© Kakagalau proudly present

.

.

.

DESPERATE

(Fall For You)

.

.

.

ChangKyu Couple

.

.

This story inspired from Ilana Tan's and Alia Zalea's Novel.

.

.

Feel free to drop a line about my story.

.

-Boys Love-

.

Plagiarism is not allowed.

Chapter 7 : Your Call

Changmin memejamkan matanya. Menajamkan kembali pendengarannya. Mendengarkan dengan seksama setiap ucap beserta isak dari suara diseberang line telepon. Dan untuk yang kesekian kalinya, pemuda jangkung itu menghela napas tertahan. Sesak.

Ia berharap telinganya salah dengar; mimpi di tengah hari buta; atau lelucon Oktober MOP? –baiklah, oktober MOP adalah sebuah kemustahilan! Tapi sekalipun ini tidak mungkin, dalam hati Changmin terus berharap mengenai segala kemungkinan bahwa berita yang baru saja sampai di telinganya itu adalah sebuah lelucon. Apapun yang mengindikasi bahwa semua ini tidaklah nyata. Changmin bahkan menepuk pipinya sendiri berulang kali. Berharap untuk segera terjaga. Namun pipinya malah terasa perih –sakit. Dan kedua bola matanya yang kini terbuka membuat Changmin menyadari, bahwa ia tengah diseret paksa untuk menerima kenyataan menyakitkan.

Changmin sedikit mengernyit ketika seseorang di seberang telepon menyebutkan Mount Sinai Hospital sebagai tempat Kyuhyun dirawat sekarang. Tunggu! Seingat Changmin, Mount Sinai Hospital berada di New York –Amerika Serikat. Bukankah itu tandanya Kyuhyun tak berada di Korea sekarang? Tidak –ini bukan berita bagus! Sama sekali bukan.

Changmin meraih ponselnya sendiri usai sambungan telepon di tutup. Mengembalikannya pada kakak sepupu Kyuhyun yang kini masih dalam keadaan shock.

"katakan padaku bahwa berita ini tidak benar." Lirih Sungmin sambil menggenggam ponselnya sendiri. Pria bunny itu masih terduduk lesu dengan mata basah.

Changmin menghela napas lagi. Mungkin pemuda jangkung itu sudah melupakan pepatah Jepang. Bukankah menghela napas panjang –lelah- merupakan simbol hilangnya kebahagiaan?

"katakan padaku bahwa ini semua bohong, Changmin-ssi." Ulang Sungmin memelas.

"dia memang kecelakaan." Sebaris kalimat dari Changmin itu menghancurkan hati Sungmin, juga hatinya sendiri. "apa dia ada di Amerika, sekarang?"

"…"

"hyung…" Changmin kini giliran memelas. "apa dia ada di Amerika Serikat, sekarang?"

"ya!" kesal Sungmin. "entah apa yang terjadi antara kau dengannya di Inggris beberapa waktu lalu! Aku tak mengerti. Yang jelas bocah bodoh itu memutuskan untuk menemui keluarganya di Amerika!" gusar Sungmin.

"mwo?"

"haruskah aku mengatakan bahwa ini salahmu?" desis Sungmin tajam, "Kyuhyun memutuskan ke Amerika dan kemudian kecelakaan itu salahmu! Ini semua salahmu!"

Changmin kemudian mendial satu-satunya nomor yang bisa dia andalkan untuk saat mendesak seperti ini.

Jangan sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Kyuhyun kalau sampai itu terjadi, aku sungguh takkan bisa memaafkan diriku sendiri.

Bunyi dering ke tiga, telepon diangkat. Tanpa basa-basi Changmin straight to the point,

"Uncle Kim, bisa kau minta orang kepercayaanmu untuk memesankan tiket ke New York detik ini juga? Aku butuh tiket ke New York secepatnya. Untuk dua orang! Kalau bias, untuk penerbangan sore ini."

Ya, bahkan untuk orang kaya –seperti Changmin, dua tiket penerbangan ke Amerika rasanya bukan hal yang sulit. Benar begitu bukan?

.

.

.

Changmin –dengan rambut berantakan, kepala pusing karena jetlag, dan masih menyeret koper serta menggendong ransel- kini berdiri di hadapan pasangan paruh baya dan seorang perempuan muda yang usianya mungkin setara Sungmin. Ia –bersama Sungmin- tengah menghadap keluarga Kyuhyun di kooridor kamar rawat pria manis itu. Changmin mengabaikan penampilannya yang sungguh berantakan. Oh! Ingatkan dia bahwa pemuda jangkung itu baru saja melakukan penerbangan selama delapan jam lebih dan kemudian langsung memutuskan pergi ke rumah sakit tempat Kyuhyun dirawat. Pemuda jangkung itu bahkan hanya menggosok giginya di toilet bandara tadi. Tak sempat mandi. Apalagi untuk check in hotel dan menaruh barang-barangnya.

"nugu…seyo?" seorang wanita paruh baya yang diyakini Changmin sebagai ibu Kyuhyun itu bertanya dengan bahasa ibunya. Meskipun terdengar sedikit aneh karena aksen Amerika nya yang sudah terdengar sangat fasih namun tatapan hangat dari yeoja paruh baya itu membuat Changmin merasa diterima.

Changmin membungkuk hormat. Mempertahankan adat ketimurannya. "Shim Changmin imnida. Rekan kerja Kyuhyun."

Changmin bisa melihat gurat lelah dan beberapa jejak air mata dari wajah yeoja itu. Ani. Bukan hanya diwajah yeoja itu. Namun hampir ketiga orang yang kini tengah berdiri di hadapan Changmin memasang wajah yang sama. Nampak jelas bahwa mereka banyak sekali menangis. Changmin menunduk. Entah mengapa, menyadari ada banyak jejak air mata di wajah itu membuat dada Changmin terasa sesak. Beberapa gagasan buruk menyelinap dalam kepalanya. Apa kondisi Kyuhyun begitu parah? -Changmin bahkan tak berani bertanya. Takut akan kenyataan yang akan didengarnya.

"dia sedang bersamaku ketika Imo menelepon kemarin. Lalu kemudian memutuskan untuk ikut menjenguk kemari." Terang Sungmin yang berdiri di samping Changmin. Memutus jeda yang sempat menyisakan canggung. "bagaimana keadaannya?" Tanya Sungmin.

"masih belum sadarkan diri." Lelaki paruh baya yang merupakan kepala keluarga Cho itu nampak menggeleng pasrah. "padahal ini sudah lewat tiga hari."

"kepalanya terbentur cukup parah. Dia juga mengalami retak tulang di bagian bahu dan kaki –juga rusuk. Paru-parunya juga terdapat memar. Sepertinya tabrakan itu cukup parah." tambah Ahra.

"tentu saja parah!" nyonya Cho nampak kesal. Gusar sekaligus menahan tangis. "kecelakaan yang melibatkan empat belas mobil dan tiga orang meninggal! Ini mengerikan. Dan kenapa anakku harus jadi salah satu korbannya?"

Tuan Cho mengelus bahu istrinya. Menenangkan pasangan sehidup sematinya yang mulai histeris itu.

"astaga~ bagaimana ini bisa terjadi?" Sungmin menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Lelah luar biasa, baik secara fisik maupun psikis.

Ahra mendekat ke arah Sungmin. Memeluk halus pria kelinci yang juga merupakan saudara sepupunya itu. Disaat yang sama, Changmin mengambil posisi Ahra sebelumnya. Berdiri di dekat pintu kamar rawat Kyuhyun untuk melirik keadaan Kyuhyun dari kaca kecil yang menempel di pintu.

"Kyuhyun harus menjalani beberapa operasi lagi jika kondisinya stabil." Terang tuan Cho.

"tapi dia bahkan belum sadarkan diri, bukan?" Sungmin menimpali kalimat samchon-nya itu dengan nada miris.

"bolehkah aku... Melihatnya?" tanya Changmin ragu. Memohon izin pada keluarga Cho.

"eung?" tiga suara kaget itu menanggapi permohonan Changmin.

"aku... Ingin melihat Kyuhyun di dalam. Bolehkah?" ulang Changmin, masih dengan nada lirih yang sama.

Tuan Cho sedikit menunda kalimatnya di bibir. Menatap Changmin dari atas sampai bawah. Sebelum akhirnya tersenyum dan mengangguk, "silahkan." ujarnya ramah.

Changmin tersenyum -meski matanya tetap jelas menggambarkan gurat sendu. Pemuda bermarga Shim itu masuk ke kamar rawat Kyuhyun setelah sebelumnya mengenakan pakaian steril.

Ahra yang memperhatikan gerakan Changmin menyikut pelan rusuk Sungmin yang berdiri disampingnya. Berharap mendapatkan penjelasan. "sebenarnya siapa dia?"

"rekan kerja Kyuhyun." jawab Sungmin seadanya.

"oppa... Kau tau kan bahwa aku menangkap gelagat aneh disini." gusar Ahra. "apa dia... Seperti Kyuhyun?"

Ahra yang menggunakan kalimat ambigu membuat Sungmin sedikit bingung. "apa maksudmu, Ahra-ya?"

"gay... Is he a gay?"

Sungmin menggeleng, " dia straight."

"tapi aku menangkap gelagat bahwa ia menyukai adikku."

"Entahlah... dia memang sebelumnya mengaku padaku bahwa ia mencintai Kyuhyunnie."

"tebakanku benar, kan?" Ahra mulai akan mengembangkan senyum. Sebelum akhirnya senyum itu dihapus oleh Sungmin.

"dia memiliki kekasih -seorang yeoja." potong Sungmin. "dan lagipula, kurasa ia tak tau tentang orientasi seksual adikmu. Maksudku, aku tak yakin bahwa si brengsek tiang listrik itu benar-benar menyukai Kyuhyun."

"dia nampak tulus."

"Kyuhyun patah hati karena namja itu! Makanya ia kabur ke Amerika." Kesal Sungmin. "Kyuhyun menyukainya. Menyukai namja straight itu. Sayangnya si brengsek itu benar-benar…"

"anak itu benar-benar kacau." gerutu Ahra sambil mengamati langkah Changmin. Entahlah… apakah anak itu merujuk pada Changmin atau Kyuhyun –hanya Ahra yang tau.

.

Changmin menyentuh jemari lentik sewarna salju itu. Lembut –seperti yang terakhir kali ia ingat. Bibir pink-nya masih nampak merona dan kissable. Mengingatkan Changmin pada kenangan brengseknya di London beberapa tahun lalu.

Changmin merenung lama mengamati tubuh yang terbaring itu. Betapa ia merindukan mata yang kini terpejam itu terbuka –menatapnya hangat. Ia rindu iris caramel itu. Ia rindu menatap bola mata Kyuhyun yang berbinar ceria. Bercerita melalui tatapannya. Betapa Changmin juga merindukan senyuman Kyuhyun; omelan Kyuhyun dan nada-nada indah yang mengalun dari bibir penuh itu.

Changmin mendudukkan dirinya di kursi yang terletak di samping ranjang Kyuhyun. Mengamati pergerakan beberapa alat medis yang menempel di tubuh lelaki manis itu.

"aku merindukanmu…" satu kalimat lirih dari Changmin meruntuhkan pertahanan pria jangkung itu. Changmin mengambil tangan Kyuhyun yang terbebas dari infus. Menempelkan jemari lembut itu ke pipinya sendiri.

"terlalu lama tak melihatmu membuatku merasa nyaris gila." Aku Changmin. "untuk itu aku datang –untuk membawamu tetap disisiku. Disampingku."

"katakanlah aku egois… namun aku hanya ingin membuat pengakuan…"

"aku mencintaimu…."

"sungguh mencintaimu, Cho Kyuhyun."

"bangunlah… aku sungguh ingin kau mendengar pengakuanku… kau harus mendengarnya…"

"mendengar, betapa aku mencintaimu…"

Dan jemari lentik dalam genggaman Changmin itu, bergerak.

.

Aku memang menyukai warna putih namun tempat ini adalah tempat dengan warna putih yang sangat aku benci. Tak ada warna lain selain putih. Dan sialnya, hanya ada aku disini. Kemana yang lainnya?

Sepanjang mata memandang, aku hanya bisa melihat warna putih. Dan mengendus aroma kesepian dimana-mana. Mendadak, aku merindukan Changmin

Ya, Changmin. Dimana namja itu sekarang? Lelah hati aku menunggunya. Tapi jika aku bertemu dengannya nanti, memangnya apa yang akan aku lakukan padanya? Kami bahkan masih canggung. Dan lagi bukankah aku tak tau dia berada dimana? Untuk itulah aku pergi ke Amerika, bukan?

Tunggu! Benar. Aku harusnya ada di Amerika saat ini. Menaiki taksi dari JFK Airport menuju rumahku sendiri di kawasan Manhattan. Tapi kenapa aku berada di tempat yang didominasi warna putih seperti ini. Dimana Appa, Umma dan Ahra nuna? Dimana aku?

Ih sakit! Sekarang aku bisa merasakan sakit di sekujur tubuhku. Sakit. Sakit. Aku bahkan merasa bahwa aku tak bisa bergerak. Semuanya sakit. Mataku bahkan tak mau terbuka. Ada apa ini? Apakah seseorang sedang bermain-main padaku dengan menempelkan glue pada kelopak mataku? Yang benar saja! Ayo mata. Segeralah terbuka!

"…untuk itu aku datang untuk membawamu tetap disisiku. Disampingku."Aku mengenal suara ini.

"katakanlah aku egois namun aku hanya ingin membuat pengakuan…" bukankah ini suara Changmin? Tapi dimana ia? Kenapa aku tak bisa melihatnya? Changmin-ah kau dimana?

"aku mencintaimu."Changmin-ah, apa kau tengah membuat pengakuan?Tunggu! Kau harus mengatakannya ketika kita bertemu muka, kan? Aku bahkan tak bisa melihatmu. Jadi, jangan dulu teruskan pengakuanmu

"sungguh mencintaimu, Cho Kyuhyun."

Yak! Changmin, tunggu aku buka mata dulu!

.

Kyuhyun nampak mengerjapkan matanya berulang-ulang. Menatap wajah-wajah khawatir yang membalas pandangannya.

"kau membutuhkan sesuatu, sayang?" nyonya Cho nampak bahagia saat mendapati putranya akhirnya membuka mata. "atau ada yang terasa sakit?"

Kyuhyun menggeleng kecil. Terlihat jelas bahwa pemuda itu masih menyesuaikan diri dengan pencahayaan di hadapannya. Juga menyesuaikan diri dari berjuta rasa sakit yang secara bertubi-tubi menyerangnya. Kyuhyun menatap sekelilingnya. Mengamati satu-satu orang yang berjejer melingkar di sekelillingnya.

"tunggu sebentar, Ahra sedang memanggil dokter untukmu." Ujar tuan Cho.

Kyuhyun nampak mengernyit, yang kemudian meringis nyeri.

"kau baik-baik saja, sayang?" nyonya Cho sangat khawatir dengan keadaan putranya itu.

Kyuhyun menatap ke arah Sungmin –kakak sepupunya. "apa aku mengalami kecelakaan parah, hyung?" suara lemah dan lirih Kyuhyun membuat semua orang di ruangan itu pasang telinga dengan baik. "mengapa Appa dan Umma sampai harus ke Korea?"

Tuan Cho mengerutkan dahinya. Bersiap melempar pertanyaan kalau saja suara ribut putri sulungnya tak menyela kalimatnya. Putri sulung Cho itu masuk dengan berisik seraya menyeret seorang dokter bersamanya.

"adikku sudah sadar, dok." Ujar Ahra gembira. Memberi tempat untuk sang dokter memeriksa adiknya.

"nuna juga ada disini?"

Tidak… tidak… jangan katakan! Jangan katakan itu.

"tentu saja! Adikku kecelakaan, bagaimana mungkin aku tak disampingmu, eung?" balas Ahra dengan nada sebal.

"tapi untuk apa sampai repot-repot ke Korea?"

"Korea apanya?" kesal Ahra. "kau ada di…."

Nyaris semua orang disana menahan napasnya masing masing saat menyadari ada sesuatu yang janggal disini. Kyuhyun merasa dirinya masih di Korea… apakah….

"kau tau kau ada di mana sekarang?"

Kyuhyun memandang sekeliling sejenak. "rumah sakit?" Kyuhyun balik bertanya dengan ragu.

"rumah sakit apa?"

"woorideul Hospital? Samsung Medical Center? Atau Seoul International Hospital?" Kyuhyun menyebutkan beberapa nama rumah sakit ternama di Korea. Yang jelas membuat beberapa orang di sana langsung memasang wajah terkejut.

"kau mengingat siapa kami?" Tanya Sungmin penasaran.

"tentu saja." Kyuhyun menjawab dengan kekuatan suara khas orang sakit. Namun ketika bola matanya bertemu dengan mata hitam Changmin, Kyuhyun langsung mengernyit. "aku hanya tak mengenal orang itu." Tunjuk Kyuhyun pada Changmin.

Ini, bencana!

TBC

.

Thanks for reading my FF ^^

Love,

Kakagalau