Seperti pantai yang mengagumi datangnya ombak

Seperti bumi yang mengagumi sinarnya bulan

Namun terkadang segalanya tak pernah cukup

Seluruh kekagumanku untuk mu terkadang terlalu sulit untuk ku umpamakan

"Disini kau ternyata" Joonmyun terkesiap saat seseorang menepuk bahunya agak keras.

"kau mengagetkanku, kau tahu?"

"menulis sajak lagi? seperti tidak ada habisnya saja" Ujar Yifan saat melihat secarik kertas dan pensil digenggaman Joonmyun.

"kau tahu hanya ini keahlianku." Ujar Joonmyun masih dengan ekspresi kagetnya.

"kau pasti mengira aku Shik Sonsae, bukan?"Yifan tertawa geli melihat wajah Joonmyun yang memucat. Ternyata anak ini benar benar terkejut. "jika dia yang memergokimu, aku pastikan melihatmu mendapat hukuman yang berat."

"seperti dipukuli dengan rotan? Aku bisa mati lebam" ujar Joonmyun tertawa kecil. Tidak tampak ketakutan yang berarti diwajahnya.

"kenapa kau tiba tiba membolos upacara pagi? Seperti bukan dirimu"

"sedang ingin saja. Lagipula ini hari terakhir sebelum libur musim panas" Joonmyun berbaring dilantai dan menatap awan awan putih yang bergerak. Sekolah khusus lelaki ini memiliki satu sisi atap yang cukup tertutup jadi mereka tidak akan ditemukan dengan mudah oleh guru kedisplinan. Yifan lah yang menemukan tempat ini dan menunjukkannya ke Joonmyun.

Yifan menatapnya curiga "lalu kenapa tidak mengajakku?"

"aku tidak ingin melibatkanmu dalam masalah."

Yifan berdecih kesal, "tidak perlu membolospun, kau tau aku selalu mendapatkan masa—"

"seminggu lagi tanggal 22"

Yifan menatapnya bingung lalu Joonmyun melanjutkan "ulangtahun ku ke Sembilan belas."

"ah benar juga. Lalu, kau sudah mendapatkan surat dari pemerintah?"

"semalam surat itu dikirim padaku. Mereka bilang aku akan bertunangan saat ulangtahunku."

"jadi tunanganmu sudah lebih dulu berumur Sembilan belas?"

"kurasa begitu."

Yifan ikut berbaring disebelah Joonmyun "kau sungguh sungguh ingin menikah?"

"kalaupun tidak, apa yang bisa kulakukan? Tak ada hak bagi kita untuk menolak"

"aku berfikir untuk kabur saja jika menjadi kau. Aku sungguh sungguh tidak ingin berkomitmen dengan seorang gadis. Mereka berisik dan merepotkan."

"tunggu saatnya jika kau jatuh cinta, Tuan Wu. Lagipula kau juga akan bertunangan bulan November atau kapanpun tunanganmu berumur Sembilan belas setelahmu"

Yifan menghela napas, mendadak tatapannya kosong "tidak ada yang namanya cinta, Joon. Itu yang ayahku ajarkan padaku. Ia menikahi ibuku hanya untuk mendapatkan keturunan yang akan melanjutkan bisnisnya. Setelah itu ibuku perlahan lahan gila dan bunuh diri hanya karna patah hati. Aku tidak ingin berakhir menyedihkan seperti itu."

"…" Joonmyun terlalu terkejut untuk berkata apa apa "t-tapi kau bilang ibumu meninggal karena sakit parah"

"aku berbohong. Aku tidak ingin keluargaku terlihat buruk"

"…"

"aku bersumpah aku tidak ingin jatuh cinta."

"tidak ada yang dapat menolak kehendak tuhan. Jika waktumu untuk jatuh cinta, maka kau akan." Joonmyun menatap Yifan nanar. "walaupun kau menolaknya sekuat yang kau bisa."

"ah berbicara seserius ini membuat perutku lapar" lelaki tinggi itu mengacak rambutnya pelan. "Joon. Kau mau ikut denganku ke kafetaria?"

"tidak, pergilah. Aku sedang tidak berselera."

"sepertinya moodmu akan buruk sekali semingguan ini" celetukan Yifan membuat Joonmyun tertawa kecil.

"sepertinya begitu."

.

Kyungsoo menerjapkan matanya pelan, pandangannya masih begitu kabur dan berputar. Walaupun ia penasaran tentang apa yang terjadi pada dirinya, namun ia terlalu lemas untuk beranjak.

"Soo-ya, akhirnya kau sadar." Seseorang memeluknya erat. Kyungsoo masih tidak dapat menebak sebelum pelukannya terlepas.

"Kyungmi?" dihadapannya berdiri Kyungmi, saudara kembarnya dengan wajah pias penuh air mata. Gadis ini banyak berubah karena mereka satu sama lain sudah belasan tahun tidak berjumpa, namun Kyungsoo masih terlalu pusing untuk mendeskripsikan perubahannya.

"ya, Kyungsoo-ya ini aku. Bagaimana perasaanmu? Apa yang terasa sakit?"

"lumayan pusing dan tubuhku terasa remuk. Ukh bisa bantu mendudukkanku?" Kyungmi perlahan membantu Kyungsoo untuk duduk dan bersandar pada kepala ranjang. "apa yang terjadi, Mi-ya? Mengapa aku berada dirumah sakit?"

"kau dan appa kecelakaan mobil. Itu yang kudengar dari polisi yang mengubungiku. Setelah itu aku dan eomma bergegas kemari."

"appa? Bagaimana keadaannya? Ia baik baik saja kan?"

Kyungmi menggigit bibirnya, kebiasaannya jika sedang berbohong—untung ia memalingkan wajahnya sejenak jadi Kyungsoo tidak mengetahuinya "a-appa baik baik saja, Kyung." Dokter berkata bahwa memberitahukan berita duka pada Kyungsoo sekarang akan membuatnya shock. Jadi lebih baik menunggu kondisinya membaik lebih dahulu.

"benarkah? Bolehkah aku melihat appa? Aku harus memastikannya sendiri"

Kyungmi tersentak saat Kyungsoo berusaha untuk bangkit dari ranjang. "jangan sekarang, Soo-ya! Kakimu—"

"ARGH!"

Terlambat. Kyungsoo lebih dahulu terjatuh sebelum Kyungmi sempat menghadangnya. Kyungsoo meringis merasakan sengatan pada kakinya. Kyungmi dengan cepat memencet tombol darurat agar seseorang membantunya.

"a-apa yang—"

Kyungmi menghela napas, seorang perawat lelaki dan seorang dokter datang kemudian membantu Kyungmi mengangkat Kyungsoo keranjang. "kakimu patah, oleh karena itu aku memintamu untuk beristirahat sejenak. Tenang saja, appa baik baik saja. Eomma menjaganya disana."

"kondisi nona Kyungsoo belum normal, benturan dikepala walau tidak terlalu keras harus tetap diperhatikan. lebih baik beristirahat dulu beberapa hari disini sementara saya melakukan pemeriksaan lebih lanjut terutama terhadap kakinya."

"baiklah, terimakasih uisanim" Kyungmi membungkuk sedikit kearah dokter yang berlalu. "Soo-ya. Lebih baik sekarang kau istiharat dulu, oke?"

Kyungsoo akhirnya memejamkan matanya dan mengangguk, "berjanjilah padaku besok kau akan membantuku menemui appa."

Kyungmi menangis dalam diam, untung Kyungsoo tidak mengetahuinya. "ne, arasseo. Sekarang tidurlah aku menunggumui disini" kemudian ia menyelimuti Kyungsoo yang perlahan tertidur karena obat biusnya mulai bekerja.

.

"Joonmyun-ah, makanlah yang banyak." Eomma Joonmyun menyerahkan semangkuk nasi kehadapannya. Dimeja makan Nampak berbagai macam makanan terhidang membuat Joonmyun menelan ludahnya kasar. Salah siapa siang tadi ia tidak ikut Yifan ke kafetaria hingga kini membuat cacing dalam perutnya meronta untuk diisi.

"tidak biasanya eomma membuat sebanyak ini." Walaupun heran, Joonmyun tetap melanjutkan makannya.

"sedang ingin saja. Ah, tidak terasa anakku sudah hampir dewasa. Benarkan yeobo?"

Appa Joonmyun mengangguk pelan, "sebentar lagi kau akan bertunangan. Bagaimana perasaanmu?"

Joonmyun menghela napas, "entahlah, appa. Rasa rasanya aku ingin menolak, tapi bisa apa aku?"

"appa yakin pemerintah akan memberikan yang terbaik untukmu. Kalaupun tidak, setidaknya kau tetap harus menjalaninya. Lihat hyungmu, buktinya ia menyukai tunangannya"

"aku tahu." Joonmyun berdecak kesal, sambil menatap hyungnya yang terlalu sibuk dengan makanannya.

"bukankah sekolahmu sudah libur musim panas? Bagaimana jika kau pergi berlibur ke suatu tempat. Hitung hitung menyegarkan diri sebelum bertunangan." Usul hyungnya yang akhirnya angkat bicara.

Joonmyun menatap hyungnya bersemangat "bolehkan eomma, appa?"

"eomma sih setuju saja. Bagaimana dengan busan? Tadi ahjussi mu menelefon, ia membutuhkan bantuan di kebunnya."

.

Kyungmi keluar dari ruang inap Kyungsoo dan duduk di bangku yang disediakan di koridor rumah sakit. Ia mendesah napas keras, tidak tahu apa yang akan dilakukannya setelah ini. Ntah bagaimana harus mengatakan pada Kyungsoo bahwa appa mereka meninggal di tempat kecelakaan. Belum memikirkan bagaimana cara untuk menenangkan ibunya, ia dihadapi kenyataan untuk menghadapi saudarinya yang pasti akan shock jika mendengar kenyataan. Sementara dirinya sendiri juga terpukul mengenai kejadian ini—walaupun ia tidak tinggal bersama appanya hampir belasan tahun namun ia tetap anaknya—Kyungmi memejamkan mata sejenak, berusaha untuk tetap tabah. Untuk eommanya, Kyungsoo, bahkan untuk dirinya sendiri.

"nona Wu Kyungmi"

Kyungmi menoleh dan mendapati seorang lelaki separuh baya dengan pakaian formal membungkuk sedikit dihadapannya. Ia bangkit dan balas membungkuk padanya.

"saya turut berduka cita atas kepergian Tuan Wu. Saya harap nona tetap tabah menjalaninya"

Kyungmi tersenyum getir dan mengangguk kecil. Melihat wajah gadis itu yang diliputi kebingungan, lelaki itu mulai memperkenalkan diri.

"perkenalkan, saya Lee Hoseok. Sekretaris pribadi Tuan Wu. Saya ingin meminta izin anda untuk mengantarkan Nyonya Wu Yixing pulang dan beristirahat."

Kyungmi terkesima seketika mendengar kabar eommanya—memang sejak Kyungsoo sadar, Kyungmi memutuskan untuk menemaninya. Ia tidak tega membiarkan saudarinya sendirian.

"ada appa dengan eomma ahjussi?"

"sedikit shock, dan tadi pingsan sebentar. Dokter meminta saya untuk membawanya pulang. Karena kondisinya akan memburuk jika tetap disini."

"baiklah. Terimakasih, ahjussi."

"bagaimana dengan nona? Nona tampak lelah. Jika ingin beristirahat, nona bisa ikut pulang. saya bisa mengirimkan seseorang untuk menjaga nona Kyungsoo."

Kyungmi menggeleng pelan. "tidak perlu, ahjussi. Aku akan bermalam disini untuk menemani Kyungsoo." Kyungmi menghela napas, "ba-bagaimana dengan appa?"

"saya sudah mengurus pemakamannya esok hari, nona. Baiklah saya permisi, sekali lagi saya turut berduka cita" Kyungmi mengangguk pelan dan lelaki itu beranjak pergi.

Kyungmi bersandar pada bangku dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Tak lama terdengar isakan pelan darinya. Bahunya bergetar cukup kencang menandakan betapa terpukul dirinya.

Appa..aku menyayangimu..

"chogiyo.."

Kyungmi melepaskan tangannya dan menatap seorang lelaki dengan baju pasien rumah sakit duduk disampingnya dengan tatapan cemas "gwenchanayo?"

Kyungmi tergagap saat menatap wajah lelaki itu. Tampan sekali, batinnya. "a-ah, ne. gwenchana"

Lelaki itu menyerahkan sebotol air mineral padanya "minumlah, agar kau tenang. Maaf hanya air, aku hanya membeli itu dikafetaria."

"eeh tidak usah." Kyungmi mengembalikannya karena merasa tidak enak, "ini milikmu dan kau hanya membeli satu."

Lelaki itu tersenyum kecil, "gwenchana, lagipula kau lebih membutuhkannya." Lelaki itu menatapnya penasaran "boleh aku tau, apa yang terjadi hingga membuatmu menangis? Bukan bermaksud apa apa, mungkin jika bercerita kau akan lebih tenang"

"ayahku baru saja meninggal dalam kecelakaan mobil." Lelaki itu menatapnya terkejut

"aku turut berduka mendengarnya."

"terimakasih."

"ayahku juga baru saja meninggal dua bulan yang lalu. Aku sangat tahu bagaimana persaanmu." Kyungmi hanya diam menatap wajah tampan dihadapannya. Lelaki ini baik sekali, mereka tidak saling kenal namun ia bersedia mengajak Kyungmi berbicara dan menghiburnya. "sudah takdir. Mungkin Tuhan punya rencana baik setelahnya, mungkin saja appamu sudah sangat dirindukan Tuhan."

"…"

"aku percaya, ayahmu adalah orang yang baik."

Kyungmi tanpa sadar tersenyum kecil. "kau bahkan tidak mengenalnya."

"hanya yakin saja."

"kau bahkan juga tidak mengenalku." Lelaki itu terkekeh pelan mendengarnya

"kita harus berkenalan kalau begitu"

"aku Wu Kyungmi." Ujar Kyungmi sambil menjabat tangan lelaki itu

"Kim Jongin"

.

tbc