Disclaimer : Naruto and all the characters mentioned in the story they're all belongs to Masashi Kishimoto. I do not take any financial benefits from this.


Daffodils

[ A flowers that has six white petal surmounted by a cup/trumpet shape corona ]


Naruto selalu menunggu kedatangannya. Pelanggan baru, seorang pria, yang datang ke tokonya hampir setiap hari. Awalnya ia cukup ragu dan takut, ia belum pernah merasa tertarik seperti ini kepada seorang pria sebelumnya, dan ia bisa memastikan jika itu rasa tertarik yang sama ketika ia menyukai seorang wanita.

Beberapa pertanyaan selalu mengunjungi benaknya setiap hari secara rutin. Terkadang, pertanyaan-pertanyaan itu membuat kepalanya pening dan menganggu aktivitasnya sebagai pemilik toko bunga. Namun, ketika ia melihat wajah pria itu dari balik pintu kaca tokonya, semua pertanyaan yang menghantui benaknya seakan menguap entah kemana.

Jatuh cinta?

Entahlah, Naruto sendiri tidak tahu rasa aneh apa yang menyelimuti hatinya saat ini.

.

"Buatkan aku rangkaian bunga seperti biasa," ucap pria bersurai hitam itu tanpa eskpresi. Wajahnya memang tampak seperti patung porcelain. Pucat, kaku, tanpa emosi, dingin, namun sangat tampan.

"Lilacs, Carnations, Lilies dengan hiasan pita berwarna merah," sahut Naruto melempar senyuman pada pria berkulit pucat di hadapannya.

Pria bersurai hitam itu hanya terdiam sambil memandang tidak sabar ke arah rangkaian bunganya. Sesekali ia melirik jam tangannya, menarik napas panjang, lalu kembali menatap rangkaian bunganya yang masih setengah jadi.

"Kau terlihat terburu-buru," ucap Naruto mengikat batang bunga menjadi satu dengan seutas tali berwarna silver. Jemarinya bergerak lincah menyusun rangkaian bunga menjadi sedemikian rupa dengan pita berwarna merah tua sebagai hiasan akhir.

"Waktu tidak bisa menunggu," sahut pria bersurai hitam datar.

"Tuan super sibuk yang tidak bisa menikmati waktunya, kasihan sekali," ejek Naruto tertawa. Ia tidak bermaksud membuat pelanggannya marah, hanya saja raut wajah tanpa ekspresi itu membuatnya tertarik untuk melihat seperti apa ekspresi lainnya.

"Untuk ukuran pria sepertimu, kau terlalu banyak bicara." Pria bersurai hitam menyunggingkan senyum sinis di bibirnya.

"Pria sepertiku, terlalu banyak bicara? Benarkah?" Naruto balik bertanya. "Apakah aku terlihat seperti pria pendiam, kaku, dingin, tanpa ekspresi sepertimu? Kurasa tidak."

Pria bersurai hitam mengernyitkan alisnya, ia menatap Naruto tidak suka. "Bisa lebih cepat? Aku tidak punya banyak waktu."

Naruto sedikit menunduk, lalu tersenyum puas seraya menyerahkan rangkaian bunga buatannya. Ia berhasil melihat ekspresi lain di wajah pria bersurai hitam itu, walaupun mungkin ia akan kehilangan pelanggan barunya nanti.

"Ambil saja kembaliannya," kata pria bersurai hitam seraya meletakan selembar uang kertas ke atas meja kasir. Ia berbalik, lalu melangkah penuh emosi ke arah pintu.

"Tunggu!" Naruto melangkah mendekat, lalu menahan lengan kiri pria bersurai hitam. "Aku tidak bisa membiarkan pelanggan baru sepertimu keluar toko dengan wajah tidak puas. Reputasi toko bungaku bisa hancur nanti."

Pria bersurai hitam menatap Naruto kesal. Ia berusaha menarik tangannya, namun ternyata tenaganya tidak cukup kuat untuk melepas cengkraman di lengan kirinya.

"Ini Daffodils," ucap Naruto seraya meletakan 10 tangkai bunga berwarna putih dengan bentuk menyerupai terompet ke telapak tangan pria bersurai hitam. "Bunga ini memiliki makna gembira. Kau seharusnya bangga memiliki wajah sangat tampan, jika kau tidak tersenyum, maka aku dan para wanita di luar sana akan sangat kecewa."

"A-Apa?"

"Tersenyum," ulang Naruto menarik kedua sudut bibir pria bersurai hitam menggunakan jari telunjuknya.

Wajah pria bersurai hitam memerah sempurna, jantungnya berdetak dengan cepat, ia bisa merasakan hangatnya kedua jemari Naruto ketika menyentuh wajahnya dan menarik sudut bibirnya.

"Apa yang kau lakukan?!" bentak pria bersurai hitam, menepis kasar tangan Naruto, iris hitamnya menatap tajam sebelum ia berlari keluar toko dengan wajah dan telinga yang memerah.

Meninggalkan Naruto yang tersenyum puas seorang diri melambaikan tangannya dan berteriak dari balik meja kasir,

"Kembali lagi besok!"

.

Continued