Belahan di bumi ini dibagi menjadi enam kawasan; yaitu Lavel dan Navel, Shuka, Ganai, Namika, dan Uzuki.

Yang pertama dan kedua ialah Lavel dan Navel. Dua kawasan ini sebenarnya memiliki penduduk asli yang sama, yaitu Luna. Hanya jarak antara keduanya yang begitu jauh, sehingga kawasan ini diberi nama yang berbeda. Lavel berada di Utara, sedangkan Navel berada diselatan. Luna, ialah sebutan bagi para mahluk asli dari dua kawasan ini. Memiliki ciri yang sangat menonjol, yakin memiliki kulit porselen, serta surai berwarna putih bersih. Satu hal lagi yang tidak akan dimiliki oleh mahluk lain, yakni; telinga yang runcing. Mereka memiliki kekuatan dengan elemen air atau salju.

Yang ketiga adalah kawasan Shuka, yang berbatasan langsung dengan kawasan Navel dibelahan selatan. Penduduk asli dari kawasan ini disebut Shuu, yang umumnya memiliki ciri dengan manik violet. Shuu memiliki kekuatan dengan elemen tanah atau pasir.

Yang keempat, adalah kawasan Ganai, yang berada disebelah selatan kawasan Lavel. Penduduk asli dari kawsasan Ganai disebut Nai/Beast, dengan ciri fisik surai dan manik hitam. Penduduk Nai memiliki adat tersendiri, yang memerintah bahwa setiap Nai atau bukan(selama dia tinggal dikawasan Ganai), harus memakai cadar penutup wajah saat usianya menginjak lima belas tahun. Kawasan Ganai merupakan tanah sangat subur, yang setiap jengkal tanahnya selalu ditumbuhi atau ditanami dengan tanaman, baik pohon maupun bunga. Nai memiliki kekuatan dengan elemen alam, yang paling utama ialah dengan serangga.

Yang kelima adalah kawasan Namika, yang berada disebelah barat laut kawsan Shuka. Penduduk asli memiliki sebutan manusia, dimana manusia merupakan kasta paling rendah dikarenakan tidak memiliki kekuatan apapun. Namun, sebutan mahluk paling lemah itu menghilang disaat suatu ketika, seorang manusia dengan kecerdasan otaknya, mampu membuat penemuan teknologi tinggi beratus tahun lalu. Teknologi yang mudah dipakai dan diterima oleh mahluk-mahluk lain. Penemuan manusia itu, teknologi, yang hingga sekarang selalu dikembangkan, untuk menuju masa depan yang lebih baik lagi. Tidak memiliki ciri fisik yang khusus(bervariasi).

Yang keenam, terakhir, merupakan kawasan Uzuki, dimana kawasan ini berada di tengah-sebagai pusat. Kawasan paling kaya dan berbahaya, yang para mahluk asli Uzuki disebut sebagai Kyuubi; dengan ciri fisik mencolok berupa manik biru atau merah. Disebut sebagai kawasan berbahaya dikarenakan kawsan ini memiliki hukum yang ketat, dengan Kyuubi yang memiliki kekuatan berupa semua elemen, yakni; air atau salju, tanah atau pasir, elemen alam. Serta tambahan yang selalu dimiliki oleh Kyuubi berdarah murni, yaitu elemen api dan angin.

Jika tidak ada kesesuaian antara kawasan, ciri fifik serta elemen yang dimiliki, maka mahluk itu hasil dari perkawninan campuran. Diberi jenis sesuai dengan gen dominan yang mengalir ditubuhnya.

Namun diatas itu semua, ada kesamaan diantara kelima jenis mahluk itu. Alpha, beta dan omega.

Alpha, merupakan posisi dominan, baik dalam kehidupan sosial maupun seksual. Seorang alpha bisa memilih pasangan/matenya sendiri, beta maupun omega.

Beta, merupakan posisi yang tidak tentu. Seorang beta bisa berperan sebagai dominan ataupun submissive. Hal ini tergantung dari pilihan beta itu sendiri.

Omega, merupakan posisi submissive dalam kehidupan seksual. Dalam kehidupan sosial, seorang omega sangat memungkinkan jika ingin menjadi dominan.(Dominan dalam posisi sosial-pemerintahan misalnya).

.

.

.

.

.

.
Breakdown (c) SuzyOnix

Naruto (c) MK

Rate: M

Genre: Romance, Fantasy

Warning: Hanya untuk dewasa, A/B/O-Verse! Typo(s)!

Summ: Sasuke adalah omega sempurna. Dan dia adalah calon pendamping raja.

.

.

Breakdown; Prolog

.

I'm stuck in the dark—it yours.

.

.

.

Di kawasan Namika, bangsa manusia.

Sore itu, seorang bocah berusia dua belas tahun tengah berlarian kesana-kemari menangkap serangga yang dianggapnya lucu; kupu-kupu. Ia tersenyum senang saat mengejar, terkadang memasang waut wajah merenggut karena kupu-kupu dalam genggamannya lepas, dan terkadang pula berseru takjub saat manik hitamnya melihat hal yang baru dari serangga berjenis kupu-kupu.

Sorang pria paruh baya yang sedari tadi mengamati setiap tingkah laku bocah itu tersenyum kecil. "Sasuke, ayo kita pulang. Hari sudah semakin larut," serunya setengah berteriak.

Bocah yang bernama Sasuke itu sedikit tersentak kaget dari seruan keras pria paruh baya itu. Kepalanya menoleh, dan ia mendapati sosok kakeknya-orang yang telah merawatnya semenjak bayi, memberikan gestur agar dirinya mendekat.

Beranjak dari posisi jongkoknya, Sasuke pun berbisik 'sampai jumpa lagi' yang disertai sebuah senyum kecil kepada kumpulan serangga disekitarnya.

Langkahnya berbalik menghampiri pria bersurai putih panjang. "Kakek~ ayo pulang!" ujarnya, setengah berlari menuju kakeknya.

Pria itu hanya terkekeh menanggapi tingkah Sasuke yang kekanakan. "Dasar bocah," gerutunya, seraya mengacak gemas helaian lembut surai hitam Sasuke. "Nenekmu pasti sudah menunggu kita untuk makan malam."

Sasuke merenggut dengan bibir mencebik. "Kakek! Jangan perlakukan aku seperti anak kecil!" kesalnya.

"Hahaha, kau itu memang masih bocah, Sasuke~" goda kakeknya seraya tertawa jahil.

"Kakek!"

"Uh-baiklah, baiklah. Sekarang ayo kita pulang."

Pria itu mengakhiri sesi bercandanya dengan sang cucu, saat dirasakannya ada banyak pasang mata yang menatap lapar kearah cucunya. Tanpa menyahuti gerutuan kesal Sasuke, pria itu segera menggendong Sasuke-walau yang bersangkutan berseru semakin kesal, dan kemudian berlalu pergi dari taman yang mereka singgahi.

.

.

.

.

.

"Sudah kukatakan berkali-kali, bukan. Jangan mengajak Sasuke keluar dari rumah, apalagi saat malam hari. Para bajingan lapar itu selalu mengincarnya, kau tahu." Seorang wanita paruh baya yang memiliki surai pirang pucat berujar mengancam, setengah marah kepada suaminya.

Bagaimana tidak marah, jika cucunya-bocah yang dirawatnya sedari bayi, seorang omega, yang bisa dipastikan bahwa tak lama lagi akan mengalami siklusnya-siklus menuju usia dewasa, dibawa suaminya pergi keluar dari rumah. Siklus pertama bagi para omega merupakan hal yang sangat rawan. Dikatakan demikian karena, pada saat siklus para omega berlangsung, aroma memabukkan pasti menguar dari tubuh sang omega. Aroma memikat yang akan menarik para alpha mendekat.

"Tidak perlu khawatir begitu. Sasuke pasti akan selalu aman berada didekatku."

Wanita paruh baya itu hanya bisa mendesah berat. "Semaumu sajalah,"

Sementara bocah yang sedari tadi dibicarakan, memakan makanan diatas meja makan dengan penuh nafsu. Tidak terlalu mengerti dengan arah pembicaraan kakek-neneknya.

"Hey Sasuke, setelah ini, nenek akan mengajarimu suatu hal yang penting. Jadi, makanlah dengan cepat." titah wanita paruh baya diruang makan yang luas itu. "Ini berkaitan dengan statusmu sebagai seorang omega."

Kunyahan Sasuke terhenti senejak, "Um!" lalu menganggukkan kepala seraya melanjutkan makan malamnya.

.

.

.

.

.

Seorang pria dengan pakaian serba hitam, disertai dengan kain hitam yang menutupi sebagian besar wajahnya, tengah membalurkan minyak pada bagunan besar bercatkan abu-abu. Disampingnya, ada dua pria lain dengan penampilan sama, "Sudah selesai belum?" salah satu dari mereka bersuara.

"Ya, ini yang terakhir." bals pria yang pertama.

Salah satu dari mereka mengeluarkan korek api, dan menyulutkannya pada bagunan besar berlumur minyak didepannya. Api itu menjalar dengan cepat, menjilat-jilat, menghanguskan tiap jengkal benda yang dilaluinya.

"Hahaha," mereka tertawa dingin, dan dibalik kain hitam, bibir ketiga pria itu berserigai keji. "Matilah, kalian semua." Setelahnya merekapun berlalu pergi, tak pernah kembali.

Lidah api itu menjalar hingga bangunan samping, menjilat kusen kayu dan berlanjut menghanguskan kelambu biru.

Api itu tidak putus.

Masuk semakin dalam, memusnahkan sepasang bangku kayu berpelitur, membakar tumpukan buku diatasnya. Asap hitam mengepul memenuhi atmosfer ruangan serba biru itu.

Ruangan yang sebelumnya gelap gulita, kini menjadi remang oleh cahaya api.

Sosok diatas ranjang besar, mulai megap-megap kekurangan oksigen. Ia ditarik paksa dari mimpi indahnya; bertemu papa dan mamanya, bermain bersama. Ia berguling kekanan dan kekiri, kelopak mata sewarna saljunya bergerak-gerak gelisah. Resah.

Api panas telah sampai pada kelambu ranjang besarnya, membuatnya merasakan panas serta sesak amat sangat.

Ia tetabtuk dalam tidur, secara tak sadar menepuk-nepuk dadanya. Lalu matanya terbuka lebar, berair, serta tubuh yang langsung bangun dengan posisi terduduk.

Matanya membola melihat api yang telah menghanguskan kelambu biru ranjangnya, dan kini menjilat dua tiang bagian depan penyangga. "KAKEK, NENEK!" teriaknya kencang.

Sasuke menekuk kakinya, menggulung tubuhnya, dan mundur kebelakang hingga punggung kecilnya berbentur dengan kepala ranjang. Manik hitamnya menatap liar pada sekitar.

Api dimana-mana. Warna hitam menutupi warna biru kamarnya. Tak ada celah untunya keluar.

Ia mulai menangis sesegukan, dan sesekali terbatuk penuh sesak. Panas.

Tenggorokannya tercekat, "Ka-kakek.." lirihnya, "Ne-nek.."

Langit-langit kamar berjatuhan dengan suara berdebum keras, diikuti dengan salah satu tiang ranjangnya yang ambruk. Manik hitamnya menatap ngeri pada api yang mulai menjilat hingga bagian tengah ranjangnya.

Takut, ia memejamkan kelopak mata saljunya rapat. Mencoba mengenyahkan rasa takutnya, Sasuke pun mencoba membayangkan raut wajah tampan papanya, serta wajah cantik mamanya-yang selama ini tak pernah ditemuinya. Tak bisa. Bahkan dalam mimpi sekalipun, bayangan yang ada dalam fikirannya hanya tubuh dengan wajah tak terlihat. Namun walau demikian, ia tahu jika kedua orangtuanya merupakan manusia dengan sifat hangat-terutama kepada buah hatinya-dirinya. Tangan-tangan yang memeluk tubuhnya dengan dekapan hangat, serta kecupan lembut yang mendarat di pucuk kepalanya.

'Semuanya pasti baik-baik saja,' suara maskulin bernada rendah itu didengar Sasuke, dan Sasuke membayangkan jika itu adalah suara milik papanya. Dan rasa sesak serta panas itu menghilang. Ia merasa jalur pernafasannya baik-baik saja, dan rasa panas itu terganti oleh rasa hangat yang menenangkan.

Sasuke merasa dirinya melayang, terbang. Menggapai cahaya putih yang melambai padanya, papa dan mamanya.

Fikirannya pada api menguap tak berbekas.

Dan Sasuke pun jatuh tertidur dalam pelukan seorang pemuda berdarah panas.

.
.

.

.

.

Saat kelopak mata saljunya mengerjab pelan, lalu terbuka lebar, Sasuke sempat merasa indera penglihannya buta selama sesaat. Mengerjab lagi berusaha menyesuaikan sinara cahaya, ia pun mendapati sebuah langit-langit putih-ruangan dengan nuansa putih bersih, menyilaukan-tempatnya berada saat ini.

Ruangan asing itu luas, sangat. Tidak terlalu beda jauh dengan ruang keluarga dirumahnya.

Memutar pandangan, manik hitam Sasuke mendapati satu set sofa beludru-yang juga berwarna putih salju, tak jauh dari tempatnya berbaring. Disalah salah satu sofa tunggal, disana, ada seorang pemuda bersurai pirang dan bermanik biru cerah tengah menatapnya intens.

Deg!

Spontan, karena merasa tidak sopan, Sasuke langsung mendudukkan dirinya dari posisi berbaring. Ia setengah duduk dengan berselonjor kaki. "U-m.. di-dima.." Sasuke tidak bisa berkata, iapun menundukkan kepala, merasa takut dengan orang yang baru dilihatnya kini.

Dari sudut ekor matanya, Sasuke melihat pemuda pirang itu beranjak berdiri. Langkahnya mantap, tap tap tap, mendekat. Ia berhenti saat tubuhnya berjarak setengah meter dari ranjang yang ditempati Sasuke. "Berbaringlah kembali jika kau merasa tidak nyaman," baritonenya rendah, sangat mirip dengan apa yang didengar Sasuke ketika akan tak sadarkan diri-jatuh tertidur sewaktu kamarnya terbakar. Mungkinkah-?

Mendongak takut-takut, Sasuke mencoba untuk menyuarakan pertanyaan dikepalanya. "Di-dimana a-aku?" bisiknya, mencicit takut. Sasuke bisa merasakannya. Tekanan kuat yang seolah ingin menghancurkan dirinya. Dia bukanlah manusia. Bukan beta ataupun omega. Dia adalah seorang alpha. "A-apa yang terjadi padaku? a-api i-itu.."

Sasuke menahan nafas, ketika manik hitamnya bertemu dengan manik biru jernih pemuda alpha itu-warna yang sejujurnya, sangat disukai Sasuke. Nafasnya tercekat melihat kesempurnaan yang melekat pada pemuda itu, Sasuke pun merasa sesak nafas.

"Kau berada dirumahku." ujarnya, "Rumahmu jadi abu. Sepasang kakek-nenek pun mati, hangus terbakar."

Manik hitam Sasuke membulat, "A-APA?!" sedetik kemudian manik hitam berselaput bening dan berkaca-kaca.

Sang pemuda alpha hanya menatap Sasuke datar-tidak ada sedikitpun rasa iba.

"Ti-tidak mung-mungkin..." ujarnya setengah bertanya. Ia menunduk, mulai terisak dan memeluk kedua lututnya-menenggelamkan wajah sembabnya pada lipatan tangan.

Sejak kecil Sasuke tak tahu rupa mama papa, tak pernah bersama mereka. Sasuke bahkan tidak tahu asal-usulnya. Dan sekarang, ia ditinggal pergi kekek-neneknya. Bukankah dunia ini memang kejam?

"Aku.. aku-sebatang kara.." gumam Sasuke, lalu mendongak, mengangkat wajah. "..aku ingin mati saja, menyusul kakek-nenek. Dan.. dan-siapa tahu aku juga akan bertemu papa mama-haha." ia tertawa miris diantara tangis derasnya. Wajah putihnya sembab, memerah pucat.

Punggung tangan kecilnya menggosok lelehan air mata dengan kasar. Lau iapun bergerak, hendak turun dari ranjang.

Manik biru masih setia mengawasi setiap gerakannya. "Mau kemana kau." suaranya datar, tapi ada pertanyaan terlontar.

Sepasang kaki mungil menapak pada lantai marmer putih yang dingin. Tersadar bahwa dirinya tidak sendiri, Sasuke pun memalingkan wajah menghadap langsung pemuda alpha itu. "Terimakasih banyak, nii-sama." Ia membungkuk dalam selama tiga detik. "Karena sudah menyelamatkanku dari kebakaran itu." Ujarnya, disertai senyum yang dianggapnya sangat manis-namun terlihat miris oleh manik jernih di pemuda alpha.

Sasuke pun melangkahkan kakinya, hendak pergi memalui pintu besar bercatkan putih itu. Sasuke bisa mendengar suara geraman dibelakang punggungnya-

"Aku tanya sekali lagi; mau fikir kau mau kemana, heh, Sasuke." baritone itu tak lagi datar, melainkan geram penuh penekanan.

Langkah kaki mungil Sasuke terhenti. "A-aku mau pergi, bunuh diri. Terjun dari gedung tinggi.. lalu mati." Ia mendesah berat sebelum menambahkan. "Tidak ada artinya aku hidup."

Pemuda dibelakang berdecih, "Kau, sungguh bocah tidak tahu sopan-santun." hardiknya. "Jika tahu begitu, aku tak perlu repot-repot membawamu-"

"-dan aku juga tidak minta ditolong olehmu." potong Sasuke, tak lagi peduli dengan atmosfer berat yang diakibatkan pemuda alpha itu. Biar saja pemuda itu membantainya sekalian. Toh dengan begitu, Sasuke tak perlu cari cara untuk mati cepat.

"Oh-apa ini." ujar sang pemuda dengan gamang. "Kau ingin dibantai olehku?" baritone datar itu terdengar sangat senang, entah itu nyata atau hanya imajinasi Sasuke belaka. Tapi dilain itu semua, kenapa dia bisa membaca fikiranku? Bingung Sasuke dalam hati. Tapi Sasuke tidak menyuarakannya.

Sasuke berbalik, menghadapkan tubuhnya pada sang pemuda alpha, hingga mereka saling berhadapan dengan jarak beberapa langkah. "Ya, bantai aku, nii-sama. Buat aku pergi dari dunia ini." kata Sasuke mantap, menyerahkan hidup dan matinya pada sang pemuda alpha.

Ada seulas serigai yang terpatri di bibir merah sang pemuda alpha. "Naa, Sasuke.. kemarilah. Kubantai kau dengan cara yang paling nikmat." katanya, seduktif. Yang tentu saja tidak disadari oleh bocah omega berusia dua belas tahun itu.

Sasuke menurut, dan ia pun berjalan mendekat ke arah sang pemuda alpha.

Hal yang membuat serigai di bibir merah pemuda alpha semakin lebar.

Langkah Sasuke terhenti, berjarak satu meter jauhnya dari pemuda alpha. Tangan kekar menelusup diketiaknya, lalu mengangkat tinggi tubuh kecilnya. Terkejut karena merasa sedikit takut-Sasuke benci ketinggian, ia pun mencengkram bahu lebar sang alpha. Sasuke punya pemikiran jika pemuda itu pasti akan membanting tubuhnya dengan kasar pada lantai marmer dibawahnya.

Hal itulah membuat Sasuke melingkarkan kedua kakinya pada pinggang sang pemuda. Berfikir jika ia melakukan hal itu, sang pemuda tidak akan bisa membanting tubuhnya ke lantai.

Sejujurnya, dalam hati kecil Sasuke yang paling dalam, muncul rasa takut akan kematian, yang mungkin saja akan menghampirinya tak lama lagi.

Tapi, itu berbeda jauh dengan tatapan matanya yang terarah pada manik biru jernih sang pemuda alpha. Manik cantiknya menatap manik biru milik pemuda alpha dengan penuh berani, serta ambisi-entah apa.

Tangan yang melingkar di punggung sempitnya mengerat, dan menarik tubuhnya semakin dekat. Tubuh bagian depan Sasuke menempel pada dada bidang milik pemuda alpha, begitu dekat hingga tak lagi ada jarak diantara keduanya.

Sang pemuda alpha memutuskan kontak mata, memandang pada leher jenjang sewarna salju milik Sasuke. Mata birunya berkilat.

Seraya menunduk, celah bibir terbuka lebar, serta gigi taring yang memanjang.

Sasuke tidak dapat melihat perubahan sang pemuda alpha. Ia pun memiringkan kepalanya, hal refleks yang selalu dilakukannya ketika merasa bingung. "Nii-sama..?"

Dibalik leher itu, sebuah serigai puas terpatri di bibir merah sang pemuda. Celah bibirnya terbuka semakin lebar, bersiap untuk menghujamkan taringnya.

"AKHH!" jerit Sasuke, kesakitan, dengan mulut terbuka lebar. Tubuhnya bergetar, dan pandangannya mulai memburam oleh selaput bening air matanya.

Tidak kuat menahan rasa sakit yang mengoyak kulit perpotongan leher dan bahunya, Sasuke tidak sadar jika gigi taringnya memanjang.

Sasuke bahkan tidak sadar jika ia membanting kepalanya kebawah, dan gigi taringnya dengan sukses menancap pada perpotongan bahu sang pemuda alpha. Terlalu keras, membuat gigi taring Sasuke menancap begitu dalam hingga darah segar muncat mengenai wajahnya.

Yang Sasuke tahu setelah itu, sang pemuda alpha memang benar-benar membantai dirinya. Tapi, tidak dalam artian yang sebenarnya, yang dibantai dengan kekerasan maupun benda tajam. Sasuke, dia dibantai oleh sang pemuda alpha menggunakan sesuatu yang tidak pernah Sasuke bayangkan, yaitu—

—benda besar yang membuat Sasuke merasa tubuhnya terbelah menjadi dua.

.

.


.

.

Haii~~

Fic baru dari saya!

Buat yang belum paham, pemuda alpha yang menandai Sasuke, sekaligus menyelamatkannya dari kebakaran adalah Uzumaki Naruto. Saya sudah menjelaskan ciri-cirinya secara rinci diatas, kan?

Maaf jika gaje, dan banyak Typo(s).

Sebenarnya ngak yakin mau update fic ini atau tidak. Tapi karena sudah terlanjur saya buat, ya.. Update aja lah.

Gimana pendapat kalian, pantaskah fic ini dilanjutkan?

Next or delete?

Review, pleasee...