Ballroom itu menyerupai kilauan bintang di malam musim dingin di bulan Agustus. Panitia jelas sudah bekerja keras untuk acara ini, pikir Sehun. Ribuan cahaya kecil berkelip diantara beryar-yar kain tule putih yang berbentuk lengkungan indah menghiasi langit-langit dengan berlusin lampion kartas putih tergantung di atas dan memancarkan pendar cahaya.

Meja-meja tersaput kain linen, dan dilengkapi oleh poselen china, dan dikelilingi kursi berlapis linen; semua berwarna putih. Bahkan rangkaian bunga di tengah meja dan yang ditempatkan di sekeliling ruangan merupakan mawar putih, tangkainya di potong beberapa inchi dari kelopaknya dan ditempatkan di mangkok kristal pendek hingga seluruh permukaannya penuh. Tak dibutuhkan tanaman hijau sebagai dekorasi.

Warna-warni yang berada dalam ruangan hanyalah berasal dari pakaian para tamu. Bergerak diantara latar belakang berwarna putih, mereka bergemerlapan layaknya batu permata berwarna warni, dengan pengecualian para pria yang mengenakan tuksedo hitam mereka. Sehun memperhatikan mereka berkumpul dan bergerak dalam kelompok kecil dan hampir saja memuncratkan minuman dari hidungnya ketika menyadari mereka terlihat seperti penguin yang berjalan di atas es di Antartika.

"Apa kau baik-baik saja?" Kyungsoo bertanya sembari menepuk-nepuk punggung Sehun. "Aku kan sudah bilang padamu jangan minum red punch itu saat mengenakan kemeja berwarna putih. Terlalu beresiko. Kau harusnya meminum soda atau air."

Sehun meletakkan punch itu di atas meja dihadapannya dan melirik ke arah kemeja putihnya sambil mendesah. Tahun depan, Sehun harus bisa berkawan dengan seseorang dari panitia dekorasi, jadi ia tak akan berakhir dengan terlihat seperti bagian dari perabot acara. Hal baiknya adalah Sehun sudah berjemur di pantai akhir minggu lalu jadi setidaknya dia lebih mencolok di bagian atas korsetnya. Tetap saja, Sehun merasa tak dapat dibedakan dari sekelilingnya yang berwarna putih, menyatu sementara yang lain bersinar.

Dan bukankah itu terdengar seperti kiasan hidupnya. Sehun melihat ke arah sahabatnya yang sudah berbaik hati untuk datang sebagai kencannya karena Sehun sudah membeli dua tiket sebulan lalu dengan harapan membawa Jongin bersamanya. Kyungsoo tentu saja bersinar dengan rambut merah-emas liarnya yang dijinakkan dengan French twist dan kemeja hitam beserta jas hitam gemerlap yang nampak seperti untuk menambah kesan indah pada pakaiannya. Kyungsoo menarik perhatian semua orang yang berada dalam ruangan itu tanpa susah payah. Selalu menjadi penyeimbang bagi Sehun.

"Ingatkan aku lagi mengapa kau tidak mau menggunakan tiketku dan membawa salah satu dari pria dari perusahaan bersamamu?" Sehun bertanya sembari meneliti ruangan itu dengan rasa gundah.

"Ah. Itu, sayangku, karena kau memiliki keahlian yang sangat melekat yaitu tak bisa mengatakan 'tidak' pada seseorang dan menyetujui untuk diperlakukan sebagai barang lelang layaknya seonggok daging," kata Kyungsoo dengan ekspresi yang terlalu senang.

"Oh benar. Itu."

Mengingat acara Lelang Date-A-Doc, perut Sehun melakukan gerakan akrobatik yang layak dianugrahi sebuah medali emas Olimpiade. Lelang itu—dimana para tamu bisa menawar seorang staff rumah sakit untuk sebuah kencan—selalu menjadi pengumpul dana terbesar dari sepanjang acara. Sehun tak pernah diminta untuk berpartisipasi sebelumnya, juga tak ingin berpartisipasi. Sayangnya, salah satu peserta wanita mengidap mono (Mononucleosis) seminggu sebelum acara dan Sandy, kepala perawat yang mewujudkan setiap penggambaran dari Mrs. Claus yang pernah dikenal, memohon Sehun untuk mengambil tempatnya. Suara mikrofon mendengung dan di tepuk beberapa kali terdengar dari speaker besar di bagian kepala ruang di mana panggung sudah didirikan untuk acara tersebut.

"Dapatkah saya memiliki perhatian semua orang?"

Omong-omong tentang Sandy.

Sandy yang riang dalam balutan gaun biru pucat yang indah berdiri di tengah panggung dengan program lelang di tangan.

"Oh, Tuhan," gumam Sehun sambil meletakkan tangan ke perutnya.

"Ayolah," kata Kyungsoo, meraih tangan Sehun. "Mari kita cari Kyle dan Kris, bertahan di bar, dan membuatmu merasa baik dan terpengaruh alkohol hingga nomor antrianmu naik."

"Sampai nomor naik?" Ulang Sehun, percaya, kemudian santai dan memutar matanya. "Oh, maksudmu sampai giliranku."

"Duh-uh," kata Kyungsoo sambil cekikikan.

"Sebenarnya, apa yang kau katakan adalah frase yang tepat untuk apa yang aku rasakan. Pimpin jalannya, oh, orang bijak."

Selama setengah jam Kyungsoo dan Kyle juga Kris berdiri dengan Sehun dan menyaksikan pria dan wanita di panggil satu per satu ke panggung dan diminta untuk berdiri di sana sembari biodata singkat itu dibaca yang terdiri dari minat dan hobi mereka dengan cara pengenalan yang murahan dari acara tv Love Connection.

Sepanjang malam Sehun mampu menghindari Chanyeol. Setelah Jongin mematahkan hatinya dan dikuatkan oleh teorinya bahwa pasangan yang tidak kompatibel akan berakhir tragis, Sehun pergi berkencan dengan Chanyeol pada kesempatan lainnya. Meskipun dia tahu itu lebih karena dendam daripada masih percaya bahwa dia mencintai sang ahli bedah nan tampan itu, dia berusaha sebaik-baiknya untuk memenuhi kualitas yang baik menurut Chanyeol untuk membuktikan bahwa dia bisa cocok dengan pria itu sebagai pasangan dalam pernikahan dan kehidupan, seharusnya hal-hal berjalan hingga sejauh itu.

Tetapi pada akhir malam, semua yang Sehun lakukan adalah membandingkan setiap hal kecil yang Chanyeol lakukan atau katakan pada Jongin. Dan seperti yang ia harapkan, Chanyeol jatuh mendapat nilai rendah di setiap tingkat. Sehun bahkan akan membiarkan Chanyeol menciumnya di akhir malam, berharap bahwa percikan akan terjadi untuk mengimbangi kekurangan di area yang lain. Tapi itu hanya membuktikan bahwa mencium Park Chanyeol adalah sama menyenangkannya seperti menekankan bibirnya ke manekin CPR, yang juga telah mengingatkan bahwa sertifikatnya berakhir karena harus di daftar ulang. Jadi setidaknya itu tidak menjadi kerugian total.

Meskipun sakitnya begitu parah, Sehun tidak bisa membuat dirinya menyesal telah jatuh cinta dengan Jongin. Beberapa minggu yang mereka lewati bersama-sama telah menjadi minggu terbaik dalam hidupnya. Jongin mengajarkan begitu banyak tentang diri Sehun sendiri dan bagaimana menjalani hidup bukan hanya menonton dari pinggir lapangan. Sehun menjadi lebih percaya diri, lebih nyaman dengan dirinya sendiri, dan dia berutang atas semua itu pada Jongin.

Jadi setelah seminggu penuh menangis dalam takaran yang tak terhitung dari Cherry Garcia es krim—dan intervensi dari Kyungsoo dan para pria—Sehun membangkitkan diri, merapikan dirinya, dan melihat ke masa depan dengan kepala terangkat tinggi.

Masalah terbesar Sehun sekarang adalah bahwa dia dan Chanyeol telah melakukan peran yang terbalik. Setelah kencan tersebut Sehun mengatakan padanya bahwa hubungan mereka tidak akan berhasil. Chanyeol membalas dengan ide-ide keagungan seperti apa hidup mereka nantinya dan meminta Sehun untuk kencan lainnya. Untuk acara amal rumah sakit. Hal yang sangat Sehun inginkan sejak awal. Dan sekarang Sehun berada di acara amal, sendirian, dan berharap dia bisa meringkuk di apartemennya dengan satu orang yang dia yakin bukan untuknya.

Yap, dia memikirkan hal itu sambil menenggak sisa minumannya. Hidup Sehun kini merupakan definisi dari ironi.

"Last but not least kami memiliki seorang pria muda yang luar biasa yang ikut serta pada menit terakhir ketika Stacy jatuh sakit, Mr. Oh Sehun. Kemarilah, Sayang."

Kerumunan orang bertepuk tangan memanggil korban terakhir mereka. Sehun memandang Kris dan Kyle dengan tatapan tajam dan menusuk dengan jarinya di dada masing-masing secara diam-diam.

Dengan senyum palsu terpampang diwajahnya Sehun berkata, "Jika salah satu dari kalian bukan penawar tertinggi, aku pribadi akan membuat kalian berdua berakhir menjadi seorang kasim pada akhir malam."

"Ya, Mr. Oh," jawab mereka bersama-sama, gelas diangkat dan semua tersenyum.

Sehun secara mental mencemooh sembari berjalan ke panggung. Mereka tidak menanggapi Sehun dengan serius, tetapi mereka sebaiknya melakukan apa yang ia perintahkan. Mereka berjanji mereka akan memastikan tidak ada orang lain memenangkannya.

Dengan cara itu Sehun melakukan bagiannya, rumah sakit mendapat uang, dan Sehun tidak harus pergi kencan dengan siapa pun yang menyeramkan, mudah marah, atau kata-kata buruk lainnya yang dimulai dengan "cr" campuran.

Beberapa menit kemudian,Sehun berdiri di samping Sandy saat ia selesai membaca biodata singkat yang bahkan Sehun tidak ingat pernah tulis. Dan kemudian lelang di mulai. "Oke," kata Sandy ke mic, "mari kita buka dengan lima ratus dolar."

"Lima ratus," kata Kyle dari bar.

Sandy menunjuk ke arahnya. "Bagus! Bisakah saya mendapatkan angka tujuh ratus lima puluh? Tujuh ratus lima puluh?

Dari sudut kiri matanya Sehun melihat seorang pria mengangkat tangannya. "Tujuh ratus lima puluh."

Chanyeol.

"Ah sial." Sehun membeku dan menahan diri untuk menutup mulutnya dengan tangan. Sehun tidak bisa percaya dia mengatakannya dengan keras! Alkohol Sialan, bisa-bisanya dia mengumpat dalam sebuah acara mewah. Luar biasa.

Sandy menjauhkan mikrofon dari mulutnya dan berbisik, "Maafkan aku, Sayang, kau mengatakan sesuatu?"

"Um, aku berkata 'betapa beruntungnya.'" Sehun memberi Sandy apa yang dia harapkan sebagai senyum malu-malu. "Aku takut aku tidak akan mendapatkan pembeli."

"Omong kosong, Sayang, kau orang yang menarik dan penuh pesona." Lalu Sandy kembali keperannya sebagai pelelang dan menaikkan harga sampai seribu dollar.

Selama beberapa menit berikutnya Sehun memperhatikan dengan cemas karena penawarannya terus semakin tinggi, di dorong oleh cek Chanyeol yang tak ada batasnya. Sehun telah meyakinkan para pria bahwa dia akan membayar sejumlah yang mereka sebutkan, tapi dalam imajinasi terliar Sehun, ia tidak mengira Chanyeol akan bertahan selama ini.

Tawaran itu sekarang sampai dengan dua puluh ribu dollar, dan itu adalah Chanyeol. Sehun membuat kontak mata dengan Kyle dan memberikan gerakan kepalanya sedikit saat Sandy menaikkan lima ratus dari Chanyeol. Pergi kencan lagi dengan pria itu bukanlah akhir dari dunia. Tentu saja itu tidak sebanding dengan harus menempatkan dirinya dan teman-temannya di garis kemiskinan.

Tapi jika Sehun benar-benar jujur dengan dirinya sendiri, itu akan menjadi kencan ketiga yang tak berguna dengan Chanyeol, dan tentang kencan menjadi pengingat yang menyakitkan dari apa yang dia tidak akan pernah dapatkan dengan Jongin.

Di samping Sehun, Sandy berdiri dengan senang, "Baiklah kalau begitu, dua puluh ribu satu, dua puluh ribu dua...dua puluh ribu..."

"Seratus ribu," Dari ujung ruangan terdengar teriakan bersuara berat. Sebuah suara yang telah Sehun kenal seperti ia mengenal suaranya sendiri.

Ruangan langsung di penuhi dengan suara orang-orang yang kaget dan berbisik dan hampir secara serempak para tamu undangan memutar kursi mereka. Jongin melangkah maju sampai akhirnya dia berdiri di tengah-tengah ruangan. Semua mata tertuju padanya, namun Jongin hanya memfokuskan pandangannya kearah Sehun tanpa sedikitpun perduli dengan orang lain.

Dalam keadaan yang masih bingung, Sehun tahu bahwa ia sedang terbelalak dan tertegun menatap Jongin seperti orang linglung, namun selama hidupnya dia tidak pernah melihat seseorang yang begitu seksi sebelumnya. Jongin terlihat mencolok diantara para pria. Tuxedo yang ia pakai membuat badannya yang besar terbingkai dengan sempurna, tak diragukan lagi karena memang di jahit seperti itu, tidak seperti kebanyakan pria yang mungkin saja menyewa setelan menyedihkan yang mereka kenakan.

Jongin adalah kesempurnaan yang tak terbantahkan. Sehun terlena oleh penampilan bad boy dari Jongin yang bahkan membuatnya terlihat lebih menarik dari pada lautan pria biasa yang mengelilinginya. Kulit coklat terbakar matahari dan ujung lancip dari tato tribal di lehernya mengintip keluar dari balik kemeja putih yang ia kenakan.

Kemejanya terbuka memperlihatkan kerongkongannya, dasinya longgar menggantung di kerah kemejanya seperti dia tidak punya waktu untuk mengikat dasinya dengan rapi. Rambutnya di tata hampir menyerupai faux-hawk yang Sehun suka dan jenggotnya yang tidak di cukur membuat Sehun merindukan sensasi dari bulu-bulu kasar jenggot Jongin di tempat sensitifnya. Bibir bawahnya terdapat bekas luka yang hampir sembuh dan semburat kemarahan membuat tulang pipinya memerah membuat ia terlihat seperti orang yang halus di dalam namun liar di luar.

Namun apa yang membuatnya tak kuat adalah pandangan mata coklat kehitaman Jongin yang menusuk langsung kedalam jiwanya dan dalam cara yang aneh membangkitkan sensasi gelisah diperut Sehun dan menyalakan bara api gairah serta membuat lututnya lemas.

Sandy berdehem suaranya seperti decitan. "Maksud anda?"

"Aku menawar seratus ribu dolar, untuk satu kali kencan, bersama dengan pria mengagumkan yang berdiri di atas panggung." Jongin lalu memutar kepalanya untuk memberi Chanyeol tatapan menantang. "Kecuali jika ada orang lain yang menaikan tawaran, dan sudah pasti, aku juga akan menaikkan tawaranku."

Sehun menggigit bibir bawahnya saat menunggu reaksi dari Chanyeol. Chanyeol memandang Sehun dan Jongin secara bergantian setelah beberapa saat dia pun menggelengkan kepalanya. Sehun mengeluarkan nafas lega yang selama ini tertahan dan membakar paru-parunya saat Sandy mengumumkan Jongin lah penawar tertinggi.

Entah karena tawaran Jongin atau pria itu baru saja mengetahui dia telah memenangkan perjalan ke Disney World. Sangat sulit mengetahuinya dengan kegembiraan yang ia tunjukan dan nada suara melengking yang Sandy ucapkan saat ia berbicara dengan cepat. Apapun yang menyebabkan Sandy begitu gembira, Sehun tidak perduli. Pandangan mata Sehun terkunci pada pria tampan menggoda yang sekarang sedang berjalan menaiki menuju ke arahnya tepat pada saat pemain band memainkan lagu pertama mereka malam ini.

Saat Jongin menaiki anak tangga pertama, ia mengulurkan tangannya. Badan Sehun bergerak tanpa berfikir, bahkan hanya dengan menggenggam tangan Jongin, Sehun sudah kehilangan gravitasi akan tubuhnya, dan ia tahu percuma untuk melawan. Namun kemudian Sehun mulai bersiap-siap untuk mengabaikan adegan yang tergambar di kepalanya seperti melemparkan minuman ke wajah Jongin, yang sebetulnya itulah hal yang sangat ingin Sehun lakukan. Benarkan? Tentu saja benar.

Saat di mana tangan mereka bertautan, Sehun merasakan sensasi getaran yang tak pernah ia duga sebelumnya menjalar dari tangannya dan menyebar keseluruh tubuhnya. Tak ada kata yang terucap ketika Jongin membimbing Sehun menuju ke lantai dansa di mana pasangan lain mulai berkumpul. Jongin menarik tubuh Sehun ke pelukannya, menyesuaikan tubuhnya seolah mereka adalah dua kepingan dengan bentuk yang sama. Satu tangannya yang besar melingkar, nyaman di dasar tulang punggungnya, menghangatkan kulit Sehun yang tersembunyi di balik pakaiannya. Tangannya yang lain menggenggam tangan Sehun dalam sebuah gerakan dansa yang sempurna setara dengan bahunya.

Saat tubuh mereka bergerak mengikuti musik, Sehun bertarung dengan sisi lain dirinya yang mendorong dirinya untuk mencium Jongin dengan liar dan berakhir menginjak keras kaki Jongin sebelum mereka keluar dari ballroom.

"Kau baru saja menghabiskan banyak uang untuk sesuatu yang jelas tidak kau inginkan." Akhirnya Sehun membuka suara.

"Aku tahu."

Sehun memperhatikan Jongin, mencoba untuk menyelesaikan teka-teki tanpa harus menanyakan jawabannya, namun tak satupun petunjuk yang ia temukan. Tidak ada senyuman puas, tidak ada otot rahang yang mengetat tanda kesal di wajahnya. Tidak ada dahi yang berkerut tanda tidak setuju atau bahkan tak ada satu alis yang terangkat keatas tanda menantang. Untuk pertama kalinya, Kim Jongin benar-benar tak terbaca.

"Kenapa?"

"Karena kau tak mau menerima teleponku, dan aku tahu kau terlalu terhormat untuk bisa menolak kencan dengan orang bodoh menyedihkan yang telah mengeluarkan uang dari yang biasa mereka keluarkan untuk lelang ini."

Sehun menghidari tatapan mata Jongin dan berkata, "Jadi semua ini hanya untuk bersenang-senang dan sebuah permainan untukmu. Itu sangat menyenangkan."

"Tentu saja tidak, ini bukan permainan." Dengan ujung jemarinya Jongin membawa kembali wajah Sehun untuk melihatnya. "Aku harus bertemu denganmu, sialan, aku sangat merindukanmu sayang."

Udara. Sehun membutuhkan udara. Dengan kalap Sehun berbalik dan berjalan berkelok-kelok berusaha menerobos pasangan-pasangan lain yang sedang berdansa menuju kearah dimana dia tahu ada sebuah pintu besar yang akan membawanya keluar menuju teras yang luas dan taman yang terawat. Sehun berharap Jongin mengikutinya, namun ia tak lagi perduli, asalkan dia bisa terbebas dari kerumunan orang dan tatapan mereka yang menyelidik. Sehun menolak untuk menangis di depan rekan kerjanya serta para undangan.

Mendorong melewati pintu Sehun menarik nafas dan mencium aroma buket bunga kedalam paru-parunya lalu mengeluarkannya tepat di saat ia melewati air mancur besar bertingkat tiga yang terletak di pintu masuk taman. Sehun menyilangkan tangannya di dadanya dan memeluk erat dirinya sendiri seolah itu bisa mencegahnya kehilangan kendali atas dirinya.

Sehun mendengar kerikil berderak dibawah sepatunya saat pria itu datang dan berdiri di belakangnya, tapi Jongin tetap diam saat Sehun memandangi air mancur kecil di hadapannya. Saat Jongin mulai bicara, suara rendah Jongin bergelung di sekitar tubuh Sehun, menambah kekuatan dalam dekapannya, meredakan sedikit ketegangannya. "Pakaian itu terlihat mengagumkan saat kau pakai. Kau adalah pria yang paling menakjubkan dari semua orang yang pernah kulihat."

Sehun tidak mengatakan apapun. Dia bahkan tidak bisa mengeluarkan kata-kata meskipun ia menginginkannya. Tenggorokannya terkunci rapat. Dia mendengar sedikit suara gesekan, seperti amplas, dan membayangkan dia menggosok rahangnya.

"Aku mendapatkan sabuk gelarku lagi. Aku mengalahkan Diaz."

"Aku tahu," Jawab Sehun lembut.

Tak perduli berapa kali Sehun berkata pada dirinya sendiri bahwa ia tidak ingin melihat pertarungan Jongin, Sehun tahu bahkan sejenis perang nuklir pun tak mampu menghalanginya untuk menonton pertarungan itu. Duduk di sofanya lalu menarik lutut kedadanya dan giginya menggerogoti segala kesakitan yang keluar dari bibirnya, Sehun telah mengamati setiap saat yang menyiksa. Tentu saja ini sudah terlalu berlebihan untuk meminta pertarungan cepat.

Tidak, Sehun sudah menjadi sasaran hampir tiga ronde penuh menonton Jongin menerima pukulan dan tendang di kepala dan tubuh yang tampaknya bisa merobohkan seekor gorilla. Untungnya, Jongin sebanding dengan lawannya, dan di ronde ke tiga Jongin berhasil mengalahkan lawannya dengan tendangan di kepala yang spektakuler. Sehun tidak pernah merasa selega ini dalam hidupnya. Atau begitu bangga.

Berhenti melamun dan katakan sesuatu, sialan kau. Sehun berdehem dan berkata sebagaimana respon yang logis. "Selamat. Sekali lagi kau menjadi juara...seperti yang sudah kau inginkan selama ini."

"Tidak sepanjang waktu." Sebuah jari menjalar ringan dari bahu hingga siku Sehun dalam gerakan lamban nan menyiksa. "Tujuan dan ambisiku telah berubah banyak semenjak aku melangkahkan kakiku di kantormu hari itu."

Sehun menggelengkan kepalanya. Itu bukan apa yang Jongin nyatakan sebulan yang lalu ketika Sehun membuka dirinya untuk Jongin lebih dari yang sudah pernah ia lakukan dengan orang lain.

"Sehun, aku pensiun setelah pertarunganku."

Sehun berbalik dan menatap Jongin dengan membelalak. "Kenapa kau melakukan itu? Kau menang."

"Tidak masalah apakah aku menang atau kalah. Aku telah membuat keputusan untuk berhenti sebelum pertarungan itu, apapun hasilnya."

"Tapi," Sehun tergagap. "Kau mau kerja apa?"

"Ada banyak hal yang bisa kulakukan dalam hidupku selain bertarung. Aku berpikir aku bisa kembali kesini dan mencoba hal yang lain. Mungkin mengejar ambisiku untuk menjadi pematung, atau membeli pakaian Argyle yang mengerikan dan bermain golf. Aku tidak perduli apa yang kulakukan, asalkan aku bisa bersamamu."

Sehun menggelengkan kepalanya bahkan sebelum Jongin menyelesaikan kalimatnya. "Tidak. Itu yang kau katakan saat ini, tapi nantinya kau akan merasakan rasa gatal itu lagi, kebutuhan itu, dan di umurmu ini, jika kau sudah keluar dari jalurmu kau akan kesulitan untuk kembali lagi. Kau tidak bisa berhenti karena aku, Jongin. Kau tidak bisa memberi tekanan semacam itu padaku."

"Wow, pelan-pelan, sayang," Kata Jongin. Menggenggam bahu Sehun dengan tegas dan memastikan pria manis itu memberikan perhatian penuh padanya sebelum ia memulai lagi. "Aku tidak berhenti, aku pensiun. Dan aku tidak melakukannya karena kau. Aku melakukannya untuk diriku sendiri."

"Aku tidak mengerti, kau sangat suka bertarung."

Jongin mengambil tangan Sehun ke dalam genggamannya, membawa genggaman itu diantara mereka, mengusap ibu jarinya diatas jari-jari Sehun. "Kau ingat saat aku bilang padamu bahwa aku menyukai olahraga itu, tapi tidak selalu suka untuk melakukannya?"

"Ya. Kau mengatakannya setelah makan malam waktu itu."

"Itu lah maksudku. Hatiku tidak lagi berada dalam pertarungan itu."

Mata Jongin mencari-cari mata Sehun berharap ia akan melihat bahwa pria manis itu mengerti, tapi Sehun tidak yakin dia mengerti. "Lalu dimana hatimu sekarang?"

"Denganmu Sehun. Hatiku ada denganmu."

Sehun sangat ingin setuju dengan apa yang dikatakan Jongin, namun sebagian besar dirinya—bagian yang telah hancur sebulan lalu saat Jongin pergi darinya—menahannya, memperingatkannya akan harapan yang salah. Sehun membutuhkan pengesahan yang lebih dari itu.

"Sejak kapan?" Tantang Sehun.

"Sejak kapan hatiku ada bersama denganmu?"

Sehun mengangguk.

Jongin melangkah lebih dekat dan membingkai wajah Sehun dengan kedua tangan besarnya. "Kemungkinan besar sejak saat pertama kali aku mendengarmu mendengus." Jongin menempatkan ciumannya diujung hidung Sehun. "Sangat mungkin lagi saat kau main mata dengan pelayan kita." Sebuah ciuman hangat pada bintik-bintik di samping matanya. "Hampir pasti saat pertama kali kau tertidur di pelukanku." Sebuah ciuman kecil pada pipi. "Dan tentu saja pada malam kita bercinta." Akhirnya, sebuah ciuman lembut di bibir Sehun.

Bagaimana mungkin seorang pria bisa menjadi beberapa orang yang berbeda? Seorang petarung, ahli pengubah penampilan, perayu profesional, seniman, dan sekarang sebagai seorang penyair. Mungkin pria lain takkan mempunyai kesempatan melawan kombinasi seperti itu. Sehun tak pernah berfikir Jongin memiliki semua yang ia cari dalam diri seorang pria, namun ternyata Jongin memiliki segala yang ia inginkan, dan Sehun menginginkan lebih.

Dengan berjinjit di atas jempolnya, Sehun melingkarkan tangannya di leher Jongin dan menciumnya dengan segala apa yang ia layak dapatkan. Lengan yang kuat membungkus tubuhnya, memeluk tubuhnya dengan erat saat Jongin menandai bibir Sehun dengan ciuman yang membara. Dari kejauhan terdengar suara lonceng gereja berdentang sebuah melodi yang menenangkan hati saat mereka menghentikan ciuman mereka untuk mengambil nafas.

Dengan nafas terengah Sehun membuat satu permintaan. "Katakanlah Jongin."

Jongin menyeringai. "Kau akan membuatku mengatakannya, kan?"

"Kau beruntung aku tidak memintamu untuk menuliskannya di angkasa dengan menggunakan pesawat kecil itu."

Jongin terkekeh, tapi dia kembali serius dengan cepat. Masih memeluk tubuh Sehun, Jongin menempatkan keningnya di kening Sehun dan bicara dengan penuh ketulusan terpancar di mata hijau kecoklatannya. "Oh Sehun...Aku benar-benar telah jatuh cinta padamu. Dan tuhan sebagai saksiku...tak perduli berapa lama waktu yang kubutuhkan...Suatu hari aku akan menjadi cukup layak untuk menjadi suamimu, karena aku tak sanggup jika harus hidup tanpa dirimu."

Lonceng berdentang di waktu tengah malam dalam bunyi genta yang lambat saat Sehun menyerap kata-kata indah yang berperan sebagai balsem untuk jiwanya, memperbaiki keretakan yang disebabkan oleh Jongin di minggu sebelumnya. Sehun merasa utuh kembali dan, untuk pertama kalinya dalam kehidupan dewasanya, merasa dicintai tanpa syarat.

Dagunya bergetar saat Sehun mencoba menahan air mata yang bergegas keluar di matanya, tapi itu tidak ada gunanya. Mereka tumpah di pipinya, satu demi satu. Pria bodoh.

"Sekarang lihat apa yang sudah kau perbuat dan lakukan." Sehun terisak, bertekad untuk setidaknya menahan ingusnya keluar dari seluruh kekacauan pada riasannya yang sebelumnya diterapkan dengan hati-hati. "Katakan 'I love you' dengan simpel pasti sudah cukup."

Jongin tersenyum sebelum menempatkan ciuman lembut di bibir Sehun. "Aku mencintaimu."

"Sudah terlambat, aku sudah berantakan."

"Kupikir kau cantik." Sehun mengernyitkan hidung.

"Kau bias. Aku tidak bisa kembali ke sana seperti ini." Jongin memiringkan kepalanya ke samping untuk sesaat, dan kemudian tersenyum pada Sehun. "Jam sudah mau menunjukkan angka dua belas, Cinderella. Aku mungkin harus membawamu dengan selamat ke kamar hotelku. Kau tahu, untuk berjaga-jaga."

Sehun tertawa pendek. "Aku cukup yakin aku sudah kembali ke keadaanku terdahulu, tapi keluar dari pakaian ini dan masuk kedalam bak air panas terdengar seperti surga."

Mata Jongin gelap dengan intensitas dan otot dirahangnya berkedut. Sehun tidak bermaksud pernyataannya terdengar seksual, tapi jelas itulah yang ia terima dinilai dari reaksi Jongin.

Meraih tangan Sehun, Jongin hampir menggeram dan berkata, "Aku sangat setuju."

Tanpa menunggu sedetikpun, dia berbalik, menarik Sehun keluar dari kebun menuju ke depan hotel. Langkahnya begitu panjang dan cepat hingga Sehun harus berlari kecil dibelakangnya untuk menyeimbangi. Cukup mengagumkan Sehun bisa mengatur kecepatannya dengan baik ketika kakinya tersandung batu secara tiba-tiba. Untungnya Jongin menggunakan refleksnya yang secepat-kilat untuk menangkap Sehun sebelum dia terjatuh mengenai batu trotoar di dekat pintu Prancis.

Tidak dapat menahan diri, Sehun tertawa histeris saat Jongin mengulurkan tangan. Dengan mulut ternganga Sehun menatap batu yang menjadi sandungannya. "Well, sial. Bukankah itu baru saja terungkap."

Jongin mendekap tubuh Sehun ke dalam pelukannya,dan berkata, "Well, sekarang itu resmi."

Sehun memeluk leher Jongin. "Apa yang resmi?"

"Kau benar-benar Cinderella."

"Well, kalau begitu..." Sehun menangkap bibir bawah Jongin di antara giginya, menelusuri kulit coklat yang tersingkap oleh bagian V terbuka dari bajunya, lalu melirik malu-malu melalui bulu matanya, tepat seperti yang Jongin ajarkan padanya. "...mari memulai Happily Ever After kita."

Saat bunyi lonceng terakhir memudar ke malam berbintang, Jongin membalas tatapan Sehun dengan senyum yang meluluhkan hati dan berkata, "Sesuai permintaanmu, tuan putri." Sebelum menggendongnya saat itu juga.

~ Tamat ~

.

.

.

Dan dengan ini aku nyatakan THE END !

Ini beneran selesai yaaa~ ga ada lanjutan. Bener-bener END. Wkwk

Demi apa rasanya pengen nangis. Padahal ane Cuma ngeremake tapi cukup sedih ketika aku bilang ini END.

Oh tidak betapa manisnya ending ff KaiHun satu ini~ deminya manis banget. Kalo ane disuruh gantiin posisi Sehun disitu demi apa, MAU BANGET!

Pengorbanan Sehun sama Jongin ga sia-sia tong! Wkwk

Dan aku pengen ucapin banyak-banyak terima kasih buat yang udah baca, ngereview, nge follow, dan nge favorite ff remake ini. Dan buat SILENT READERS juga terima kasih. Meskipun kalian ga ikut apa yang aku sebut sebelumnya, tapi jumlah kalian pada saat buka story buat baca ini setiap chapternya ke hitung. Wkwk

Akhirnya juga hutang aku lunas satu, wkwk

Sengaja post cepet, ngejar waktu seminggu ini buat remidial matkul kampus sama persiapan buat malam mingguan sama Chanyeol nanti, wkwk

Sekali lagi terimakasih buat kalian para readers semua~ *bow bareng ChanKaiHun* sampai bertemu dengan ff KaiHun lainnya~

Pai~~~

.

.

.

^^)/