From the Darkest Side

.

Disclaimer: original story From the Darkest Side by Santhy Agatha

Re-make as YunJae version by eternalKURO

Warning: Yaoi, Mature-Adult content, Out Of Character

.

.

.

.

Kami adalah dua yang menjadi satu. Satu yang terdiri dari dua. Aku tidak tega membiarkanmu mencintaiku, karena dengan begitu kau harus mencintai sisi jahatku. Tapi sisi jahatku ini sangat sulit untuk dicintai.

- Jung Yunho-

.

Bukankah cinta juga sama? Aku selalu berfikir bahwa cinta hanyalah bentuk puitis dari obsesi dan keinginan untuk memiliki satu sama lain.

- Uknow -

.

.

.

- 01 -

.

.

Tidak ada yang bisa menggambarkan perasaan Jaejoong selain rasa takut dan kegugupan yang menyesakan dada.

Ketika mobil yang Jaejoong tumpangi memasuki gerbang mewah dari sebuah rumah yang terlihat megah, rasa gugup dan takutnya semakin memuncak. Wanita yang menyetir di sebelahnya tampak tenang dan bahagia. Bagaimana tidak? Kemewahan ini akan menjadi kehidupan barunya, hal yang sudah diimpikannya sejak dulu. Lagipula wanita itu tidak perlu mencemaskan penampilannya, ia selalu terlihat cantik, muda dan tidak pernah berubah sampai sekarang.

Wanita itu tidak lain adalah orang yang sudah melahirkan Jaejoong saat berusia sangat muda, 16 tahun. Dan sekarang saat usia Jaejoong 20 tahun, selisih usia mereka tidak terlihat, mereka seperti seumuran. Dalam berpakaian pun Jaejoong lebih menyukai memakai pakaian biasa namun nyaman digunakan, sedangkan ibunya memilih berpakaian sexy dan berkelas.

Penampilan Jaejoong sekarang memang tidak terlalu baik dan terlihat biasa saja, sebelum berangkat dia cukup lama berdiri di depan lemari pakaiannya hanya untuk mencari baju yang terbaik yang dia punya, tapi ternyata dia sama sekali tidak memiliki baju yang terlihat cukup bagus untuk digunakan saat ini. Gajinya sebagai staff administrasi di sebuah biro wisata sama sekali tidak mengharuskannya membeli pakaian baru, karena setiap hari dia menggunakan seragam dari perusahaan.

Kim Hyuna, melahirkannya karena kesalahan di masa lalu, sehingga Jaejoong tidak memiliki ayah yang mengakuinya dan membuatnya mau tidak mau memakai marga ibunya, Kim.

Setelah melahirkan Jaejoong, Hyuna meninggalkannya begitu saja dan menitipkan Jaejoong pada orang tuanya, lalu pergi merantau keluar kota untuk melupakan masa lalunya dan melanjutkan sekolah. Sejak saat itu Jaejoong dan Hyuna hanya bertemu saat Hyuna pulang liburan, Jaejoong juga tidak pernah memanggilnya 'Umma', selain karena Hyuna tidak mau dipanggil ibu, bagi Jaejoong orang tuanya adalah kakek dan neneknya yang sudah merawatnya sejak lahir hingga beranjak dewasa. Meskipun demikian, Jaejoong tetap menghormati Hyuna.

Tetapi, dua tahun yang lalu kakeknya meninggal dunia dan disusul neneknya setahun kemudian. Jaejoong tetap tidak menggantungkan diri pada ibunya, karena Hyuna sendiri tidak pernah perduli padanya.

Semenjak saat itu Jaejoong menghidupi dirinya sendiri dan tidak ingin terlibat dengan kehidupan ibunya yang saat itu sudah menjadi seorang artis ternama.

Sampai suatu ketika Hyuna menghubunginya dan mengatakan dia akan menikah dengan seorang konglomerat paling kaya dan ternama, seorang pria berusia 4 tahun lebih muda darinya dan mengundang Jaejoong untuk turut serta dalam persiapan acara pernikahannya.

"Walau kau adalah kesalahan akibat dari kebodohanku di masa lalu, kau tetaplah anakku" ucap Hyuna dengan logat sexynya sambil memoleskan lipstik pada bibir indahnya yang menurun pada Jaejoong saat pertemuan makan siang mereka setelah dua tahun tidak bertemu.

"Lagipula aku sudah terlanjur menceritakan tentang dirimu pada Yunho, secara tidak sengaja tentunya. Tapi siapa yang bisa membohongi seorang Jung Yunho? Dia mengetahui segalanya... " Hyuna tersenyum seperti remaja yang sedang jatuh cinta saat menyebut nama Yunho. "Dan Yunho ingin melihatmu"

'Jadi karena calon suaminya yang kaya itu ingin melihatku? Bukan karena ingin bersamaku di saat-saat bahagianya?' Jaejoong menyimpulkan dalam hati dan seberkas rasa nyeri mengalir di dadanya.

Jaejoong memang sudah terlatih untuk tidak mengharapkan apapun dari Hyuna, wanita itu terlalu egois untuk memikirkan siapapun selain dirinya sendiri. Tapi kadang kala ada sedikit rasa terbesit di hati Jaejoong yang ingin dicintai sebagai seorang anak oleh ibunya sendiri.

Dan disinilah dia sekarang, datang bersama ibunya yang begitu cantik dengan gaun sutera indah yang melekat ditubuhnya, rambut tatanan salon, kulit lembut hasil perawatan spa dan beraroma minyak wangi mahal. Sedangkan Jaejoong hanya memakai sweater cokelat lamanya yang sedikit kusam dan skinny jeans belel kesayangannya yang terdapat sobekan di beberapa tempat yang pas, dan rambutnya hanya ditata seadanya dengan sisiran jari-jari lentiknya.

'Calon suami Hyuna-ssi pasti akan sangat kecewa jika mengharapkan aku terlihat berkelas seperti dirinya' desah Jaejoong dalam hati.

"Mungkin aku lebih mirip appa" gumam Jaejoong menghibur diri.

Jaejoong tidak pernah tahu siapa ayahnya dan bagaimana wajahnya, karena Hyuna tetap menyimpan rahasia itu hingga sekarang seolah itu adalah aib masa lalu yang tidak boleh dibuka dan kakek neneknya juga tidak pernah membicarakannya.

Jaejoong sendiri tidak pernah lagi berani bertanya sejak insiden pada saat dia berusia sepuluh tahun, saat dia bertanya pada neneknya siapa ayahnya. Waktu itu neneknya langsung masuk ke kamar dan menangis, sedangkan kakeknya hanya mengelus kepalanya dengan wajah muram. Kesedihan yang menggantung setelah insiden itu begitu menyesakan dada Jaejoong hingga berhari-hari, dan sejak saat itulah Jaejoong belajar untuk tidak pernah bertanya lagi tentang ayahnya.

Rupanya calon suami ibunya ini sangat kaya, jarak pintu gerbang menuju rumah utama lumayan jauh tapi memiliki pemandangan yang indah dengan taman dan pepohonan di kiri dan kanan jalan. Ketika mobil mereka berhenti, Jaejoong sempat dibuat terpesona saat melihat rumah bermarmer putih bergaya gothic dan renaissance yang megah dihadapannya.

Hyuna rupanya sangat bersemangat karena dia segera melompat keluar dari mobil begitu mobil itu berhenti dan mau tidak mau Jaejoong mengikutinya.

Sepertinya mereka sudah ditunggu, atau ada kamera pengawas di depan pintu? Jaejoong mengedarkan pandangannya ke arah atas dengan curiga, karena saat mereka sampai di depan pintu dengan pilar marmer yang indah, pintu itu langsung terbuka tanpa diketuk dan seorang pelayan pria setengah baya dengan penampilan yang sangat rapih sudah berdiri di sana.

"Kim Hyuna-ssi?" tanya pelayan itu dengan ekspresi sedatar batu hingga Jaejoong bertanya-tanya apakah itu ekspresi asli atau hasil latihan bertahun-tahun.

Hyuna mengangguk penuh percaya diri. Pelayan itu lalu melihat ke belakang tubuh Hyuna, ke arah Jaejoong tepatnya dan mengerutkan alisnya tapi tidak berkata apapun.

'Mungkin dia mengira aku adalah supir Hyuna-ssi' desah Jaejoong dalam hati.

"Saya Leeteuk, kepala pelayan di sini. Tuan Yunho sudah menunggu anda di ruang utama, mari saya antar" ucap pelayan itu sopan sambil membalikan tubuhnya dan membiarkan Hyuna dan Jaejoong mengikutinya.

Sepanjang lorong menuju ruang utama Jaejoong terkagum-kagum dengan kemewahan interior rumah mewah itu.

Hyuna pasti akan sangat bahagia tinggal di sini, dia selalu ingin menjadi nyonya kaya raya dan keinginannya akan segera terwujud. Dan sudah pasti Jaejoong tidak termasuk dalam daftar impiannya. Jaejoong tahu dia hanya dibutuhkan karena calon suami Hyuna yang kaya raya itu ingin mengenalnya, setelah itu Jaejoong akan kembali ke kehidupan lamanya, kembali dilupakan oleh ibunya.

Toh dia juga memang tidak ingin terlibat.

Kenapa? Karena meskipun mewah dan mengagumkan, rumah ini terasa dingin dan kaku hingga menekan jiwa. Berbeda dengan rumah neneknya yang diwariskan padanya, rumah itu kecil tapi hangat dan penuh ketentraman. Seberat apapun pekerjaannya, Jaejoong selalu merasa kelelahannya hilang ketika pulang ke rumah itu. Karena itulah meskipun kagum, Jaejoong sama sekali tidak tertarik untuk tinggal di rumah seperti ini.

Leeteuk membuka sebuah pintu yang sangat besar dan mempersilahkan mereka masuk.

Hyuna langsung melangkah masuk dengan semangat.

"Darling" serunya mesra lalu memeluk pria bersetelan resmi yang berdiri di tengah ruangan.

Pria itu membalas pelukan Hyuna, tapi mata tajamnya yang seperti rubah menatap Jaejoong tajam.

Jaejoong sedikit terkejut melihat calon suami Hyuna saat pertama kalinya, semula dia berpikir jika calon ayah tirinya adalah seorang pria botak yang gendut, tidak tampan tapi sangat kaya. Tetapi pria yang berdiri di depannya ini sama sekali tidak gendut, dia tinggi atletis, bahkan sepertinya tidak ada lemak berlebih di tubuhnya, dan jas yang pastinya dijahit khusus itu menempel pas dan indah di tubuhnya yang berotot tapi ramping.

Matanya cokelat gelap seperti mata rubah dengan tatapan setajam elang, begitu juga dengan rambutnya yang kecokelatan dan kulit tan yang terkesan eksotis.

Dari literatur bisnis yang memuat jajaran pengusaha-pengusaha sukses, Jung Yunho selalu dibahas karena cukup sukses diusianya yang terbilang muda, 32 tahun. Tapi mereka tidak pernah memasang fotonya di literatur tersebut, jadi Jaejoong tidak bisa membayangkan seperti apa rupanya.

Yunho tidak hanya memiliki wajah tampan, dia juga memiliki karisma tersendiri yang membuat semua orang pasti akan menoleh dua kali ketika berpapasan dengannya.

Yunho melepaskan Hyuna yang bergelayut manja di pelukannya, lalu melangkah mendekati Jaejoong.

"Kau pasti Jaejoong" ucapnya dengan aksen yang begitu mempesona.

Jaejoong menyadari dirinya terpesona ketika Yunho menjulurkan tangannya untuk bersalaman, dengan gugup disambutnya jabatan itu. Tangan pria itu ramping, tapi menggenggam tangannya dengan mantap.

"Iya, dia adalah Jaejoong. Anakku yang manis" Hyuna berkata seolah-olah mereka ibu dan anak yang sangat akrab. "Jaejoongie, dia adalah calon ayah tirimu"

Jaejoong menganggukan kepala, sedikit gugup ketika menyadari Yunho menatapnya dengan sangat tajam, sangat meneliti hingga membuatnya salah tingkah. Adakah yang salah dengan Bajunya? Ataukah Yunho sedang mencari kemiripannya dengan ibunya dan tidak berhasil menemukannya?

"Karena umurku hampir 32 tahun, kurasa tidak masalah mempunyai anak seumuranmu, tapi kau bisa memanggilku Yunho jika kau mau"

Tentu saja, pria dengan vitalitas semacam ini pasti malu dipanggil 'Appa' oleh pemuda berusia 20 tahun seperti dirinya.

"Karena kalian sudah berkenalan, bolehkah aku memintamu menemaniku berkeliling rumah ini? Kita akan tinggal disini setelah menikah, bukan? Rumah ini indah sekali, Yunho"

Yunho hanya menatap Hyuna tanpa ekspresi.

"Tentu saja, sayang" gumamnya lalu mengapit lengan Hyuna, Yunho mengatakan sayang tapi terdengar begitu dingin.

Tiba-tiba Jaejoong merasa antipati kepada Yunho, dia begitu dingin dan tidak berperasaan seperti suasana di rumah megah ini.

Hyuna menoleh pada Jaejoong.

"Kau ingin ikut, Jaejoongie?" suara penuh kasih tapi tatapan matanya mengerikan, dan Jaejoong mengerti isyarat itu, ibunya ingin berduaan dengan kekasihnya dan tidak ingin diganggu.

Jaejoong sendiri juga tidak tertarik untuk melihat-lihat isi rumah ini. "Tidak, terima kasih. Jika boleh saya ingin menungu disini saja"

Sebelumnya Jaejoong mengamati ruangan dan menemukan rak buku yang menempel di dinding penuh dengan berbagai macam buku, rasanya lebih menarik duduk dan membaca karena sepertinya koleksi buku di rak itu sangat menarik perhatian Jaejoong. Dan jika diijinkan, dia ingin sekali membacanya.

"Tapi kau akan tinggal disini juga, jadi sebaiknya kau ikut agar lebih mengenal rumah ini" ucap Yunho tajam.

Ucapan Yunho membuat Hyuna dan Jaejoong sama-sama terkejut, rupanya Yunho sudah salah menarik kesimpulan tentang hubungan Hyuna dan Jaejoong.

Wajah Hyuna pucat seketika dan segera menyahut dengan suara sedikit melengking karena gugup. "Kau salah, darling. Jaejoong tidak akan tinggal dengan kita setelah kita menikah nanti"

"Kenapa tidak?" Yunho mengerutkan dahinya, tampak tidak senang. "Bukankah Jaejoong adalah anakmu?"

"Iya... tapi... tapi..." suara Hyuna hilang karena kebingungan.

"Tapi Jaejoong lebih suka hidup mandiri, dia sudah punya pekerjaan tetap dan dia merasa nyaman tinggal di rumah warisan orang tuaku. Bukankah begitu, Jaejoongie?" sekali lagi Hyuna menatap Jaejoong dengan tatapan memperingatkan.

"Tentu saja" jawab Jaejoong cepat. Selain karena dia tidak ingin tinggal di rumah ini, dia tidak mau Hyuna marah padanya karena mengacaukan seluruh rencana masa depannya.

Yunho menatap Hyuna dan Jaejoong dengan tajam dan penuh perhitungan.

"Baiklah, kita bahas hal itu nanti" kata-katanya menunjukan jika masalah itu belum selesai.

Rupanya selain dingin dan kaku, Jung Yunho juga arogan.

"Baiklah, jika kau ingin tetap disini, aku akan meminta pelayan mengantarkan segelas cokelat panas dan kue untukmu, kau boleh membaca atau melihat televisi untuk mengisi waktu" mata Yunho menunjuk kearah televisi plasma yang menempel di dinding yang sama sekali tidak Jaejoong perhatikan karena perhatiannya terpusat pada rak buku yang penuh itu.

Jaejoong menatap Yunho dengan gugup.

"Jika boleh... jika boleh, saya ingin membaca buku-buku di rak itu" pintanya pelan sambil menunjuk rak yang berisi buku-buku tebal yang berada di sudut ruangan.

Hyuna tertawa cekikikan seperti anak kecil mendengar ucapan Jaejoong.

"Membaca? Begitu banyak hiburan di rumah ini dan kau memilih membaca?" nada mencemooh terdengar jelas di suaranya hingga membuat pipi Jaejoong memerah malu.

Yunho sendiri hanya berdiri dan menatapnya datar.

"Setidaknya anakmu memilih hiburan yang paling bermutu diantara semuanya" kata-kata diucapkan Yunho dengan nada biasa saja, tetapi arti yang tersirat didalamnya membuat tawa Hyuna terhenti dan wajahnya merona malu. Dalam rasa malunya, Hyuna melirik Jaejoong dengan tatapan kesal.

"Silahkan baca semua buku yang kau inginkan" senyum tipis muncul di bibir Yunho, lalu menggandeng Hyuna dan membawanya pergi keluar ruangan.

Jaejoong merasa sangat lega ketika ditinggal sendirian, dengan penuh rasa tertarik, ditelisurinya buku-buku di rak raksasa itu. Kebanyakan buku berbahasa asing, dan merupakan versi asli. Banyak pula buku-buku literatur bisnis, tapi Jaejoong lebih tertarik pada sederetan buku sastra lama. Diambilnya salah satu buku dan tersenyum.

Kapan lagi dia bisa membaca buku-buku versi asli dengan gratis? Karena sudah pasti dia tidak akan mampu membelinya.

.

- xXxXxXx -

.

Ketika dia masuk, didapatinya pemandangan indah terpampang jelas di depannya.

Jaejoong tertidur di kursi santai dengan sebuah buku terbuka di pangkuannya, sebelah lengannya lunglai di sandaran kursi dan kepalanya miring setengah tertunduk.

Dia tidak dapat menahan keinginan untuk mengawasi lebih dekat. Dengan langkah pelan tidak bersuara, seperti singa yang sedang mengintai mangsa, didekatinya Jaejoong yang tertidur pulas. Dia berusaha sedekat mungkin, karena hasratnya mendorongnya untuk lebih mendekat.

Dipandanginya wajah Jaejoong dengan sangat teliti, kulitnya begitu halus dan lembut seperti bayi dengan semu kemerahan yang membuatnya tergoda untuk menyentuhnya. Bulu mata lentik menghiasi mata besarnya yang sedang terpejam dan bibirnya terlihat begitu ranum dan basah bagai kelopak mawar yang baru mekar, terlihat begitu indah walau nyatanya semua itu dimiliki oleh Jaejoong yang seorang laki-laki. Matanya menyusuri seluruh keindahan di depannya. Sudah sangat lama dia menunggu saat seperti ini, menunggu saat-saat Jaejoong berada begitu dekat dengannya.

Jaejoong telah membuatnya terbangun setelah ditidurkan secara paksa sekian lama.

Akhirnya dia tidak dapat menahan godaan, dibungkukkan tubuhnya kemudian bibirnya menyentuh bibir lembut Jaejoong dengan halus tapi penuh hasrat.

"Kau milikku, Jaejoong. Ingat itu"

.

- xXxXxXx -

.

"Kau milikku, Jaejoong. Ingat itu"

Bisikan itu begitu lembut sekaligus tegas, seperti dibawa oleh tiupan angin ketelinganya.

Jaejoong tersentak kaget dan langsung terduduk tegak, matanya memandang sekeliling dengan bingung. Dia tidak menemukan siapapun di ruangan itu.

Tapi ada yang berbisik di telinganya, dan kata-katanya masih terngiang jelas.

Apakah dia bermimpi?

Jaejoong menyentuh bibirnya, terasa hangat seperti ada yang menyentuhnya sebelumnya.

Jantung Jaejoong berdetak cepat. Apakah mimpi bisa sejelas itu? Suara bisikan itu begitu nyata, dan sentuhan di bibirnya masih terasa hangat.

Tapi, tidak mungkin ada orang yang masuk dan menciumnya begitu saja. Dengan putus asa Jaejoong menatap buku di pangkuannya, sebuah novel sastra romantis karya pengarang Rusia.

'Ah, sepertinya aku membaca buku yang salah dan malah terbawa alur novel ini' gumam Jaejoong dalam hati lalu menarik nafas lega.

Sekali lagi dia memandang sekeliling, ruangan masih sepi. Dia pasti tertidur lama sekali, tapi Hyuna dan Yunho belum kembali.

Jaejoong mengangkat bahu. Mereka kan sepasang kekasih yang akan menikah, pasti akan lupa waktu jika sedang berduaan.

Dengan perlahan Jaejoong berdiri, berusaha melemaskan tangan dan kakinya yang terasa kaku lalu berjalan mengitari ruangan yang luas itu.

Ruangan itu di desain untuk bersantai, meskipun di satu sudut terdapat sebuah meja kerja yang besar, tapi di sisi lain benar-benar penuh dengan perabotan dan fasilitas yang menunjang kenyamanan.

Merasa tertarik, Jaejoong mendekati meja kerja yang Jaejoong yakini adalah meja kerja Yunho. Ada sebuah bingkai foto yang diletakan terbalik begitu saja. Entah disengaja atau memang terjatuh. Jaejoong mengambil bingkai foto dan matanya mengamati foto di dalamnya, sebuah foto keluarga. Sepertinya itu foto kedua orang tua Yunho, dan dua orang anak laki-laki berusia sepuluh tahunan, yang bermata sipit seperti rubah Jaejoong yakini adalah Yunho dan yang seorang lagi mungkin adalah saudaranya.

Jaejoong sedikit bingung, kenapa kedua orang tua Yunho terlihat berbeda dengannya. Jaejoong sempat berfikir konyol jika kulit tan Yunho mungkin akibat berjemur dipantai walau itu mustahil karena Yunho sepertinya bukan orang yang menyukai hal semacam itu, tapi setelah melihat foto itu Jaejoong sadar jika warna kulit Yunho memang sudah kecokelatan sejak kecil dan sangat berbeda dengan kedua orang tuanya dan juga saudaranya yang memiliki warna kulit khas orang Korea, putih.

"Mereka orang tua angkat dan hyung angkatku, mereka mengasuhku ketika kedua orang tuaku tewas karena kecelakaan pesawat"

Suara yang terdengar tiba-tiba dari belakang tubuhnya membuat Jaejoong terlonjak kaget, membuatnya langsung membalikan badan dan menabrak tubuh kokoh yang berdiri di belakanganya.

Yunho langsung memegang bahu Jaejoong, menjaganya agar tidak terjatuh.

"Maaf, aku mengejutkanmu" ucapnya datar.

Jaejoong mengangguk, mundur menjauh dan melepaskan diri dari pegangaan Yunho. "Maaf... Saya... Saya lancang, saya melihat foto ini dan..."

Yunho mengangkat bahu. "Tidak apa-apa, mereka adalah orang tua dan saudara yang kusayangi. Meskipun aku memakai marga asliku, mereka sudah kuanggap seperti orang tua kandung bagiku"

Jaejoong tersenyum getir, setidaknya Yunho lebih bahagia darinya. Pria itu kehilangan kedua orang tuanya tetapi tetap merasakan kasih sayang dari orang tua barunya. Sedangkan dia? Ibunya masih hidup, tetapi sang ibu sama sekali tidak perduli padanya.

Dimana Hyuna? Jaejoong merasa sedikit bingung karena Yunho hanya sendiri tanpa Hyuna yang sebelumnya bergelayut di lengan kekar Yunho, Jaejoong berusaha mencari keberadaan ibunya di balik punggung Yunho tapi ternyata Yunho hanya sendiri.

"Ibumu sudah menunggu di ruang makan, aku bermaksud memanggilmu untuk makan siang bersama" ucap Yunho yang menyadari kebingungan Jaejoong lalu membalikan tubuhnya. "Ayo, kita ke ruang makan"

Mau tidak mau Jaejoong mengikuti Yunho melangkah ke ruang makan dan Yunho sengaja melambatkan langkahnya agar biasa berjalan disebelah Jaejoong.

"Apa kau merasa senang?"

"Apa?" Jaejoong terlalu kaget mendengar pertanyaan Yunho yang tiba-tiba sehingga tidak mencerna ucapan pria itu.

Yunho tersenyum tipis. "Diantara buku-buku itu..."

"Oh, iya" jawab Jaejoong cepat.

"Saya menemukan banyak buku-buku edisi asli yang sekarang sudah sulit ditemukan, tadi saya terlalu asik membaca sampai ketiduran" pipi Jaejoong merona merah.

Yunho menoleh dan menatap Jaejoong. "Tapi tidak ada sesuatu yang aneh terjadi padamu, kan?"

"Aneh?" tanya Jaejoong sedikit bingung.

Yunho mengalihkan tatapannya.

"Sudahlah lupakan" Yunho melangkah meninggalkan Jaejoong yang sedang kebingungan.

Aneh? Apa maksudnya?

.

- xXxXxXx -

.

Tengah malam dan ruangan itu gelap gulita. Yunho memasuki ruang kerjanya dan menghempaskan jasnya ke kursi dengan jengkel. Rencananya tentu saja berhasil, dia sudah berhasil membujuk Hyuna dan Jaejoong untuk menginap di rumahnya selama akhir pekan ini.

Yang tidak diduganya adalah sikap pantang menyerah Hyuna. Begitu Jaejoong berpamitan untuk tidur di kamarnya, Hyuna langsung berusaha mati-matian merayunya, wanita itu terang-terangan menunjukan kalau dia tidak keberatan tidur bersama Yunho sebelum pernikahan mereka.

Tentu saja rayuannya tidak berhasil, Yunho menggunakan alasan kelelahan untuk mengusir Hyuna agar kembali ke kamarnya sendiri. Yunho memang lelah, tapi seandainya tidak lelah pun dia tidak pernah berniat tidur dengan Hyuna.

Bukan Hyuna yang dia inginkan.

"Sampai kapan kau tahan dengan wanita murahan itu?" sebuah suara terdengar begitu sinis penuh ejekan pada Yunho yang berasal dari sosok di kegelapan yang menatapnya tajam.

"Bukan urusanmu" balas Yunho dingin. "Daripada membahas Hyuna, sebaiknya kau jelaskan padaku apa yang kau lakukan pada Jaejoong siang tadi"

Sosok di kegelapan itu tertawa mengejek, sengaja membuat Yunho marah.

"Kau tidak bisa menyalahkanku, aku sudah menanti begitu lama untuk melihatnya" sanggahnya tidak perduli.

"Kau tidak hanya melihatnya, kau menciumnya!" geram Yunho marah. "Apa kau tidak punya otak untuk berfikir?"

"Aku memang tidak punya otak, bukankah kau selalu mengatakan jika aku lebih mirip dengan binatang yang tidak pernah berfikir" sosok di kegelapan itu mengacuhkan kemarahan Yunho. "Aku menginginkan Jaejoong, jadi aku pasti akan memilikinya"

"Tapi kau harus menunggu sampai rencanaku membuahkan hasil!" sela Yunho sedikit kesal.

Suara tawa yang terdengar mengejek kembali menggema di ruangan yang gelap pekat itu. "Kau bilang itu rencana? Merayu wanita murahan itu untuk kau nikahi? Apa itu yang kau sebut rencana? Kau tahu, aku harus menahan jijik ketika melihat kau harus mencium wanita murahan itu dan berpura-pura menikmati saat kau mencumbunya"

Sosok di kegelapan menyeringai marah. "Kim Hyuna adalah wanita murahan yang menjijikan, dia tidak lebih dari seorang pelacur dan melihatnya ada di rumah ini membuatku muak hingga aku ingin menyingkirkannya secepatnya"

"Kau harus menahan diri, rencanaku membawa Jaejoong masuk kedalam rumah ini sudah berhasil"

"Lalu bagaimana caramu menyingkirkan Hyuna? Kau harus segera melakukan sesuatu sebelum aku kehilangan kesabaran, cara Hyuna meremehkan dan menghina Jaejoong seharian tadi benar-benar mengusik kesabaranku, dan kau tahu sendiri bagaimana jika aku marah" sosok di kegelapan itu mulai terlihat mengancam.

Yunho mengerutkan dahi. "Tidak akan kubiarkan kau bertindak semaumu sendiri"

"Kalau begitu sebaiknya rencanamu segera membuahkan hasil! Kau tahu akibatnya jika aku sampai turun tangan. Aku tidak suka jika ada yang menyakiti milikku, aku akan melakukan apapun untuk membalasnya"

"Jaejoong bukan milikmu!"

"Dia akan menjadi milikku! Aku sudah mengatakan janji itu, Jaejoong adalah milikku" ucap sosok di kegelapan itu penuh keyakinan.

Yunho menggeram marah. "Kau harus menunggu. Aku tidak mau kau seperti siang tadi, mendekati Jaejoong dan menciumnya! Apa kau sadar semuanya akan berantakan jika saat itu Jaejoong terbangun dan melihatmu?"

Sosok di kegelapan itu terkekeh. "Aku hanya mengucapkan selamat datang"

"Jangan sampai kau ulangi lagi. Biarkan aku menangai semuanya terlebih dahulu, setiap kali kau ikut campur hasilnya jadi berantakan karena kau mahluk kejam yang tidak punya perasaan. Aku tidak mau menyembunyikan kejahatanmu lagi, jadi tahan dirimu. Apa kau mengerti?" geram Yunho mengancam.

Sosok di kegelapan itu mengangkat bahu. "Baik. Aku akan kembali ke tempatku, duduk di kegelapan dan mengamati semuanya dalam diam. Tapi kesabaranku ada batasnya, Yunho. Kau pasti tahu apa yang terjadi jika aku kehilangan kesabaran"

Dahi Yunho berkerut mendengar kekejaman yang tidak di sembunyikan itu, lalu memegang pangkal hidungnya yang terasa nyeri.

Ini harus segera diselesaikan, sebelum mahluk kejam itu turun tangan dan mengacaukan semuanya...

.

.

.

To Be Continue

.

.

.

Reader-ssi mungkin pernah baca FF Re-make yg sama seperti ini dengan pairing yg berbeda, tapi ane berusaha buat yang sedikit beda.

Kalo responnya bagus bakal lanjut, tapi kalo kebalikannya bakal ga dilanjutin dan dihapus.

Arigatou gozaimasu.

- Kuro -