Ketika ia menutup mata, pemandangan itu selalu terlihat. Dua ingatan mengerikan yang tak pernah luput dari memorinya. Berhamburan, layaknya pecahan kaca yang berserakan dimana-mana. Biarlah kali ini saja ia merasa bahagia. Ia hanya ingin bahagia, terbebas dari segala yang telah dialaminya.

Karena ia hanya ingin merasa bahagia.

Endless by ChocoWhiteMuffin

Kuroko no Basket by Fujimaki Tadatoshi

Rated T

AkaKuro

Warn! Typo's, Ore!Akashi, Boys Love, Alur kecepetan, dsb.

Chapter 3

Kuroko menatap teduh Akashi dari balik lensa bening secerah langit matahari. Bibirnya yang sobek telah ditutupi dengan perban kecil berwarna putih. Matanya memang memandangi Akashi yang sedang merawatnya dengan telaten. Namun pikirannya melayang entah kemana. Setelah perkelahian singkat tadi, ia dibawa–dipaksa lebih tepatnya ke apartemen Akashi.

Kuroko tak mengerti. Jelas-jelas orang ini menolak untuk berhubungan dengannya, tapi sekarang ia sedang berada di apartemen milik Akashi.

Bukannya Kuroko merasa tidak senang, justru ia senang.

Mata bulat berwarna biru cerah itu menangkap sebuah pigura, pigura indah yang terbuat dari kayu dengan pahatan yang menambah kesan indahnya. Disana ada seorang anak kecil berambut merah yang ia tebak adalah Akashi Seijuurou, dan seorang wanita cantik berbalutkan gaun sederhana berwarna putih. Rambut merahnya berkibar-yang pasti ia yakini karena ulah angin terlihat indah, kedua jemari lentik putih pucatnya memegang pundak anak didepannya seraya tertawa yang mengakibatkan kedua matanya menutup.

"Selesai." Akashi menaruh peralatannya kembali pada kotak obat miliknya. Berdiri seraya menepuk kemeja berwarna coklat mudanya.

Akashi beranjak keluar, sebelum itu kepalanya menoleh, menampilkan guratan guratan tegas pada mimik wajahnya serta mata crimsonnya yang menyalang.

"Kau mau sesuatu?"

Kuroko tidak yakin, namun saat itu juga suaranya tercekat tak dapat bersuara maupun bercicit.

Ia terpesona dengan Akashi.

.

.

.

Kuroko mendudukkan dirinya ke sofa empuk berwarna peach. Di genggamannya terdapat secangkir likuid coklat beruap panas. Tak banyak yang ia dapat lihat disana, interior ruangannya sederhana. Padalah ia dengar Akashi adalah anak yang berkehidupan mewah dan memiliki martabat tinggi.

Didepannya terdapat meja berbentuk persegi, ada satu piring yang berisi setangkup roti berselaikan selai strawberry. Huh, Akashi pikir dia anak-anak apa? Selainya yang dewasaan lah, coklat kacang gitu. Yah, tapi Kuroko bersyukur setidaknya Akashi peduli kepadanya. Kalau tidak mungkin ia akan di jalanan itu sampai pagi.

Diketahui pemilik apartemen itu sedang pergi mandi. Ah, Kuroko lupa ia juga belum mandi. Setidaknya ia akan habiskan coklat panas lalu pulang setelah pamit dari Akashi.

Kuroko melirik kakinya yang terbebat perban. Dirinya menatap miris kaki kirinya yang terkilir. Berpikir, mengapa ia selemah ini?

Yasudahlah, nasi telah menjadi bubur. Tak ada lagi yang perlu ia sesali, semua telah terlanjur terjadi.

Kuroko menyesap likuid coklat dicangkir putih itu dengan sangat hati-hati. Dirinya bosan. Sangat bosan, sudah hampir 12 menit ia menunggu Akashi. Mata aquamarinenya bergulir ke arah jam di dinding berwarna putih itu. Sudah hampir jam 8, dan ia masih ada banyak tugas dirumah. Kuroko takut tugasnya tidak akan selesai tepat waktu.

"Maaf lama menunggu. Airnya tadi macet." Ini dia. Orang yang ditunggu-tunggu kedatangannya.

Penampilannya sederhana, khas orang yang baru saja selesai. Handuk disampirkan ke bahu, dengan air yang masih menetes dari rambut merah darah. Kaos berwarna krem dan celana bahan berwarna hitam selutut terpasang apik di tubuhnya.

Kuroko termangu. Dirinya tiba-tiba mendadak blank sejenak. Masih terpesona pada Akashi.

"Kuroko?"

"A-aah y-ya, Akashi-kun?" Kuroko gugup kala Akashi tidak berjarak jauh darinya, hanya kurang dari 1 meter. Pipi chubby milik Kuroko merona. Ia bisa mencium bau shampo dari rambut merah milik Akashi.

"Mau kuantar pulang?" tawar Akashi dengan senyumnya.

.

.

.

Kuroko mengeratkan pelukannya ke pundak Akashi. Jaket kulit berwarna hitam tersampir di punggungnya. Itu milik Akashi. Angin malam kala itu menerpa dua sejoli yang sedang bersamaan. Kuroko digendong Akashi dipundaknya. Dapat tercium dengan jelas aroma mint yang menguar dari tubuh Akashi.

"Kuroko." Akashi mulai membuka percakapan. Tak tahan dengan suasana sepi ini.

"Ya?" Kuroko bercicit dari balik pundak Akashi.

Anjing yang tadi diselamatkan Kuroko, mengitari Akashi sembari mengikuti dan bergonggong ria. Senang karena telah diselamatkan oleh Kuroko.

"Mengapa, kau… menyukaiku?" Hembusan nafas teratur dari Akashi mengepul di udara, karena memang sedang musim dingin. Dirinya juga telah mengganti pakaiannya, ke pakaian yang lebih hangat.

Kuroko diam. Termenung. Pangkal hidungnya bersentuhan dengan baju hangat Akashi. Menghirup aroma mint khas Akashi.

"Apakah.. mencintai seseorang itu memiliki alasan, Akashi-kun? Kurasa tidak, sama seperti perasaanku."

Mata deep crimson Akashi membulat mendengar jawaban dari Kuroko. Dirinya kembali menghembuskan nafas yang membuat uap hangat mengepul dari balik mulutnya. Bibir tipisnya membentuk seulas senyuman, tanpa disadari dirinya sendiri.

"Bukankah aku tidak pantas kau cintai. Aku bahkan tidak mengerti apa itu cinta. Seumur hidupku aku berpikir bahwa aku tidak akan dicintai kembali. Apakah aku pantas dicintai seseorang?"

Kuroko kembali mengeratkan genggamannya pada leher Akashi. Hingga dirinya bisa merasa nyaman tanpa takut apapun. Tak sampai beberapa menit kemudian ia sampai di depan pintu rumah berwarna putih susu.

Akashi dengan hati-hati menurunkan Kuroko dari gendongannya. Membiarkan kaki jenjang milik Kuroko menapak ke lantai teras kediaman pemuda bersurai babyblue itu.

"Apa perlu aku mengantarkanmu hingga masuk ke dalam ?" Akashi menatap khawatir Kuroko. Pundak kecil pemuda di depannya masih di remat dengan lembut tanpa menimbulkan rasa sakit.

Kuroko menepis tangan Akashi dari pundaknya dengan lembut, sambil menggelengkan.

"Tidak perlu, aku bisa sendiri. Terima kasih banyak telah merawatku, Akashi-kun." Bibir pink merona milik Kuroko mengulas senyum tipis yang jarang ia perlihatkan kepada orang lain.

Kuroko berjalan tertatih-tatih, mengacuhkan Akashi yang memandangi Kuroko denngan khawatir. Sementara anjing milik Kuroko mengikuti Kuroko dengan riang. Akashi membalikkan badannya setelah Kuroko masuk ke dalam rumah bernuansa biru muda.

"Akashi-kun!" Kuroko menaikkan satu oktaf suaranya, menatap punggung Akashi yang terhenti. Akashi tidak memiliki keinginan untuk membalikkan tubuhnya. Hanya termenung menatap pagar rumah kediaman Kuroko.

"Ku-Kupikir, tidak ada salahnya untuk mencoba mencintai seseorang. Dan a-aku bisa mengajarkan Akashi-kun apa itu cinta. Akashi-kun jangan pernah lupa bahwa dirimu memiliki banyak orang yang menyayangi dan mencintaimu! Jangan pernah mengatakan bahwa dirimu tak pantas dicintai!"

Kuroko terengah- engah, tak biasanya ia berteriak. Rona kemerahan dapat dilihat dengan jelas di pipi chubby miliknya.

Akashi membalikkan tubuhnya, untuk melihat Kuroko. Namun sepertinya pintu putih tersebut sudah kembali ditutup oleh empunyanya. Tanpa sadar seulas senyuman menghiasi wajah rupawan milik Akashi. Dan Akashi kembali berjalan, menjauhi kediaman Kuroko Tetsuya.

Sementara Kuroko, melemaskan tubuhnya. Jatuh merosot di belakang pintu rumahnya. Tak peduli kakinya yang terkilir terasa sakit karena tertekan. Rona kemerahan masih menjalar di wajah manisnya. Ia masih berusaha menetralisir degup jantungnya.

.

.

.

Sejak hari itu, lebih tepatnya 3 hari yang lalu. Jantung Kuroko selalu berdegup dengan kencang, entah karena tidak sengaja melihat Akashi, atau sedang berpapasan dengan Akashi. Darahnya berdesir kencang. Dan perkembangan hubungannya dengan Akashi semakin membaik. Settiap berpapasan dengan Kuroko, pasti Akashi selalu menyapa Kuroko.

Saat ini Kuroko berharap, ia masih berharap bahwa dirinya bisa mengisi relung hati milik Akashi. Setidaknya sedikit saja ia masih berharap dan masih setia berharap.

Jam pelajaran Kuroko hampir selesai, tinggal menunggu satu kelas berikutnya.

Dirinya melangkah menuju atap, tempat paling terbaik untuk membaca karena tempat itu sepi.

Ia mengambil novel miliknya, hanya novel romansa bertajuk drama. Kuroko menyukai dimana sang tokoh utama terjebak dalam relung kebingungan, mereka saling menyakiti dan mereka saling menabur luka hati mereka dengan garam yang membuat luka mereka semakin parah. Menurut Kuroko, keduanya hanya perlu saling jujur satu sama lain, dan konflik selesai. Tapi itu yang membuat cerita ini menyenangkan dibaca. Judulnya Injured. Novel ini memang kurang terkenal, tapi Kuroko menyukainya.

Tanpa Kuroko sadari seseorang telah duduk lebih dahulu di sampingnya. Kuroko agak terkejut, namun setelah menyadarinya ia hanya menghela nafasnya.

"Kupikir kau ada kelas, nii-san."

Orang yang diajak bicara masih serius dengan buku bacaannya. Light novel. Dengan cover perempuan berwajah imut, dan oppai besarnya. Tersenyum unyu sambil mengedipkan sebelah matanya. Kuroko merasa matanya telah ternodai.

"Ah, Tetsuya. Kau menggangguku. Lihat, aku kehilangan konsentrasiku. Dan aku bolos, lagupula mereka tidak akan menyadariku."

Memang ia, Mayuzumi Chihiro, mengaku kehilangan konsentrasi, tapi matanya masih menjalar ke setiap baris tulisan di light novel tersebut. Mengamatinya dengan cermat sampai satu huruf pun tidak ada yang tertinggal.

"Nii-san, kau kenal Akashi Seijuurou kan ?"

"Siapa dia ?" Kurang ajar Mayuzumi. Padahal Akashi telah membiarkan dirinya keluar masuk apartemennya, dengan modus membutuhkan internet untuk tugasnya. Padahal berkedok bermain game dengan kapal kapal cantik dan moe yang seksi.

"Mahasiswa baru, jurusan Ekonomi. Kupikir kau mengenalnya." Mata Kuroko sayu, bibir seksinya membentuk lengkungan ke bawah. Ceritanya cemberut.

"Oh, ada apa dengannya?" halaman baru kembali disibakkan, menuju ke halaman berikutnya. Ow, ada bonus picturenya. Mayuzumi berniat memperbesar kemudian menempelkannya di dinding kamarnya.

Kuroko menyelipkan anak rambutnya. Ala ala Shoujo Manga, yang tokoh utamanya disuruh untuk menceritakan masalah cintanya. Plus dengan blushing blushing di pipinya.

"Aku menyukainya.." cicit Kuroko dengan nada pelan-pelan.

Mayuzumi melirik Kuroko dari sudut matanya, tak berniat untuk menengok sepenuhnya. Ada ggelojakan kekhawatiran menghampiri Mayuzumi. Perlahan Mayuzumi bangkit dan menggumamkan selontar kalimat yang sukses membuat Kuroko terbelalak, setelah itu MAyuzumi pergi meninggalkan Kuroko yang masih merenung di atap.

.

.

.

Akashi melangkah keluar dari kelasnya, itu tadi kelas terakhirnya. Kacamata masih bertengger di pangkal hidungnya, agak melorot dari tempat sesungguhnya. Mungkin karena jenuh yang menghampirinya. Sepatu kets berwarna putih menapak ke lantai-lantai universitas yang berwarna putih. Ia membawa dirinya untuk beristirahat sejenak.

Akashi menghampiri vending machine yang tak jauh dari tempatnya. Kartu diambil dan discan ke mesin. Lalu ia memilih kopi kalengan untuk menghilangkan rasa lelahnya. Mesin itu menggelindingkan kopi kalengan dan menuju ke tempat pengambilan. Akashi meraihnya.

"A-ano, Akashi-kun ?"

Baru saja ia mau membuka kopi kalengannya, tiba-tiba suara feminim khas anak perempuan datang menghampiri gendang telinga Akashi.

"Ya." Akashi membalas wanita itu dengan nada dingin, ia memang seperti itu kalau bertemu seseorang yang tak dikenalnya.

Gadis di depannya berdiri malu-malu. Rambutnya berwarna hitam kecoklatan, wajah kemayunya malu-malu menatap Akashi.

"A-ano Akashi-kun, a-aku menyukaimu. Tolong terima pernyataan cintaku ini!" Suara gadis itu dinaikkan satu oktaf. Punggung kecilnya membungkuk, menjatuhkan sebagian rambutnya ke depan.

Haah, Akashi lelah dengan semua ini, ia harap tidak ada yang melihatnya saat ini. Tanpa Akashi ketahui, seorang pemuda bersurai babyblue melihat hal ini, dan berusaha menjaga wajahnya tetap datar namun gagal karena setetes air mata mengalir di pipi chubbynya.

.

.

.

[Narita Airport, 05.00 PM]

Keramaian tak kunjung berhenti kala penerbangan demi penerbangan menghampiri bandara terbesar di Jepang ini. Salah satunya pesawat yang baru saja datang dari Inggris, London. Dari sekian banyak penumpang yang telah turun dari pesawat itu, bisa dilihat seorang pemuda yang paling menarik perhatian karena ketampanannya.

Pemuda bersurai blonde itu turun dengan santai dari pesawat sambil menenteng koper dan tas backpack yang tersampir dipunggungnya. Digenggamannya yang sebelah kanan terdapat handphone touchscreen keluaran terbaru yang jika dinilai pasti mahal.

Desas-desus pengunjung yang berbisik tak kujung berhenti membicarakan pemuda itu. Membicarakan pemuda berambut pirang lembut.

"Heh, sepertinya kau dibicarakan." Pemuda bersurai navy blue disebelahnya yang sama-sama menenteng koper, melirik sinis ke arah pemuda disebelahnya.

Sementara si pirang hanya memasang wajah datar, "Siapa yang tidak mengenalku, model top papan atas yang selalu menghiasi majalah top dunia model."

"Kecuali orang yang tinggal dipedalaman tidak mengenalmu." Sahut pria berkulit eksotis itu sambil membuang wajahnya.

"Wow, oppai gadis itu besar sekali, tak kusangka orang Jepang seksi-seksi." Sambung si navy blue itu sambil menjilat bibir bagian atasnya.

Si pirang menatap jijik laki-laki di sebelahnya, bisa- bisanya ia berpikir jorok seperti itu.

"Sebenarnya aku bingung apa yang kau mau. Padahal harta berlimpah sudah kau dapatkan, untuk apa kau ke negara ini lagi. Pulang kampung begitu?" Pemuda navy blue itu mengambil hanphonenya yang bermerek sama dengan si pirang. Mencoba melihat updetan status di social media.

Pemuda bersurai pirang itu masih berwajah datar, mencoba mengingat berbagai memori yang tersimpan dengan apik di otaknya. Memang sebelum ia ke luar negeri, ia berasal dari Jepang. Maniknya terpejam membayanngkan memori memori miliknya dan orang itu. Seulas senyum tulus terpapar di wajah tampannya.

"Huh, segitunya kau ingin bertemu Tetsu, yah janjimu sih bukan urusanku." Si dim mengendikkan pundaknya. Tak peduli dengan urusan temannya. Walaupun ia memiliki janjji tersendiri dengan seseorang.

Pemuda pirang itu memasukkan ponsel cerdasnya ke saku celananya yang berwarna biru dongker. Ia memang tidak berniat berpakaian rapih. Hanya kemeja biru muda dengan dalaman kaus berwarna putih dan jins berwarna biru dongker membalut tubuh semampainya yang jika dilihat seperti orang yang rajin ke gym.

Pemuda itu menyibakkan poni blondenya yang menghalangi pandangannya, dan berjalan menuju tempat tinggal sementara miliknya.

"Tunggu aku, Kuroko Tetsuya."

.

.

.

TBC

A/N

Selesai tepat 1 minggu. Haft, masih syok ama nilai UTS yang jelek, apalagi matematika dan fisika /dor/

Yang pasti nilai yang paling tinggi Bahasa Indonesia, padahal saya ngikutin caranya Kagami, yaitu puter-puter pensil, sampe diketawain ama kakak kelas yang duduk disebelah saya.

Proses pengerjaan cerita ini memang butuh waktu yang lama, karena saya butuh veng-veng atau malkis gary yang coklat dan susu putih di samping laptop saya. Karena hari sabtu niat nyelesein tapi pas ke warung malkis nya abis dan veng-vengnya belom di re-stock, akhirnya cuman ngetik kurang lebih 500 words /RIPME/

Untuk novel milik Kuroko, saya ngasal.

Kalo lagi jenuh pasti mainnya OSU atau Ragnarok Online server Limit RO. Hayoo ada yang maen juga gak? Betewe reader-tachi coba tebak siapa si pirang unyu-unyu yang mampang di akhir bareng si item /dikeroyokfansAomine/ kalo bener saya gak kasih apa apa /bah/

Akhir kata, makasih banyak udah menyempatkan diri untuk membaca dan mereview cerita ini.

Thanks to:

RinRiku, Lisette Lykouleon, fachan desu, Freyja Lawliet, No-VIZ HB, AulChan 12, siucchi, wullancholee.

Thanks to following and adding this story to your favorite list story

Sign,

ChocoWhiteMuffin