Kyaaaaaaaa*teriak depan toak

Minnaaaa apa kabar? Iya saya tau saya menghilang selama satu tahun ( dari 2015 ampe 2016 XD) jadi, maafkan daku ( korban taka da jaringan selama liburan hohohoho)

Sebenarnya Amaya ragu-ragu mau ngelanjutin.. abisnya nothing idea XD

Jadi, inilah hasilnya. Apapun itu, Amaya harap bisa memuaskan para readers sekalian… maaf untuk yang berharap lain (?) hehehe…

Hunter x hunter punya togashi sensei. Jadi, jangan harap ff ini ga horror xD

Chapter 14

Angel x and x Demon

" Lama tak bertemu, Kuroro." Kurapika mengulurkan tangannya. Seketika gemerincing rantainya terdengar pelan. Kuroro yang saat itu tengah duduk di atas sebuah batu, menutup buku ditangannya. Kemudian ia bangkit dan melompat turun. Kini ia sudah berdiri dihadapan sosok Kurapika.

" Jadi… kupikir, kau mau melawanku dengan serius?"

" Aku selalu serius jika kau lawanku. Jadi apa yang membuatmu berfikir aku tidak serius?" Tanya Kurapika. Tangannya tetap terulur waspada. Kuroro mengangkat bahunya.

" Aku hanya tau jika kau mengeluarkan rantaimu, itu berarti kau serius. Tapi jika hanya pedang kayu, itu berarti lawanmu tidak benar-benar kuat." Jawab Kuroro. Kurapika mengernyitkan matanya mendengar penjelasan Kuroro yang secara tidak langsung mengatakan bahwa ' Kurapika mengakui bahwa Kuroro Lucifer adalah lawan yang tangguh.' Kurapika merasa mual memikirkannya. Kemudian ia tersenyum.

" Wah, tak kusangka seorang pemimpin Ryodan mau menyelidiki sejauh itu. Aku tersanjung kau dan anak buahmu rela membuang waktu demi informasi sepele macam itu." Jawabnya. Kuroro tersenyum SANGAT TIPIS. Kemudian ia memasukkan buku ditangannya kedalam kantong jubahnya. Kuroro menatap Kurapika sesaat. Matanya meneliti sosok Kurapika. Keningnya sedikit berkerut. Menandakan bahwa ia tengah berfikir.

" Aku tak tau apa yang kau fikirkan, tapi kufikir kita harus segera mengakhiri permainan ini." Kuroro mengangkat alisnya kemudian ia menghela nafas.

" Jadi, setelah pertarungan kemarin, kau masih berniat melawanku?" Tanya Kuroro. Kurapika mendecak kesal.

" Aku sudah mengatakan bahwa aku serius. Jadi kenapa aku harus tidak berniat melawanmu?"

" Bahkan setelah aku mengalahkanmu kemarin?" Kurapika mengangkat alisnya.

" Maaf? Kukira, aku berhasil mendapatkan mata merah darimu. Jadi, bagaimana bisa aku kalah darimu?"

" Tapi kudengar kau harus 'tertidur' selama seminggu karena itu." Kurapika menggertakkan giginya. Berusaha menahan emosinya. Tidak ada gunanya meledakkan emosi didepan sosok Kuroro. Karena itu justru akan membuatnya bahagia. Dan Kurapika TIDAK MAU hal itu terjadi. Membuat lawan yang sangat dibencinya merasa bahagia? Tidak sampai nyawanya tercabut!

" Ho… jadi kau sudah memata-mataiku? Setidaknya, kau pingsan lebih dulu." Jawab Kurapika. Kuroro menggerakkan jari telunjuknya kekanan dan kekiri.

" Ralat. Setelah kau 'yang sangat berniat' membunuhku membuatku hmm.. sedikit lelah, aku berteleportasi lebih dulu. Jadi kau tidak tau bagaimana keadaanku saat itu." Jawab Kuroro sambil mengulurkan tangannya. Kemudian sebuah buku secara tiba-tiba sudah terbuka ditangannya.

" Bandit secret!" Kurapika menyipitkan matanya. Tubuhnya segera memasang alarm waspada. Kurapika jelas tau untuk apa buku itu. Setelah pertarungannya tempo hari, Kurapika bersumpah untuk tidak tertangkap oleh ketua Ryodan tersebut. Ia jelas tidak rela jika kekuatannya dicuri dan digunakan – kemungkinan besar dalam pertempuran ini- untuk menghabisi teman-temannya. Kemudian ia melihat tangan kanan Kuroro memegang sesuatu selagi tangan kirinya memegang bukunya.

" Sabit?Aku tidak pernah melihat ia menggunakan itu sebelumnya." Kurapika mengepalkan tangannya. Bagaimanapun, bertarung dengan pemimpin Ryodan yang menggunakan kemampuan yang belum diketahui fungsinya, benar-benar hal yang sangat beresiko.

" Kulihat kau sepertinya.. takut?" Ejek Kuroro.

" Huh, bermimpi saja!" Kurapika seketika menghilang dari hadapan Kuroro.

" Kecepatannya bertambah dibanding saat itu." Kuroro berputar dan menemukan Kurapika sudah melayangkan kakinya kearah punggungnya. Dengan sigap, ia menangkis serangan Kurapika. Kurapika menarik kakinya dan melempar dowsing chainnya. Kuroro melompat menghindari serangan Kurapika. Kemudian ia mengayunkan sabitnya. Kurapika mencoba melawan dengan dowsing chainnya. Sabit Kuroro terlihat seperti sabit milik shinigami yang banyak terlihat digambar-gambar sosok shinigami di mitologi kuno. Sejujurnya menurut Kurapika, sosok Kuroro yang berpakaian serba hitam dengan sabit sebesar itu memang sudah terlihat seperti shinigami. Kurapika mendengus kesal saat dowsing chainnya tak bisa menangkap sabit milik Kuroro. Kuroro tersenyum mengejek. Kemudian dengan satu ayunan, sabit Kuroro meluncur tepat diatas Kurapika.

" Gawat!" Kurapika mencoba melompat mundur. Ujung sabit itu berhasil merobek lengan baju Kurapika. Kurapika menapakkan kakinya di tanah. Kuroro tersenyum angkuh kearahnya.

" Boleh juga. Kau tau? Sebenarnya aku sedang mempertimbangkan apakah kau mau bergabung dengan Ryodan. Tentu saja kau akan menjadi orang nomor dua di Ryodan jika kau bersedia. Bagaimana?" Tawar Kuroro. Kurapika memicingkan matanya dan tersenyum mengejek.

" Bahkan mati lebih baik dibanding bergabung dengan kalian." Jawab Kurapika.

" Wah, sayang sekali. Padahal itu tawaran yang sangat langka." Kuroro mulai mengayunkan sabitnya. Kurapika tersentak dengan serangan tiba-tiba dari Kuroro. Ia mengayunkan dowsing chainnya. Dan.

"SREET"

"BUAGH"

Kedua sosok itu terseret. Kuroro memegang perutnya yang baru saja terkena dowsing chain milik Kurapika. Ia menopang tubuhnya dengan siku dan segera terduduk. Dilihatnya sosok Kurapika yang juga tengah berlutut sambil memegang dadanya. Sebuah garis panjang terlihat melintang dari bahu kanannya sampai pinggang kirinya. Darah merembes di baju putihnya. Kuroro tersenyum puas. Sabitnya berhasil mengenai Kurapika. Ia menopang tubuhnya dan hendak berdiri ketika..

" Uhuk.. uhukk.." Kuroro terbatuk. Darah terlihat dibibir dan tangannya. Kemudian ia mengangkat wajahnya dan matanya bertemu dangan mata Kurapika. Kurapika terlihat menahan sakit ditubuhnya, namun bibirnya tersenyum.

" Hmm.. kau memang tidak bisa diremehkan, Kuruta!" Kuroro bangkit dan mencoba menjaga keseimbangannya. Bagaimanapun, Dowsing chain Kurapika sudah melukai organ dalamnya. Sedang Kurapika dengan sedikit terengah ia berhasil bangkit. Kemudian tangan kanannya terulur. Dan holy chain dengan denting halusnya mulai melilit tubuh Kurapika. Seketika cahaya hijau menyelimuti tubuh Kurapika. Kuroro dapat melihat luka akibat sabitannya perlahan berhenti mengeluarkan darah.

" Wah..wah.. aku berharap bisa memiliki kemampuan itu. Kurasa, aku harus mencurinya darimu." Ujar Kuroro. Kurapika diam tak menjawab. Ia sedikit merasa heran saat luka ditubuhnya tidak menutup. Meskipun ia berhasil menghentikan darah yang mengalir, biasanya holy chain akan menyembuhkan tanpa bekas sekalipun. Kemudian Kurapika menatap Kuroro.

" Dia memang tidak bisa diremehkan." Pikir Kurapika. Kuroro yang ditatap seperti itu tersenyum sinis.

" Jadi, kenapa kau melihatku seperti itu? Apa kau mulai tertarik dengan tawaranku? Atau.. jangan-jangan kau tertarik padaku?" Kalimat terakhir Kuroro sangat berhasil membuat Kurapika membelalakkan matanya. Tanpa pikir panjang ia kembali menyerang Kuroro.

" Aku laki-laki!" Teriak Kurapika. Kuroro tersenyum..

" Kena kau." Kuroro yang melihat Kurapika melompat kearahnya dengan cepat mengeluarkan bukunya dan sabitnya. Kurapika tampak tak mengacuhkan hal itu. Kuroro mengayunkan tangannya. Sedang Kurapika mengeluarkan chain jailnya. Kuroro yang juga tak menyangka bahwa Kurapika akan segera menggunakan chain jailnya, berkelit dan mundur hal itu menyebabkan sabitnya – yang awalnya sudah dipastikan akan menggores perut Kurapika- hanya menggores lengan Kurapika. Kuroro bisa melihat luka akibat sayatannya di lengan kecil Kurapika.

" Dua sayatan. Satu lagi, dan ini akan berakhir." Kuroro tersenyum 'penuh arti'.

" Apa yang kau pikirkan?" Kurapika membentak sembari tangannya terus memainkan rantainya dengan lihai. Kuroro berkelit dan menghindari serangan Kurapika dengan tenang. Sejujurnya ia merasa sangat antusias. Sudah cukup lama ia tak bermain semenyenangkan ini. Dan jika ia berhasil mengalahkan Kurapika, ia akan memiliki koleksi yang bagus. Setidaknya, Kuroro akan mencoba menggoreskan sabitnya sekali lagi. Setelah itu, Kurapika akan menjadi miliknya. Disisi lain, Kurapika merasakannya. Ia merasa bahwa sayatan dari sabit Kuroro bukan sayatan biasa. Pasti ada resiko yang harus ditanggung jika terkena sayatan itu. Kurapika juga merasakannya. Setelah dua sayatan yang ia terima, Kurapika bisa merasakan perbedaan dalam tubuhnya. Meskipun ia sendiri tidak tau apa itu. Ia hanya merasa.. aneh.

" Laba-laba sialan ini pasti sudah merencanakan sesuatu!" Rutuk Kurapika dalam hati. Kuroro menghentakkan kakinya dan melompat cepat. Kurapika menoleh kebelakang dan melihat kaki Kuroro yang sudah melayang kearahnya.

" Ugh.." Kurapika tersungkur berkat tendangan Kuroro. Dengan sigap, Kuroro menghampiri Kurapika dan menekuk tangan Kurapika kebelakang.

" Kisama!" Maki Kurapika. Kuroro tersenyum penuh kemenangan.

" Nah, sekarang kau tidak akan memberontak lagi. Jadi.." Kuroro mengarahkan sabitnya keleher Kurapika.

" Apa yang sebenarnya kau rencanakan?" Ucap Kurapika cepat. Kuroro mengangkat alisnya.

" Kurasa kau tidak ingin tahu kemungkinan terburuk yang akan menimpamu sebentar lagi?" Kuroro balik bertanya. Kurapika memejamkan matanya dan tersenyum sinis.

" Kemungkinan terburuk dimatamu jelas bukan apa yang kubayangkan." Jawabnya.

" Cerdas. Tentu saja. Apa yang kau harapkan, hm? Mati? Ah, sayangnya menurutku mati memang bukan kemungkinan terburuk." Ujar Kuroro santai. Kalau saja Kurapika bisa melihat wajah Kuroro, mungkin ia sudah membelalakkan matanya dan memberi Kuroro tatapan special berlabel ' dasar kau laba-laba hina'. Kuroro bisa merasakan kemarahan Kurapika. Namun ia memang menunggu moment ini.

" Tenang saja, aku tidak akan membunuhmu. Tidak setelah kami memburumu selama ini. Kurasa, aku akan menjadikanmu koleksiku." Kuroro menjawab tatapan Kurapika. Kurapika tersenyum sinis.

" Kau tetap menginginkan mata ku setelah semua mata yang kau ambil?" Tanya Kurapika. Kuroro memegang dagu Kurapika dan menolehkannya. Kini Kuroro bisa melihat mata scarlet Kurapika.

" Tentu saja. Apa kau tau alasannya?"

" Kurasa seorang psikopat tak butuh alasan untuk mencongkel mata seseorang." Balas Kurapika tajam. Kuroro mengangkat alisnya.

" Kurasa kau benar-benar Kuruta yang bodoh." Gumam Kuroro.

" Nani?"

" Kau bahkan tak tau apa rahasia scarlet eyes milikmu ini." Kuroro tersenyum mengejek. Kemudian tanpa menunggu respon Kurapika, ia melanjutkan penjelasannya. Kurapika hanya bisa tercengang mendengarnya. Bagaimana mungkin ia tidak tau?

" Jadi, kau baru tau jika scarlet eyes milikmu lebih berharga dari ratusan scarlet eyes yang sudah kuambil dari sukumu?" Kurapika tertegun. Ia satu-satunya yang bertahan hidup. Tentu saja ia tidak pernah tau. Meskipun seluruh orang disukunya tau tentang hal inipun, tidak akan ada yang ambil peduli dengan fakta itu bukan? Karena suku Kuruta adalah suku yang sangat menghormati orang lain. Tidak ada satupun dari suku Kuruta yang mati karena saling membunuh antar suku. Ditengah kebingungannya, Kuroro mendekatkan kepalanya dan berbisik ditelinga Kurapika.

" Harusnya kau berterimakasih pada kami. Berkat kami, kau memiliki scarlet eyes sekuat ini bukan?" Kurapika membelalakkan matanya. Kuroro menikmati pandangan yang diberikan Kurapika.

"Warna scarlet yang indah. Benar kata buku itu." Kuroro masih sibuk mengaguminya saat Bibir Kurapika tertarik membentuk sebuah senyuman. Kuroro mengangkat alisnya dan tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang keras membentur kepalanya dari samping. Kuroro terseret beberapa meter kebelakang.

"Saisho wa guu! Jan.. ken.. Guu!" kali ini Kuroro berhasil menangkis serangan Gon. Namun Kuroro bisa measakan tulang tangannya patah karena serangan Gon. Kuroro melompat mencoba menghindar. Namun ia lagi-lagi dibuat terkejut dengan sosok Killua yang entah sejak kapan sudah berdiri dibelakangnya. Killua menyeringai. Kemudian dengan Kanmurunya, ia melayangkan beberapa pukulan. Kuroro sudah akan melakukan teleportasi saat ia merasakan tubuhnya tak bisa bergerak. Suara gemerincing yang sangat dikenalnya terdengar dari tubuhnya. Ia tesenyum tipis dan menunduk. Dugaannya benar. Chain jail. Kuroro melirik Kurapika yang tengah mengulurkan tangannya kearah Kuroro. Diatas tangannya, judgement chain menari-nari menunggu titahnya.

" Satu hal yang kau lupakan." Kurapika membuka mulutnya. " Kali ini aku tidak bertarung sendirian." Lanjutnya. Gon, Killua dan Leorio tersenyum.

" Hmm.. jadi, kau sudah mengalahkan anak buahku? Kalian berkembang sangat pesat." Ujar Kuroro. Gon menggeleng.

" Mereka juga. Kami kewalahan menghadapi mereka." Jawab Gon. Killua hanya bisa menatap Gon dengan tatapan ' Kau terlalu polos, Gon.'

" Jadi, apa kau mau membunuhku sekarang?" Tanya Kuroro. Kurapika menyipitkan matanya. Pertanyaan Kuroro barusan seakan mengatakan bahwa Kurapika tidak akan sanggup membunuhnya.

" Tentu saja." Jawab Kurapika. Tidak ada keraguan di suaranya. Namun sungguh hal itu sangat berbeda dengan apa yang Kurapika rasakan. Kalau saja disana ada Senritsu, pasti ia akan tau bahwa Kurapika tidak benar-benar yakin dengan jawabannya. Tunggu. Senritsu? Kurapika tidak melihatnya. Begitu juga dengan Hisoka dan yang lainnya. Ah, itu bisa ditanyakan nanti bukan? Kurapika yakin. Sangat yakin Senritsu masih hidup. Dibelakangnya, Gon menatap Kurapika penuh arti. Bagaimanapun ia tidak suka melihat Kurapika yang seperti ini.

" Kalau begitu, tunggu apa lagi?" Tantang Kuroro. Kurapika menggertakkan giginya. Tangannya mengepal erat. Tanpa ia sadari, tangannya bergetar pelan. Killua yang menyadari hal itu menepuk bahu Kurapika pelan dan perlahan menghampiri Kuroro. Tangannya mulai memanipulasi kukunya dan mengarahkannya ke dada kiri Kuroro.

" Kurapika, biar aku saja yang melakukannya." Tawar Killua. Kurapika tersentak.

" Tidak. Biarkan aku yang membunuhnya, Killua. Aku.. hidup untuk ini." Jawab Kurapika pelan.

" Kurapika.." Gumam Gon. Killua terdiam kemudian menoleh.

" Kau salah. Kau tidak hidup untuk membunuh. Karena itu kau tidak sanggup. Jangan memaksakan dirimu." Ujar Killua. Kemudian ia menarik tangannya dan mengayunkannya. Kurapika terbelalak melihat tindakan Killua yang tidak mengindahkan permintaannya. Tinggal sejengkal kukunya dengan dada Kuroro dan..

" HENTIKAN!" Kurapika berteriak. Killua menghentikan gerakan tangannya dan menoleh kaget. Begitu juga dengan Gon dan Leorio. Kurapika menatap Kuroro dan kemudian ia terjatuh. Tubuhnya bergetar. Ia memegang pelipisnya dan tersenyum getir. Gon, Killua dan Leorio berlari kearahnya.

" Kurapika! Daijobu ka?" Teriak Leorio. Killua hanya menautkan alisnya. Tak mengerti kenapa Kurapika menghentikannya. Apa Kurapika seyakin itu bisa membunuh Kuroro? Killua melakukan itu karena ia tau, Kurapika tidak akan bisa membunuh Kuroro.

" Yappari… " Gumam Kurapika.

" Sudah kubilang kan, kau tidak akan bisa membunuhku." Ujar Kuroro santai. Killua menoleh kearahnya dengan geram. Kurapika mengangkat wajahnya.

" Kenapa?" tanya Kurapika pelan.

" Karena.. sesuai dugaanku.." Kuroro menghentikan ucapannya. " Kau itu tenshi." Jawab Kuroro. Kurapika masih menatap Kuroro tak mengerti.

" Aku.. adalah Lucifer. Dan kau adalah Tenshi. Malaikat." Jelas Kuroro. Kurapika mengernyitkan matanya.

" Aku masih tidak mengerti." Kurapika menuntut. Kuroro menatapnya datar.

" Kami, para Lucifer… Hhh… setiap keturunan Lucifer, akan memilik satu orang lawan yang akan sangat sulit dikalahkan. Dan ia juga tidak akan bisa mengalahkan kami. Dan lawan itu disebut Tenshi, malaikat." Jelas Kuroro.

" Malaikat dan iblis." Jelas Killua. Kuroro mengangguk.

" Lalu, bagaimana kau bisa tau Kurapika yang akan menjadi Tenshimu?"

" Mudah saja. Ia tidak bisa membunuh. Dan selama hidupku, ia yang sulit kutaklukkan." Jawab Kuroro. Kurapika tertegun dengan penjelasan Kuroro. Kemudian ia menatap Kuroro heran.

" Tapi aku bisa membunuh. Aku membunuh Uvo dan Paku."

" Ya. Kau memang membunuh mereka. Tapi kau tetap merasa bersalah karena itu bukan? Karena tenshi, tidak bisa membunuh." Kurapika terdiam.

" Jadi, apa setiap Lucifer pasti akan sangat berusaha membunuh Tenshi disetiap generasinya?" Tanya Killua. Kuroro terdiam sejenak.

" Tidak." Jawab Kuroro.

" Eh?"

" Tidak. Bukan karena tidak mampu seperti Tenshi. Tapi lebih karena seringkali kami tidak menginginkan kematian untuk mereka." Jawab Kuroro.

" Tapi kau jelas ingin membunuhku!" Protes Kurapika.

" Apa aku pernah bilang begitu?" Tanya Kuroro. Kurapika menatapnya sengit.

" Kalau begitu apa sebenarnya yang kau rencanakan?" Tanya Kurapika. Kuroro menatapnya dalam diam. Kemudian matanya terarah ke tangan Kurapika.

" Jari telunjukmu." Ujarnya. Kurapika mengikuti arah pandangnya. Dan kembali menatap Kuroro tak mengerti.

" Keluarkan rantai di jari telunjukmu." Perintah Kuroro. Kurapika masih menatapnya heran.

" Tapi.. aku.."

" Kau belum punya rantai berkekuatan khusus di jari telunjukmu? Kau punya! Keluarkan saja." Kurapika mengernyit heran. Kemudian ia mencoba mengeluarkan rantai dari jari telunjuknya. Suara gemerincing rantai yang tertarik keluar mulai terdengar. Kemudian seuntai rantai pendek nampak menggantung dari jari telunjuk Kurapika. Rantai itu berpendant tidak seperti jari-jari lainnya. Pendant itu berbentuk segiempat.. bukan, buku. Kurapika mengangkat alisnya heran dan mengalihkan pandangannya. Ia menatap manik hitam Kuroro dengan pandangan heran.

" Kenapa tak kau coba saja?" Ucap Kuroro. Kurapika kembali menatap rantai dijari telunjuknya. Kemudian ia memejamkan matanya. Menarik nafas dalam dan mengeluarkan rennya. Rantai di jari telunjuk Kurapika mulai bergerak. Kemudian rantai itu bergerak kearah telapak tangan Kurapika. Dan Kurapika mulai bisa melihat apa yang terjadi. Kurapika membelalakkan matanya.

" I..ini.." Kurapika dengan cepat menatap Kuroro dengan pandangan menuntut.

" Copy. Setiap Lucifer yang kalah dari Tenshi harus menerima resiko dari perjanjian abadi leluhur Lucifer. Untuk membiarkan Tenshi memiliki kekuatan yang sama dengan kami. Sebagai hadiah untuk Tenshi, dan hukuman untuk kami." Jawab Kuroro.

" Kalau memang begitu, kenapa dulu saat aku menangkapmu dan menanam Judgement chain di jantungmu, ini tidak terjadi?" Tanya Kurapika.

" Karena saat itu aku belum kalah." Jawab Kuroro ia bisa melihat ekspresi bingung diwajah Kurapika. Ia menghela nafas dan menatap mata kucing Kurapika.

" Kalah bagi Lucifer bukan karena ia kalah bertanding dalam hal fisik- tentu saja ini berlaku untuk urusan kami dengan tenshi.-. dalam hal ini, kami akan dikatakan kalah saat.. kami tak ingin membunuh Tenshi sama sekali. Leluhurku juga mengalami hal yang sama. Ia kalah." Jelas Kuroro.

" Kalah? Kenapa?" tanya Gon. Kuroro menatap Gon sejenak.

" Dia.. mencintai Tenshinya." Jawabnya datar. Semua yang ada disana- kecuali Kuroro- tercengang. Kemudian Leorio dan Killua menatap Kuroro dan Kurapika bergantian. Kurapika yang mendengar kisah Kuroro membelalakkan matanya. Kuroro yang merasakan kekauan sesaat tersenyum mengejek.

" Tenang saja, aku memang tak berniat membunuhmu. Tapi aku juga tidak mencintaimu. Aku masih normal." Jawab Kuroro. Kurapika bisa merasakan pipinya memerah. Sedangkan Killua dan Leorio menghela nafas lega. Tak ada yang tau bahwa mereka baru saja memikirkan kemungkinan bahwa Kuroro sudah tertular virus freak Hisoka.

" Jadi, kalau kau tak membunuhku, apa yang kau rencanakan?" Kurapika mengulang pertanyaannya.

" Kau bisa menyimpulkan setelah kau membuka bandit secret itu." Kuroro memberi isyarat dengan dagunya. Kurapika membuka buku itu dan menemukan gambar sabit yang digunakan Kuroro. Ia membacanya dan terkesiap. Kemudian ia memberi Kuroro death glare.

" Kisama!" Bentak Kurapika. Gon, Killua dan Leorio menatap Kurapika heran. Kenapa pula sahabat mereka ini harus semarah itu?

" Heh… sesuatu yang special harus mendapat tempat special bukan? Dan satu-satunya tempat yang cocok adalah kepalamu sendiri." Jawab Kuroro.

" Kusso! Dasar laba-laba aneh! Apa maksudnya merencanakan hal konyol macam ini?" Kurapika mengumpat dalam hati. Hatinya semakin merasa jengkel saat mengingat tulisan di bandit secret 'milik' Kurapika

Grimmer reaper

Type: Gugenka.

Mengubah gender seseorang yang terkena tiga sabetan dari grimmer reaper.

Kurapika menggertakkan giginya. Siapapun yang memiliki kemampuan ini sudah pasti orang yang tidak waras! Kurapika melihat Kuroro mengangkat bahunya tak peduli.

" Kurasa, sosok wanita akan lebih menambah daya Tarik scarlet eyesmu." Ujar Kuroro. Ia sudah akan melempar tatapan mengejek saat melihat Kurapika mengeluarkan judgement chainnya.

" uh-oh.. dia marah. Benar-benar marah." Kuroro sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk untuknya. Bagaimanapun, ia menerima semua resiko dari kekalahannya. Dan mati bisa saja menjadi salah satu resikonya. Mengingat bagaimana tak beruntungnya dia bahwa tenshinya adalah seorang pemuda yang seluruh sukunya dibantai oleh dirinya. Sudah pasti ia sangat bernafsu agar Kuroro enyah bukan?

" Pertama." Kuroro menangkap suara lirih Kurapika. Jadi ia tidak akan dibunuh?

" Kau… tidak akan membunuhku, dan teman-temanku. Kau dan anak buahmu."

" Kedua, kau tidak akan membunuh orang yang tidak bersalah."

" Ketiga, kau tidak akan menemui nen exorcise untuk melepas judgement chain ini." Kurapika menatap Kuroro tajam.

" Hanya itu?" Tanya Kuroro. Kurapika mengangguk. Kuroro tersenyum kecil.

" Kau memang malaikat." Gumamnya.

" apa?" tanya Kurapika. Kuroro menggeleng.

" Pasangkan!" ujarnya. Kurapika menautkan alisnya kemudian dengan satu lambaian, Judgement chain milik Kurapika tertanam di jantung Kuroro. Kurapika menghembuskan nafas lelah. Kemudian ia melepas chain jailnya.

" Kurapika, daijobu?" Tanya Gon. Kurapika mengangguk lemah.

" Ah, sebelum aku pergi, apa kalian membunuh anak buahku saat bertarung tadi?' Tanya Kuroro. Gon menggeleng.

" Mereka tidak mati." Jawab Killua.

" Kecuali Bonolenov." Koreksi Leorio. Kuroro mengangkat alisnya.

" Tidak… dia tidak mati tapi entah apa dia bisa bertahan lebih lama." Ujar Leorio.

" Hisoka?" Tanya Kurapika.

" Eh?" Leorio balik bertanya tak mengerti.

" Apa itu pekerjaan Hisoka?" Kurapika menyampaikan maksudnya. Leorio menggeleng.

" Senritsu." Jawabnya. Kurapika melebarkan matanya.

" Senritsu?" Leorio mengangguk.

" Dan sebaiknya kau melihat keadaannya sekarang." Tambah Leorio. Kurapika mengepalkan tangannya. Firasatnya buruk.

" Dia… sama parahnya dengan Bonolenov."

666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666

Kurapika tertegun. Tangannya mengepal erat. Bibirnya berbisik lirih memanggil sosok yang terbaring dihadapannya. Matanya seketika berubah scarlet. Dibelakangnya, teman-temannya hanya berdiri terdiam.

" Ne, Killua.. tidak bisakah Alluka menyembuhkannya?" Tanya Gon pelan. Killua menghela nafas berat.

" Aku yakin ia mampu. Tapi mengingat lokasi kita sekarang dan lokasinya, aku khawatir Senritsu tak bisa bertahan selama itu untuk menunggu Alluka. Apalagi tidak ada alat bantu medis apapun." Jawab Killua. Gon mengernyitkan matanya dan kembali menatap sosok Senritsu yang sudah hampir tak bisa dikenali lagi. Tubuhnya seperti terbakar. Tiba-tiba Kurapika berdiri. Semua mata menatap punggung Kurapika dalam diam. Merasa sedikit tertarik dengan apa yang akan dilakukan Kurapika selanjutnya. Kurapika kemudian menoleh menampakkan sisi wajah sebelah kanannya. Semua disana bisa melihat dengan jelas mata Scarlet Kurapika yang berkilat-kilat berbahaya. Killua menyipitkan matanya. Jelas ia bisa menebak bahwa Kurapika akan melakukan hal bodoh. Meskipun Ia tak tau pasti apa yang akan dilakukannya.

" Kalian semua… bisakah kalian menunggu diluar ruangan ini?" Pinta Kurapika. Sesaat semua orang di ruang dimensi itu menatapnya ragu. Kemudian Wing berdehem pelan.

" Baiklah. Kami akan menunggu diluar." Jawabnya pelan. Bisuke menatap Wing tajam.

" Tapi, dengan satu syarat." Wing melangkah kearah Kurapika. Kurapika berbalik. Kini ia berhadapan dengan sosok Wing. Wing mengulurkan tangannya.

" Berikan tangan kirimu." Kurapika mengulurkan tangannya. Wing mengikatkan karet di jari kelingking Kurapika. Karet yang mirip dengan yang pernah diberikan kepada Gon.

" Itu hanya karet perjanjian. Kami akan meninggalkan kalian berdua. Dan kau, Kurapika, jika kau melakukan hal bodoh yang membahayakan hidupmu, Karet itu akan memberitahuku." Wing mengangkat telapak tangan kanannya. Di jari kelingkingnya tersemat karet yang serupa dengan milik Kurapika. Kurapika terdiam sesaat kemudian ia tersenyum kecil.

" Wakatta. Ah, Bisuke-san.. setelah sepuluh menit, bisakah kau kembali kesini? Hanya kau saja." Tanyanya pelan. Bisuke menatap Kurapika penasaran. Kemudian ia mengangguk kecil. Wing menghela nafas pelan dan berbalik. Memberi isyarat kepada seluruh penghuni bilik itu untuk menunggu di ruang dimensi lainnya. Mereka segera mengikuti Wing. Gon menoleh sejenak. Menatap khawatir pada sosok Kurapika. Kurapika hanya tersenyum menenangkan. Gon menatapnya bimbang. Killua menepuk pundak Gon.

" Kita hanya perlu percaya kali ini." Gumam Killua. Gon mengangguk pelan dan meninggalkan ruangan itu. Kurapika menatap pintu yang perlahan menutup itu. Setelah semua teman-temannya meninggalkan ruangan itu, Kurapika berbalik dan menatap tubuh Senritsu. Ia segera berlutut dan meraih tas Senritsu. Dicarinya barang yang dibutuhkannya saat ini. kemudian tangannya merasakan lembaran kertas yang terlipat dua. Ditariknya benda itu. Ditengahnya terdapat Flute yang biasa dibawa Senritsu.

" Baiklah, Setelah aku melakukan ini dan aku tidak selamat, jangan salahkan aku.. mengerti? Padahal.. padahal aku bermaksud memberitahumu cara memecahkan kutukan dark sonata ini setelah ini semua berakhir. Baka!" Kurapika tersenyum getir. Kurapika tak sengaja menemukannya saat ia menyelinap keperpustakan dibagian buku terlarang. Dalam artikel yang dibacanya, dikatakan bahwa yang bisa memecahkan kutukan itu hanya sebuah sheet music bernama heaven sonata. Sayangnya, sang pembuat sonata hanya meninggalkan kode. Bukan note yang bisa langsung dimainkan. Kurapika menyalin artikel itu dan menelitinya selama satu bulan. Kemudian ia menarik sebuah kesimpulan menarik. Kode itu bukanlah kode tentang bagaimana memainkan note yang akan menghasilkan heaven sonata. Tapi itu hanya sebuah pesan. Sedangkan heaven sonata sendiri bukanlah sheet music lain yang harus dicari keberadaannya. Melainkan sheet music yang sama denga dark sonata. Saat menyadari hal itu, Kurapika masih belum menemukan bagian mana dari sheet music itu yang harus dimainkan. Ia dan Senritsu bahkan sampai tak tidur selama tiga hari untuk mencari bagian yang merupakan heaven sonata. Namun suatu malam setelah ia berhasil mendapatkan scarlet eyesnya yang kesekian, ia menyadari sesuatu. Sebuah pemikiran yang belum mereka coba sebelumnya. Iapun segera berlari menuju tempat Senritsu. Namun ternyata, ia harus berhadapan dengan Kuroro malam itu. Pertemuan itu mengakibatkannya harus pingsan dan dirawat selama seminggu. Ditambah amnesia sesaat yang menimpanya. Sudah jelas ia melupakan masalah sonata itu. Dan tadi saat mereka sudah akan berangkat dalam misi ini, entah mengapa ingatan tentang heaven sonata bermain-main di kepalanya. Kurapika mendengus pelan. Ia melepas Rompi Kurutanya dan menyelimuti tubuh Senritsu. Diangkatnya flute miliki Senritsu kearah mulutnya. Kurapika membuka sheet music ditangan kirinya. Kemudian meletakkannya di lantai.

Semoga nada yang kumainkan benar.

Kurapika menarik tangan dan mulai meniup flutenya. Ya, Kurapika memainkan bagian heaven sonata yang sudah ditemukannya. Nada yang terdengar terdengar lembut. Sangat lembut. Kurapika memainkannya. Matanya terasa berat. Namun ia terus berusaha memainkannya. Sebenarnya Kurapika tidak tau apa resiko yang bisa didapat jika ia memainkan heaven sonata. Di artikel yang ia baca, penemu heaven sonata memainkan nada itu setelah sebelumnya menulis surat yang menyatakan bahwa dirinya memang berniat mengakhiri hidupnya. Kurapika tersenyum dalam permainannya. Ia merasa bahwa nasibnya sungguh mengenaskan. Ia sudah mengumpulkan beberapa mata sukunya, mendapat kesempatan untuk membunuh Kuroro, dan membuang kesempatan itu karena nasibnya yang kebetulan menjadi tenshi atau apalah itu, dan sekarang justru ia mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk membangunkan sahabatnya yang sedang terbaring tak sadar dihadapannya.

Sebaiknya kau bangun setelah ini, Senritsu.

Kurapika merasakan rasa hangat yang nyaman didadanya. Perlahan ia melihat puncak kepala Senritsu mulai bercahaya. Kurapika berusaha setengah mati menahan matanya yang kian memberat. Tidak. Ia tak boleh berhenti disini. Kurapika terus memainkannya. Cahaya di puncak kepala Senritsu mulai menyebar keseluruh tubuhnya. Kurapika melihat perubahan pada tubuh Senritsu. Dengan segera ia berbalik membelakangi tubuh Senritsu sambil tetap memainkan notenya.

Tiga..

Dua..

Satu..

Kurapika menjauhkan Flute dibibirnya. Pandangannya mulai mengabur. Ia bisa merasakan kilau cahaya dari tubuh Senritsu dibelakangnya. Kurapika tersenyum lemah sebelum akhirnya tubuhnya menyentuh lantai.

666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666

Killua kembali menoleh kearah Gon yang masih menundukkan kepalanya. Kemudian matanya mengarah kelantai. Entahlah, Killua sendiri tak tau apa yang sekarang dirasakannya. Pandangannya menyapu seisi ruangan. Semua orang tengah sibuk dengan dirinya masing-masing. Sedangkan disudut ruang, Hisoka dan Illumi tengah sibuk menata kartu-kartu milik Hisoka. Killua mendengus saat mengingat reaksi Illumi tentang Kalluto.

" Aniki! Kenapa aniki tidak memberitahuku jika Kalluto bergabung dengan Ryodan?" Killua meraih kerah Illumi. Illumi hanya menatap mata adiknya datar.

" Kill, kau terus lari dariku. Jadi bagaimana aku akan memberitahumu?" Illumi mengangkat tangannya hendak menyapu anak rambut Killua. Killua segera melepas pegangannya dan melompat mundur. Tidak. Ia tidak akan membiarkan Illumi menyentuhnya. Tidak setelah jarum konyol itu ditanamkan di kepalanya.

" Oyaji." Gumam Killua.

" Huh?" Illumi menatap Killua tak mengerti.

" Apa yang Oyaji katakan tentang ini?" Tanya Killua. Illumi meletakkan telunjuk didagunya.

" Hmm… Kurasa, Oyaji tidak tau." Jawab Illumi.

" Kenapa kau tak memberitahunya?" Killua menatap Illumi tajam. Illumi hanya mengangkat bahunya.

" Karena, aku baru tahu saat melihatnya dipunggungmu dank au berteriak bahwa ia adalah anggota Ryodan." Jawab Illumi. Killua mengedipkan matanya beberapa kali.

" Haaaaah? Jadi kau juga baru tahu? Dan, aniki, aku tidak berteriak tadi." Koreksi Killua. Jadi Kalluto merahasiakannya selama ini?

" Hmm~~ sebenarnya, aku tahu kalau Kalluto adalah anggota Ryodan. Dia adalah penggantiku." Jawab Hisoka. Killua dan Illumi menoleh. Hisoka hanya tersenyum aneh.

" Kau.. sejak kapan?" Tanya Killua. Hisoka mencoba mengingat.

" ah! Setelah kita mengalahkan Razor di greed island. Kau ingat? Kallutolah yang melacak si nen exorcise yang melepaskan rantai di jantung Kuroro." Jawab Hisoka.

" Dia.. apa?" Tanya Killua setengah berteriak. Illumi menatap adiknya dan berpaling kearah Hisoka masih dengan wajah datarnya.

" Jadi, kau tau tapi tak memberitahuku?" Tanya Illumi.

" Hm..hm.. kau tak bertanya." Hisoka memainkan telunjuknya.

" Jadi, apa tujuanmu menyembunyikan hal itu dariku?" Hisoka menatap Illumi sambil tersenyum.

" Karena menurutku, itu akan menjadi kartu yang bagus bukan? Karena kudengar kalian adalah kakak-kakak yang protektif. Jadi, aku melakukannya sesuai urutan rantai makanan. Memangsa yang lemah untuk mendpatkan yang.. hm?" Hisoka menghentikan ucapannya dan mendongak dengan senyumnya. Ia bisa melihat aura hitam disekujur tubuh Illumi dan Aura ungu gelap bercampur listrik di tubuh Killua. Mata keduanya terlihat menyeramkan. Seakan siap memangsa siapapun yang menghalangi mereka.

" Aku.. akan.. membunuhmu.. sekarang.. juga.." Ucap keduanya bersamaan. Sedangkan seluruh makhluk diruangan itu segera menoleh kearah mereka saat merasakan bloodlust Illumi dan Killua. Hisoka tersenyum manis

" Bercanda.. aku hanya bercanda.." Hisoka mengibaskan tangannya.

Killua menghela nafas. Kemudian matanya menangkap sosok Bisuke yang tengah memperhatikan jam ditangannya. Merasa diperhatikan, Bisuke beranjak dari duduknya dan segera duduk diantara Killua dan Wing.

" Berapa menit lagi?" Tanya Killua.

" lima menit." Jawab Bisuke dan menoleh kearah Wing. Mengerti arti tatapan Bisuke, Wing tersenyum dan mengangkat telapak kanannya.

" Tidak.. dia tidak melakukan hal bodoh. Atau setidaknya belum." Jawab Wing. Killua mengangguk.

" Ne, Wing-san. Kenapa kau memberikan karet gelang itu padanya? Bukankah itu sama dengan yang kau beri pada Gon waktu itu? Apa dia akan bertindak berbahaya hanya dengan menggunakan ren?" tanya Killua.

" Mm.." Wing menggeleng " Ini gelang yang berbeda. Ini karet yang mendeteksi denyut nadi, aliran darah dan pernafasan. Jadi jika ia melakukan hal yang membahayakan nyawanya, karet ditanganku dan ditangannya akan putus." Jelas Wing. Killua baru akan bertanya apa yang sekiranya dilakukan Kurapika saat telinganya dengan sangat samar menangkap alunan music dari arah ruangan Kurapika.

" Apa kalian mendengarnya?" Tanya Killua. Bisuke dan wing saling memandang.

" Mendengar apa?" Tanya Bisuke.

" Permainan music yang bagus. Tapi jelas tak baik didengar. Beberapa notenya kurasa mirip dengan dark sonata." Suara Illumi membuat semua kepala menoleh kearahnya. Gon mengangkat wajahnya saat mendengar kata Dark Sonata. Matanya menatap Horor kearah pintu. Gon sudah akan berdiri saat tangan Killua menahan tubuh Gon. Gon menoleh dan menatap Killua tak mengerti.

" Gon! Bersabarlah!" Ucap Killua.

" Demo.. Kurapika.."

" Hanya…. Percaya. Kita harus percaya padanya." Gumam Killua. Tepat setelah kalimat itu, Wing membelalakkan matanya.

" Karetnya… putus." Kalimat itu lirih saja. Namun cukup untuk ditangkap oleh telinga Killua dan Gon. Gon melepas cengkraman Killua dan berlari kearah pintu. Detik berikutnya, ia merasa tubuhnya melayang dan mendarat keras di lantai. Bisuke menghela nafas dan menatap Gon tajam.

" Killua benar, Gon. Dan ingat, hanya aku yang akan masuk. Tidak kau, dan tidak yang lainnya. Hanya aku.!" Bisuke memberikan ancamannya. Semua diruangan itu hanya mengangguk. Leorio berjalan mendekati Bisuke.

" Tapi.. jika hal buruk terjadi pada mereka, bisakah kau memberitahu kami segera?" Pinta Leorio. Bisuke tersenyum dan mengangguk. Kemudian ia membuka pintu didepannya dan segera menghilang dari ruangan itu.

666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666

Bisuke membelalakkan matanya melihat pemandangan dihadapannya. Kurapika tergeletak lemah dihadapannya. Namun matanya lebih tertarik pada sosok gadis yang tak pernah dilihatnya. Gadis itu seumur Kurapika. Wajahnya nampak tenang. Bibirnya tipis dan kemerahan. Rambut coklatnya tergerai lurus dan panjang. Bisuke menoleh dan menatap sosok lemah Kurapika dan tersenyum kecil.

Jadi, karena kau tau hal ini akan terjadi, kau memintaku datang. Iya kan? kau.. pemuda yang baik, Kurapika.

Bisuke segera mengurus segala keperluan 'Senritsu'. Hal itu mudah saja dengan kemampuan nen miliknya. Setelah memastikan Senritsu baik-baik saja, ia menghampiri sosok Kurapika dan memeriksa keadaannya. Sedetik kemudian, ia tertegun.

666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666

" Argh! Bisuke! Lama sekali." Gon berjalan mengitari ruangan. Tangan kanannya mengusap-usap bekas pukulan Bisuke.

" Justru karena itulah kita tak perlu khawatir bukan?" Suara Knov terdengar tenang. Gon menoleh.

" Itu tandanya didalam sana baik-baik saja." Imbuh Knuckle sambil mengipas-kipaskan tangannya.

" Knuckle-san benar Gon." Wing tersenyum menenangkan. Meski begitu ia tetap merasa was-was. Kalau memang tak terjadi apapun, kenapa karet ditangannya bisa terputus? Kemudian ruangan itu kembali lenggang. Dan semua kepala serentak menoleh saat mendengar suara pintu yang terbuka.

" Bisuke!" Seru Killua dan Gon lega. Namun wajah Bisuke hanya menatap keduanya datar. Mulutnya terbuka. Namun tak ada suara yang keluar. Gon dan Killua menatapnya heran.

" Bisuke?" Tanya Gon.

" Kurapika… denyut nadi… tak ada.." Ujarnya terbata. Leorio, Gon dan Killua melebarkan matanya. Sedetik kemudian mereka melesat melewati Bisuke. Killua segera menopang tubuh Kurapika. Menyandarkan kepalanya didadanya. Sedangkan Leorio langsung sibuk memeriksa keadaan Kurapika. Gon hanya terdiam menatap sosok Kurapika. Matanya nampak berkaca-kaca. Dikepalanya kembali terlintas mimpi yang pernah didapatnya. Mimpi dimana Kurapika harus berhenti bernafas. Rsa takut kembali menyergapnya. Matanya perlahan menggelap.

"GON!" Gon tersentak dan menatap Killua. Killua menatapnya tajam.

" Kurapika.. akan baik-baik saja.. karena itu.. kendalikan dirimu." Gumam Killua. Gon menggigit bibirnya. Ia tau, Killua pasti menyadari perubahannya. Dan Killua jelas-jelas takut Gon akan bertindak gegabah lagi. Gon mencoba mengendalikan dirinya dan mengangguk pelan. Leorio masih sibuk menempelkan telinganya didada Kurapika.

"Ada! Aku mendengarnya!" Sorak Leorio. Gon dan Killua tersenyum lebar.

" Tapi… sangat.. sangat.. tidak! Ini.. terlalu.. lemah! Kita harus cepat membawanya kerumah sakit!" Senyum keduanya langsung memudar.

666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666

Kurapika membuka matanya pelan. Ruangan apa ini? Perlahan warna putih yang menyelimuti ruangan itu memudar. Berganti dengan hutan yang sangat luas. Kurapika mengerjapkan matanya beberapa kali..

" Ini… rukuso?" Gumamnya pada diri sendiri. Kurapika tak punya ide kenapa ia bisa ada di desa tempat suku Kuruta tinggal. Tapi kakinya melangkah tanpa ia sadari. Kemudian matanya tertegun saat menangkap sosok yang sangat dikenalnya. Mulut Kurapika terbuka.

" Okaa-san?" Panggil Kurapika lirih. Wanita berambut pirang pendek itu menoleh dan tersenyum kearah Kurapika.

" Kurapika.. Ogenki desuka?" Ibunya meraih tangan Kurapika dan menariknya perlahan. Kali ini, suasana disekitar mereka berganti dengan sebuah danau yang indah. Ibu Kurapika mendudukkan dirinya di pinggiran danau. Kemudian menoleh kearah Kurapika.

" Kau tidak duduk?" Tanyanya. Kurapika mengerjapkan matanya kemudian ikut duduk disebelah ibunya. Selama beberapa saat mereka hanya terdiam. Menikmati angin lembut yang memainkan rambut pirang keduanya Kurapika melirik sosok ibunya.

" Ano.."

" Jadi, apa yang menyebabkanmu bisa ada ditempat ini? Tanya ibunya. Kurapika mengerjapkan matanya bingung.

" Maksud ibu?" Ibunya tersenyum dan mengusap rambut Kurapika lembut.

" Kau tau? Aku ini ibumu. Jadi mana mungkin aku meninggalkan anakku yang ceroboh, pemarah tanpa pelindung apapun? Tapi ternyata kau masih saja membahayakan dirimu sendiri." Oceh ibunya. Kurapika tertegun kemudian tersenyum geli.

" Jadi, dimana kita sekarang?" Tanya Kurapika. Ibunya menoleh.

" Kita? Ada dialam mimpimu mungkin? Hahaha… siapa yang tau? Yang jelas, aku bersama anakku." Jawab Ibunya.

" Jadi, aku sudah mati ?" Tanya Kurapika lagi. Ibunya menggeleng.

" Tidak.. atau setidaknya belum. Kau masih.. err… apa istilahnya ya? Menjemput ajalmu, mungkin?" Ibunya mulai mengoceh kebingungan. Kurapika tertawa melihat tingkah ibunya.

" Kau banyak tertawa ya? Padahal kau sedang sekarat!" Kurapika masih tertawa. Kemudian ia menyudahi tawanya dan menggantinya dengan senyum.

" Mungkin karena aku melihat Kaa-san." Ujarnya. Ibu Kurapika tertegun mendengar jawaban anaknya. Diraihnya bahu Kurapika, dan memeluknya hangat. Kurapika tanpa pikir panjang langsung kembali memeluk ibunya.

" Gomen ne? Harus meninggalkanmu sendirian. Menghadapi hidupmu sendirian." Kurapika melepas pelukannya dan menggeleng pelan.

" Tidak.. ini bukan salah Kaa-san. Dan lagi, aku tidak sendirian. Aku menemukan beberapa orang konyol yang menjadikanku sahabat mereka. Aku yakin Kaa-san akan menyukai mereka." Jawab Kurapika sambil tertawa kecil mengingat ketiga sahabatnya.

" Yokatta. Setidaknya kau masih bisa tertawa dengan mereka. Tapi tentu saja aku menyukai mereka. Mereka anak yang baik. Terutama bocah berambut hitam itu. Dia sangat mengkhawatirkanmu. Kau tau?"

" Kaa-san tau mereka?" Kurapika mengangkat alisnya heran. Kurapika yakin ia belum menceritakan tentang teman-temannya sama sekali pada ibunya.

" Mm..mm… aku tau. Sejak awal pertemuanmu dengan mereka, aku tau semuanya, Kurapika." Ibunya tersenyum hangat. Kurapika hanya menautkan alisnya. Apa semua orang yang sudah mati bisa mengetahui apa yang sedang terjadi didunia? Ibu Kurapika tersenyum mendapati ekspresi Kurapika yang kebingungan.

" Kau salah jika kau berpendapat kami – semua orang yang sudah mati- bisa mengetahui hal yang sudah terjadi didunia. Sosokku saat ini hanya sosok nen yang kubuat. Salah satu kemampuanku adalah membuat nenku menjadi 'kenangan'. Dan akan tetap hidup meskipun aku mati. Selama ini aku bersembunyi disini." Ibunya menyentuh anting di telinga Kurapika.

" Mm.. aku mengambilnya saat aku kembali ke Rukuso setelah pembantaian itu." Jawab Kurapika. Ibunya mengangguk.

" Aku tau. Terimakasih karena telah mengubur kami dengan layak. Kau anak yang baik." Lagi-lagi sang ibu mengacak rambut anaknya. Beberapa saat mereka kembali terdiam.

" Ne, Kurapika.. apa kau tau kenapa kau bisa masuk kelam ini?" Tanya ibunya. Kurapika menggeleng.

" Karena aku saat ini sedang sekarat?" Tebak Kurapika.

" Hampir benar. Ah, tidak setengah benar. Tapi hampir sekaratpun tidak akan membuatmu bisa masuk kedalam pengaruh nenku. Karena aku membuat beberapa kondisi agar kau bisa memasuki dunia nen ini." Kurapika masih menatap ibunya tak mengerti kondisi? Kondisi apa lagi? Tapi jika dipikir-pikir, ini bukan pertama kalinya ia sekarat. Pernah saat ia tak sengaja terkena darah Jed yang mengharuskan ia mengadakan kontrak dengan On. ( Lihat: Hunter x hunter the last mission :D)

" Kondisi pertama, adalah saat kau sekarat. Kondisi kedua, disaat kau sekarat, harus ada orang yang mengharapkanmu selamat." Kurapika setengah mendengus setengah tertawa.

" Apa itu, Kaa-san? Kenapa yang kedua seperti itu?" Tanya Kurapika geli.

" Tentu saja itu penting! Aku hanya ingin kau hidup normal setelah peristiwa itu. Bisa saja kan kau tiba-tiba berubah pendiam dan enggan berhubungan dengan orang lain. Atau kau tiba-tiba jadi manusia penuh dendam dan tidak mementingkan hal lainnya selain balas dendam!" Tiba-tiba saja Ibu Kurapika berceloteh tentang kecemasannya dengan agak berlebihan.

Pendiam, penuh dendam itu benar.

" Hahaha.. tenanglah kaa-san! Aku tidak sedingin itu!" Jawab Kurapika.

" Tapi… benarkan? Selama ini kau hidup untuk balas dendam. Itu kan yang ada dipikiranmu setiap detik?" desak ibunya. Kurapika terdiam sejenak.

" Ah, tak usah khawatir. Aku…"

" Kurapika, dengarkan Kaa-san." Tiba-tiba ibunya memasang wajah seriusnya.

" Kaa-san tau, kau hidup penuh dendam selama ini. Tapi, apa kau tau bahwa kami sangat tak menginginkan hal itu? Kami tak butuh pembalasan dendam itu, Kurapika. Lagipula, kematian mereka tak akan membuat kami kembali hidup. Tak ada untungnya bagi kami. Bahkan mungkin kami tak tau jika mereka sudah mati." Ibu Kurapika memegang bahu anaknya. Kurapika hanya menunduk.

" Kalau kau memang ingin membuat kami meninggal dengan tenang, bukan balas dendam yang harus kau lakukan." Kurapika merasa tubuhnya ditarik. Kemudian ia bisa merasakan dekapan ibunya.

" Kau hanya perlu hidup bahagia, tanpa dendam. Menemukan banyak hal didunia yang tak pernah kami lihat, menikmati kehidupan bebasmu. Harusnya pak tua itu melihatmu saat ini. dia pasti akan sangat merasa terintimidasi jika melihatmu berhasil betah dengan dunia luar." Kurapika tertawa disela aliran airmatanya yang entah sejak kapan mengalir dipipinya.

" Ne, Kurapika… teman-temanmu sudah memanggilmu. Mereka berisik sekali. Jadi, sebelum aku pergi, kau mau kan berjanji satu hal padaku?" Tanya Ibu Kurapika. Kurapika mengangguk.

" Mau kah kau hidup bahagia mulai sekarang? Tidak memikirkan dendam dan rasa bencimu pada Ryodan?" Kurapika tersenyum. Kemudian ia mengangguk kecil. Baginya sangat melegakan mengetahui apa keinginan terakhir ibunya. Dan itu lebih dari cukup untuk dalam sekejap menghapus rasa bencinya pada Ryodan.

" Sou.. kalau begitu.." Ibu Kurapika memegang dada Kurapika dan memejamkan matanya. Kurapika merasakan sensasi aneh didadanya. Hangat dan menyenangkan. Seakan terlepas dari belenggu yang membebaninya selama ini.

" Nah, kau sudah terbebas dari rantai dijantungmu." Kurapika melebarkan matanya.

" Bagaimana…"

" Aku hanya menghapus rasa dendammu. Itu tugasku, Kurapika. Tenang saja, kekuatan chain jailmu tetap sama meskipun tak kau gunakan pada ryodan."

" Tapi…itu tidak mungkin.. karena chain jail.."

" Sekarang jadi mungkin.. karena nenku ini akan menjadi milikmu." Jawab Ibu Kurapika. Kurapika tertegun. Kemudian ia melihat pandangannya mulai mengabur.

" Nah, Kurapika.. pergilah. Ingat, kau harus menepati janjimu. Dan… Kaa-san mencintaimu, Kurapika." Tiba-tiba semua menjadi gelap. Samar-samar telinganya menangkap suara teman-temannya. Semakin lama teriakan itu semakin jelas. Tapi Kurapika tak tau dimana mereka.

"KURAPIKA!" Kurapika tersentak dan membuka matanya. Hal pertama yang bisa dilihatnya adalah sosok Gon yang menatapnya khawatir. Matanya terlihat bengkak.

" Gon." Bisik Kurapika lemah.

" Kurapika! Kau sudah sadar!" Gon memeluk Kurapika girang. Kurapika hanya tersenyum dan balas memeluk sahabatnya. Di sisi lain, Leorio nampak masih sulit berkata-kata. Dan Killua hanya tersenyum.

" Ini dima..-" Baru saja Kurapika hendak bertanya dimana dirinya, terdengar suara pintu dibuka. Gon melepas pelukannya. Semua mata terarah ke pintu kamar inap Kurapika. Mereka bisa melihat sosok wanita berambut coklat dengan mata abu-abunya menatap Kurapika. Nafasnya tidak teratur karena berlari. Kurapika mengerjap bingung. Sedangkan ketiga sahabatnya tersenyum senang kearah gadis itu. Siapa pula gadis itu?

" Kurapika.." Bisiknya lirih. Matanya mulai berkaca-kaca. Detik berikutnya ia berlari dan dengan segera memeluk Kurapika. Kurapika hanya bisa membelalakkan matanya kaget. Bagaimana tidak? Ia baru sadar dan sekarang ia sudah dipeluk oleh wanita yang tak dikenalnya.

" Kurapika… Yokatta.. yokatta.." Suara gadis itu bergetar. Kurapika bisa merasakan bajunya basah oleh air mata gadis itu.

" Kau tau? Dia susah sekali disuruh pulang." Leorio tertawa menggoda.

" Leorio! Dia hanya merasa bersalah!" Kali ini sebuah suara dibelakang mereka membuat Leorio tercekat. Bisuke memasuki ruangan itu sambil memeluk bunga yang dibawanya.

" syukurlah kau sudah sadar." Ujar Bisuke. Kurapika tersenyum sopan. Kemudian ia berpaling kearah Killua.

" ano.. Killua.." Kurapika kemudian menunduk sejenak. Menatap rambut coklat milik gadis yang tengah memeluknya.

" Jangan bilang kau tidak tau dia siapa." Tebak Killua. Kurapika hanya tersenyum kikuk.

" Astaga! Ini aku, Kurapika!" Gadis itu mendongak. Kini wajahnya berhadapan dengan wajah Kurapika.

" Senritsu!" Ujar Kurapika kaget. Senritsu mengangguk. Kurapika jelas tak mengenalinya dalam sosok itu. Tapi cara bicara Senritsu yang lembutlah yang membuat Kurapika menyadari identitasnya.

" Gomen.. kau.. terlihat berbeda." Jawab Kurapika canggung. Senritsu mengerjapkan matanya sesaat kemudian wajahnya memerah.

" Ehm… aku tau kalian tengah menikmati masa muda yang indah. Tapi, bisakah kalian lanjutkan lain kali? Disini ada anak kecil." Suara Bisuke menyadarkan mereka berdua. Senritsu segera menjauh dari tubuh Kurapika. Sedangkan Kurapika berdehem pelan. Wajahnya terlihat datar. Namun terlihat samar bias merah dipipinya. Killua tengah memberontak karena matanya ditutup oleh Bisuke. Sedangkan gon hanya diam tak mengerti saat Leorio meraih matanya dan menutupnya.

" Gomennasai.. aku.. aku hanya… hanya merasa sangat senang kau selamat Kurapika. Aku hanya takut kau… tidak bisa selamat setelah memainkannya." Jelas Senritsu. Kurapika tersenyum tipis.

" Aku senang kau baik-baik saja, Senritsu." Jawabnya. Senritsu menatap Kurapika khawatir. Kemudian ia melihat senyuman Kurapika, dan tersenyum. Siang itu, tak ada awan kelabu. Siang itu matahari bersinar terik. Dan siang itu, Kurapika tau… hidupnya akan kembali berwarna seperti itu. Karena ia menemukan orang-orang yang akan menemaninya sampai akhir.

Okaa-san… aku..bahagia.

Epilog

Kurapika mengitari ruangan itu. Tubuhnya dengan gesit menghindari lemparan pisau yang tepat mengarah ke perutnya. Detik berikutnya ia menjungkirkan badannya saat sebuah pukulan hampir memecahkan kepalanya.

" Hhh… bisakah kau cari pekerjaan yang lain?" teriak Kurapika. Didepannya, Kuroro menggeleng.

" Asal kau tau, bermain dengan Tenshi itu lebih mengasyikkan. Lagipula ini memang pekerjaan kami. Kau saja yang salah memilih pekerjaan." Balas Kuroro. Kemudian ia memberi isyarat pada Phinks untuk meninggalkan mereka berdua. Kurapika mendengus dan duduk di sofa.

" Setidaknya, jauhkan anak buahmu dariku! Lagipula kau berjanji untuk tidak menggangguku bukan?" Kuroro menggeleng pelan.

" koreksi. Aku tidak akan membunuhmu. Bukan tidak akan mengganggumu. Dan aku menepatinya." Jawab Kuroro santai. Kurapika menggeram pelan.

" Jadi, apa perlu kuubah peraturannya?" Kurapika mengeluarkan rantainya.

" Aah…. Tidak. Aku menolak. Karena mengganggumu adalah pekerjaan yang menarik." Jawabnya. Kemudian ia tersenyum dan mendekati Kurapika. Ia membungkukkan badannya hingga wajahnya hanya sejengkal dari wajah Kurapika.

" Jadi, aku memohon padamu agar kau tak mengubah peraturannya." Kuroro tersenyum manis. Kurapika hanya mendengus. Kemudian..

" Kura..pika?" terdengar suara polos dari arah pintu. Keduanya menoleh dan mendapati Gon, Killua, Leorio, dan Senritsu tengah berdiri disana. Wajah mereka semua nampak memerah melihat adegan dihadapannya.

" Hmm… sepertinya… mereka manyangka kita sedang melakukan 'sesuatu'." Kuroro melompat kearah jendela.

" atau mungkin kau memang tertarik padaku?" Kemudian Kuroro melompat. Kurapika mengepalkan tangannya.

" AKU LAKI-LAKI!" Teriaknya.

" Jadi…" Kurapika menoleh dan mendapati teman-temannya yang tengah menatapnya dengan tatapan yang menuntut.
" Argh! Jangan bilang kalian tidak percaya padaku. Aku masih normal!" Kurapika mau membela diri.

" Hmm.. kalau begitu, Kuroro yang tidak normal." Gumam Leorio.

" Ne.. bukankah kau menyukai Senritsu?" Tanya Gon polos. Kurapika dan Senritsu terbelalak.

" Ap.. astaga! Kalian kenapa? Kalian kemari hanya untuk menanyakan hal itu?" Kurapika menghela nafas putus asa melihat teman-temannya tak mengabaikannya dan memilih sibuk berdiskusi tentang siapa sebenarnya yang Kurapika sukai. Kurapika akhirnya menyerah dan memilih duduk disofa sambil menonton perdebatan ketiganya. Namun dalam hati ia tersenyum. Karena akhirnya ia bisa menikmati kehidupannya yang berisik ini dengan sepenuh hati. Tidak seperti sebelumnya yang selalu terbayang kematian sukunya. Kurapika memandang keluar jendela. Sinar mentari yang lembut menerpa wajahnya. Membuat bibirnya tertarik menjadi sebuah senyuman. Sedang didepannya, Senritsu tersenyum melihat ekspresi kurapika. Ekspresi yang tak pernah dilihatnya sebelum kejadian kemarin. Dan entah kenapa, Senritsu merasa wajahnya memerah dan jantungnya berdebar keras.

END-

GYAAAAA GOMENNASAAAI!

Maaf:

1. Karena lama banget updatenya. Wifinya ga dibayar-bayar sama emmak.

2. Karena endingnya harus seperti ini.

3. Karena mungkin tak sesuai harapan.

Hehehe… Amaya sengaja jadiin endingnya gitu. Abisnya Amaya bingung juga itu Kurapika sama siapa ya? Jadi, terserah readers sekalian buat endingnya dia sama siapa xD

Sekali lagi Gomenne?

Dan untuk yang sudah bersedia membaca sampai akhir, kuucapkan ARIGATOU * nangis es krim*

Kanar sasku: hehehe udah ah, Amaya ga bisa membuat mereka lebih dekat lagi XD

Rianthi Risma: hehehehe… sudah dibahas semua itu XD*plak

Kalau rahasia scarlet eyesnya udah di chap awal-awal kok.

Fatmerza 99: Arigatou Gozaimasu.. Yoroshiku ^^ semoga Fatmerza juga mau baca fic Amaya yang lain ne?* plak

SEKALI LAGI ARIGATOU* salamin satu-satu

RnR please…