HOPELESS

| winner fanfiction | minyoon or songkang | mino/seungyoon |

| WINNER © YG ENTERTAINMENT |

| HOPELESS © dumb-baby-lion |

| rated T | boys love |

| twoshoot |


don't like don't read

any same idea, it's just acidentally same

and remember, it's just a FICTION

warning. out of character and typos is a big part of my writing world


(1/2) that fucking beautiful wedding invitation


"Seung."

"Uhm, kau memanggilku?"

Yang merasa terpanggil mengangkat pandangan dari layar tab ditangannya, lalu mengerjap pelan ketika si pemanggil memutar mata malas melihat reaksi lemot yang ia dapat.

"Tentu saja. Siapa lagi memangnya?" sinis si pemanggil.

"Banyak orang yang memiliki huruf 'Seung' di dalamnya. Misalnya saja Lee Seunggi."

"Lee Seunggi? Jangan konyol hyung!" sahut si pemanggil, atau gampangnya panggil saja ia dengan nama Song Yunhyeong.

Lawan bicara Yunhyeong mengangkat alis, lalu mengulas senyum ceria yang kelewat lebar melihat Yunhyeong mulai kesal.

"Kalau begitu bagaimana dengan 'Seung' yang lainnya. Seperti Jang Hyunseung? Son Seungwan? Choi Seunghyun? Lee Seunghyun?"

Yunhyeong mendesah jengah.

Uh, sungguh ia salah langkah tadi mengajak temannya itu berdebat.

"Bagaimana Yunhyeongie?" seru lawan bicara Yunhyeong makin ceria, merasa menang dalam debat (konyol nan tak penting) ini.

"Daripada aku memanggilmu 'Yoon'? Memangnya kau mau?" kata Yunhyeong sakratis.

Ups.

Bibir Yunhyeong terkatup cepat lalu menunduk tanda penyesalan ketika air muka temannya itu berubah 180 derajat.

"Maaf hyung."

Yang diajak bicara mengulas senyum tipis nan terpaksa, lalu menepuk pundak Yunhyeong beberapa kali.

"Tidak apa-apa, aku tahu kau tak bermaksud."

Awkward.

"Jadi kau tadi kenapa kau memanggilku?"

Senyum lebar.

Yunhyeong meringis kecil lalu menggeleng perlahan. Ia tahu senyuman lebar itu senyuman terpaksa.

"Tidak apa-apa, hyung. Lupakan saja. Hanya iseng."

.

.

.

Seungyoon meminum vanilla lattenya sambil sesekali menghirupnya.

Jemari panjangnya mengetuk coffee table milik Jiwon sembari melongok kesana kemari memandang apartemen baru milik Jiwon dan Hanbin.

Dasar, dua bocah itu memang terlalu ngebet untuk tinggal berdua. Jadilah setelah Jiwon melamar Hanbin mereka tinggal satu atap di apartemen yang sama dengan milik Seungyoon. Di lantai yang sama dan bersebelahan pula.

Seungyoon bisa tertular virus gila pasangan itu kalau begini caranya.

"Kemana sih anak itu? Jangan bilang kalau dia lupa meletakkan hoodieku dimana."

Pout.

"Kalau sampai hoodie itu hilang akan kusate boneka mickey mousenya."

Seungyoon mendesah jengah ketika ia mendengar suara lemari yang dibuka dengan cepat lalu disusul suara kain yang jatuh ke lantai.

Itu pasti Hanbin yang mengobrak-abrik lemarinya demi mencari hoodie kesayangan Seungyoon yang sudah pasti hilang entah kemana.

Dasar peminjam tak bertanggung jawab.

Lain kali Seungyoon tidak akan meminjamkan apapun kepada Hanbin maupun Jiwon. Sudah cukup vacuum cleaner, tumbler, dan blendernya yang hilang entah kemana di apartemen Jiwon dan Hanbin.

"BIN! KAU SUDAH TEMUKAN HOODIEKU? KALAU PERLU SNAPBACKNYA JUGA!

"IYA HYUNG SEBEN-"

DUK!

Terdengar suara kepala yang terbentur benda keras yang terdengar menyakitkan.

"AWW! AH SIAL! KEPALAKU! DASAR LEMARI BODOH!"

Umpatan Hanbin menggema di apartemen bergaya modern itu, membuat Seungyoon tertawa kecil mendengarnya.

Kim Hanbin, teman masa kecilnya, masih saja ceroboh walau tak seceroboh Seungyoon sendiri.

Seungyoon mengangkat bahu, ia baru saja akan bangkit dari tempat duduknya meninggalkan vanilla latte (yang kalau kalian mau tahu itu buatan Seungyoon dengan coffee maker milik Jiwon) miliknya menuju balkon kalau saja ia tidak melihat sebuah kertas tebal berwarna silver-hitam yang sungguh menarik tergeletak di pinggir coffee table.

Kenapa sejak tadi Seungyoon tidak melihat benda itu?

Benda itu menarik dan terlihat cantik, sekaligus membawa firasat buruk yang entah kenapa terasa hingga menggigilkan tulang belakangnya.

Didera rasa penasaran yang tinggi layaknya monyet kecil pada kartun Curious George, Seungyoon mengambil kertas tebal itu dan membaca sederetan kalimat yang tertulis cantik disana.

Happy Wedding

Song Minho & Kim Jinwoo

January 21st 20XX

Paris, France

RSVP: Nam Taehyun via telp 0123-446-786 / via email

DEG!

"Hyung! Aku menemukan snapbackmu tapi tidak dengan hoo-"

Seungyoon mengabaikan Hanbin yang muncul dengan snapback hitam ditangannya. Kini ia menggigit bibir bawahnya menahan getaran yang kini menjalari tubuhnya.

"Simpan snapback itu, begitupula hoodienya. Aku mau pulang."

Seungyoon berucap dengan dingin, mengabaikan rasa sakit yang menjalar di hatinya lalu meletakkan undangan pernikahan menyesakkan itu.

"H-hyung..." gumam Hanbin perlahan ketika melihat Seungyoon keluar dari apartemennya dengan tubuh yang setengah gemetar.

Sungguh ini kesalahannya meletakkan undangan keramat itu sembarangan.

.

.

.

Hal pertama yang dilakukan Seungyoon setelah tahu berita pernikahan Mino adalah mengecek kotak suratnya. Karena siapa tahu ia mendapatkan undagan tapi belum melihatnya.

Setelah memastikan bahwa tak ditemukannya undangan yang begitu cantik itu, Seungyoon duduk diam di tengah kasurnya dan memandang kosong kearah sisi tembok dikamarnya yang bercat putih bersih.

Kenapa?

Kenapa?

Kenapa?

Kenapa Mino harus menikah?

.

.

.

"HEY! LIHAT DIA! DIA MIRIP SEKALI DENGAN ZICO!"

Seungyoon menengok sekilas kearah suara itu terdengar, ingin tahu siapa yang dibicarakan oleh si mulut besar Taeil dan juga siapa yang bernasib sial mempunyai wajah mirip dengan berandal hip-hop di sekolah barunya yang bahkan Seungyoon tak tahu bagaimana rupanya.

Namun ketika mendapati tatapan gerombolan anak hip-hop itu menuju tepat kearahnya, Seungyoon langsung buang muka. Termasuk ketika matanya tak sengaja bertatapan dengan pemuda berkulit agak gelap yang menatapinya dengan senyuman lebar nan bodoh yang menghiasi wajahnya.

.

"Cutie~"

Seungyoon mengeraskan volume iPod miliknya. Bahkan hingga suara khas Matthew Bellamy memenuhi gendang telinganya.

Sebuah jawilan terasa di pundak kanannya.

Seungyoon bergeser ke arah kiri, menjauh dari si penggangu saat tenangnya ini.

Dan pada akhirnya, novel The Tale of Two Cities di tangannya ditarik dengan kasar, membuat Seungyoon menggeram kesal dan menatap nyalang ke arah si pengambil.

"Mau apa kau?" desis Seungyoon

Pemuda berkulit agak gelap itu malah tersenyum lebar merespon Seungyoon.

"Temani aku coffee shop depan sekolah ya?"

Seungyoon melirik jam tangannya.

"Sekarang? Kau mau aku membolos?"

"Tentu saja. Membolos ialah sebagian dari kehidupan SMA yang menyenangkan, Yoon."

Seungyoon berpikir sejenak dan mengangguk setuju yang mana membuat senyuman miring terbit di wajah Mino.

.

"Yoon, jadilah kekasihku. Aku tidak bisa hidup tanpamu."

Seungyoon tertawa pelan, walau sebenarnya pipinya sudah diwarnai rona merah oleh cupid-cupid mungil akibat ucapan cheesy menjijikkan Mino.

"Kau gila? Pikirkan skripsimu bukannya mengodaku." sahut Seungyoon yang kini menyesap vanilla milkshake di depannya.

Mino mengerjap polos, ia memajukan badannya, menjangkau bibir pink tebal milik Seungyoon dan melumatnya. Membuat Seungyoon melupakan caranya bernafas untuk sesaat.

"Kau tahu, Yoon? Skripsi itu tidak penting. Yang penting kau ada di kehidupanku."

Seungyoon hanya bisa tertawa lepas setelahnya, lalu memberikan kecupan singkat di bibir tipis Mino.

.

"Aku Kim Jinwoo, salam kenal."

"Aku Kang Seungyoon. Wah, kau temannya Seunghoon hyung?"

Jinwoo tersenyum kecil, dengan rona meeah di pipi yang seketika menjelaskan secara tidak langsung bahwa ia dan Seunghoon lebih dari teman.

"Ah ya, hyung. Ini Mino."

Dan Jinwoo mengerjap sesaat sebelum tersenyum lebar pada Mino.

.

.

.

Seungyoon mengerjapkan matanya ketika memorinya bersama Mino seolah tumpah ruah bagaikan film yang diputar lewat proyektor di dinding putih di depannya.

Sakit.

Hatinya sakit.

Kenapa harus begini?

Kenapa Seungyoon mengingat ini lagi?

"Aku."

Angguk.

"Mino."

Angguk.

"Jinwoo hyung."

Angguk.

Lalu ketika sebuah nama terbersit di otaknya, bibir Seungyoon seketika melengkung keatas. Membentuk senyuman yang ganjil disaat ini

"Lee Seunghoon."

.

.

.

Seungyoon berjalan sempoyongan menahan mual yang ada di perutnya ditambah dengan kepalanya yang berputar akibat soju yang ia minum.

Soju?

Tentu saja.

Seungyoon sedang dalam mode frustasi yang teramat sangat. Jadilah soju yang ia minum untuk melampiaskan semuanya.

Persetan dengan Song Mino yang mau menikah.

Persetan dengan Kim Jinwoo yang akan dinikahi Mino.

Persetan pada tumpukan dokumen di kantornya.

Persetan dengan gitarnya yang hilang entah kemana.

"Uh sial. Aku bisa-HIK-gila kalau be-HIK-gini. Kena-HIK-pa semua ini ha-HIK-rus terjadi-HIK-padaku." racau Seungyoon sambil keluar dari lift dan menyusuri lorong tempat kamar apartemennya berada.

Dengan setengah sadar dan cegukan, Seungyoon berjalan hingga pada akhirnya ia mencapai pintu kamarnya.

Uh. Kenapa blur begitu? Ini kamar nomer 193 kan?

Seungyoon menyipitkan mata.

Oh, benar. 193.

Kalau begitu masukkan password. 2130.

Seungyoon menggumam samar mengingat apa arti passwordnya.

Sial, sudah setahun berlalu kenapa Seungyoon belum juga move on?

CKLEK!

Pintu terbuka.

"SIAL KAU!" pekik Seungyoon kesal sendiri mengingatnya.

21 Januari. 30 Maret.

"Seungyoon?"

Mendengar namanya disebut, Seungyoon yang setengah sadar itu menengok ke arah suara tadi berasal.

Ah, di depan apartemen Jiwon dan Hanbin. Siapa dia?

Seungyoon menyipitkan matanya, berusaha menghalau pandangannya yang sungguh tidak jelas.

"Kau Kang Seungyoon?"

Panik.

Itu nada suara panik.

Seungyoon menyipit lagi memandang si pemilik suara. Namun kepalanya terasa sangat berat sekarang.

Tubuhnya lelah. Otaknya seperti diputar dalam sebuah roulette dan juga perutnya bagai dikocok oleh raksasa.

Dan sebelum ia kehilangan kesadaran di depan pintu apartemennya yang terbuka, hal yang bisa ia tangkap dari si pemanggilnya ialah sepasang mata.

Sepasang mata rusa yang terlalu unik untuk dilupakan.


TBC


A/N:

uhm. halo.

aku lagi kepingin nulis minyoon padahal ff sebelah belum rampung *lirik limit* tapi rencananya ini two shoot kok :D sekalian juga mau belajar menulis panjang *ditendang*

ada kritik-saran kah? ada yang kurang jelas? aku tau plotnya agak aneh :( uhm jadi kalau ada bisa lewat review atau PM :)))

btw thanks for reading.

reviewnya ditunggu kalau mau lanjut :3