah berpikir tidak, kenapa kita selalu bertengkar?"
Jongin mendengus geli, ia sendiri tidak tau jawabannya. Masalah mereka hanya hal-hal kecil dan tidak ada hal besar sampai harus membuat mereka berdua saling benci sebenarnya.
"kurasa karena kita sama-sama menyebalkan"
"kau kan yang selalu memancingku"
"kapan? Kau yang membuatku kesal duluan"
"itu karena kau membuatku kesal"
"kapan aku melakukannya?"
Sehun sudah membuka mulutnya, hendak menjawab tapi kemudian urung. Ia membuang nafasnya dengan cepat kemudian menghentikan langkahnya dan duduk, mau tak mau Jongin ikut duduk juga.
"kenapa kita tidak berteman?" tanya Sehun
"kau yakin kita bisa?" Sehun mendengus mendengar pertanyaan Jongin, ditanya malah balik bertanya. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, apa mereka memang bisa menjadi teman? Rasanya kemungkinan untuk menjadi teman kecil. Mereka jarang bertemu dan sekalinya bertemu selalu saja berdebat.
"seburuk itukah?"
Kening Jongin berkerut, Sehun terlihat aneh hari ini, dia terlihat… baik? Mungkin, karena Jongin sendiri merasa hari ini Sehun sedang tidak menyebalkan. Apa yang terjadi sampai membuat membuat Sehun berubah hanya dalam waktu semalam? Kemarin, Sehun masih orang yang menyebalkan dan banyak bicara. Hari ini, Sehun lebih baik padanya. Apa karena kejadian semalam?
"kita bisa melakukannya perlahan Sehun, bukan tidak mungkin kita akan berteman" ujar Jongin
Ia tidak tau saja kalau kalimatnya tadi berhasil menghangatkan hati Sehun. Setidaknya, Sehun masih boleh berharap bukan?
Aku tau aku lama banget ngilang, salahin otakku yang susah banget nginget email sama pw akun sendiri
Jadi, masih mau lanjut atau discontinue?
Janji fast update kalo review nya bagus