Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

Warning : Gender Switch, AR, OOC, OC.

O—O—O

Harap baca peringatan di atas sebelum membaca fanfic ini. Terima kasih.

O—O—O

Sakura berdiri dengan tidak sabar di kantor hokage. Niatnya untuk melemparkan diri ke atas kasurnya yang empuk seketika buyar saat seorang ANBU muncul di jendelanya. Menginformasikan bahwa hokage menginginkan kehadirannya saat ini juga di sana. Dengan setengah hati akhirnya ia pun bangun dan memaksa kedua kakinya untuk bergerak. Apapun yang ingin dibicarakan guru Kakashi ia harap adalah masalah penting. Namun begitu tiba dan menemukan kawan-kawan seangkatannya juga berada di sana, mau tak mau ia pun jadi ikut penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan oleh gurunya saat di tim tujuh dulu.

"Hai wanita tua, ada apa dengan wajah jelekmu?"

"Uwaaa, Sakura-chan! Kau terlihat sangat lesu, seperti habis melihat zombie yang kutonton semalam!"

"Yang namanya zombie itu tidak ada Lee," Tenten mengingatkan dengan setengah malas, "tapi aku setuju dengan pendapatmu. Sakura-chan memang terlihat lesu hari ini."

"K-kau tidak apa-apa Sakura-chan?"

"Aku baik-baik saja Hinata-chan, hanya sedikit kurang tidur."

"Guru Kakashi, sebenarnya apa yang ingin guru bicarakan sampai mengumpulkan kami semua?" Kiba bertanya penasaran yang langsung disusul oleh gonggongan Akamaru.

"Guru Kakashi sekarang bukan jounin lagi Kiba. Dia seorang hokage, jaga sikapmu sedikit," Shino menegur tegas. Sedikit mengingatkan temannya yang memang tidak sabaran.

Menyaksikan tingkah mereka semua mau tak mau membuat Kakashi tersenyum. Rasanya baru kemarin mereka resmi menjadi genin, tapi lihatlah sekarang. Mereka sudah tumbuh menjadi remaja dewasa dengan status baru sebagai jounin. Aah, waktu benar-benar cepat berlalu.

"Bersabarlah sedikit lagi Kiba-kun, aku yakin mereka akan datang sebentar lagi."

"Mereka?"

Tanpa perlu menjawab pertanyaan Kiba pintu ruang hokage seketika menjeblak terbuka. Menampilkan kedua sosok yang memang Kakashi tunggu sejak tadi.

"Sasuke-kun?" Sakura cukup terkejut saat Sasuke masuk ke ruangan. Ia sama sekali tak menyangka jika Kakashi sampai melibatkan sang ketua ANBU dalam pertemuan kali ini. Terlebih saat melihat sosok si pirang yang juga turut hadir. Namun rasa kagetnya perlahan berubah menjadi heran tatkala mendapati ekspresi Sasuke yang biasanya datar kini terlihat sedikit jengkel. Bahkan gadis pirang itu juga tak jauh berbeda. Sakura memang tak bisa melihat wajahnya secara keseluruhan, namun sepasang mata biru yang menyipit tajam itu sudah cukup membuatnya yakin kalau ia sedang jengkel.

"Baiklah, karena semuanya sudah berkumpul akan langsung kumulai saja."

Wajah Kakashi yang semula santai perlahan mulai berubah menjadi serius. Ia menjelaskan secara rinci tentang kasus hilangnya para shinobi muda yang menimpa seluruh desa tersembunyi, serta kasus penculikan kazekage yang terjadi siang tadi. Namun tentu saja ia tak mengungkit soal kemunculan Naruto atau apapun yang berhubungan dengan nimfa itu. Kasus ini saja sudah cukup membuat kehebohan. Dan ia tak butuh kehebohan lain yang nantinya akan lebih merepotkan. Lagipula kurang tepat rasanya jika membahas topik Naruto untuk saat ini. Yah, setidaknya sampai ia berhasil memastikan identitas si gadis pirang terlebih dahulu.

"Tapi kenapa harus menculik para shinobi muda?"

"Untuk saat ini akupun belum bisa menjawabnya," Kakashi terdiam sejenak, begitu pula semua orang yang hadir di ruangan tersebut, "tapi— menurut keterangan beberapa saksi, sempat terdengar suara nyanyian sebelum para shinobi tersebut menghilang."

"Nyanyian?" tanya Sakura memastikan.

Tanpa suara Kakashi hanya mengangguk. Matanya kini beralih pada sosok Naruto yang berdiri di samping Sasuke. Ekspresi sang nimfa yang semula kesal kini terlihat kaget bukan main. Benar saja dugaannya, Naruto memang mengetahui sesuatu.

"Apa kau tahu sesuatu tentang hal ini?" Kakashi bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari si pirang.

"Ehh, kurasa iya..."

Seluruh kepala yang ada di ruangan itu serentak menoleh ke arah Naruto. Membuat sang nimfa seketika gugup karena menjadi pusat perhatian dadakan. Naruto menggigit bibir bawahnya. Entah sejak kapan adrenalinnya berpacu sedemikian cepat. Awalnya ia tidak mengerti kenapa Kakashi memanggilnya ikut serta dalam pertemuan kali ini. Namun begitu mendengar penjelasan Kakashi yang terakhir, ia pun mulai mengerti alasan sang hokage yang sebenarnya.

Sepertinya Kakashi ingin meminta ia mengonfirmasi apakah kasus ini ada hubungannya dengan nimfa atau tidak. Dan walaupun Naruto sangat ingin menjawab tidak, namun kenyataannya tidaklah seperti itu. Terlebih dengan pernyataan terakhir yang Kakashi berikan, "Jika benar kasus ini seperti apa yang hokage sampaikan, maka artinya kita sedang berhadapan dengan naias."

"Naias?" Tenten mengerutkan kening tak mengerti. Belum pernah seumur hidupnya ia mendengar kata asing seperti itu.

"Naias, nimfa jenis sungai. Mereka mampu mengendalikan air serta memiliki nyanyian yang dapat menghipnotis lawan jenisnya," terang Naruto memberi penjelasan.

"Jadi maksudmu mereka adalah pengguna suiton dan ahli genjutsu?" kini giliran Sai yang bertanya. Sejujurnya ia cukup penasaran dengan sosok Naruto. Terlebih dengan pengetahuan yang gadis misterius itu miliki.

Naruto awalnya tak mengerti dengan ucapan Sai, namun begitu Kakashi menjelaskan lebih jauh untuknya, ia pun mengangguk mantap.

"Kurang lebih seperti itu."

"Tunggu dulu, bagaimana kau bisa tahu banyak tentang hal ini? Siapa kau sebenarnya?" Kiba bertanya dengan nada menuduh. Sementara Naruto yang mendengarnya hanya bisa mengatupkan mulutnya resah. Haruskah ia membongkar identitasnya? Tapi jika ia melakukan hal itu maka...

Tanpa ia sadari, pelukannya terhadap Yuudai semakin bertambah erat. Gugup, itulah yang ia rasakan saat ini. Bahkan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Astaga, kenapa hanya untuk menyebutkan namanya saja terdengar begitu sulit?

Sasuke yang sejak tadi belum buka suara melirik Naruto lewat ekor matanya. Pemuda itu sudah menduga cepat atau lambat seseorang pasti akan menanyakan perihal identitas si pirang. Namun yang tidak pernah ia duga adalah ketika pertanyaan itu diajukan oleh seorang Inuzuka Kiba. Seorang shinobi yang memiliki pemikiran jauh dari kata kritis dan selalu mengedepankan tindakan tanpa berpikir terlebih dulu. Jika pertanyaan semacam ini diajukan oleh Shikamaru, maka Sasuke bisa paham. Bagaimanapun bocah dari klan Nara itu adalah shinobi jenius yang kemampuannya tak bisa dianggap remeh. Tapi seorang Inuzuka Kiba? Ini baru cerita lain.

"I-Itu..."

"Kalian semua bisa mempercayainya. Aku yang menjamin hal itu."

Usai mendengar pernyataan lugas Kakashi, tak ada lagi yang berani menyinggung tentang identitas Naruto. Bagaimanapun perintah sang hokage adalah mutlak. Meski tak dapat dipungkiri dalam hati mereka sangat penasaran terhadap sosok si pirang.

"L-Lalu bagaimana cara ki-kita melacak mereka?" Hinata yang sejak tadi hanya melihat, akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. Meski suaranya terdengar begitu gugup dan sayup, namun mereka yang hadir dapat mendengarnya dengan jelas.

Keheningan kembali terjadi. Hampir semua orang di ruangan mengangguk setuju dengan pertanyaan Hinata. Jika para penculik itu sama sekali tidak meninggalkan jejak, lalu bagaimana cara mereka menemukannya?

"Ada satu cara," ucap Naruto setelah memberanikan diri. Sekuat hatinya ia berusaha mengabaikan seluruh pasang mata yang kembali menatap ke arahnya, "tapi—mungkin akan sedikit sulit untuk mengajak dia bekerjasama."

"...Dia?"

.

.

.

.

Setelah lima menit mencari, akhirnya Naruto berhasil menemukan apa yang menjadi targetnya. Terima kasih untuk Akamaru dan penciumannya yang super tajam. Jika bukan karena bantuannya, mungkin Naruto harus menggeledah seisi Konoha selama seharian penuh. Namun seperti perkiraannya di awal tadi, tugas ini akan menjadi sangat sulit untuk dilakukan. Terlebih jika kau menggabungkan kata manusia dengan seekor rubah fennec yang arogan.

"Ayolah Yuu-chaaan, hanya satu kali ini saja."

"Feh! Sampai matipun aku tak sudi membantu manusia rendah seperti mereka."

"Tapi ini juga berhubungan dengan naias!"

"Aku tak peduli, tugasku hanya untuk membantumu mencari heliotrope. Dan aku tak ingin melibatkan diriku untuk hal yang tak berguna."

"Kau kejam!"

"Sejak kapan aku baik?"

"Yuu-chaaan..."

"Masa bodoh."

Naruto memberengut. Kesal sekaligus gemas bukan main. Segala cara telah ia gunakan untuk membujuk Yuudai, namun rubah arogan itu tetap saja keras kepala. Kadang ia sering bertanya, kenapa Artemis tak mengirimkan ia seekor unicorn saja untuk mengawalnya? Setidaknya unicorn jauh lebih penurut dan manis. Tidak seperti makhluk berbulu imut namun berhati iblis seperti ini.

Di saat Naruto tengah memutar otak untuk kembali membujuk Yuudai, tiba-tiba Kiba muncul dari arah samping, "Belum berhasil juga?"

Naruto menghela napas panjang, tersenyum sedikit sungkan dari balik maskernya, "Tolong tunggu sebentar lagi ya, dia itu memang agak keras kepala. Tapi kalau kita berhasil meyakinkannya, maka kita akan sangat terbantu."

"Kalau cuma sekedar mendeteksi bau, aku dan Akamaru bisa melakukannya. Tidak perlu mengandalkan rubah kerdil itu 'kan?" dengan sedikit jengkel Kiba menunjuk ke arah Yuudai menghilang dengan ibu jarinya. Membuat Naruto yang melihatnya hanya bisa meringis maklum. Jika saja masalahnya sesederhana itu, maka ia juga tak perlu membuat Yuudai ikut terlibat.

"Naias dan okeanid agak sedikit berbeda dengan nimfa lainnya. Karena mereka menghabiskan seluruh hidupnya di dalam air, jadi bau mereka sudah tercampur dengan air sungai dan air laut."

"Kalau seperti itu bagaimana cara kita mendeteksi mereka?"

Sebuah senyum misterius menghiasi wajah si pirang, "Dengan suara," Naruto terkekeh geli saat melihat ekspresi Kiba yang keheranan, "telinga Yuu-chan itu sangat sensitif, ia bahkan bisa mendengar suara yang jauhnya ribuan mil."

"Mau telinganya selebar gajah pun, kalau tak mau membantu sama saja tak berguna," gerutu Kiba yang dibalas dengan gonggongan Akamaru.

"Sebaiknya kau hati-hati dengan ucapanmu. Kalau sampai Yuu-chan mendengarnya bisa—"

DUAGH!

"—gawat."

"Siapa yang kau sebut rubah kerdil tak berguna hah?"

"Yuu-chan!"

"Cih, aku berubah pikiran. Akan kutunjukkan pada manusia rendah ini seperti apa kemampuan seekor rubah dewa," Yuudai berkata arogan. Dagunya ia angkat tinggi sementara ekornya ia kibaskan dengan elegan. Kepala Kiba yang terkapar di tanah ia jadikan sebagai koset dadakan untuk keempat cakar mungilnya.

Naruto memekik girang. Wajahnya yang semula murung seketika jadi berseri-seri begitu mendengar pernyataan Yuudai. Tanpa pikir panjang ia pun segera meraup rubah fennec tersebut ke dalam pelukannya. Membenamkan kepala Yuudai ke dadanya hingga rubah itu sesak napas. Bahkan ia melupakan fakta bahwa Kiba sedang terkapar di tanah dengan sebuah benjolan besar di kepala. Sementara di sisi lain, Akamaru hanya bisa melihat sosok majikannya dengan wajah prihatin.

.

.

.

.

"Di sini?"

"Hmm."

Naruto mendarat tepat di atas bukit para hokage. Baru saja kakinya menapaki tanah, ia dapat merasakan Yuudai langsung meloncat ke atas kepalanya. Sesuai perintah Yuudai, ia membawa rubah mungil itu ke tempat tertinggi dan cukup sepi di Konoha. Tujuannya tentu saja untuk memudahkan Yuudai dalam mendeteksi keberadaan para naias itu.

Tanpa banyak bicara, Yuudai segera memejamkan mata. Kedua telinganya yang lebar mengacung tegak untuk mendeteksi berbagai suara di sekelilingnya. Ia bisa mendengar suara seluruh makhluk hidup yang ada di Konoha. Suara angin, aliran air dan pergerakan tanah. Bahkan gerakan pasukan ANBU yang dinilai sangat sunyi dan sulit dideteksi terdengar begitu jelas ditelinganya. Kemudian ia mulai mempertajam pendengarannya menjadi berkali-kali lipat. Membuat kedua telinganya diselimuti chakra berwarna keemasan. Dengan seksama ia mencari serta mendengarkan gerakan tertentu para naias yang menjadi targetnya.

Dapat!

Cih, jadi di sana mereka selama ini. Harus ia akui jika mereka memilih tempat persembunyian yang cukup bagus. Siapa sangka mereka akan bersembunyi di sana? Shinobi sehebat apapun pasti juga akan mengalami kesulitan untuk mendeteksi keberadaan mereka. Namun sayang sekali, secerdik apapun mereka semua itu tak ada gunanya jika berhadapan dengan telinganya yang super tajam.

"Bagaimana?" Naruto berusaha melirik Yuudai yang duduk di kepalanya dengan cemas. Yuudai adalah harapan mereka satu-satunya. Jika masih gagal juga entah apa yang harus mereka lakukan.

"Arah tenggara, sekitar 150 mil."

"Benarkah? Terima kasih Yuu-chan, kau memang bisa diandalkan!"

"Cih, aku ini rubah dewa, hal seperti ini sangat mudah bagiku."

"Iya-iya aku tahu. Ayo, kita harus segera memberitahu semuanya!" Dengan penuh semangat Naruto pun terbang menuju kantor hokage. Setidaknya, mereka sudah satu langkah lebih dekat dengan musuh.

.

.

.

.

Gaara membuka matanya perlahan. Sedikit mengerang saat merasakan sakit kepala yang seketika menghantamnya. Entah apa yang sudah terjadi. Terakhir kali yang ia ingat adalah saat menepis serangan 'Kankuro' dengan perisai pasir sebelum tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Gaara berdiri. Ia mengabaikan rasa sakit dikepalanya dan mencoba untuk tetap fokus pada keadaan sekeliling. Satu hal yang cukup melegakan adalah ia masih memiliki labu pasirnya sebagai senjata.

Dengan seksama Gaara mulai mencermati keadaan sekitar. Sunyi, adalah kesan pertama yang ia dapatkan setelah melakukan observasi singkat terhadap tempat ini. Deretan pohon oak menjulang tinggi dengan diameter batang yang sangat menakjubkan. Sedikit mengingatkan ia dengan pohon shinju yang pernah digunakan Uchiha Madara ketika perang besar shinobi keempat. Tapi yang ini jauh berkali-kali lipat lebih besar. Seketika Gaara mulai waspada, entah kenapa ia tidak menyukai tempat ini sedikit pun. Aura yang menyelimuti hutan ini terasa begitu misterius dan— hidup. Namun di atas itu semua, masih ada satu hal yang sangat mengganggu pemikirannya sejak tadi.

Perasaan ini...

Setelah mempertimbangkan berbagai kemungkinan, akhirnya Gaara memutuskan untuk menggunakan mata ketiganya. Berada di tempat asing sendirian ditambah sosok musuh yang masih misterius membuat ia harus ekstra waspada. Kabut semakin tebal. Jarak pandang kian menipis. Terlebih perasaan aneh yang sejak tadi ia rasakan.

Tak butuh waktu lama bagi Gaara untuk menyudahi jurusnya. Sebelah matanya ia buka kembali. Benar saja dugaannya. Tak ada seekor hewan pun di hutan ini. Tapi... bagaimana bisa?

Gaara mendongak ke langit. Kedua mata hijaunya menyipit tajam.

Hutan apa ini sebenarnya?

.

.

.

.

Sudah ia duga misi kali ini tak akan berjalan mudah. Terlebih informasi yang diberikan kepada mereka begitu minim. Bahkan untuk orang sekelasnya yang digadang-gadang sebagai shinobi jenius saja dibuat tak berkutik. Dan untuk hal itu, Shikamaru menjadi luar biasa jengkel. Tidak hanya merenggut waktu tidur siangnya yang berharga, misi ini pun membuat ia harus menunda kunjungannya ke Suna—lagi. Beruntung baginya karena memiliki kekasih seperti Temari. Meski wanita itu cerewetnya bukan main, tapi kedewasaannya sering kali membuat ia terkagum.

"Kita istirahat sebentar di sini."

Dari balik punggungnya, Shikamaru dapat mendengar suara Ino yang terpekik girang, serta desah lega Chouji yang menggumamkan soal makanan. Mereka sudah berlari sejak tadi dan rasanya istirahat adalah hal pertama yang harus dilakukan. Jika mereka terus bergerak dengan kecepatan seperti ini, setidaknya saat matahari terbenam mereka akan sampai di tempat tujuan. Itulah rencana awal Shikamaru. Dan ia harap semuanya akan berjalan sesuai seperti apa yang ia rencanakan.

Usai membasahi kerongkongannya dengan beberapa teguk air dari sungai, Shikamaru segera menyandarkan dirinya di batang pohon terdekat. Menutup mata namun tak membiarkan penjagaannya berkurang. Perang memang sudah berakhir, tapi bukan berarti ia boleh lengah dan bersantai-santai. Terlebih dengan hadirnya kasus penculikan para shinobi muda yang akhir-akhir ini mengintai seluruh desa tersembunyi. Kasus yang notabene menjadi tujuan utama misinya kali ini.

"Aah, akhirnya!" Ino mendesah lega ketika air sungai yang jernih membasahi wajahnya yang terasa lengket. Ia menangkup sejumlah air ditangannya dan meneguknya dengan rakus. Tak lupa ia mengisi botol minumnya yang sudah kosong hingga penuh kembali.

"Kau mau Shikamaru?"

Shikamaru membuka mata. Menemukan sekotak onigiri dihadapannya yang terlihat begitu menggiurkan. Bahkan Chouji telah mencomot satu dan mengunyahnya dengan ekspresi nikmat. Jika bukan karena kondisi perutnya yang lapar, mungkin Shikamaru akan lebih memilih tidur di atas apapun. Namun sialnya, aroma lezat onigiri ini begitu mengundang untuk dicicipi.

"Enak 'kan?"

Belum sempat Shikamaru berkomentar, tiba-tiba teriakan panik Ino membuat mereka waspada. Secepat kilat keduanya bergerak, menghampiri rekan mereka yang kini menunjuk sesuatu yang mengapung di tengah sungai.

"Tetap di sini. Biar aku yang periksa."

"Shikamaru, hati-hati!"

Putra Nara Shikaku itu memusatkan chakra disekitar telapak kakinya. Melangkah di atas air dan bergerak dengan waspada, mendekati sosok yang ditunjuk Ino sebelumnya. Sungai ini lebih lebar dari yang ia perkirakan. Mungkin sekitar 500 meter. Dari warna airnya, Shikamaru memprediksi kedalamannya mencapai 8 meter.

Langkah Shikamaru terhenti begitu jarak antara dirinya dan sosok misterius tersebut hanya tinggal 3 meter. Ia memperhatikan dengan waspada. Memeriksa jika sekiranya ada sesuatu yang aneh atau mencurigakan dari sosok itu. Namun nihil. Yang ia rasakan justru hanya aliran chakra tipis, yang bahkan hampir mendekati sekarat. Buru-buru Shikamaru menghampiri sosok itu dan membaliknya.

Seorang gadis.

Gadis yang sangat cantik kalau boleh ditambahkan.

"Ino, cepat kemari! Dia sekarat!"

.

.

.

.

"Kau sudah menghubunginya?"

Yamato menggeleng, "Sepertinya mereka sedang berada di wilayah yang tak terjangkau oleh sinyal."

Kakashi bangkit dari kursinya yang nyaman. Ia berjalan ke arah jendela kantornya seraya memandang jauh ke depan. Begitu Naruto menginformasikan keberadaan markas musuh, ia segera mengirim kesembilan orang itu untuk menyelidiki lebih jauh. Dengan Sasuke sebagai ketua tim serta pengetahuan Naruto tentang nimfa, Kakashi mulai optimis untuk menguak kasus yang meresahkan seluruh desa tersembunyi.

"Kirim elang tercepat dan berikan informasi terbaru ini pada tim Shikamaru."

"Baik."

Sore hampir menjelang. Jika prediksinya akurat, maka seharusnya tim Shikamaru sudah tiba di desa air terjun saat senja. Tapi kenapa sejak tadi ia merasakan firasat yang tak mengenakkan? Kakashi mendesah pendek. Terkadang ia membenci dirinya yang terlalu paranoid. Shikamaru bersama mereka. Ia yakin jounin muda itu sanggup bertahan dalam situasi yang paling pelik sekalipun.

.

.

.

.

Kedua mata itu akhirnya mulai terbuka. Menampilkan warna hijau kemilau laksana rumput yang terkena embun pagi. Rintihan halus keluar dari bibirnya yang masih tampak pucat. Meski demikian, hal tersebut sama sekali tak mengurangi kecantikan yang ia miliki. Terlebih dengan rambut coklatnya yang panjang dan bergelombang. Menjadikan sosoknya bak seorang puteri yang tersesat dari negeri dongeng.

Ino mendesah lega. Setelah perjuangan selama hampir satu jam, akhirnya ia berhasil membuat gadis ini melewati masa kritisnya. Sebuah pencapaian yang cukup memuaskan dan menegangkan. Mengingat ia bukanlah seorang ninja medis sehebat Sakura.

Peluh membasahi pelipisnya, dengan napas yang sedikit terengah, ia mengulas senyum kecil pada gadis yang kini menatapnya ragu. Mungkin terlalu bingung karena tiba-tiba berada di sini.

"Tenanglah, aku baru saja mengobatimu. Kami menemukanmu mengambang di tengah sungai dan memutuskan untuk membawamu ke tepi. Setidaknya kau sudah melewati masa kritismu."

Wajah gadis itu merona. Merasa dirinya begitu tidak sopan terhadap orang-orang yang sudah berjasa menyelamatkan hidupnya, "Te-Terima kasih," gumamnya sambil menunduk malu. Sikapnya sedikit banyak mulai mengingatkan Ino pada Hinata.

Mereka sangat mirip.

Usai perkenalan yang cukup singkat, akhirnya Ino mengetahui bahwa gadis cantik yang mereka tolong bernama Himeka.

Bahkan namanya juga hampir sama.

Himeka merupakan anak seorang bangsawan. Seluruh keluarganya dibunuh dengan keji oleh komplotan bandit yang ingin merampok harta benda mereka. Bahkan para bandit itu bermaksud menjualnya pada tuan tanah kaya untuk dijadikan sebagai selir. Untungnya sebelum hal itu terjadi, ia bisa meloloskan diri. Tapi salah seorang dari mereka telah berhasil memanahnya dan membuat ia terperosok ke sungai. Dengan kondisi terluka, Himeka hanya bisa pasrah ketika aliran sungai yang deras membawa tubuhnya yang tak berdaya. Mungkin memang seperti inilah cara kematiannya. Tragis dan kesepian. Namun takdir nampaknya berkehendak lain tatkala ia dipertemukan dengan Ino, Shikamaru dan Chouji. Ketiga orang yang menjadi malaikat penolongnya.

"Oh, Himeka-chan nasibmu malang sekali!" Ino memeluk Himeka dengan penuh iba. Bahkan ia sudah menangis keras ketika gadis beryukata hijau itu baru memulai ceritanya. Chouji pun tak jauh berbeda. Meski tak seheboh Ino, namun air matanya sudah mengalir tanpa bisa dicegah.

Shikamaru mendesah panjang. Bukannya dia bermaksud kejam atau apa. Ia sangat paham rasa kehilangan yang dialami Himeka saat ini. Karena mereka pernah mengalami hal yang sama. Pernah berada diposisi yang serupa. Kehilangan orang-orang yang berharga dalam hidup mereka. Ia tahu itu sangat berat. Bahkan butuh waktu beberapa bulan baginya untuk benar-benar pulih dari rasa bersalah dan kehilangan itu.

Tapi—

Entah kenapa ia merasa Himeka menyembunyikan sesuatu dari mereka. Sesuatu yang sangat mengganggunya sejak tadi. Dari luar gadis itu memang nampak seperti gadis biasa. Tapi firasatnya mengatakan kalau ada hal dalam diri Himeka yang salah. Cara gadis itu berbicara, gestur tubuhnya. Ia bahkan tak bisa menebak apakah seluruh cerita Himeka benar adanya atau hanya sekedar karangan. Dan jujur saja semua hal itu membuat Shikamaru tak nyaman.

Suara pekik burung elang menyita perhatian Shikamaru. Ia mendongak, melihat bagaimana seekor elang mendarat dilengannya yang terulur.

Elang Konoha. Dan salah satu yang tercepat.

Shikamaru mengelus bulu cokelat elang itu dan segera membuka surat yang dibawanya. Ia membacanya dengan cepat. Secepat ia menulis balasan untuk sang hokage.

Begitu rupanya...

"Ada apa Shikamaru?"

"Perintah terbaru. Kita ke arah tenggara."

Ino mulai mengeluh. Chouji diam saja. Sementara Himeka tetap duduk tenang. Namun Shikamaru bersumpah, ia sempat melihat kedutan kecil disudut bibir gadis itu.

"Maaf Himeka-san. Sepertinya kami sedang terburu-buru. Tidak apa-apa 'kan kalau kami mengantarmu ke desa terdekat?"

Himeka tersenyum, "Tidak masalah."

"Baiklah, Ino, Chouji, kita bergerak sekarang!"

Shikamaru memimpin kelompok. Ino mengikuti di sampingnya. Chouji berada di belakang mereka dengan membawa serta Himeka dipunggungnya.

Tanpa sepengetahuan ketiganya, Himeka tersenyum culas. Ia menggerakkan satu jarinya hingga membuat pohon disekitarnya bergerak dalam sunyi. Kabut tipis tak terlihat perlahan mulai menyebar keseluruh hutan. Diikuti oleh sosok mereka yang mulai menghilang dibalik kabut.

.

.

.

.

Hari sudah berganti malam. Namun mereka tetap terus bergerak cepat. Ini adalah satu-satunya kesempatan. Dan mereka tak ingin menyia-nyiakan hal itu. Terlebih nasib seluruh shinobi sedang dipertaruhkan ditangan mereka.

Sakura menatap punggung sang nimfa yang berada beberapa meter dihadapannya. Bergerak paling depan tak jauh dari Sasuke. Disusul kemudian oleh dirinya, Sai, Lee dan Tenten. Sementara Kiba, Shino dan Hinata berada di posisi paling belakang. Mata hijaunya tak pernah lepas mengamati ketika gadis itu meloncat dari satu dahan ke dahan yang lain dengan begitu lincah dan bertenaga. Di saat yang lain mulai agak melambat, si pirang sama sekali tak menampakkan tanda-tanda kelelahan sedikit pun. Staminanya seperti tak pernah habis, terisi lagi dan lagi. Persis seperti Naruto.

Astaga, apa yang ia pikirkan? Bagaimana mungkin ia menyamakan gadis itu dengan Naruto?

Naruto sudah tewas. Sedangkan gadis itu masih hidup, bergerak dan begitu nyata berdiri dihadapannya.

"Kau pasti sedang memikirkan Naruto-kun."

"Eh?"

Sai tersenyum. Ia tahu bagaimana perasaan Sakura saat ini. Karena ia pun juga merasakan hal yang sama. Terkejut, bingung dan penasaran. Namun bedanya, ia berhasil menyembunyikan seluruh ekspresinya dengan baik. Entah siapa sebenarnya gadis pirang itu, yang jelas kehadirannya cukup mengusik perhatian mereka.

"Semuanya tercermin jelas diwajahmu. Tapi—ada baiknya jika kita fokus pada misi ini terlebih dulu. Kau setuju 'kan?"

Pernyataan Sai membuat Sakura terdiam. Benar, bagaimanapun ia harus fokus pada misi kali ini. Sakura memejamkan mata. Kedua tangannya terkepal dengan erat. Untuk sementara ia harus mengenyahkan pikiran tentang Naruto dari otaknya.

.

.

.

.

"Ino!" Shikamaru berteriak panik saat tiba-tiba Ino jatuh pingsan. Beruntung ia segera bergerak cepat untuk menangkapnya, tepat sebelum tubuh lemas gadis itu menghantam 'lantai' hutan.

Sial, apa yang sedang terjadi sebenarnya?

Shikamaru mengalihkan perhatiannya ketika mendengar suara 'bruk' yang cukup keras. Mata hitamnya terbelalak tak percaya. Saat tubuh gempal Chouji terkapar beberapa meter darinya.

"Chouji!"

Apa-apaan ini!

Himeka tertawa jahat. Ia begitu menikmati ekspresi tersiksa Shikamaru saat ini. Manusia memang lemah. Seharusnya sejak dulu mereka tak pernah diciptakan.

"Kau—Siapa kau sebenarnya?"

"Siapa aku?" Cahaya hijau menyelimuti tubuh Himeka. Dalam sekejap yukata yang ia kenakan berganti menjadi sebuah chiton hijau yang indah. "Aku Chlora, seorang driad."

Shikamaru menyumpah pelan. Merasakan tubuhnya mulai ikut lemas dan tak berdaya. Tidak, jangan sekarang. Ia tidak mungkin jatuh begitu saja tanpa melakukan perlawanan.

Melihat Shikamaru yang berjuang keras melawan, tak pelak membuat Himeka menyeringai kejam, "Menyerah saja. Kau tak mungkin bisa melawan kekuatanku."

"Tidak akan tahu kalau belum dicoba."

Chlora mendecih, "Keras kepala." Telunjuknya bergerak malas, membuat akar pohon membelit ketiga tubuh shinobi Konoha dihadapannya hingga sebatas leher. Lambat tapi pasti, akar-akar tersebut mulai menyeret tubuh mereka mendekat kesebuah pohon.

Dengan kesadaran yang 'kian menipis, Shikamaru melihat bagaimana tubuh Ino dan Chouji terserap ke dalam batang besar itu.

Apa-apaan ini, kenapa gadis aneh itu bisa menguasai mokuton? Bukankah jurus mokuton hanya bisa dikuasai oleh Senju Hashirama dan Yamato saja?

Pandangan Shikamaru mulai memburam. Tubuhnya mulai mati rasa. Hanya tinggal menunggu beberapa detik sebelum matanya tertutup sempurna.

"Tidurlah yang nyenyak," Chlora tersenyum mengejek. Ia memberikan kecupan jauh untuk Shikamaru sebelum ikut menghilang ke dalam batang pohon yang lain.

DEG!

"Apa yang kau lakukan?" Sasuke menegur Naruto saat nimfa itu berhenti secara tiba-tiba.

"Aku... merasakan sesuatu."

Sasuke mulai waspada. Dalam sekejap mangekyou-nya telah aktif.

"Ada apa ini? Kenapa kita berhenti di sini?"

"Yuu-chan, kau merasakannya juga 'kan?" bisik Naruto pada rubah fennec di kepalanya.

"Ya."

"Aku tak merasakan apapun," jawab Sasuke datar.

Hinata mengaktifkan byakugan-nya. Sama seperti Sasuke, ia mulai mengamati kondisi disekitar mereka, "Tidak ada chakra yang mencurigakan di sini."

"Baunya juga biasa saja," Kiba menambahi.

"Yuu-chan..." Tanpa perlu menyelesaikan ucapannya, Yuudai tahu apa yang harus ia lakukan. Biasanya ia sangat benci jika seseorang menyuruhnya melakukan sesuatu. Tapi ia tahu ini merupakan situasi yang genting. Manusia memang tak dapat merasakannya, namun ia dan Naruto bisa. Rubah itu menutup mata. Kedua telinganya kembali diselimuti chakra berwarna keemasan.

Waktu seakan berjalan lambat bagi Naruto. Sungguh, perasaannya begitu resah sejak tadi. Ia yakin sesuatu yang buruk telah terjadi. Namun ia tak tahu seberapa buruknya hal itu. Naruto menunggu dengan khawatir. Dan kekhawatirannya semakin menjadi tatkala mendengar Yuudai yang mulai mengumpat kasar.

"Seseorang telah membuka portal ke dunia bawah."

Oh tidak, ini lebih buruk dari yang ia bayangkan.

TBC

Chiton: Kain persegi panjang tanpa lengan hingga sebatas lutut, yang terbuat dari bahan linen atau wol. Pada bagian bahu dijepit dengan bros (fibula), sementara bagian pinggangnya dihias oleh ikat pinggang (zoster). Dikenakan oleh wanita dan pria dari periode archaic hingga periode hellenistic.

Special Thanks To:

| yuki akibaru | kimjaejoong309 | Byakuren Hikaru83 | Rizuki1993 | choikim1310 | uchiha senju naru hime | Aiko Vallery | KukuhTersayongg | wilyd ningsih34 | yassir2374 | Okiniiri-Hime | Indah605 | Rin SafOnyx | Asahi Yuui | Rin Mitsuki | Neko Twins Kagamine | BeibiEXOl | Miyuki Asakura | Rin Haruna | 4gLTE | Mimo Rain | Nohara Rin chan | hutamara senju | Ariellin | InmaGination | akai kuro | SapphireOnyx Namiuchimaki | Drak Blue | RizxaSukaSN | meowww | Rin SNL | yuuki | Dwi341 |

Mind to Review?