"Mr. Lee, semua surat-surat dan berkas-berkas sudah beres, kami juga sudah memberi kabar pemindahan anda pada cabang di korea dan mengurus semua yang anda perlukan disana, besok anda sudah bisa kembali ke korea"

Pria tampan bernama lengkap Lee Donghae itu menoleh lalu tersenyum ramah pada wanita pirang didepannya.

"Terimakasih" Ujarnya dengan senyum hangat. Ia bangkit dari tempat duduk, memasukkan tangan kesaku sambil berjalan mengitari meja.

"Terimakasih atas kerja sama kalian selama ini, kalian benar-benar orang hebat, aku berharap mendapatkan karyawan-karyawan seperti kalian juga disana"

Gadis pirang itu tersenyum haru sebelum kemudian memasang wajah tidak rela.

"Kami akan sangat merindukan anda Mr. Lee"

...

...

...

Setelah tiba di seoul Donghae langsung menuju tempat tinggal barunya. Sebuah apartemen mewah yang terletak di wilayah gangnam dengan letak strategis- dekat dengan perusahan tempat ia bekerja. Setelah membereskan barang-barang dan menyusun semua bajunya dengan rapi di lemari, pria itu mengambil minuman kaleng yang masih berada didalam kantong plastik lalu berjalan menuju balkon. Gedung-gedung yang menjulang tinggi dan jalan-jalan yang dipenuhi oleh kendaran menjadi pemandangan yang memanjakan matanya. Suasana sore ini begitu sejuk, matahari yang sudah ingin tenggelam membuat warna indah di ujung langit.

Donghae meneguk minumannya sambil menikmati pemandangan itu hingga perlahan pikirannya berkelana ke masa lalu, lama sekali, sudah lama sekali. Hari ini adalah pertama kalinya Ia menginjakan kembali kakinya di seoul setelah empat tahun terakhir memutuskan untuk tinggal di LA dan bekerja disana. Dulu, dia hanyalah pria biasa yang sehari-sehari sibuk bermain di pinggiran kota kecil mokpo, siapa sangka, sekarang Ia sudah menjadi pria dewasa, tampan dan mapan, nyaris tidak kekurangan apapun. Ya, tidak kekurangan apapun jika saja dia masih bersama teman kecilnya saat ini.

Donghae menghela nafas, hatinya selalu terenyuh setiap kali mengingat teman dimasa kecilnya itu, dimana dia? seperti apa dia? apakah dia hidup dengan baik dan bahagia? Donghae tidak tahu, dia tidak tahu apapun tentang orang itu sekarang. Padahal dulu, ia adalah satu-satunya orang yang paling tahu segalanya tentang orang itu.

Donghae menutup mata, merasakan sejuknya angin sore yang menampar lembut wajahnya.

"Aku merindukanmu".

12 y.o Lee Donghae

11 y.o Lee Hyukjae

"Namaku aiden, di sekolah aku adalah siswa paling tinggi, aku sangat pandai bermain sepak bola dan wajahku juga sangat tampan, setiap pagi aku menerima banyak sekali surat cinta dari gadis-gadis cantik yang tidak mungkin bisa aku baca satu persatu, tidak hanya gadis-gadis bahkan lelakipun banyak yang tertarik padaku, terkadang aku sedikit kecewa mengapa tuhan menciptakan diriku sesempurna ini, aku jadi tidak pernah tahu rasanya mengejar-ngejar wanita yang aku cintai karena aku yakin jika aku menyukai seseorang maka orang itu akan dengan senang hati menjadi milikku dan itu membosankan. Aku adalah pria yang penuh pesona, tidak akan ada yang bisa menolak pesona seorang aiden."

Lelaki itu membaringkan dirinya diatas rerumputan, menggunakan tangannya sendiri sebagai bantal setelah menjelaskan panjang lebar tentang siapa, bagaimana dan seperti apa dirinya dengan bangga serta penuh pecara diri.

"Aku Hyukjae"

Beberapa detik setelah tidak ada kelanjutan dari kalimat singkat itu, lelaki yang mengaku namanya sebagai aiden mengangkat sedikit kepalanya untuk melihat bocah disebelahnya, yang kini masih duduk menatap kedepan sambil memeluk kedua lututnya.

"Ya, aku sudah menjelaskan panjang lebar tentang diriku dan kau hanya mengatakan itu?"

.

Donghae terkekeh mengingat pertama kali dirinya berkenalan dengan bocah itu, dulu dia sangat percaya diri dan sekarang ia malu sendiri jika mengingat kejadian itu. Oh dia tidak bohong masalah "siswa paling tinggi dikelas" dia benar-benar murid paling tinggi di kelasnya, dulu. Tapi entah mengapa setelah lulus SMP tubuhnya berhenti tumbuh keatas. Sial.

Getaran ponsel membuyarkan nostalgi Donghae bersama masa lalunya, ia merogoh saku celana dan melihat satu pesan masuk atas nama Choi siwon

"Hai teman yang suka melupakan temannya, aku dengar kau sudah berada di seoul mengapa tidak mengabariku, kau benar-benar melupakanku sayang"

Donghae tertawa dan bergidik geli setelah membaca kata sayang di pesan itu. Choi Siwon sama sekali tidak berubah.

"Aku berniat memberi kejutan, tapi karena kau sudah tahu, ya sudah, kejutannya tidak jadi, aku akan pulang ke mokpo dulu menemui ibu dan nenekku, kemudian mendatangi perusahan, berkenalan dengan para karyawan, bertemu semua rekan bisnis di korea, baru setelah itu menemuimu"

Balas Donghae panjang lebar, tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan pesan balasan.

"Dasar Brengsek"

Tawa Donghae pecah setelah membaca satu kata singkat dari Siwon, aahh dia benar-benar merindukan sahabatnya itu. Choi siwon adalah temannya semasa kuliah di LA, orang pertama yang mengajaknya berkenalan, teman pertamanya. Mereka berada di jurusan yang sama dan yang membuat mereka semakin dekat hingga menjalin persahabatan baik hingga sekarang adalah, karena mereka sama-sama berasal dari korea. Semua berlalu begitu cepat, setelah lulus kuliah, Siwon dan Donghae kembali ke korea bersama-sama, namun setelah beberapa bulan di korea Donghae memutuskan untuk kembali ke LA sementara Siwon melanjutnya perusahaan ayahnya di korea, setelah itu mereka jarang bertemu kecuali jika Siwon menyempatkan diri bertemu dengannya saat sedang ada urusan bisnis di luar negeri.

...

...

...

"Berjalan enam langkah ke depan" perintah Donghae pada seseorang yang berdiri beberapa meter didepannya.

Ragu-ragu untuk melangkahkan kaki- orang itu menelan ludahnya berkali-kali dengan wajah resah yang terlihat jelas.

"Hyukkie, percayalah padaku"

Lelaki bernama Hyukjae yang kini Donghae panggil dengan sebutan hyukkie itu menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, berusaha menyakinkan dirinya sendiri untuk mempercayai pria didepannya. Dengan perlahan kakinya melangkah kedepan, sangat perlahan, membuat Donghae menunggu dengan harap-harap cemas. Entah kenapa dia menjadi tegang sendiri melihat Hyukjae mulai mengikuti perintahnya. Matanya tidak pernah lepas menatap kaki Hyukjae yang kini terangkat bersiap melangkah sampai menapak ditanah kembali. Wajah donghae berseri-seri, bibirnya tersunyum lebar. Satu langkah, orang itu sudah mempercainya satu langkah. Donghae masih terus memperhatikan sampai Hyukjae mengambil langkah selanjutnya, dua langkah, hingga sampai langkah keempat pria itu tiba-tiba berhenti, donghae mengalihkan pandangannya dari kaki Hyukjae menuju wajahnya. Ia menatap wajah datar Hyukjae dengan penuh harap

Ayolah, dua langkah lagi akan menjadi enam langkah

Batin Donghae, dia ingin Hyukjae mempercayainya, sangat ingin. Donghae tidak bisa menebak apa yang ada dipikiran Hyukjae sekarang, lelaki berkulit susu itu hanya berdiri menatap lurus ke depan, dan Donghae lagi-lagi dibuat tak berkedip menatap wajahnya.

Tangan Hyukjae yang tiba-tiba terangkat menyadarkan donghae dari lamunannya menggagumi wajah manis Hyukjae. Bola matanya turun menuju tangan lelaki itu. Tangan yang sedari tadi tepat berada dipinggir tubuhnya kini terangkat sedikit. Awalnya Donghae was-was, namun kemudian ia tahu Hyukjae hanya ingin merentangkan tangannya, setelah itu melanjutkan dua langkah yang tersisa. Donghae terhenyak sesaat sebelum perlahan senyumnya mengembang. Langkah Hyukjae memang masih pelan tapi terlihat lebih yakin dari sebelumnya.

"tiga langkah kedepan"

Tanpa berfikir Hyukjae menambah lagi langkahnya sesuai perintah Donghae.

"Dua langkah kesamping kanan"

Lagi, Hyukjae melakukannya tanpa berfikir. Rasanya Donghae ingin melonjak-lonjak kegirangan saat itu juga. Tapi tidak, dia tidak boleh puas hanya dengan ini.

"Dua langkah kedepan"

Hyukjae melakukannya.

Melihat ranting kecil yang bisa saja membuat Hyukjae tersandung Donghae segera memberi perintah lagi.

"dua langkah ke kanan dua langkah kedapan"

Hyukjae yang terlihat semakin dekat membuat dada Donghae tiba-tiba berdebar. Ia berdehem sekali sebelum melanjutkan arahannya.

"Satu langkah ke kiri tiga langkah kedepan"

Deg

Hyukjae melakukan dengan cepat tidak seperti langkah-langkah sebelumnya, membuat donghae yang tidak memperkirakan hal itu tidak bisa bersiap diri menghadapi Hyukjae yang tiba-tiba berdiri tepat dihadapannya, sangat dekat hingga membuat tubuh donghae kaku.

Pandangannya lurus pada wajah Hyukjae, mata bulat dengan single eyelide itu terlihat sangat sempurna, seperti tidak kekurangan apapun, hidung mancung dan bibir mungil yang merah itu juga sangat sempurna. Hyukjae sangat sempurna, semua yang ada pada diri Hyukjae sangat sempur, sangat sempurna dimata Donghae.

"ba..bagaimana? aku tidak berbohongkan?" Donghae berusaha berbicara senormal mungkin, namun tetap saja debaran jantungnya membuatnya sedikit gugup.

"Aku berdiri tepat didepanmu sekarang. Dan.. kau.. kau selamat sampai sini."

Hyukjae tersenyum lalu mengangguk pelan.

"Aku percaya padamu"

Donghae menurunkan bahunya lega sembari tersenyum lebar.

...

...

...

Keesokan harinya, Donghae tidak langsung memulai pekerjaannya di seoul. Tentu saja dia tidak mau menjadi anak durhaka dengan tidak menemui keluarganya terlebih dahulu. Kedatanggannya disambut dengan pelukan hangat sang eomma juga beberapa sanak saudara yang ikut menunggu, mereka menyiapkan berbagai macam makanan kesukaan Donghae, bahkan ibunya tidak bisa berhenti menangis meskipun bibirnya tersenyum bahagia melihat anaknya sekarang tumbuh besar dan terlihat lebih dewasa. Setelah melepas rindu dengan ibu dan neneknya, juga beristirahat sebentar dirumah, pria itu memutuskan untuk mengunjungi makam ayahnya. Setengah jam Donghae habiskan dengan bercerita panjang lebar tentang kehidupannya sekarang, bagaimana perjuangannya bersekolah dan belajar di luar negeri, dan bagaimana dia bisa menjadi seperti sekarang, semua tidak lepas dari motivasi dan semangat yang ayahnya berikan dulu, meskipun saat itu ia masih duduk di bangku sekolah dasar, namun ia mampu mengingat dengan jalas pesan-pesan ayahnya sampai sekarng. Donghae bercerita seolah ia sedang berbicara dengan orang hidup, bahkan ia tidak mempedulikan air matanya yang mulai menetes dan kadang-kadang kalimatnya tersendat karena tangisnya sendiri. Namun ia bahagia, ia bahagia bisa menceritakan semuanya pada ayahnya.

Dalam perjalanan pulang dari makam sang ayah, Donghae hanya melangkahkan kakinya santai sambil menyapa beberapa orang yang ia kenal. Bahkan tidak sedikit orang yang terkejut melihat donghae sekarang yang sangat berbeda dengan Donghae kecil dulu, terlihat sangat tampan dan penuh wibawa. Langkah Donghae terhenti ketika melewati sebuah rumah berpagar besi berwarna perak. Bukan, ini bukan rumahnya. Rumah itu sedikit berbeda sekarang, tentu saja, yang menempati pun sudah berbeda.

...

Setiap hari Hyukjae hanya bisa berdiam diri di rumah, setiap hari Hyukjae hanya boleh bersama orang tuanya, setiap hari Hyukjae hanya boleh menikmati angin sore dari halaman rumahnya, dia sama sekali tidak boleh keluar dari pagar rumah, pagar yang Hyukjae anggap sebagai pembatas antara dirinya dan dunia. Setiap hari dia hanya bisa termenung membayangkan bagaimana suasana sore ini, bagaimana warna langit saat senja, mendengar sorak-sorang anak seusianya yang sedang bermain di sekitar rumahnya, tersenyum kecil membanyangkan bagaimana teman-temananya berlari kesana kemari, saling kejar dan tertawa riang bersama teman-teman yang lain.

Hanya begitu kehidupan Hyukjae, sangat membosankan, tapi itu adalah sebelum ia bertemu dengan seseorang yang mengaku sebagai aiden, Hyukjae tidak bodoh, sebenarnya dia tahu lelaki itu berbohong tentang namanya, orang itu hanya sok keren dengan mengaku-ngaku sebagai aiden dan membanggakan dirinya. Hanya saja saat itu mereka baru kenal dan Hyukjae malas membahasnya.

"Berhenti berlari, ya, berhenti disitu, hyukki kau bisa menabrakku, berhent..."

Bruk

Mereka terjatuh, Donghae meringis sakit sementara Hyukjae yang berada diatasnya justru tertawa senang.

"Yak, kenapa kau malah tertawa, aku sudah bilang berhenti karena kau bisa menabrakku, kenapa terus berlari" Donghae mengomel namun tidak berusaha mengubah posisinya.

Hyukjae tertawa lagi.

"Aku memang ingin menabrakmu"

"heis, kau sudah mulai jahil sekarang"

Hyukjae tidak tahu, dibalik kalimat sok sebal donghae wajah pria itu sebenarnya sedang menunjukkan raut bahagia, hatinya juga sedang menjerit kegirangan melihat bagaimana Hyukjae sekarang, pria manis itu kini terlihat lebih bahagia, ceria, juga mudah tersenyum, sangat perbeda di banding saat mereka pertama berkenalan dulu.

Hyukjae dan Donghae tinggal di daerah yang sama, rumah mereka juga hanya berjarak 200 meter. Donghae tahu Hyukjae sejak kecil, dulu ia sering bertanya-tanya pada orang tuanya mengenai anak bernama Hyukjae itu, "mengapa dia tidak bermain sepertiku? mengapa dia tidak bersekolah seperti aku dan teman-teman, dan mengapa mengapa lainnya." saat itu orang tuanya hanya menjawab "kau harus bersyukur karena kau dilahirkan sempurna sehingga bisa dengan bebas melakukan apapun"

Sampai diusia dua belas tahun Donghae tidak pernah menyapa lelaki mungil bernama Hyukjae itu meski setiap kali pulang sekolah ia melewati rumah Hyukjae, hingga kejadian itu terjadi- Donghae yang sedang ingin pergi memancing melihat Hyukjae berdiri tidak jauh dari pinggir sungai. Karena mengetahu lelaki itu memiliki kekurangn Donghae segera berlari menghampirinya, takut jika terjadi seuatu pada tetangganya. Saat itulah mereka kemudian berkenalan dan Donghae mengantar Hyukjae pulang ketika hari mulai sore. Rumah Hyukjae terlihat ramai ketika ia sampai, bahkan ibunyapun ada disana, Donghae bisa mendengar suara tangis seseorang.

Salah satu warga yang melihat kedatangan mereka terkejut setengah mati.

"Astaga itu Hyukjae"

Ibu Hyukjae segera mengangkat wajahnya yang penuh dengan air mata. Dengan cepat wanita itu berlari dan memeluk Hyukjae.

"kau kemana saja? Eomma sudah bilang jangan keluar rumah, kenapa kau tidak menurut?" Ibu itu menangis kencang sambil memeluk erat anaknya. Takut sesuatu yang buruk terjadi pada anaknya.

Donghae yang masih terbengong segera tersadar setelah ibunya menghampiri.

"Astaga Donghae, kau membawanya kemana? Orang-orang sudah mengira Hyukjae hilang"

"Aku tidak membawanya kemana-kemana eomma, aku kan sudah meminta izin ingin pergi memancing, aku melihatnya di pinggir sungai dan mengajaknya pulang tapi dia bilang dia ingin jalan-jalan, aku takut dia tidak bisa pulang jadi aku menemaninya dan kemudian mengantarkannya pulang, lihat, aku tidak mendapatkan ikan satu pun." Donghae menunjukkan ember kosong yang dibawanya pada ibunya. Wanita itu menghela nafas lega kemudian merangkul pundak anaknya sementara satu tangannya yang lain mengusap-ngusap rambut Donghae.

"Syukurlah kau bertemu dengannya"

Sejak saat itu Donghae menjadi rutin mengajak Hyukjae bermain diluar, dia sudah mendapat izin dari orang tua Hyukjae asal mereka selalu pulang tepat waktu. Donghae sudah berjanji akan menjaga Hyukjae selama mereka berada diluar dan itu semua Donghae dibuktikan dengan mengantarkan Hyukjae pulang setiap hari dengan selamat. Orang tua Hyukjae juga menyadari bahwa mengekang anaknya di rumah bukan sesuatu yang baik untuk perkembangan Hyukjae, meskipun memiliki kekurangan Hyukjae juga harus merasakan dunia luar, seperti anak-anak seusianya yang bebas bermain.

...

...

...

"brengsek, kau benar-benar, teman macam apa kau ini ha? Tega sekali kau baru menemui sekarang" Siwon mengekang leher Donghae kuat menggunakan lengannya sambil membawanya berputar-putar di ruang kerja.

"ya, ya, Cho Siwon kau bisa membunuhku"

"biar saja, aku tidak membutuhkan teman sepertimu, mati saja kau Lee Donghae"

Siwon masih tidak membebaskan Donghae.

"Baiklah, baiklah, aku minta maaf, ya lepaskan, ini sakit, sungguh"

Siwon akhirnya melepaskan leher Donghae dengan kasar. Donghae langsung berdiri tegak sambil memegangi lehernya.

"Aaah tenaga kudamu siwon"

Siwon terkekeh melihat donghae yang meggerakan kepala sembari mengurut lehernya. Tidak terlalu sakit sebenarnya, Donghae hanya berpura-pura.

Mereka saling melempar tawa sebelum akhirnya berpelukan manly.

"Bagaimana kabarmu kuda?"

"Sangat baik"

...

...

...

Donghae sudah memulai aktivitas barunya sejak dua hari yang lalu, otaknya yang cerdas serta wajahnya yang tampan memudahkannya untuk menjadi terkenal hanya dalam hitungan menit, ya hanya beberapa menit dia sudah menjadi bahan bicaraan seluruh karyawan, tidak ada yang menduga bahwa bos baru mereka adalah pria muda dengan wajah bak tokoh utama dalam komik. Dengan pribadi yang sangat ramah, semua karyawan menyukainya hanya dalam waktu sesaat.

"Sajangnim, ini berkas-berkas dari Choi Company, mereka tiba-tiba saja menawarkan kerja sama dengan perusahaan kita"

Donghae mengernyitkan dahinya sebelum membuka map itu, mendengus setelah membaca nama yang bertanda tangan di bagian bawah kertas itu. Choi Siwon.

"Apa yang mereka tawarkan?" Donghae menutup kembali mapnya, sekretaris itu terkesiap ketika melihat Donghae mendatangi surat itu tanpa membaca dulu isinya.

"sajangnim, anda belum membacanya mengapa sudah menandatanganinya?"

Donghae tersenyum "aku sedang malas membaca, jelaskan saja padaku"

Meski dengan tampang bingung pria bernama Ryeowook itu tetap menjalaskan semuanya. Choi company akan mengeluarkan mobil baru dan meminta kerja sama dengan perusahan Donghae yang bergerak dibidang properti, karena merasa mereka bisa bersatu dalam hal promosi, contonya ketika membuat iklan, akan sangat mengagumkan bila mobil mewah pengeluaran tebaru dari CS-Group bertengger di halaman rumah-rumah mewah atau apartemen milik DH- Group.

Donghae yang biasanya sangan selektif dalam memilih perusahaan-perusahan yang akan bekerja sama dengannya kini menerima dengan cuma-cuma penawaran Choi Company. Bekerja sama dengan orang yang sudah dikenal akan lebih menyenangkan, pikirnya.

...

...

...

Sebentar lagi Donghae akan lulus SMA dan dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah diluar negeri. Kalau boleh jujur, Donghae senang akan hal itu, dengan begitu ia bisa lebih mengembangkan kempuannya dan mewujudkan mimpinya menjadi pengusaha sukses. Tapi disisi lain ia merasa berat untuk meninggalkan tanah kelahirannya ini, mungkin bukan mokponya yang membuat berat tapi seseorang yang kini sudah sangat dekat dengannya dan sudah mengahabiskan benyak waktu bersama sejak usia 11 tahun.

Donghae menatap Hyukjae yang kini sedang duduk disebelahnya sembari memejamkan mata. Tidak terhitung sudah berapa kali dia mengatakan bahwa Hyukjae sangat sempurna, garis wajahnya, senyumnya dan semua yang ada pada dirinya. Berat sekali rasanya ingin mengatakan tentang kepergiannya ke luar negeri pada pria manis ini, tapi bagaimanapun dia tetap harus mengatakannya, dia tidak mau Hyukjae merasa kehilangan karena tiba-tiba berangkat tanpa memberitahu Hyukjae sebelumnya, jika dia memberitahunya sekarang setidaknya Hyukjae bisa bersiap-siap dan tidak terlalu terkejut nanti.

"Hyukkie"

Hyukjae membuka matanya perlahan namun tidak menoleh kesamping dimana Donghae berada. Dia hanya menatap lurus kedapan.

"Aku ingin mengatakan sesuatu"

"Apa?"

Donghae lagi-lagi menatap dalam wajah manis Hyukjae dari samping, antara yakin dan tidak yakin.

Hyukjae tiba-tiba tersentak, tangannya mengibas-ngibas didepan wajahnya, donghae baru menyadari ada serangga yang terbang di sekitar mereka dan Hyukjae sangat tidak suka dengan hal itu. Dengan sigap Donghae membawa Hyukjae kedalam pelukannya, menyembunyikan kepala Hyukjae dalam dekapannya.

"Sudah tidak apa-apa" Ujar Donghae datar.

Bagaimana nanti, bagaimana nanti jika dia pergi? Siapa yang akan mengajak Hyukjae bermain, siapa yang akan menemani Hyukjae jalan-jalan, siapa yang akan menjaga dan melindunginya jika dia ingin keluar rumah. Mata Donghae berair tanpa sepengetahuan Hyukjae. Pria itu meletakkan dagunya perlahan dikepala Hyukjae yang sedang berada dalam dekapannya.

Tempat ternyaman bagi Hyukjae, dipelukan donghae, itulah yang ia rasakan setiap kali Donghae memeluknya seperti ini. Dia memejamkan mata menikmati hembusan angin dan juga suara kicauan burung-burung kecil, namun kemudian membuka kembali matanya ketika teringat sesuatu, dengan perlahan melepaskan diri dari pelukan donghae.

"kau bilang ingin mengatakan sesuatu? Apa?"

...

Hari ini adalah hari keberangkatan Donghae. Langit siang terlihat begitu gelap seolah ikut bersedih bersama dua orang lelaki yang sedang berpelukan erat di halaman salah satu rumah. Donghae tidak sanggup bahkan hanya untuk melihat wajah Hyukjae dan menghapus air matanya. Ia hanya mampu mendekap tubuh ringkih Hyukjae yang bergetar sejak tadi, tidak ada suara tangis yang terdengar dari mulutnya namun matanya tidak berhenti mengeluarkan air. Hati Donghae berdenyut sakit, hal itu justru membuatnya semakin tersayat. Bahkan ibu Hyukjae yang melihat mereka tidak bisa menahan air matanya, melihat bagaimana anaknya sekuat tenaga menahan tangis. Hyukjae bukan anak yang kuat, hatinya sensitif dan mudah menangis.

"Aku berjanji akan kembali jika kau masih menungguku"

Tidak ada jawaban dari Hyukjae, namun pelukan tangannya di pinggang Donghae semakin mengerat.

"Hey, berhenti menangis, kau sangat jelek" Donghae bersusaha menghangatkan suana, ia tidak boleh terlihat lemah, terutama didepan Hyukjae, Dia harus berusaha tersenyum walau dengan berat hati.

"Masih ada waktu jika kau ingin bermain denganku, apa yang kau inginkan?"

Mendengar itu perlahan pelukan Hyukjae melonggar. Wajahnya sudah basah dengan air mata dan ia menggigit bibir bawahnya kuat.

Donghae mengusap air mata diwajah Hyukjae

"Menangislah jika kau ingin menangis, jangan di tahan, keluarkan isakanmu, keluarkan semuanya"

Tepat saat itu tangisan Hyukjae pecah, ia tak sanggup lagi menahan isakannya. Air matanya mengalir semakin deras dengan wajah yang tertunduk didepan Donghae yang sedang memegang kedua lengannya. Membuat Donghae membawa kembali tubuh itu kedalam dekapannya.

"katakanlah apa yang kau inginkan sebelum aku pergi? Aku akan mengabulkannnya"

Lama terisak dalam dekapan Donghae, perlahan Hyukjae kembali melepaskan dirinya. Matanya menatap Donghae seolah ia mampu melihat kedalam manik mata pria itu.

Donghae tersenyum getir sembari menangkup sebelah wajah Hyukjae, mengusap pipi itu dengan ibu jarinya.

"Katakanlah, aku akan menurutinya, kau ingin kemana? Ke taman? Ke bawah pohon belakang sekolahku? Atau ke..

"Aku ingin melihatmu"

Donghae tertegun, senyum yang berusaha ia tunjukan perlahan memudar, ia tahu Hyukjae buta, tapi lelaki itu sama sekali tidak pernah mengukit kekurangannya. Selama bermain bersama, Hyukjae tak pernah mengeluh tentang kekurangnnya, tidak pernah, karena Donghae selalu menjalaskan semua padanya bahkan sebelum Hyukjae bertanya. Donghae selalu menjalaskan bagaimana suasana sore saat mereka bermain di taman, dilapangan dan dimanapun, dia menjelaskan bagaimana warna langit senja, dia menjalaskan warna rumput yang sedang mereka duduki. Hanya saja Donghae tidak tahu, Donghae tidak tahu bahwa Hyukjae sudah mengangapnya sebagai matanya. Donghae tidak tahu bagaimana Hyukjae selalu berterimakasih kepada tuhan karena mendapatkan 'matanya'. Donghae tidak tahu, betapa Hyukjae sangat bersyukur kepada tuhan karena bertemu 'matanya'. Donghae tidak tahu, sama sekali tidak tahu. Setelah bertemu dengannya, Hyukjae menganggap kebutaannya hanya sebagai luka kecil saat terjatuh. Dan sembuh ketika bertemu Donghae. Donghae tidak tahu semua itu.

TBC