Ikut tur keliling dengan empat rocker mungkin adalah impian... Setidaknya itulah yang orang-orang katakan padaku. Bagiku empat rocker itu adalah keluargaku. Mereka mengawasiku dari waktu aku berumur lima tahun. Melindungi dari amukan ibuku saat ia terpengaruh alkohol dan narkoba. Ketika mereka telah berhasil menjadi band besar mereka masih mengawasiku. Dan ketika ibuku meninggal mereka mengambil alih tugasnya sebagai waliku. Dalam enam tahun sejak saat itu, aku telah mengawasi keempat pria yang berarti segalanya bagiku. Aku mengurus mereka seperti yang pernah mereka lakukan padaku. Aku menangani semua pekerjaan kotor di balik layar kehidupan para rocker.

Ini tidak selalu menyenangkan. Beberapa kali nyaris menjijikkan, terutama ketika aku harus menyingkirkan bekas one night stands mereka. Ugh! Namun mengurusi mereka tidaklah menggangguku. Maksudku, aku tidak jatuh cinta dengan salah satu dari mereka. Itu pasti gila. Jatuh cinta pada seorang rocker tidaklah cerdas. Oke, jadi aku tidaklah cerdas. Aku menyayangi mereka, dan salah satu dari mereka menggenggam hatiku di tangannya. Tapi aku bisa mengatasinya. Aku telah mampu menyimpan rahasia kecilku selama bertahun-tahun sekarang.

Bagaimanapun, aku tak mampu menghadapi gangguan yang tampaknya telah kuderita. Ini sungguh membuatku takut. Aku benci dokter, tapi aku tiba-tiba lebih khawatir mengetahui apa yang salah denganku daripada apa yang dokter mungkin lakukan padaku. Ketika aku memperoleh hasil pemeriksaanku, hidupku tak akan pernah seperti dulu lagi...

Rocker That Holds Me

(Ini hasil Remake dari novel Terri Anne)

Cast : Byun Baekhyun, Park Chanyeol, Kim Jongin, Oh Sehun, Kris Wu.

Pairing : ChanBaek, KaiBaek, HunBaek, KrisBaek.

Rate : M.

Genre : Romance, Family, Relationship, genderswitch.

Disclaimer : Fanfic ini Remake dari novel The Rocker That Holds Me (The Rocker #1) oleh Terri Anne Browning. Saya hanya meremake dengan mengganti nama tokoh dan beberapa hal untuk menyesuaikan kebutuhan cerita.

Selamat Membaca...

~Prolog

Saat itu hujan. Aku suka hujan, tapi tidak dengan guntur dan kilat. Cahaya kilat tidaklah seburuk guntur yang menggemuruh. Itu mengingatkanku pada Ibuku ketika dia sedang murka, melayang karena obat terlarang, minuman beralkohol, dan laki-laki.

Hari ini aku mendapat dosis ganda amukan karena ada badai yang mengamuk di luar dan monster Ibuku yang mengamuk dalam kemarahannya.

Aku berharap dan berdoa pada Tuhan bahwa dia hanya akan pergi tidur seperti yang biasa dilakukannya. Tapi sepertinya Tuhan tidak mendengarkan doaku saat ini. Tampaknya Tuhan tidak pernah mendengar doaku di setiap aku berdoa kepada-Nya.

Aku mulai bertanya-tanya apakah Dia benar ada? Seperti yang selalu disampaikan pendeta yang selalu singgah berulang-ulang kali bahwa Dia ada.

Ibuku sering mengutuk Tuhan, jadi aku pikir dia percaya kepadaNya.

Hujan membasahi baju kaus tipis dan celana leggingku. Aku menyelinap keluar jendela sesaat setelah ibuku selesai denganku.

Hujan menyapu airmataku dan darah yang mengalir dari luka yang ditinggalkan ibuku setelah dia mengejarku dengan sebuah cambuk dan tinjunya.

Air dingin menyengat tubuh berbilur dan memarku, tapi aku telah terbiasa dengan rasa sakitnya.

Secepatnya setelah kaki telanjangku menginjak tanah di luar flatku, aku berlari dengan cepat ke arah celah kecil berumput yang membatasi flat dimana aku tinggal dengan flat yang dianggap Chanyeol sebagai rumah.

Aku berdoa semoga ibunya belum memutuskan untuk membersihkan kamarnya, semoga beliau tidak mengunci jendela kamar seperti yang selalu dibiarkan Chanyeol tidak terkunci untukku, sekedar untuk berjaga-jaga.

Ketika aku naik pada ember tua berukuran lima galon yang kugunakan sebagai tangga, aku merintih saat menemukan bahwa ibunya telah berada di kamarnya. Jendela terkunci.

Aku menggigil sekarang karena hujan bertambah deras, dan aku tak punya sepatu, jas bahkan tempat hangat untuk berlindung.

Aku tahu tidak ada gunanya untuk mencoba berkeliling di flat-flat sekitar.

Ayah Kris ada dirumah dan aku tak akan pernah masuk kesana ketika ada kesempatan bisa menemukanku.

Flat Kai & Sehun hanya punya jendela kecil yang terlalu tinggi untuk dinaiki oleh kaki kecilku, kecuali salah satu dari mereka membantuku.

Sebuah isakan kecil keluar dari bibirku saat aku menyibakkan rambut basah dan kusutku dari wajahku, akuberjengit ketika menyentuh pipiku yang bengkak.

Ibuku seorang yang ahli dalam menampar wajahku. Dan hari ini dia tepat pada sasarannya, mengingat jumlah obat yang dipakainya dan minuman keras yang habis ditenggaknya. Terdengar suara berisik dari seberang halaman rumput kecil. Ibuku telah kembali untuk ronde kedua dan dia telah mengetahui keberadaanku.

Jantungku berpacu, aku melakukan hal yang hanya bisa aku pikirkan. Aku menarik drum yang menopang Flat Chanyeol. Aku menarik dan menarik, sehingga mengiris tanganku saat aku melakukannya. Tapi, akhirnya dengan rintihan kemenangan aku berhasil menariknya cukup kebelakang sehingga aku bisa merangkak bersembunyi di bawah Flat.

Begitu aku sudah di bawah, aku mendorong drum itu kembali ke tempatnya setelah itu. Aku menahan jeritan saat aku bersandar dan tanganku menyentuh bangkai tikus. Aku mengelap tanganku di celana lembabku dan memeluk tubuhku agar aku tidak bersentuhan dengan tikus itu lagi.

Kepalaku bersandar pada pondasi dan kupejamkan mata, berdoa semoga Ibuku tidak akan berpikir untuk mencariku disini.

Aku pasti tertidur. Ketika aku bangun, aku mendengar Chanyeol dan Kris memanggil namaku. Mereka terdengar panik.

"Baekhyun?" Chanyeol tepat disampingku di sisi lain dari drum. "Baek?"

Aku meraih drum dan menariknya ke belakang untuk dapat melihat keluar. Pada awalnya mereka tidak memperhatikanku. Chanyeol berdiri bersama Kris, keduanya memakai baju band mereka yang aku bantu untuk mendesainnya. Kris memegang stik drum di tangan kirinya sementara yang satunya terkepal.

Chanyeol terlihat khawatir. "Dia tidak akan pergi jauh".

"Dasar pelacur sialan Jika saja mereka tidak akan membawa Baekhyun dari kita seperti yang kupikirkan, aku akan segera langsung menelpon polisi," omel Kris

"Tapi mereka akan melakukannya, Kris. Dan kemudian dia akan berada di tempat yang lebih buruk dari sebelumnya. Setidaknya kita bisa menjaganya," ujar Chanyeol padanya.

Ini adalah topik pembicaraan yang sama yang selalu mereka bahas setelah kejadian penganiayaan. Jika mereka menelpon polisi, dinas sosial akan membawaku pergi. Tempat penampungan tidak lebih aman dari Ibuku. Mungkin lebih buruk. Aku berumur 7 tahun dan aku mengerti maksudnya. Chanyeol dan yang lainnya telah menjelaskan padaku berulang kali.

The Rocker That Holds Me.

Aku menarik drum itu lebih mundur lagi dan perlahan merangkak keluar. Aku kaku dan terluka. Lumpur menempel di bekas luka cambukan dan goresan di tanganku dari pondasi.

Aku lebam dan memar. Dan aku mulai merasakan gatal di tenggorokanku yang akan berakhir dengan radang tenggorokan.

Tiba-tiba ada lengan kuat yang menarikku keluar. Begitu ujung kakiku terlihat, aku segera dipeluk oleh Chanyeol.

"Brengsek" seru Kris.

"Diam, Kris," Chanyeol membentaknya sembari mempererat pelukannya padaku. Aku bisa melihatnya berpikir keras. Dia sedang berpikir kemana harus membawaku, menyembunyikanku. Aku mendengar suara tawa dari flatku—Ibuku pasti sedang kedatangan salah satu teman lelakinya, dan terdengar suara televisi dari flatnya—jika Ibu melihatku seperti ini, beliau akan langsung menelpon polisi, tidak ada pilihan lain.

"Ayahku sudah pergi," Kris telah mulai berjalan menuju flatnya. "Ayo Yeol."

Aku menggigil sesampainya kami di kamar Kris. Aku kedinginan, sungguh kedinginan dan terluka parah.

"Kita harus membuatnya hangat," ujar Chanyeol. "Mulailah menyalakan air panas supaya aku bisa memandikannya".

Kris tidak berkata apa-apa saat dia meninggalkan kamar dan aku mendengar bunyi air menyala dari ruangan sebelah. Chanyeol mengajakku berdiri di kakiku dan mulai melepaskan baju basahku. Aku tidak membantah saat dia melepaskan celana leggingku bersama dengan celana dalamku. Dia menarik napas panjang saat dia melihat memar; luka yang menganga di kaki dan tanganku, satu dipunggung dan sepanjang perutku.

"Maafkan aku, Baekhyun," bisiknya. "Aku sangat menyesal."

Aku terdiam sebab aku tak mengerti mengapa dia meminta maaf. Bukan dia yang memukulku. Ini bukan salahnya. Aku mungkin seorang gadis kecil, namun aku tahu dia takkan bisa selalu melindungiku. Dia punya band, dan hari ini mereka bermain musik di sebuah pesta untuk beberapa orang anak dari sekolahnya. Aku berharap dia mengajakku, tapi aku sadar seorang anak berumur 7 tahun di pesta anak SMA bukanlah ide yang bagus. Sehun mencoba menjelaskannya padaku dan aku hampir yakin aku mengerti alasan tersebut.

"Yeol," Kris memanggil dari kamar mandi. "Aku kurang yakin apakah ini terlalu panas atau tidak. Kemarilah dan periksa ini."

Chanyeol menuntunku dengan tangannya ke kamar mandi kemudian membungkuk untuk mengetes suhu air. "Ini kelihatannya sudah pas," dia mengangkatku dan menempatkanku di air.

Aku merengek ketika air menyentuh lukaku. Itu sakit namun panas dari air terasa enak di kakiku yang dingin. Tak lama kemudian aku berhenti menggigil. Chanyeol membersihkanku, berusaha bersikap lembut saat dia membersihkan luka di tubuhku. Rahangnya mengeras dan kurasa ada air mata menggenang di matanya.

Kemudian setelah rambutku bersih dan wangi, dia mengangkatku keluar dari air, membungkusku dengan handuk. Kis memegang sekotak plester luka dengan gambar putri kecil di atasnya yang sangat kusukai. Tapi ada juga sebuah salep lengket di tangannya yang lain dan aku menggelengkan kepalaku. "Tidak, itu sangat perih."

Chanyeol menggosokkan handuk ke seluruh tubuh basahku, masih berusaha untuk lembut. Beberapa luka berdarah lagi dan perih saat terkena gosokan handuk. Ketika dia selesai dia mengambil salep dariku dan aku menjauh "Tidak, Oppa," rengekku. "Aku tidak mau itu."

"Aku tahu, Baekhyun. Aku tahu ini pasti sakit, tapi kau tidak mau terinfeksi, kan?" Dia berkedip-kedip dan kurasa dia sedang menahan diri untuk tidak menangis. "Jika kau terinfeksi, maka kau harus ke dokter dan mereka akan menyuntikmu."

Itu kata-kata ajaibnya. Aku benci disuntik. Aku benci dokter. Jadi aku duduk di bak cuci kecil dan membiarkannya mengoleskan salep ke seluruh tubuhku, mencoba bertahan untuk tidak merintih karena sakit ini. Tak lama setelah dia selesai, salep itu hampir habis. Kris menolongnya memasang plester luka. Setelah selesai, mereka mencium luka itu dan mengatakan hal yang selalu mereka katakan.

"Semoga lekas sembuh."

Kris memakaikan salah satu kemejanya untukku. Tapi karena kebesaran mereka menyimpulnya, sehingga aku tidak akan jatuh terjerembab saat berjalan. Ketika aku telah berpakaian, Chanyeol mengangkatku dan membawaku kembali ke kamar Kris. Mereka menempatkanku di tempat tidur kecil yang berlawanan dengan dinding dan memakaikan selimut yang beraromakan seperti Kris.

Sehun dan Kai memasuki ruangan. Sehun menjinjing tas dari apotek dan mengeluarkan sekotak obat-obatan. Mereka memberiku sedosis besar Tylenol dan kemudian menyuapiku. Kai telah mampir di McDonalds dan membelikanku paket chicken nugget.

Perutku berbunyi dan aku sadar aku belum makan sejak kemarin. Perutku sakit saat kunyahan pertama. Aku duduk dan memegang perutku hingga sakitnya hilang kemudian melahap habis sisa nugget dan kentang goreng. Aku tidak minum Sprite yang mereka beli sampai aku selesai makan. Ini sungguh enak.

Akhirnya aku meraih mainanku, boneka binatang dengan rambut aneh dan baju kaus. Aku mendekapnya erat di dadaku saat Chanyeol menyisir rambut kusutku. Rambutku saling menarik, karena jarang disisir, tapi aku tak mengeluh dan dia berlaku lembut. Selama sisir itu bekerja di rambutku, mataku semakin berat. Tak lama aku pun tertidur...

The Rocker That Holds Me.

Part 1

Aku membuka mata begitu bus berhenti. Sambil meringis, aku mendorong diri untuk bangun dari sofa dan melihat sekilas keluar. Bus wisata terparkir di parkiran sebuah hotel. Bus lainnya penuh dengan para kru dan dua trailer beroda delapan belas di tarik dibelakangnya, penuh dengan segala perlengkapan panggung dan band. Aku ingin mandi dan tidur sepanjang malam yang benar-benar penuh, tapi aku masih punya banyak hal yang harus dilakukan.

Berdiri, aku berjalan menuju bagian belakang bus untuk membangunkan yang lain. Kris tengkurap di tempat tidur paling bawah. Dia memegang sebotol Jack Daniel's di tangannya, setengah botolnya telah kosong. Di atasnya Sehun sedang mendengkur, bassnya di dekap erat ke dadanya. Di sisi lain Kai sedang mengigau, bergumam tentang beberapa "pengacau".

Sambil mendesah, aku mengguncang bahunya terlebih dahulu.

"Kai," aku harus mendekat ke telinganya dan meneriakkan namanya. Mereka semua tukang tidur yang parah, tapi Kai-lah yang terparah. "Kris Ayolah, mari kita pergi tidur di tempat tidur yang sebenarnya."

Kris menguap kemudian membuka matanya. "Baek?"

Aku menyeringai ke arahnya. "Siapa lagi?" aku mencium pipinya dan menarik lengannya. "Bangunlah, kita sudah sampai."

Ketika dia sudah duduk, aku pindah ke Sehun. Yang harus aku lakukan hanyalah mengambil bassnya. Dia mengencangkan tangannya di sekitar bassnya dan bangun. "Aku sudah bangun," gerutunya.

"Kai." Aku mengambil botol Jack Daniel's dari tangannya dan menutupnya kembali. Punggungnya telanjang dan tato Demon's Wings sepanjang punggungnya itu menekuk saat aku membangunkannya. "Ugh, kau benar-benar harus mandi." Aku hampir muntah mencium bau minuman keras di napasnya saat dia berbalik dan menarikku ke arahnya. "Bangun kau, Pemabuk."

Dia mencium pipiku sebelum dia melepaskanku dan aku berdiri, bergerak maju menuju akhir bus.

"Kalian semua segera berpakaian. Setelah aku membangunkan Chanyeol, aku akan mengurus masalah kamar kita... Jangan kembali tidur, Kai," aku memperingatkannya. Mengetahui dia akan melakukannya. "Aku punya seember air es untukmu jika kau melakukannya."

Dia menggumam mengutukku, tapi aku hanya menyeringai. Televisi menyala. Aku mematikannya dan menjatuhkan diri di sofa di samping Chanyeol. Dia tidak memakai apa - apa kecuali celana boxernya. Aku tidak berhenti untuk mengerlingkan mataku pada dadanya yang keras dan perutnya yang kencang. Aku sudah melakukannya berulang kali sebelumnya. Malahan aku membungkam mulutnya dan mencubit hidungnya, butuh beberapa detik saat sebelum dia tersentak dan mendorongku jatuh.

"Sialan." Dia menggerutu tapi membantuku untuk bangun dari tempat aku terjatuh.

Aku berdiri sambil tertawa dan meraih kaus Demon's Wingsnya. "Apakah tidurmu nyenyak?"

"Aku baru saja tertidur beberapa jam yang lalu," dia mengambil kaus yang aku berikan padanya dan memakainya. "Banyak hal yang aku pikirkan. Lagu-lagu yang ingin keluar tapi terkunci di otakku.

"Aku bermimpi," curhatku.

Dia menegang, mengetahui bahwa mimpi-mimpiku tidak pernah menyenangkan. "Kau baik-baik saja?" tanyanya sembari meraih tanganku dan menarikku ke pangkuannya. "Mau membicarakannya?"

Menenangkanku, dia menyisir rambutku dengan jari- jarinya. Aku memejamkan mata dan mengubur wajahku di lehernya. "Oh Tuhan, dia begitu harum seperti biasa, kalian semua menjagaku. Itu salah satu dari sekian banyak mimpi ketika Ibuku mencambukku."

Lengannya yang keras memelukku dengan erat. Jari-jarinya mengencang di ikatan rambutku, tapi aku tak protes. "Aku benci wanita sialan itu," ucapnya. "Semoga dia membusuk di neraka sana."

Aku sangat setuju. Ibuku meninggal 6 tahun yang silam akibat overdosis obat-obatan terlarang. Untuk berkata aku merasakan kasihan rasanya merupakan pernyataan yang berlebihan. Semua yang aku rasakan ketika aku menemukan tubuh dinginnya terbujur kaku saat aku pulang dari sekolah hari itu hanyalah kelegaan yang sangat luar biasa. Aku 15 tahun dan aku bebas dari penyakit yaitu Ibuku.

"Aku butuh kopi," Chanyeol berdiri dengan aku yang masih dalam pelukannya.

Aku memeluknya dengan erat untuk beberapa detik kemudian melepaskannya. "Aku pastikan kau akan mendapatkannya," aku berbicara dari balik bahuku saat aku melangkah menuju bagian depan bus.

"Itu bukan tugasmu untuk mendapatkannya" Dia berteriak kepadaku.

Tapi memang iya. Sepanjang hidupku, Chanyeol dan lainnya telah merawatku. Bahkan ketika mereka harus meninggalkanku setelah mendapatkan tawaran kontrak sepuluh tahun silam, mereka masih memperhatikanku. Mengirimkan aku uang dan hadiah-hadiah. Memastikan seseorang mengecekku setiap hari.

Mereka tengah mengadakan tour, melakukan apa yang harus dilakukan oleh para rocker, tetapi mereka tetap menelponku setiap hari. Ponsel yang mereka berikan padaku adalah satu-satunya penghubungku ke pada mereka. Aku bisa menelpon, mengirim pesan singkat, mengirim surel atau apapun yang aku inginkan atau butuhkan, sehingga aku bisa berbicara dengan mereka setiap hari.

Kemudian ketika Ibuku meninggal, mereka kembali, meninggalkan segalanya segera setelah aku menelpon Chanyeol. Mereka mengurus pemakaman. Dan disaat petugas Dinas Sosial datang mencoba membawaku, mereka membelaku dengan mengatakan bahwa aku adalah bagian dari mereka. Mereka membawaku jauh dari kehidupan gelap di Flat dimana selama ini kami dibesarkan.

Mereka membelikanku laptop, mengatur agar aku mengikuti kelas online sehingga aku bisa menyelesaikan pendidikanku dari balik bus.

Para priaku takkan pernah meninggalkanku lagi. Dan aku berhutang pada mereka untuk selalu merawatku. Menjemputku, memulihkanku. Menjaga kewarasanku. Memberiku makan. Memberiku pakaian. Menyayangiku. Tidak semua orang bisa melakukannya. Tapi Chanyeol, Kai, Sehun dan Kris berbeda. Mereka mengenalku sejak aku berumur 5 tahun. Membawaku di bawah sayap-sayap gelap mereka, melindungiku meskipun mereka 10 tahun di atasku.

Mereka adalah keluargaku dan kini adalah saatnya aku untuk merawat mereka. Jadi aku mengurus semuanya. Mereka ingin kopi, aku bawakan mereka kopi. Jika Kai ingin sekotak Scotch berumur 50 tahun yang baru, yang sangat mustahil untuk di dapat, aku pastikan dia akan mendapatkannya. Aku mengurus semuanya, dari pemesanan kamar hingga perempuan.

Yeah, aku telah menjadi seorang profesional yang mampu menyingkirkan wanita-wanita manapun yang telah lewat masa keberadaannya. Dan itu biasanya terjadi di pagi hari berikutnya.

Dua jam kemudian, aku telah mengatur mereka berempat masing-masing di kamarnya. Aku menghabiskan waktu lebih lama di kamar Kai, untuk memastikan dia mandi dan menggosok giginya. Memberikannya sepasang pakaian bersih dan menyuruhnya tidur.

Ketika aku menuju kamarku, aku merasa melayang. Aku mandi dengan cepat dan hampir terlelap sebelum kepalaku menyentuh bantal.

"Baek," Kris menggedor pintu kamarku membangunkanku beberapa jam kemudian. Aku menatap jam, melihat bahwa sudah saatnya menuju Civic Center untuk mempersiapkan konser malam ini dan bangun dari tempat tidur.

Aku membuka pintu untuk Kris supaya dia tidak merubuhkannya. Dia berjalan masuk saat aku mengganti baju tidurku.

"Kau baik- baik saja, Baek?" tanyanya bahkan tidak pusing untuk mengalihkan pandangannya saat aku memakai bra dan memasang kaus Demon's Wings dari atas kepalaku. "Kau tidak pernah melewatkan untuk tidur sebelumnya."

Kenyataannya aku merasa tidak enak badan untuk akhir-akhir ini. Tapi, aku tak berniat untuk memberitahukannya. Dia akan memberitahu yang lain dan mereka akan mengerumuniku, memaksaku untuk pergi ke dokter. Aku benci dokter "Aku baru saja mengalami malam yang sulit kemarin." Elakku.

"Mimpi buruk."

Aku menarik celana dalam baru dan kemudian memasang celana jins ketat. Sepatu bot selutut dengan hak 3 inci dan aku siap. Aku mengikat rambut berantakanku menjadi ekor kuda. Tidak perlu berdandan, lalu berputar dengan dia yang masih menatapku. "Aku baik-baik saja, Kris." Aku memeluknya erat dan berjinjit untuk mencium pipinya. "Tenang." Aku menarik satu tanganku ke atas dan mengusap kepala botaknya. Dia ingin itu tetap licin. Itu sangat seksi dan semua orang sangat ingin mengusap kepalanya. Tetapi dia hanya menyukainya jika aku yang melakukannya.

"Aku pikir kita perlu sebuah liburan," ujarnya saat mengikutiku keluar dari kamar. "Mungkin kita harus kembali ke rumah untuk beberapa saat."

Aku meliriknya melalui ekor mataku saat aku memencet tombol lift. "Dan dimana tepatnya rumah itu? Kita telah tinggal di bus selama 6 tahun ini."

"Chanyeol berbicara tentang membeli rumah. Tapi kita tidak bisa memutuskan dimana kita akan menetap. Kai menyarankan di Chuncheon, Gangwon-do. , Sehun ingin ke Myeongdong ." Dia mengangkat bahunya sambil melangkah masuk bersamaku ke dalam lift. "Bagaimana menurutmu?"

Sejujurnya, aku tak tahu apa yang aku pikirkan. Aku akan mengikuti kemanapun mereka pergi asalkan kami tetap bersama. Aku tidak perduli. Tapi aku tidak menyangka mereka akan secepat ini menetap, bahkan di saat kita telah lelah untuk pindah dari satu tempat ke tempat lain. "Aku tak pernah memikirkannya," ucapku padanya.

"Well, kau harus memikirkannya. Kami ingin tahu dimana kau ingin tinggal dan menetap. Kau tahu kemanapun kau pergi, kami akan mengikutimu."

Kata-katanya menghangatkan hatiku dan aku memeluknya erat. Dia mencium puncak kepalaku dan kami keluar dari lift di lantai dasar.

Chanyeol, Kai, dan Sehun sudah menunggu kami. Mereka semua memberiku tatapan khwatir, tapi aku hanya melewati mereka menuju ke limo yang sudah menunggu di luar.

TBC...

Hy... Salam kenal,,

Meskipun ini fanfic Remake tapi bolehlah bagi review nya...