Author : EdeLweIS O.O

Genre : Angst, Hurt

Main Cast : KaiSoo

Other Cast : Baek Hyun.

Length : Two Shot.

Rate : T+

Summary : 128 sebuah silent number Do Kyung Soo.

Aku hanya pasir pantai..

Bukan karang..

Aku dapat terhapus dengan ombak..

Tak dapat meraung..

Hanya dapat membisu..

..Silent Number..

Menunggu.. itulah yang sedang Do Kyung Soo lakukan. Badannya yang terlihat ringkih sedang duduk termenung di bangku balkon kamarnya. Purnama tersenyum seakan mengejek kesendiriannya. Ia takut sendiri, ia terlalu takut untuk menjadi sebatang kara lagi. Hari ini salju turun dengan indahnya. Menemani Kyung Soo yang sedang melakukan kegiatan yang sering ia lakukan selama 3 bulan ini. Kyung Soo beralih. Ia menatap awan malam yang berwarna gelap.

"Apa tak ada lagi cahaya cerah lagi untukku?" batin Kyung Soo. ia menghembuskan napas kasar. "Apa kau tidak pulang lagi Jongie? Aku.. merindukanmu.."

Kyung Soo dan Jong In. Sebatang kara yang akhirnya bersatu. Saling menopang dan menguatkan. Hingga kekuatan itu menjadi sebuah perasaan yang lebih dalam. Cinta.

Kyung Soo berjalan menyusuri rumah sederhananya. Seakan imajinasi sedang merasukinya. Ia melihat rentetan-rentetan memori indah terulang kembali di depan matanya. Ia menikmati. Layaknya candu. Ia tertawa tanpa suara. Hingga tanpa ia sadari airmatanya juga ikut tertawa dan jatuh silih berganti.

Ia seakan gila. Perasaan rindu yang meledak sudah ia rasakan. Ingin ia menghirup aroma harum kekasihnya., ingin ia meraba wajah tampan kekasihnya, ingin ia memandang dalam mata tajam kekasihnya. Ingin ia peluk, ingin ia cium, ingin, ingin dan ingin.

"Apakah dunia gemerlap itu membuatmu melupakanku?"

Malam ini adalah malam tahun baru. Tahun baru dan lembaran baru. Meninggalkan selembaran demi selembaran lama. Namun tidak untuk Kyung Soo. Ia tidak mau lembaran baru. Ia hanya ingin lembaran lama terjadi kembali.

Sudah kesekian kalinya Kyung Soo mencoba untuk menghubungi kekasihnya. Tapi nihil. Tidak ada jawaban. Yang ada hanya suara sampah baginya. Kyung Soo hanya ingin mengingatkan sebuah kewajiban rutin yang selalu mereka lakukan dimalam tahun baru. Berdo'a.

Jam terus berganti. Hari pun ikut berganti. Detik berubah menjadi menit dan menit berubah menjadi jam. Waktu akan terus berputar. Itulah yang ia rutuki. Kenapa harus berjalan? Ia mengutuk waktu yang membuang semua kenangan indahnya.

Kyung Soo menulis di dalam kertas. 128 , hanya itu yang ia tulis setiap harinya. Berpuluh-puluh ah tidak, beratus-ratus kertas sudah ia habiskan untuk menulis angka tersebut. Ia tempelkan kertas berwarna-warni tersebut di dalam kamarnya.

128 sebuah angka yang mewakilkan segala perasaannya untuk Kim Jong In. Sebuah angka yang ia tulis sebanyak mungkin. Tak berbatas dan tak terjumlah.

Ia pandangi foto yang ada di depannya. Foto yang bergambarkan seseorang yang sangat ia rindukan kehadirannya. Ia rabai foto tersebut. layaknya merabai lekukan wajah tampan yang tercetak jelas di sana.

"Tuhan.. dimalam tahun baru ini. Bisakah.. sekali lagi kau kembalikan kebahagiaan untukku?"

.

.

Jong In berjalan dengan gagahnya. Banyak teriakan histeris yang memekikkan telinga. Dengan angkuhnya ia mengangkat senyumannya. Kim Jong In, artis baru yang sudah melejit. Ia memasuki mobil mewahnya dengan dikawali beberapa bodyguard yang selalu sigap mengawalinya.

Fatamorgana indah sudah ia bayangkan di kepalanya. Ia sudah tidak sabar untuk pulang. Menemui seseorang yang sudah menunggunya. Ia melihat salju tahun baru lewat kaca mobil mewahnya. Ia memandang tak istimewa. Salju tahun baru tanpa do'a untuk Jong In.

Mobil sudah berhenti. Jong In segera melangkahkan kakinya cepat. Tak sabar untuk menemui seseorang yang sudah ia rindukan sedari tadi.

CEKLEK! Ia membuka pintu rumahnya. Ia berjalan mengendap-endap. Hingga ia melihat sesosok yang ia rindukan. Dipeluknya tubuh mungil tersebut. Dihirup aroma favoritnya. Hingga bibir tebalnya mengucap sebuah nama.

"Baek Hyun.."

.

.

Jong In bernapas tak beraturan. Ia menikmati surgawi dunia. Ditemani lampu yang temaram dan cahaya bulan. Napas memburu saling bersahutan. Merasakan ragawi yang sudah sampai dipuncaknya. Peluh bertubrukkan. Jong In memandang dalam wajah yang ada di bawahnya. Wajah lelah yang berkilat nafsu. Entah apa yang terjadi. Wajah yang ada di depannya kini berubah menjadi wajah seseorang yang sudah tidak lagi ia rindukan di matanya. Ia tercengang. Namun ia tak pedulikan.

"Baek Hyun.. Aku menyayangimu." Baek Hyun hanya mengangguk. Ia masih lelah akan aktivitasnya.

"Jadilah milikku sepenuhnya Jong In. Aku mohon.." pinta Baek Hyun. Jong In menciumi wajah Baek Hyun kembali. Merasakan betapa gilanya gairah yang sudah mereka lakukan malam ini.

"Iya, aku milikmu sayang.."

.

.

Kyung Soo berjalan dengan bertelanjang kaki. Ia merasakan pasir pantai yang terasa dingin karena salju. Ia memandangi laut yang terhempas. Memandang sayu dan luka.

"Tak bisakah aku menjadi laut? Kenapa aku hanya menjadi pasir? Pasir yang dapat dihapus.." batin Kyung Soo. Ia menutup matanya. Merasakan semerbak aroma laut yang begitu ia sukai. Angin laut membuat rambut legam Kyung Soo bergoyang. Menambah sebuah estetika diparasnya.

Wajahnya terlihat pucat. Semakin hari tubuhnya semakin kurus dan ringkih.

"Jongie.. kapan kau akan pulang?" tanyanya dalam hati. Perasaannya berkecamuk layaknya riak air ombak. Ia menundukkan kepalanya. "Aku merindukanmu.."

Ingin ia menjerit disepinya pantai. Meluapkan segala amarah jiwa yang sudah saling menghantam dihatinya. Namun apa daya.. Kyung Soo hanya seorang tuna wicara. Tak bisa berbicara apalagi berteriak. Hanya Jong In yang dapat mengerti dirinya. Memberikan suara tersendiri untuknya.

Ia menjadi tuna wicara karena trauma yang sudah berulang kali ia alami. Ditinggalkan, diacuhkan, dan dibuang. Ia tersiksa batinnya. Membawa beban yang sudah mengendap itu tak mudah. Kehadirannya tak diinginkan oleh ayahnya. Dulu, setiap hari ia melihat ibunya disiksa. Bahkan ia pun juga ikut merasakan segala cambuk yang tergores di raga maupun batinnya. Penderitaan yang berjalan secara continues dan terjadi selama bertahun-tahun.

Sumpah serapah pun makanan sehari-harinya. Hingga setelah ibunya meninggal. Diumurnya yang kesepuluh tahun. Ia dibuang ke panti asuhan oleh keluarga ayahnya. Ya.. di sanalah ia bertemu Jong In. pemuda yang selalu menemaninya dan membuatnya pertama kali merasakan sebuah kehangatan dan senyuman.

Kyung Soo mengenal tawa dari seorang Kim jong In..

Kyung Soo mengenal senyuman dari seorang Kim Jong In..

Kyung Soo mengenal kehangatan dari seorang Kim jong In..

Kyung Soo mengenal kasih sayang dari seorang Kim Jong In..

Kyung Soo mengenal kebahagiaan dari seorang Kim Jong In..

Dan Kyung Soo mengenal cinta dari seorang Kim Jong in..

Jadi.. apakah salah jika seorang Do Kyung Soo menyerahkan segala harga hidupnya untuk Jong In? Ia memandang senja. Apakah kisahnya akan berakhir dan tenggelam seperti senja? Sekali lagi, Kyung Soo menangis. Matanya yang bulat sudah terlihat membengkak. Rayuan angin pun tak dapat membuat tangisan itu berhenti.

"Apakah sudah menjadi takdirku? Hidup seorang diri dan menjadi sebatang kara?"

.

.

Kyung Soo kembali melakukan aktivitas rutinnya. Menulis angka 128 lagi pada kertas berwarnanya dan menempelkan kertas-kertas tersebut. Namun kali ini agak berbeda. Ia menulis dan menempelnya dengan senyuman. Kenapa ia tersenyum? Karena Jong In akan pulang hari ini. Setelah ia menulis dan menempelkan kertas-kertas yang sudah ditempel di kamarnya tadi, ia bergegas membuatkan makan malam untuk Jong In.

Senyuman lima jari terpatri halus. Sangat halus untuk wajah pucatnya. NYUT! Senyuman itu berganti menjadi ringisan. Ia memegangi dadanya yang terasa sakit. Hidung dan mulutnya berlomba-lomba untuk mengais-ngais udara.

CEKLEK! Kyung Soo berusaha menstabilkan diri. Peluh dingin merembes di atas kulit pucatnya. Ringisan itu kembali menjadi sebuah senyuman. Namun senyuman itu terlihat bergetar. Tak ada yang lebih istimewa baginya malam ini.

Istimewa karena seorang Kim Jong In telah pulang..

"Kau pulang.. aku merindukanmu," Kyung Soo mengatakannya dengan bahasa isyarat yang sudah sangat dihafal oleh Jong In. Kyung Soo mendekap tubuh tegap Jong In. Mencurahkan segala kerinduannya. Ia meneteskan air mata. Betapa ia merindukannya aroma tubuh dan lekukan kehangatan yang dimiliki seorang Kim Jong In.

BETS! Jong In melepaskan pelukan tersebut dengan kasar. Ia memandang dingin Kyung Soo. Namun tidak untuk mata bulat favoritnya. Jong In takut, takut akan terjebak oleh perasaanya lagi.

"Kita akhiri!" ucap Jong In.

"Mengakhiri apa?" tanya Kyung Soo dengan gerakkan tangannya. Rasa takut mulai menjerumuskannya.

"Hubungan ini!" jelas Jong In lagi.

DEG! Kyung Soo terdiam. Bibir pucatnya bergetar. Ia mencoba tak memercayai semua kenyataan ini. Berharap ini adalah mimpi. Kehilangan Jong In sama saja membuatnya mati.

"Aku lelah! Aku malu! Aku sudah muak menjadi bodyguard orang bisu sepertimu! Ingat! Aku bukan lagi Jong In yang dulu!" napas Jong In terengah-engah. Ia merutuki nafsu amarahnya. Sungguh, sebenarnya Jong In merasa berat. Namun ia sudah dimabukkan oleh asmaranya dengan Baek Hyun.

DEG! Tubuh Kyung Soo seakan terhempas. Ia tak mau percaya. Namun apa daya. Semua adalah nyata. Bukan fatamorgana. Beban menghantam dirinya lagi. Trauma itu bertambah. Satu tetesan airmata telah mengakhiri tangisannya. Wajahnya berubah tanpa ekspresi. Ia memandang Jong In kosong. Tanpa ekspresi dan tak bisa dibaca. Matanya pun hampa tanpa emosi. Tak memiliki warna atau pun jiwa.

Jong In mematung melihat ekspresi Kyung Soo. Pertama kali didalam hidupnya. Ia melihat Kyung Soo seperti ini. Ia meremas tangannya kuat. Menggigit bibir bawahnya. Rasa khawatir merayunya. Kenapa? Ada apa dengannya? Apakah baik-baik saja? Itulah seputar pertanyaan yang mengelilingi benak Jong In.

Kyung Soo membalikkan badannya lemah. Tak dipedulikannya Jong In yang menatapnya khawatir.

"Semua meninggalkanku.. meninggalkanku dan meninggalkanku." Kyung Soo masuk ke dalam kamarnya. Menguncinya rapat.

"Jika aku kehilanganmu.. sama saja aku kehilangan nyawaku. Karena kau adalah nyawaku Jongie.."

.

.

Sudah 7 hari semenjak kejadian tersebut. Jong In duduk menghilangkan rasa lelahnya akibat aktivitas keartisannya. Ia menghirup aroma malam dalam. Ia menghembuskan napas kasarnya. Ada sesuatu yang mengganjal dihatinya.

GREP! Jong In merasakan pelukkan hangat dari arah belakang.

"Jong In.. Ini ada Video Call. Dari tadi berdering terus. Angkatlah jika kau mau."

Jong In melihat nama sang penelepon dan foto di handphone Samsung galaxy S4 miliknya. 'My Blue Bird' ia masih ingat jelas akan nama itu. Nama kesayangan yang ia berikan pada seseorang. Kyung Soo.

"Ah.. ini tidak penting sayang.."

.

.

Kyung Soo mencoba menelepon Jong In berkali-kali. 3 hari lagi adalah hari ulang tahunnya. Ia ingin Jong In menemaninya untuk terakhir kalinya. Ia memandang sebuah amplop cokelat dengan suram. Dua kenyataan berat menghantamnya dengan keras.

"Aku mohon.. untuk terakhir kali ini saja.." salahkah jika ia menginginkan ini semua. Hanya satu hari saja. Tidak lebih. Ia memandangi kamarnya yang sudah penuh dengan kertas berwarna miliknya. Bertuliskan 128 . Sebuah rumus yang ia ingin seorang Kim Jong In pecahkan.

Kakinya mungilnya berjalan pelan. Kondisi raganya terlihat kian memburuk. Namun tak sebanding dengan kondisi nuraninya. Tertatih-tatih ia berjalan. Mengambil sebuah jaket berwarna hitam milik Kim Jong In. Jaket yang biasanya Jong in pakai untuk berlatih menari. Dulu ia sering sekali menemani Jong In berlatih. Dan membawakan Spagheti kimchi kesukaan Jong In. Memberikan semangat untuk Jong in agar tak menyerah mencapai mimpinya.

"Andaikan.." batin Kyung Soo. Ia jatuh terduduk lemas. Memeluk jaket berwarna hitam itu erat. Menghirup aroma khas yang sangat ia rindukan. Menangis diiringi suara-suara aneh yang sangat menggelikan jika didengar oleh orang lain.

"Tidak mudah bagiku Jongie.. kau adalah napasku."

.

Jong In membuka dompet berwarna cokelat kulit yang sudah terlihat pudar warnanya. Ia memandang dompet itu lama. Dompet yang dihadiahkan Kyung Soo padanya. Hadiah Kyung Soo yang pertama untuknya. Dompet yang rela tak ia ganti selama 7 tahun. Ia tersenyum lirih. Hingga jari-jari lincahnya mengambil sebuah foto yang terselip rapi di kantong dompetnya. Ia tajamkan indera pengelihatannya. Memandang paras yang tercetak jelas di dalam foto tersebut. paras yang sedang tersenyum manis dengan lebarnya.

"Bagaimana keadaanmu Kyungie?" pikiran Jong In berfantasi. Memikirkan keadaan Kyung Soo yang jujur saja membuat dirinya begitu khawatir. Sudah 13 tahun lamanya ia hidup bersama Kyung Soo. Baru pertama kali ia melihat Kyung Soo seperti itu. Sebenarnya ada satu impian yang belum terwujud sampai sekarang ini didalam hidupnya. Jika semua orang mengira bahwa Jong in sudah meraih segala impiannya, itu adalah salah. Satu impian yang belum terpenuhi dalam hidupnya…

Mendengarkan suara Kyung Soo. Itulah impiannya.

Ia berangan-angan. Seperti apa suara Kyung Soo jika memanggil namanya. Apakah terdengar manis? Apakah membuatnya candu? Namun ia mencoba menepis perasaanya. Menenggelamkan hatinya khusus untuk Baek Hyun.

"Apa kau masih mencintainya? Your Blue Bird?" tanya seseorang.

Jong In menoleh ke arah sumber suara. Ia menetralkan perasaan yang membuatnya dilema.

"Tidak.. aku hanya mencintaimu.."

.

.

3 hari telah terlewati. Hari ini adalah hari dimana Kyung Soo berulang tahun. Ia berkaca. Mencoba merias diri dan membuatnya terlihat lebih istimewa.

To : My Guardian Jongie

"Aku tunggu kau di pantai yang biasa kita kunjungi. Kau tak lupa kan? Hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku mohon, untuk terakhir kali ini saja.. setelah itu aku berjanji. Aku akan benar-benar pergi dari kehidupanmu."

Sudah berpuluh-puluh kali ia mengirimkan pesan untuk Jong In. Namun nihil. Tak ada jawaban yang didapatnya. Ia telepon berkali-kali. Namun nihil juga hasilnya.

Kyung Soo mengambil sebuah botol kaca kecil yang berisikan gulungan kertas di dalamnya. Kertas yang bertuliskan kunci jawaban dari 128 . Ia berjalan pelan. Tubuhnya benar-benar terasa berat. Dirasa semuanya sudah siap, ia lalu berangkat ke tempat tujuan.

Kyung Soo merasa sesak. Jalannya kian melambat. Batuk pun tak pernah berhenti menemani tenggorokannya. Bibirnya yang ranum kian memucat. Ia mencoba menguatkan diri. Meskipun diagnosis itu sudah membuatnya ingin menyerah.

"Aku harus kuat. Untuk terakhir kali ini saja.." batin Kyung Soo. kantung mata tercetak rapi di bawah matanya. Tidur pun ia tak nyenyak. Biasanya ia akan dipeluk erat rapat. Kini hanya angin yang memeluknya. Kehangatan sudah tak lagi ada. Yang ada hanya sapuan dingin yang terkesan hampa. Transparan dan tak dapat mengisi kekosongannya.

Ia menelepon Jong In lagi. "Kenapa suara sampah lagi?! Bodoh!" umpat Kyung Soo. Ia sudah tak sanggup lagi menangis. Mata bulatnya sudah lelah. "Tak bisakah?" Kyung Soo memandang handphone mininya. Berharap suara yang sangat ia rindukan itu ada.

"Tak bisakah? Aku mendengar suaramu saja tak bisa.."

.

.

Jong In dan Baek Hyun. Dua sejoli yang sedang merasakan kasmaran tinggi. Saling bergandengan tangan sambil melihat wahana-wahana yang tersaji rapi untuk mereka nikmati. Senyuman lima jari tercetak jelas di wajah mereka. Seakan rasa bahagia selalu mengikuti mereka. Menikmati kehangatan di tengah salju yang dingin. Dengan penyamaran paras Jong In yang begitu lihai, mereka menikmati hari 12 januari dengan bahagia.

Seakan tak punya lelah untuk tersenyum dan tertawa. Menikmati hari yang sebenarnya membuat seseorang yang lain menderita.

"Mau bermain apa lagi sekarang? Sudah 5 jam kita di sini.." ucap Jong In pada kekasih 'baru'nya.

"Emm apa kau tak mengangkat teleponmu? Kurasa dari tadi bergetar terus,." ucap Baek Hyun sambil mencium bibir tebal Jong In singkat.

"Itu tidak penting.."

.

.

Kyung Soo duduk ditemani pasir pantai. Memandangi fenomena laut pantai favoritnya. Sesekali ia mencoba menelepon Jong In kembali. Ia juga mengirim pesan pada Jong In. Berharap Jong In membaca dan akhirnya akan datang menemuinya.

Salju jatuh. Menemani Kyung Soo yang menunggu. Udara semakin terasa dingin. Namun ia tetap tak menyerah. Berharap Jong In datang dan menghangatkan dirinya. Meniup tangannya yang terasa dingin. Menatapnya khawatir dan memberikan pelukkan untuk dirinya. Bolehkah ia berharap?

"Kapan kau akan datang?

"Aku mohon datanglah.."

"Untuk terakhir kalinya.."

"Maafkan aku Jongie.. aku mohon datanglah."

Pesan itu terus ia kirim berkali-kali.

Salju kian terus menumpuk. 1 jam, 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam, 10 jam. Namun Jong In tak datang. Kyung Soo terus terbatuk keras. Badannya kian menggigil. Bibirnya membiru. Tangannya seakan beku. Ia hanya sendiri di sana. Jam sudah menunjukkan pukul 23.50.

Kyung Soo kesakitan. Napasnya terasa sesak. Ia menangis tak kuat. Mengais-ngais udara untuk membantunya bernapas. Tangannya bergetar memencet nomor telepon Jong In. Berharap Jong In mengangkat Video callnya. Sebelum matanya nanti memburam.

Hingga suara sambungan yang anggap ia sampah itu..

Berganti menjadi sebuah suara yang sangat ia rindukan..

"Ada apa!"

"…" Kyung Soo menangis. Akhirnya, akhirnya ia dapat mendengar suara dan melihat wajah yang sangat ia rindukan tersebut. Meskipun Kyung Soo merasakan sakit saat mendengar Jong In membentaknya.

"Apa maumu?! Jangan menggangguku! Apa kata-kataku kurang jelas?"

"…"

Lama Kyung soo tak menjawabnya. Rasa sakit disekujur tubuhnya membuatnya mati rasa.

"Aku harus bisa.. aku mohon Tuhan. Untuk terakhir kalinya. Aku ingin berbicara pada Jong In," batin Kyung Soo berharap. Jong In tak kuasa menutup teleponnya. Ia merasa ada yang janggal. Rasa kehilangan menyeruak dalam dirinya.

"Jong…" DEG! Hati Jong In tersentak.. tangannya bergetar. Ia masih tak terpercaya. Ia tak mampu bergerak. Ia melihat wajah Kyung Soo yang sangat pucat baginya dengan rasa tak percaya.

"Jong In.." tak sadar. Jong In tak sadar bahwa kini ia memecahkan airmatanya. Suara impiannya kini terdengar. Tak menyangka suara itu memanggil namanya. Menyebut namanya. Sudah 13 tahun lamanya ia menunggu impian ini. Jong In menunggu Kyung Soo untuk berbicara.

"Uhuk Uhuk ohok! Arrggghhh! Ohhoook!"

TRAK! Handphone Kyung Soo terjatuh. Kini yang ada dilayar handphone Jong In hanya ada warna gelap.

"Kyungie?! Kau kenapa?! Jawab aku!"

Dengan rasa khawatir Jong In berlari. Ia tak memedulikan Baek Hyun yang terus memanggilnya. Yang ada dipikirannya kini hanya ada Kyung Soo.. Kyung Soo dan Kyung Soo. sang Blue Bird.

TBC

EdeL's note : Ini Repost dari akunku yg sebelumnya. Cerita ini terinspirasi dari angka 128 . Waktu aku lihat itu angka, rasanya pengen aku jadiin FF. and This is it hahaha. Ide yang tercetus secara tiba-tiba. Hahahha. Bagi yang menunggu the sepia love dimohon sabar ya. Dan yang tahu makna dari 128 diharap tak membocorkan saat FF belum ini selesai. Hhahahaha.. GOMAWO! Jgn lupa RCL!