Disclaimer: Masashi Kishimoto


.

.

.


Locked Out of Heaven


.

.


Inspired Wallbanger by Alice Clayton


.

.

.

Aku melangkah menjauhi ruang tengah dengan napas sedikit terengah. Di belakangku, ada kedua orangtuaku yang setia mengejarku sampai ke ujung pintu. Napas mereka masih terengah.

"Tinggalah lebih lama lagi, darling."

Aku mendesah kencang. Mengangkat tanganku tinggi-tinggi ke atas bertanda kalau aku menyerah. Menyerah dengan kelakuan mereka semua.

"Tidak." Hanya itu jawabku. Aku melirik pada Ibuku yang tengah menunduk kecewa.

"Oh, ayolah, aku bosan dengan sikap kalian yang menganggapku terus-terusan sebagai gadis lima tahun."

Kulihat kepala Ibuku mendongak. Air mata akan tumpah saat ini juga. Aku menghela napas pendek, memutar tubuhku dan berlari menjauhi pintu utama sampai suara bentakan Ayahku terdengar di sekitar halaman.

Persetan. Aku tidak peduli.

.

.

Namaku, Sakura Haruno. Berprofesi sebagai model dan aha Desaigner Grafis. Aku bekerja di sebuah Perusahaan Swasta di wilayah belahan dunia Amerika. Usiaku baru saja menginjak dua puluh tiga sekitar empat bulan yang lalu. Masih muda dan aku ingin hidup bebas.

Mereka—kedua orangtuaku terlalu membatasi pergerakanku dengan kekuasaan mereka yang berlimpah. Aku diibaratkan sebagai gadis berumur lima tahun yang harus dijaga ketat oleh beberapa orang berbadan besar di belakangku dan jika aku terjatuh, maka aku harus segera diobati atau bahkan perlu mereka membawaku ke rumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut.

Kekanakkan.

Aku dilarang keras bekerja sebagai Desaigner, terlebih lagi menjadi seorang model di majalah ternama. Ayahku dengan terang-terangan menolaknya. Ia tidak segan-segan menuntut agensiku dan mengeluarkanku dari tempat kerjaku hanya demi keamananku. Ayolah, aku akan ditertawai hewan melata nanti.

Aku dipaksa untuk menjadi penerus sebuah Perusahaan besar yang bergerak di bidang komunikasi, milik Ayahku yang telah membuka cabang di seluruh Amerika dan Eropa. Besar bukan? Uang bukanlah masalah untuknya.

Namaku diambil dari bunga kebanggaan Jepang, tempat dimana Ayahku dilahirkan. Sedangkan Ibuku, ia adalah warga Amerika asli. Aku mempunyai gen yang sangat bagus. Bola mataku berwarna hijau dan dibeberapa Negara, orang yang memiliki bola mata hijau sangatlah jarang. Hanya dua persen saja dan aku beruntung memilikinya.

Oke, cukup. Kini saatnya untuk mencari tempat tinggal baru.

Aku membawa cukup uang untuk membayar sewa rumahku sampai lima bulan kedepan sedangkan uang yang tertabung di atmku, masih cukup untuk menghidupiku sampai setahun bahkan lebih. Aku akan bekerja dan penghasilanku akan bertambah.

Dengan menarik koper besar, aku segera melangkah memasuki sebuah apartement yang bagus dengan beberapa fasilitas menarik yang mereka berikan. Tidak mahal untuk perharinya, aku hanya perlu mengeluarkan uang sekitar dua belas dollar untuk satu malam. Dan aku segera mengeluarkan ratusan dollar untuk tiga bulan kedepan. Aku akan terbebas dari tunggakan uang sewa. Setidaknya.

Nomor kamarku ada di ujung lorong. Ini kamar eksklusif yang aku pesan. Kehidupanku tidak bisa jauh-jauh dari kemewahan dan sebagainya. Hanya ada dua kamar di lorong ini dan aku tidak peduli siapa yang akan menjadi tetanggaku nanti.

Selama kami tidak saling mengganggu itu bukan masalah.

Aku mulai merapikan beberapa pakaian yang aku bawa dan memasukkannya ke dalam lemari besar. Kamar ini dilengkapi pemanas ruangan, satu televisi berlayar besar, dua kamar mandi, ruang dapur, ruang tamu, kamar yang cukup luas—bisa untuk dua orang bahkan lebih dan lainnya. Ini adalah surga yang nyata bagi wanita yang akan memulai hidup baru seperti diriku.

Ponselku bergetar. Panggilan dari Ayahku tertera di sana. Aku mengabaikannya, memilih untuk melanjutkan kegiatanku merapikan barang-barangku lalu setelah itu tertidur.

.

.

Aku membanting kesal majalah yang kubaca saat ini. Kepalaku menoleh pada pintu utama dengan air muka memerah karena kesal. Bagaimana tidak? Ini sudah larut malam dan tetanggaku dengan santainya berpesta dan menyetel musik dengan volume besar sampai lantai tempatku berpijak bergetar seiring musik yang terus berdentang.

Aku mengambil cardigan panjangku. Menutupi tanktop dan celana pendek yang kupakai. Aku membuka kunci pintu, mencoba menegur tetangga sialanku ini. Lihat saja, aku akan memberikannya pelajaran.

Pintu kamarnya terbuka lebar. Seakan ia memang sengaja untuk membuatku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sial, ini sangat mengganggu.

Suara musiknya berdentum begitu keras sampai membuat telingaku hampir pecah. Aku mendorong pintu itu hingga berbunyi keras membentur tembok di belakangnya. Beberapa wanita dengan pakaian minim menoleh ke arahku. Mereka menunjukkan wajah merendahkan pada diriku.

"Bisa kalian tunjukkan siapa pemilik kamar ini?" tanyaku dengan nada membentak.

Mereka—wanita itu berbisik-bisik sembari matanya menatap padaku. Aku masih pada posisiku, berkacak pinggang dengan menatap tajam ke arah mereka semua. Lalu, musik seketika berhenti, mereka langsung menyingkir ketika sosok laki-laki bertubuh tinggi, berwajah tampan dan err … sexy, menghampiriku.

"Apa kau ingin bergabung?" tatapannya jatuh dari wajahku menuju paha bawahku. Aku melihat iris kelamnya berkilat ketika memandang kaki jenjangku dan segera aku menamparnya tanpa rasa ampun.

"Hei, dengarkan, aku tidak tahu apa kau memiliki sopan santun atau tidak. Tapi, bisa kau kecilkan suara volume musik sialanmu itu? Atau kalau perlu kau pergi untuk menyewa sebuah klub malam dan membawa wanitamu ke sana? Kau sangat mengganggu, Tuan." Ucapku sinis. Aku menatap wajahnya dan kulihat ia menyeringai kecil. Ia menoleh, memberi isyarat pada laki-laki yang berdiri dengan sebuah cd di tangannya dan musik kembali menyala kencang.

Dia tersenyum miring padaku. Iris hijauku masih menatap kesal ke arahnya dan ia sama sekali tidak gentar dengan tatapan yang kuberikan.

Lalu, ia mendorongku untuk menjauh dari kamarnya. Pintu itu kemudian tertutup rapat dan mengenai tepat di hidungku. Sial, wajahku benar-benar memerah.

Aku kembali masuk ke dalam kamarku dengan perasaan kesal, ingin membunuhnya, bahkan aku akan menarik laki-laki itu ke tempat yang sepi lalu menguburnya hidup-hidup. Tetangga sialan. Mati kau!

Bahkan aku sendiri tidak tahu siapa nama laki-laki itu. Tapi, sekali lagi, aku tidak peduli. Ia harus diberi pelajaran.

.

.

Sudah seminggu lebih aku tinggal di apartement ini dan kebiasaan tetanggaku itu tidak juga berkurang. Bahkan semakin bertambah. Tidak jarang aku mendengar adanya ketukan pintu di kamarku dan suara laki-laki dengan intonasi nada yang berat menyapa telingaku.

Aku tahu nama lelaki itu, Uchiha Sasuke.

Seorang wanita memberitahuku saat ia keluar dari pesta itu. Aku bisa melihat wajah berbinarnya seperti sehabis melakukan seks dan ia terlihat bahagia. Aku langsung berlari ke kamar dan tidak pernah ingin membuka pintu kamarku. Takut suatu hal akan terjadi dan ternyata, tetangga sialan itu makin menjadi-jadi.

Aku bangun dari tempat tidurku dengan ikatan rambut asal-asalan dan pakaian tidur yang tidak terpasang dengan rapi. Ini sudah jam dua malam dan waktunya aku untuk tidur. Aku harus masuk kerja keesokan harinya dan ia jelas-jelas mengganggu tidurku.

Aku mengambil tongkat baseball milikku yang kubawa di dalam koperku. Irisku membuka nyalang penuh permusuhan pada lelaki itu. Ketika aku membuka pintu kamarku, aku melihat pintunya terbuka lebar seakan memang menarikku untuk masuk dan bergabung di sana. Tapi, tidak, aku tidak akan bergabung di pesta sialan itu.

Seorang wanita tiba-tiba menoleh ke arahku. Wajahnya dipenuhi aura ketakutan ketika aku membawa sebuah tongkat besar dan siap untuk memukulnya. Wajahnya memucat dan ia tanpa sengaja menjatuhkan gelasnya hingga para penikmat pesta yang lain menoleh padanya lalu ke arahku.

"Selamat malam—tidak, selamat pagi." Kataku dingin.

Lalu, laki-laki bernama Uchiha Sasuke itu keluar dari kerumunan dengan memandangku penuh tajam. Sangat kontras berbeda ketika kami bertemu untuk yang pertama kalinya. Ia menaruh gelas berisikan anggur itu kasar. Iris kelamnya memandangku penuh menusuk tajam.

"Matikan musik sialan itu atau aku akan mengamuk di sini dengan tongkat baseballku."

Ia tertawa kecil. Tubuhnya bergerak untuk memberikanku jalan. Bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman yang membuatku semakin ingin memukul wajah tampannya.

Aku melempar tongkat baseballku ke arah lampu yang berkelap-kelip erotis di atas sana. Lalu, lampu itu pecah berkeping-keping ke bawah, membuat orang-orang yang ada di pesta itu berteriak dan berhamburan keluar.

Lelaki itu menatapku dengan senyumannya. Aku melangkah mengambil tongkat kesayanganku dan tersenyum kecil.

"Terima kasih untuk pestanya."

Ia mengangguk kecil. Kemudian, aku memutar tubuhku untuk pergi dari kamarnya. Lalu, sebuah suara menghentikan langkahku.

"Kau akan membalas ini, tetangga baruku."

Oh, tidak.

.

.

Uzumaki Naruto—atasan terbaikku datang memberiku ucapan selamat datang sembari memelukku erat. Membuat pegawai lain menatap kami dengan penuh iri. Aku hanya tertawa kecil, menyadari bagaimana hangatnya sifat Naruto padaku.

"Halo, apa aku terlambat?"

Naruto menggeleng dengan wajah yang dihiasi senyuman. "Tidak, Sakura, kau adalah pegawai terbaikku, kau tidak pernah melakukan kesalahan. Oh, Tuhan, apa kau seorang malaikat?" tanyanya dengan mata cerahnya menyipit padaku.

Aku memukul bahunya agak kencang membuatnya kembali tertawa. Naruto diibaratkan sebagai sahabatku sendiri dan bukan sebagai atasanku. Ia terlalu ramah untuk menjadi seorang atasan dan aku jamin, para pegawai disini sangat menyayanginya. Termasuk aku.

Tapi sayang, Naruto sudah memiliki kekasih dan mereka akan menikah di akhir bulan. Aku ikut senang mengetahuinya, Naruto adalah laki-laki baik, ia akan mendapatkan wanita yang baik pula.

"Apa kau ada pemotretan, Sakura?"

Aku menggeleng rendah. "Aku mengambil tiga bulan cuti tanpa sebuah pemotretan selama itu. Aku akan fokus bekerja, Naruto."

Naruto tersenyum sembari memukul lemah punggungku. Ia tahu pekerja sampinganku sebagai sebuah model di majalah ternama dan namaku melejit ke atas berkat majalah itu.

"Nanti malam datanglah ke pesta tahunan Perusahaan. Kau tak pernah absen jika Perusahaan mengadakan acara."

Aku tersenyum. Mengesampingkan dokumen yang kubawa dan menatapnya. "Baiklah."

Ia memelukku sebentar lalu kembali ke ruangannya setelah mendapat telepon penting dari seseorang.

.

.

Aku tahu bagaimana caranya berdandan dan membuat para lelaki jatuh bertekuk lutut karena pesonaku. Naruto tidak akan mengundang Ayahku karena kebanyakan yang datang adalah pebisnis muda seusianya. Aku tidak terkejut banyaknya lelaki tampan yang hadir di sini. Namun, netraku jatuh pada sosok laki-laki tampan dengan jas hitam dan mata kelamnya yang juga menatapku—penuh seringai kemenangan.

Oh, tidak.

Itu Uchiha Sasuke.

.

.

.

Tbc.

.

.

.

A/N:

Ini fic santai dengan adegan nakal sedikit lah ya. kalau kalian udah baca Wallbanger pasti tahu gimana sifat cowonya yang err gitu TAPI saya jamin bakalan beda sama novelnya. Mungkin mirip dikit tapi saya ENGGA jiplak.

Bisa dibilang mirip Outside sama Haunted ya. Cuma ini bakalan jadi fic santai di sela-sela saya punya fic berat kayak Innocence, Ayah Mengapa Kau Membenci Kami dan sebagainya. Jadi, reviewnya sangat berarti untuk saya :3

Oiya, untuk Nurul can: Halo, saya gapernah maksa kamu buat baca atau engga. Antusias atau engga saya pun ga peduli. Saya udah baca review kecewa kamu karena saya telat update. Coba kita tukeran posisi, kamu pikir dunia 'nyata' gaperlu saya? Saya harus sukses di sini tapi dunia nyata saya keteteran? saya gagal di ujian hanya karena fokus di fic? think smart lagi. Pemikiran kamu ga sesempit itu dengan bilang saya author yang ga bertanggung jawab. Saya nelantarin fic saya dan bilang orang sukses gapunya alasan? Saya hidup di dunia nyata juga. Saya juga perlu belajar biar cita-cita saya kewujud dan gacuma mentok di fanfic doang. Fanfic ini cuma hiburan dan selingan saya. So, kalau kamu gamau baca itu terserah. Saya gapeduli. Makasih karena pernah nungguin fic tapi saya kecewain. Tenang aja, orang sukses butuh proses dan saya ga merasa kalau saya sukses di fanfic. jadi, lain kali coba jadi author dan rasain sendiri gimana rasanya, ya. terima kasih :3

Lots of love

Delevingne