And when the song is born, it will never disappear.
It may be forgotten—
—but it will remain still
in the heart of a true lover.
BIRTH OF A SONG
Disclaimer : I do not own Naruto. Naruto © Masashi Kishimoto
I don't gain any commercial advantage by publishing this fanfic. This exactly is just for fun.
Story © Sukie 'Suu' Foxie
Warning: AU.
For SIFD 2015—ShikaIno Fan Days, September 22nd-23rd.
Happy ShikaIno Fanday~! Spread the love of ShikaIno~!
Long live ShikaIno!
Senandung dari perempuan yang duduk di sebelahnya mengusik pendengaran Shikamaru. Tanpa sadar, ia pun mengeluarkan celetukan,
"Birth of a Song?"
Saat ia menoleh, barulah ia benar-benar bisa melihat wajah perempuan di sampingnya. Wajah itu menunjukkan keterkejutan—mata biru yang membelalak lebar dan mulut yang setengah terbuka. Shikamaru jadi merasa tidak enak sendiri.
"Maaf menginterupsi—uhh—nyanyianmu."
Perempuan itu menggeleng. "Bukan itu." Sesaat perempuan itu terlihat ragu. "Kau tahu lagu barusan?"
"Ah, ya—kurasa aku tahu." Sekarang berbalik Shikamaru yang merasa tidak yakin. Ia spontan saja mengucapkan sebuah judul lagu dan tampaknya ia tidak salah. Masalahnya, Shikamaru sendiri tidak benar-benar tahu lagu tersebut dan siapa penyanyinya.
"Aku pernah mendengarnya entah di mana," imbuh Shikamaru.
"Ooh," jawab perempuan itu sambil mengangguk.
Keheningan kembali menguasai keduanya. Namun diam-diam, Shikamaru melirik perempuan di sampingnya.
Sosok perempuan itu bertubuh langsing dan berkaki jenjang—sepatu boots hijau selutut dengan stocking hitam sangat cocok dengannya. Rambut pirangnya digerai dengan menyisakan sebagian poni yang menutupi mata kanannya. Memasuki musim gugur, tak heran jika perempuan tersebut menghiasi lehernya dengan sebuah syal rajutan berwarna hijau yang senada dengan boots-nya.
"Hei!" ujar perempuan itu sambil menaikkan syalnya ke dekat mulut.
Merasa tertangkap basah sedang mengamati, Shikamaru buru-buru mengalihkan pandangannya. Namun ternyata, bukan hal itulah yang dibahas oleh sang perempuan tak dikenal.
"Kau … mau mendengar versi lengkap lagu barusan?"
Sekali ini, Shikamaru benar-benar menoleh pada sang perempuan. Ia menggaruk ujung hidungnya.
"Boleh?"
"Ng!" Perempuan itu sedikit menunduk hingga Shikamaru sesaat kesulitan mendengar kata-katanya. "Besok kau akan datang ke sini lagi?"
"Yah, aku—busku sudah datang." Shikamaru berdiri.
Dari sudut mata Shikamaru, ia bisa melihat bahwa perempuan itu nyaris berdiri, tapi buru-buru duduk kembali. Shikamaru tersenyum kecil.
Sejujurnya, besok ia tidak ada jadwal check-up ke rumah sakit. Tapi, tak ada salahnya, bukan?
"Sampai jumpa besok," ujar Shikamaru sambil mengangguk kecil.
Begitu Shikamaru sudah menaiki bus dan melihat sosok si perempuan pirang mengantar kepergiannya melalui jendela bus, Shikamaru baru teringat akan satu hal penting.
Ia tidak sempat menanyakan nama ataupun nomor ponsel perempuan asing tersebut.
o-o-o-o-o
Di jam yang sama, Shikamaru datang ke halte bus tempat ia biasa menunggu bus yang bisa mengantarkannya ke rumah sakit. Di sana, ia bisa melihat perempuan kemarin sudah duduk sembari mendengarkan entah apa melalui earphone yang terpasang di kedua telinganya.
Begitu Shikamaru mendekat, perempuan itu mendongak dan langsung melepaskan earphone-nya. Tiba-tiba saja, perempuan itu tersenyum lebar.
Sesuatu dalam diri Shikamaru terasa nyeri. Jantungnya? Tidak, Shikamaru tidak memiliki riwayat kelainan jantung. Namun, bagian dadanya memang terasa sedikit bermasalah sekarang.
"Kau benar-benar datang!" ujar si perempuan dengan nada suara yang lebih ceria. "Duduklah."
Bagaikan terhipnotis oleh daya magis yang ia sendiri tidak mengerti, Shikamaru akhirnya duduk di sebelah si perempuan.
"Kau sedang mendengarkan Birth of a Song?" tanya Shikamaru tanpa basa-basi lagi.
Saat itu, si perempuan tidak langsung menjawab. Sebuah bus baru saja lewat dan hal itu sedikit mendistraksinya. Setelah bus itu pergi, barulah perempuan itu mengangguk.
"Ya. Lagu itu lagu favoritku. Wasurerareru kamo shirenai keredo, hontou no koibito nara kokoro no naka ni nokoru." Setelah mengucapkan sepenggal liriknya, perempuan itu menghela napas panjang.
Shikamaru tak tahu harus berkata apa. Ia hanya diam dan menanti.
"Ah, maaf—" mulai perempuan itu lagi. Ia kemudian terburu-buru merogoh tas kecilnya. "Ini."
Perempuan itu pun menyodorkan sebuah kotak CD tanpa cover hingga kaset CD-nya terlihat jelas di dalam. Kaset CD itu ditempeli kertas putih dan ditulisi dengan spidol hitam.
'Birth of a Song'.
Hanya judul lagu, tanpa nama penyanyi. Tanpa penulis lirik dan pencipta lagu. Tanpa komposer ataupun pemain musik.
Alis Shikamaru mengernyit tapi ia tidak ingin terang-terangan menunjukkan keheranannya. Entah mengapa.
"Terima kasih," ujarnya kaku. "Aku … akan mendengarnya setelah sampai di rumah."
Shikamaru melihat perempuan itu tersenyum. Bukan senyum bahagia—Shikamaru tahu. Sesuatu dalam dirinya kembali mengganggu. Memaksa, mendesak hingga ia tidak tahan untuk tidak bertanya,
"Siapa namamu?"
Mata perempuan itu mengerjap-ngerjap. Lagi-lagi ia terlihat kaget. Seaneh itukah menanyakan nama seseorang yang sudah saling bertukar kata? Bahkan sampai meminjamkan CD lagu.
Perempuan itu malah memalingkan wajah. Tangannya yang ia letakkan di atas pahanya kini mengepal.
Shikamaru hendak mendesak, tapi ia tahu cara yang lebih baik.
"Namaku Nara Shikamaru dan aku—"
"—Aku tahu," sela si perempuan tanpa melihat ke arah Shikamaru. "Aku tahu semua tentangmu, Shikamaru."
Jantung Shikamaru terasa berdenyut semakin cepat. Tak hanya itu, kepalanya seakan terhantam sesuatu dengan sangat keras. Mulut Shikamaru sudah nyaris terbuka, tapi perempuan di hadapannya menghentikannya dengan tiba-tiba berdiri.
Sebuah bus berhenti di hadapan mereka. Dan tepat saat bus itu berhenti, beberapa daun kecokelatan di sekitarnya terangkat beberapa senti.
"Tapi, memang ada hal-hal yang sebaiknya tidak perlu diketahui ataupun diingat, 'kan?" Perempuan itu menunjukkan satu senyum sedih pada Shikamaru. "Aku—salah satunya."
Shikamaru tercekat. Tubuhnya kaku. Ia hanya bisa berdiri tanpa bisa berjalan mengejar perempuan berambut pirang tersebut. Ia sendiri tidak mengerti. Ia ingin mengejar, tapi kakinya tak mau bergerak sebagaimana kehendaknya.
Begitu tangan perempuan itu menyentuh badan bus, sekali lagi perempuan itu menoleh. Mulutnya bergerak meski suaranya terdengar sangat lirih—nyaris tak terdengar.
Mata Shikamaru membelalak.
Perempuan itu pun menaiki bus dan tak lagi menoleh ke arah Shikamaru yang tak bisa melakukan apa-apa.
Sayonara—kata perempuan itu.
o-o-o-o-o
Di kamarnya, Shikamaru memutar CD lagu Birth of a Song pemberian perempuan misterius tersebut. Musik dan lirik lagunya sangat tidak asing. Apalagi … suara penyanyinya.
Shikamaru nyaris yakin bahwa penyanyi dari lagu tersebut adalah si perempuan misterius yang tak mau menyebutkan namanya pada Shikamaru.
Ia tidak mengerti. Mereka baru bertemu, bukan? Kenapa 'sayonara'? Apa mereka tak akan pernah … bertemu lagi?
Mendadak saja, Shikamaru merasa jengkel. Sekali ini, ia yakin bahwa ia akan bisa mengetahui siapa perempuan yang telah membuat jantungnya berdebar kencang tersebut, tapi nyatanya, ia kembali menemui jalan buntu. Sesaat, ia meragukan kemampuan berpikirnya yang disebut-sebut sebagai pemuda jenius.
Shikamaru menggaruk dahi tepat saat lagu berhenti karena sudah mencapai penghujung. Ia pun turun dari tempat tidur dengan setengah bermalas-malasan hanya untuk memutar ulang lagu barusan. Namun, mendadak ia malah mengeluarkan CD dan mengamat-amati CD yang menurutnya janggal tersebut.
Susah payah Shikamaru mengeruk kertas putih yang menempel sebagai penunjuk judul lagu di bagian atas CD. Usahanya berhasil dan kecurigaannya terbukti. Di bawah kertas putih tersebut ada cover CD yang sesungguhnya.
Mata gelapnya menyipit saat melihat namanya tertera di cover sebagai penulis lirik dan aransemen lagu. Ia pun menoleh pada gitar yang terletak begitu saja di samping lemarinya.
Sekelebat ingatan memaksa masuk ke dalam ingatannya.
Di sini, entah kapan—dia berbaring di kasur dengan seseorang bersandar manja di dadanya.
Ingatan itu tak berhenti sampai di sana.
Orang—perempuan itu—memainkan rambut panjangnya yang berwarna pirang pucat dan menggelitiki wajah Shikamaru. Terdengar tawa yang tak asing di suatu bagian dalam otaknya.
Kepala Shikamaru menoleh cepat pada cover dan mencari nama penyanyi lagu tersebut.
"Yamanaka Ino," gumamnya.
Shikamaru tidak menyadari kapan pintu kamarnya terbuka dan ibunya berdiri di ambang pintu. Begitu Shikamaru sadar, ia mendapati wajah ibunya yang tampak bingung dan ragu-ragu.
"Eh—Shikamaru … kau sudah ingat?"
"Ingat?" Alis Shikamaru mengernyit tajam. "Ingat apa? Apa yang sudah kulupakan?!" Suaranya mendadak meninggi tanpa ia sendiri menghendaki.
"Te-tenang dulu, Shikamaru! Kau kan baru saja keluar dari rumah sakit, nanti kepalamu—"
"Benar! Aku baru keluar dari rumah sakit," ujar Shikamaru sembari berusaha menenangkan dirinya. "Aku baik-baik saja, kata dokter tak ada masalah dengan kepalaku. Check-up kemarin pun menunjukkan hasil yang baik, tapi—"
Ibu Shikamaru tak kuasa memandang Shikamaru. Ia hanya bisa menggigit bibirnya untuk menahan tangis. Jelas, ibunya tahu sesuatu.
Suara Shikamaru seolah tersangkut di tenggorokannya sesaat. Namun, ia memaksakan diri.
"Tapi—kenapa hanya nama ini yang tidak bisa kuingat?" Shikamaru merasa jantungnya berdebar lebih kencang saat pertanyaan selanjutnya terlontar, "Siapa Yamanaka Ino ini, Bu?"
"Dia—"
Belum sampai ibunya menjawab pertanyaan Shikamaru, ingatan Shikamaru lagi-lagi seolah mengambil kesadarannya di masa sekarang.
Dua orang, perempuan dan laki-laki. Shikamaru tidak tahu apa yang terjadi, tapi terlihat olehnya wajah perempuan misterius di halte itu—Yamanaka Ino?—yang tampak marah sembari berlinangan air mata. Dada Shikamaru seakan ditusuk ribuan jarum.
"I—no?"
Lalu, ia tidak bisa lagi mendengar ataupun melihat apa-apa. Sakit di kepalanya kembali memaksanya untuk pasrah pada kegelapan.
o-o-o-o-o
Shikamaru terbangun dengan keadaan ruangan di sekitarnya gelap gulita. Perlahan-lahan, setelah ia bisa beradaptasi dengan gelap, ia pun tersadar bahwa ia kembali berada di rumah sakit. Mungkin ibunya yang gampang panik itu langsung membawanya ke sini dan lalu pulang setelah memastikan keadaan Shikamaru pada dokter yang menangani si pemuda.
Tangan Shikamaru menyentuh kepala. Sudah tidak sakit sama sekali. Ia merasa jauh—jauh lebih segar dibanding sebelumnya.
Saat ujung kakinya menyentuh lantai, ia seolah disentakkan oleh ingatan mengenai mimpi panjangnya selama ia tidur—atau pingsan—barusan. Atau boleh dikatakan, ia teringat mengenai sebuah cerita dari masa lalu yang kembali mencuat ke tengah-tengah alam sadarnya.
Dan tiba-tiba saja, ia merasa bahwa ia telah mengetahui semua yang selama ini mengusik rasa penasarannya—hal yang beberapa hari ini sempat ia lupakan.
Ia terdiam dengan mulut yang ditutupi tangan. Kepalanya kemudian mendongak dan mendapati sebuah tas olahraga di atas sofa. Seketika, Shikamaru tahu bahwa tas itu dibawakan ibunya dan berisi baju ganti. Buru-buru Shikamaru turun dari kasur untuk membuka tas tersebut.
Dalam hati, ia berdoa semoga ibunya juga membawakan ponselnya.
"Ada!" seru Shikamaru gembira.
Tanpa menunggu waktu lama, ia segera membuka ponsel tersebut. Segera saja, ia kembali terdiam. Satu pesan masuk diterimanya.
Sebuah ucapan selamat ulang tahun dan permohonan maaf.
Pengirimnya …
"… Ino …."
Air mata Shikamaru pun tumpah tanpa bisa ia tahan.
***TO BE CONTINUED***
Nggak terasa, ini sudah fanfict kelima yang saya bikin untuk SIFD! Artinya, udah lima tahun saya merayakan (?) SIFD! Banzaaai! X"D
Oh, yah, barang kali ada yang penasaran—kayak ada aja yang penasaran—lagu yang ada di fict ini itu 100% murni karangan saya. Bahasa Jepangnya dibikin pakek google translate. Jadi, jangan coba cari-cari di toko terdekat, ya, nggak akan nemu juga dan buang-buang waktu (?). Kecuali ada yang mau realisasiin jadi lagu beneran. Mwahahahaha!
For your info, bab duanya bakal di-publish besok kayak biasa. Untuk yang sekarang, sekian dulu.
Ngomong-ngomong. Selamat ulang tahun Nara Shikamaruuu! Happy SIFD 2015, Guardians!
PS: cover art by Syalala Lala! Many thanks for the amazing art, Dear! Maaf mommy-mu ini selalu merepotkan T_T
PSS: Mom V3Yagami lagi berjuang untuk lahirannya, buat temen-temen yang baca, mohon doanya juga yah, supaya ibu dan bayinya sehat dan supaya proses kelahirannya dilancarkan! 3
Without further ado, reviews are always welcomed and appreciated.
I'll be waiting.
Regards,
Sukie 'Suu' Foxie.
~Thanks for reading~