Author's Note:

aku repost karena sebelumnya aku itu tulisnya 4 May 2015 ya? Maaf itu salah *bow* *ditembak* yang benar itu 4 May 2045 desu */jauh amat salah tulisnya/ saya minta maaf *bow*

Ikebukuro

4 May 2045

Sore itu hujan deras turun membasahi kota Ikebukuro, membasahi bumi yang kita pijaki membasahi seluruh alam di kota ini. Kota serasa sepi akibat banyak orang yang lebih memilih untuk berdiam diri.

Namun tidak dengan pemuda ini—ia berdiri di tengah derasnya hujan sore itu—membiarkan air hujan membasahi surai dark brown nya, dan menyamarkan air mata yang mengalir dari manik metal grey itu.

Hujan terus menerus turun bagai merasakan juga rasa kesedihan yang di rasakan pemuda tersebut. Dengan senyum kecut yang terukir pemuda itu berkata.

"Kenapa ini terjadi begitu cepat."

Tidak ada jawaban—hanya suara hujan yang menghiasi sepinya suasana kota di sore hari itu—matanya menatap sayu batu yang ada di depannya.

Makam Keluarga Orihara

Pemuda itu kembali terdiam—membiarkan hujan membasahi tubuhnya. Sementara di sebuah apartment di Shinjuku—seorang pemuda berambut pirang menatap hujan yang turun dari balik jendela apartement. Hembusan asap keluar dari mulut yang menghisap nikotin tersebut.

"Entah kenapa aku merasa kesepian setelah ia meninggal lima tahun yang lalu." Ucap pemuda itu dari dalam apartment—yang dulunya di tinggali oleh seorang informan handal yang kemudian meninggal lima tahun yang lalu.

Re:Birth-Red String of Fate-

Durarara! Narita Ryohgo

This FF by Me

Chapter 01: Memories of You—Kishitani Shinra.

Note: iiiii flashback

"Aku pulang."

[Shinra selamat datang kemba—kenapa kau basah seperti itu?!] Ia hanya menatap sesosok gadis tanpa kepala yang kini memperlihatkan PDAnya dengan sedikit kaget.

"Ya... aku sempat kehujanan tadi di jalan—aku tidak apa-apa kok." Kata pemuda yang bernama Shinra itu sambil masuk ke kamar mandi—untuk membersihkan badannya.

[Apa hari inipun ia ke sana?]

Shinra hanya terdiam membiarkan air yang keluar darri Shower membasahi tubuhnya yang ramping itu.

"Kenapa malah kau yang meninggal."

Ia menutup matanya pelan—mengingat dua tahun yang lalu—ketika 'itu' mulai—mengingat pertama kali mereka bertemu.

Mengingat semuanya

Bunga Sakura bermekaran dan terbang tertiup angin menambah kesan indah Raijin Chuu Gakkou—dimana hari ini adalah hari pertama bagi pemeran utama kita—Orihara Izaya menginjak bangku sekolah menengah pertama.

Seringaian kecil tak pernah lepas dari wajahnya—membuat orang-orang yang lewat menjadi agak bergidik ngeri namun tidak dengan seorang pemuda yang malah dengan entengnya mendekati pemuda itu.

"Hei kau yang disana!" Izaya menoleh kearah pemuda bersurai hitam yang kini datang menghampirinya.

"Kau kelas apa? Aku bingung mencari kelasku."

"1-3..." Jawab Izaya datar dan tenang, ia menatap pemuda yang matanya di bingkai kacamata yang kini cengegesan nggak jelas.

"Ah! Kita Sekelas! Apa kau tau dimana letak kelas kita?" Tanya pemuda berkacamata itu lagi—Izaya hanya mengangguk lalu berjalan menuju kelas bersama anak tadi.

Namun entah kenapa Izaya merasa ada yang "Beda" dari anak ini.

Dia "Berbeda" dari manusia yang ia "Cintai"

'Menarik.' Batin Izaya sambil melebarkan seringaiannya.

"Ah ini dia~" Izaya kembali memasang wajah datarnya lalu memasuki ruang kelas, hari ini sensei akan masuk kelas. Ya kelas pertama mereka, biasanya itu berupa perkenalan.

"Perkenalkan nama saya Kishitani Shinra! Orang tuaku baru saja bercerai dan kini hanya ada tiga orang yang tinggal di rumahku."

Semua cengo—perkenalan macam apa itu?! Bagaimana bisa ia mengatakan hal seperti itu dengan senyum anteng—bahkan Izayapun tidak bisa tidak sweatdrop mendengar kata-kata pemuda yang mengaku bernama Kishitani Shinra tersebut.

"Ah Etto... selanjutnya... Orihara-san."

"Orihara Izaya desu, hal yang saya sukai adalah mengamati manusia."

Jeng... dia juga melakukan perkenalan yang tak kalah anehnya,

Pelajaran telah selesai—semua siswa sudah pulang—tersisa Orihara Izaya dan Kishitani Shinra di dalam kelas tersebut.

"Nee... Orihara-kun." Izaya menatap Shinra yang kini duduk di bangku depan tempat duduknya, menghadap kearahnya—dan ketika Reddish Brown milik Izaya bertemu dengan metal grey milik Shinra.

"Kau ingin bergabung dengan klub biologi? Lebih tepatnya maukah kau membantuku mendirikannya?" ia menatap pemuda itu dengan tatapan datarnya.

Namun Izaya merasa ada yang aneh dengan pemuda yang ada dihadapannya kini sedikit berbeda dengan manusia yang selama ini selalu ia amati.

Entah kenapa.

"Maaf, tapi aku tidak tertarik." Izaya berdiri dari posisi duduknya lalu pergi meninggalkan kelas tersebut—sementara Shinra hanya mengikutinya dari belakang.

"Oh ayolah~"

Rintikan air membasahi rambut dark brown Shinra—namun ia tetap terdiam—bagai tak peduli berapak kubik sudah airnya yang terbuang percuma.

Menggigit bibir bagian bawahnya pelan—menahan sesuatu yang ingin keluar dari mata metal greynya.

"Nee Orihara-kun, bagaimana pendapatmu tentang Jepang yang sekarang—tentang pemerintah dan pasukan pemberontak revolusi?"

Izaya hanya terdiam menatap Shinra dengan tatapan yang tidak bisa di jelasnkan—meskipun seringaian besar tampak di wajah putih pucat milik Orihara Izaya.

"Ya... karena kini aku hanya bisa melihat semuanya dari jendela rumah sakit—tidak ada yang special."

Shinra menatap tubuh ringkih itu dengan tatapan sedih—hanya sebentar—ia kembali menatap ranting sakura yang kosong tanpa satupun bunga yang menghiasinnya.

"Apa kemungkinan aku masih bisa melihat bunga sakura yang bermekaran seperti saat itu—saat pertama kali kita bertemu?"

Shinra hanya terdiam—ia tidak berani menjawab pertanyaan pemuda itu—karena ia tahu Izaya tidak akan selamat.

Dunia ini sudah hancur—setelah sekelompok teroris menyebarkan sebuah nanomachines virus keseluruh dunia.

Yang juga menyerang Jepang.

"Kami pasti akan menemukan vaksin untuk virus ini Orihara-kun." Shinra menatap pasti pemuda yang ada di hadapannya ini.

"Ya aku berharap seperti itu..."

Namun semuanya kini hanyalah bualan belaka.

Sehari setelah itu sang informan di temukan tewas dengan luka tembakan di kepalanya.

Polisi mengira itu kasus bunuh diri—maka dari itu kasus ini tidak di lanjutkan.

Menatap kedua adik kembar Izaya yang menangisi kepergian kakaknya, Shinra hanya bisa terdiam. Ya—

Shinra tidak menangis—ia hanya terdiam dengan pandangan mata yang kosong.

"Door: open"

Shinra keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggang dan juga di kepalanya—mata metal greynya menatap Celty dengan pandangan datar—ia benar-benar berubah semenjak saat itu, ia menjadi pendiam—sangat pendiam.

[Shinra... makan malam sudah siap...] Shinra hanya menatap PDA yang di tampilkan Celty lalu mengangguk—masuk ke kamarnya lalu berpakaian—setelah itu menikmati makan malamnya di temani Dullahan yang selalu setia menemaninya.

Celty khawatir pada pria yang kini berdiri di depannya ini—

Takut tentu saja.

Lihatlah perubahan sikap yang drastis—gadis itu merindukan Shinra yang dulu—yang ceria—meskipun kadang ia merasa berisik.

Namun itu lebih baik dari Shinra yang sekarang.

Jam 09 . 00 PM GMT+9

Raira Gakuen.

Shinra merapatkan jaketnya—meski kini sudah memasuki musim semi namun tetap saja dinginnya hawa malam menusuk tulang yang terbungkus otot itu.

Ia menatap kelopak bunga sakura yang gugur dan di terbangkan angin.

"Aku minta maaf Orihara-kun... pada akhirnya, aku tidak bisa memperlihatkanmu bunga yang indah ini..."

Senyum kecil terukir di wajah Shinra, ia lalu pergi meninggalkan tempat itu.

"Aku selalu mencintaimu—Orihara-kun, meski saat itu kau tidak menjawabnya."

"Aku menyukaimu... Orihara-kun."

Izaya terdiam—pemuda berusia 18 tahun tersebut terdiam melihat pemuda yang kini berdiri sambil menatap pemuda itu dengan tatapan optimis.

"Hah?" Hanya itu kata yang berhasih meluncur dari Izaya—ia menatap Shinta dengan tatapan kaget—sangat.

"Ya... aku menyukaimu."

Sekali lagi kata itu meluncur dari mulut seorang Kishitani Shinra.

"Hah? Kupikir kau menyukai Celty?" kali ini sebuah pertanyaan yang menjadi respon Izaya, Shinra mengangguk membenarkan.

"Ya... pada awalnya juga aku berpikir seperti itu—namun seiring berjalannya waktu perasaanku berubah—ya seperti yang kau dengar tadi... aku menyukaimu."

"Biarkan aku berpikir..."

Namun sampai sekarang ia belum mengetahui jawaban Izaya—bahkan setelah pemuda itu meninggal.

"Pada akhirnya—aku tidak mendapat jawaban apa-apa darimu Orihara-kun."

Pemuda yang kini bekerja untuk pemerintah itu—pergi meninggalkan sekolah yang menjadi saksi bisu pernyatan cintanya itu.

Sementara itu di pihak Pemberontak Revolusi.

"Hoi Shizuo! Kau tidak bisa hanya melamun begitu saja! Ayo kesini! Kita siapkan cara untuk menggulingkan pemerintah!" Shizuo hanya berbalik menatap kumpulan orang-orang dari color gangs yang bersatu menjadi pemberontak revolusi yang bertujuan mengembalikan Jepang menjadi Jepang yang lama.

"Baiklah..." kata pemuda tersebut sambil mendekat ke arah suara.

Namun pandangannya mengarah ke bulan yang bersinar dengan terangnya.

"Hah... ada apa denganku... dulu, akulah yang paling menginginkanmu menghilang dari dunia ini—namun setelah kau menghilang dari dunia ini—" ia meremas bartender suitsnya.

"Kenapa rasanya sangat menyakitkan..."

Aku merindukanmu—

—Orihara Izaya.

TBC

Apa ini... APAAAAAAAAAAAAAAAAA! Akh Chikuso! Apa yang sudah aku buat! Maafkan saya yang menyebarkan fanfic sampah begini di fandom se keren DRRR! Sekali lagi saya minta maaf!

Hontouni Sumimasen.

RNR Please

Next Chapter.

Chapter 02: When He Gone—Heiwajima Shizuo

Sesuatu akan terasa sangat berharga ketika kau kehilangannya.