[Hunhan FanFiction]

Disc: God, Parents, Agency, Me and shuckiestglader on ffn

Genre: Romance; Fluff – Shounen-Ai

Rating: T-M (for mature scenes in upcoming chapters)

Warning: Yaoi ; Boys Love ; Typos

Don't like, don't read.

RnR, please? C:

.

Short A/N : ff ini sudah pernah di post disini tapi karena ada banyak kesalahan, sengaja aku delete dan di edit lagi. Baru sekarang bisa di re-post lagi. Sorry for this inconvenience;;

HAPPY READING!

.

.

OVER THE DESTINY

Chapter 1

Oh Sehun.

Besar di sebuah panti asuhan di pinggiran Seoul. Lingkungan yang keras dan disiplin mendidiknya dengan baik sehingga Sehun kecil tumbuh menjadi seseorang yang melakukan segala hal dengan nyaris sempurna.

Kata-kata sempurna akan menjadi impresi pertama yang dimiliki orang awam saat melihat Sehun. Ia dikaruni wajah yang tampan dan tegas, mulai dari blade-like-eyebrows, dagu dengan jaw line terseksi yang seorang pria dewasa dapat miliki serta sepasang mata elang yang mengintimidasi. Seolah hal-hal itu tidak cukup, bahu lebar dan tubuh proporsionalnya pun ikut menunjang penampilan luar seorang Oh Sehun.

Dan otak cemerlang serta kemampuan bela diri mumpuni adalah pelengkap kesempurnaannya.

Pada usia 15 tahun, ia meraih sabuk hitam taekwondo, dengan kemampuan bela diri itu, ia menjadi salah satu anak yang paling disegani oleh penghuni panti asuhan. Sehun tidak seperti anak laki-laki lain sebayanya yang menghabiskan waktunya bermain sepak bola hingga petang menjelang, atau menerbangkan layang-layang setelah pulang sekolah. Sehun lebih sering menghabiskan waktunya dalam perpustakaan kecil di panti asuhan mereka. Membaca buku usang yang bukan konsumsi anak seusianya adalah kebiasaannya. Selain itu, ia adalah tipe anak yang sangat irit bicara, ia hanya akan berbicara saat dirasa perlu. Selebihnya ia akan menjawab dengan anggukan atau gumaman singkat. Hal inilah juga yang membuat ia tidak benar-benar memiliki teman baik di sekolah maupun di lingkungan panti.

Menginjak usia 17 tahun, tidak ada keluarga yang berminat untuk mengadopsi Sehun menjadi anak mereka. Kebanyakan dari mereka hanya tertarik dengan wajah tampan Sehun namun menyerah ketika mereka mencoba untuk mendekati Sehun sehingga mereka beralih mengadopsi anak lain yang lebih friendly. Namun Sehun tidak pernah ambil pusing tentang hal-hal itu. Entah mengapa ia menikmati hidupnya (atau mungkin terbiasa?) yang tenang dan sepi di panti asuhan itu.

Suatu hari, pihak panti asuhan mengatakan bahwa ia harus segera mencari pekerjaan karena ia sudah menginjak usia dewasa. Sehingga Sehun yang saat itu memasuki umur 18 tahun memutar otaknya mencari pekerjaan yang sekiranya dapat ia lakoni dan yang lebih penting, orang yang ingin memperkejakannya.

.

.

.

.

Siang itu berjalan lambat seperti biasanya, awan-awan tebal menutupi matahari yang bersinar terik hari itu. Sehun menengadahkan kepalanya, memperhatikan gumpalan-gumpalan kapas raksasa itu. Ia sedang duduk di kursi taman di muka perpustakaan, ia baru saja rampung membaca sebuah buku yang memuat ilmu tentang psikologi manusia. Rambut hitamnya berkibar tertiup angin perlahan. Kulitnya yang pucat terlihat berkilau ditimpa sinar matahari. Ia memutuskan untuk tidur siang sebentar sambil menunggu beberapa bocah perempuan di panti itu yang akan memanggilnya dengan heboh untuk bergabung makan siang. Mereka adalah fans yang setia, batin Sehun sambil tersenyum kecil.

Belum genap 5 menit ia memejamkan matanya, suara langkah beberapa orang yang ia yakini sebagai pria dewasa memaksanya untuk waspada. Ia menolehkan kepalanya ke kiri, ke arah koridor di mana terdapat sekitar 5 orang pria bersetelan jas mahal berjalan bersama ibu pengurus panti yang sudah Sehun anggap sebagai ibunya itu. Mereka terlihat berbincang sekali, meskipun hanya salah satu dari mereka dan ibunya yang terlihat berbicara, sementara sisanya bertingkah tidak biasa, seperti benar-benarwaspada seolah akan ada pasukan bersenjata yang akan melompat keluar dan menembaki mereka.

Sehun tetap memerhatikan gerombolan pria itu sampai salah satu dari mereka melihat keberadaan Sehun, seperti menemukan apa yang ia cari, pria itu segera memberi sinyal pada pria dibelakangnya yang tadi sedang berbincang dengan ibu panti Sehun, as in cue, semua kepala tertuju kepadanya.

Pria itu menghampiri Sehun dengan senyum kecil di wajahnya.

"Kau pasti Oh Sehun. Perkenalkan, kau bisa memanggilku Suho," ucap pria itu dengan ramah sambil mengulurkan tangannya untuk menjabat Sehun.

Tangan itu ia biarkan melayang di udara selama beberapa detik sebelum Sehun mendongak dan menyambut tangan itu karena ia tidak menemukan sesuatu seperti sinyal berbahaya yang di pancarkan oleh pria itu. Wajahnya setenang danau di tengah hutan yang sangat dalam saat menjabat tangan Suho yang sedingin es. Sehun duluan lah yang melepaskan kontak itu, lalu menatap Suho yang ternyata lebih pendek darinya lurus kedalam matanya.

Seolah bisa membaca arti dari tatapan yang Sehun berikan, ia menjawab dengan mantap tanpa melepaskan kontak mata mereka, "Aku ingin menawarimu pekerjaan, Sehun-ssi."

.

.

.

.

Terungkaplah pria itu berasal dari badan intelejen yang bekerja di bawah naungan pemerintah Korea Selatan. Sehun tentu saja pernah mendengar tentang National Intelligence Service atau NIS yang sangat terkenal itu, namun niatan untuk menjadi anggota dari organisasi semasif itu tentu tidak pernah terlintas di otaknya.

"Jadi begitulah, setelah melewati beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh anggota kami, kami memutuskan untuk merekrut beberapa remaja yang menurut kami mumpuni untuk kami tes menjadi anggota kami. Setelah melewati beberapa tes, maka kami barulah bisa menentukan apakah mereka memenuhi syarat menjadi anggota intelejen negara untuk selanjutnya kami didik dan latih untuk bekerja secara professional." Suho mengakhiri penjelasannya dengan senyum tipis yang terlihat sedikit mencurigakan di mata Sehun, senyum yang begitu misterius.

Ia sudah menjelaskan padanya bahwa mereka membutuhkan anggota baru yang cukup banyak mengingat kondisi mendesak negara dan pemerintahan Korea Selatan yang bahkan diperkirakan akan menjadi lebih parah dalam beberapa tahun kedepan. Karena menjadi anggota NIS adalah profesi yang bersifat sangat rahasia, mereka membutuhkan orang-orang berdedikasi, dan tentunya menjaring anggota dari panti asuhan yang notabene penghuninya adalah anak dan remaja tanpa keluarga menjadi pilihan yang menjanjikan.

Matanya melirik Suho selama beberapa saat sebelum perhatiannya kembali ke deretan kalimat dalam kertas yang ia sebut sebagai kontrak itu. Kontrak-kontrak itu jelas bukan sesuatu yang mudah dipenuhi. Selain beresiko, mengingat bahwa jika identitasnya selamanya akan menghilang dari publik membuat Sehun harus berpikir beberapa kali meskipun saat itu ia sedang membutuhkan pekerjaan.

Sesuatu dalam otaknya berkata bahwa kesempatan ini hanya akan ia dapatkan sekali seumur hidupnya, dan nominal uang yang diucapkan Suho bila ia bergabung menjadi anggota NIS tadi memang tidak main-main. Namun, di sisi lain, ia bertanya-tanya, adakah orang yang akan merindukan keberadaannya? Yang akan merasa kehilangan?

Seolah ada aliran listrik kecil yang menyengatnya, ia tersadar. Tidak ada. Tidak akan ada seorangpun yang benar-benar menginginkan keberadaannya. Maka saat itulah pena dalam genggamannya tergerak lalu ia membubuhkan tanda tangannya disana.

Sehun hanya belum tahu, bahwa seseorang itu akan datang bahkan sebelum ia dapat menyadarinya.

.

.

.

.

Minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Waktu yang ia lewati sebagai trainee di NIS tentu saja bukanlah masa terbaik yang pernah ia rasakan dalam hidupnya. Begitupun setelah profesi sebagai anggota intelejen negara yang berhasil ia sandang, hidup Sehun masihlah seperti dahulu. Hampa dan sepi.

Profesi yang ia tekuni selama hampir dua tahun itu tidak benar-benar membuat seorang Oh Sehun berubah. Namun perubahan yang paling ia sendiri sadari adalah Oh Sehun sekarang berubah menjadi pria bengis dan tanpa belas kasihan, setidaknya itulah yang ia rasakan. Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia berjengit jijik saat melihat darah. Ia pernah menggunakan kedua tangannya beberapa kali untuk membunuh koruptor maupun mafia kotor tanpa setitik rasa kasihan di benaknya. Ia dituntut untuk menjadi mercyless dalam menyelesaikan tugasnya.

Bekerja di departemen counter-espionage memang bukan pekerjaan yang mudah. Selain penuh resiko, ia harus melakukan segalanya dengan sempurna dan bersih. Lelaki itu pernah ditugaskan untuk memata-matai menteri yang diduga memakan uang milyaran milik negara hingga melakukan pengintaian terhadap mafia narkoba kelas dunia pun sudah ia lakukan.

.

.

.

.

Saat itu pukul delapan malam, hujan bulan Oktober menghiasi langit Incheon, perlahan menghasilkan titik-titik air di jendela lebar apartemen mewah Oh Sehun. Sambil menghisap rokoknya perlahan, ia duduk diatas sebuah sofa menghadap jendela tersebut yang menampilkan view dari atas gedung pencakar langit tempat ia berada. Ia selalu menyukai keheningan di rumahnya. Hidup sendiri merupakan pilihannya.

Bukankah hidup ditemani seseorang yang mencintaimu terdengar menjanjikan?

Sehun berdehem pelan. Suara-suara aneh dari dalam dirinya kadang datang bahkan tanpa ia komando.

Saat itulah juga ponselnya bergetar dengan ribut disampingnya, matanya terbuka perlahan, menampakkan kedua mata mengintimidasinya yang nyaris tanpa emosi, alih-alih caller id, sederet nomor tanpa nama berkedip disana; nomor yang sudah ia hapal diluar kepala. Tuntutan pekerjaanlah yang melarangnya menuliskan nama di dalam ponselnya.

Dengan sekali sentuhan, ia membawa benda panjang itu ke telinganya,

"004, pemimpin membutuhkanmu untuk membahas tugas baru yang akan ia berikan padamu,"

.

.

.

.

Kata 'tugas baru' sudah familiar di pendengaran Sehun. Biasanya, itu berarti ia akan diperlukan untuk ikut mengintai aktivitas mencurigakan di sebuah pulau atau mungkin ikut dalam tim khusus yang akan membongkar persembunyian geng mafia.

Namun tugas baru yang diberikan oleh atasannya kali ini memang benar-benar baru, secara harfiah.

"Aku akan memperjelas apa yang dikatakan oleh direktur barusan, ia memintamu untuk menjadi sopir keluarga Kris Wu."

Sehun tidak terlihat kaget, namun ia tidak terlihat pleased pula. Mungkin sedikit tidak percaya?

"Sehun, kau mendengarku? Kau akan bekerja disana tepat hari Senin minggu depan. Mengerti?" Ulang Suho setelah beberapa saat Sehun masih diam tanpa berkata apapun.

Ia melirik Suho yang duduk di seberangnya dari bulu matanya, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain, "Kau tahu aku tidak bisa menolak, hyung."

Kris Wu adalah seorang pemimpin kelompok mafia yang bergerak dalam bidang senjata ilegal, nama Kris Wu jelaslah sangat familiar di telinga anggota NIS seperti Sehun. Kris Wu terkenal menjalankan bisnisnya dengan licin, dan ia kebal hukum. Bahkan presiden dan staff-nya pun mengakui keberadaan seorang Kris Wu. Ia pemasok senjata militer ilegal terbesar di Asia, jaringannya tersebar di seluruh dunia dan itulah yang membuatnya disegani oleh semua orang. Sehun sedikit heran dengan keputusan sang direktur yang menginginkannya untuk mengintai bahkan masuk kedalam kehidupan pribadi seorang Kris Wu dan keluarganya.

Sehun menyeringai. Ia tahu ini akan menjadi sangat menarik.

Bet you do, Sehun.

.

.

.

.

Sehun mengenakan setelan jas terbaik yang ia punya di dalam lemarinya untuk datang di hari pertama ia bekerja di mansion seorang Kris Wu. Mansionnya terletak di Seoul Selatan, tidak berada di pusat kota. Mansion superior yang bercat putih itu berdiri dengan sombongnya di antara bangunan lain yang ada. Halaman depannya begitu luas, bahkan ada sebuah air mancur dengan jalan setapak yang melingkari tempat tersebut. Benar-benar tipikal rumah di drama picisan yang pernah ia lihat bersama penghuni panti yang lain saat ia masih kecil dahulu.

Sehun dibawa masuk oleh beberapa pengawal dan langsung digiring ke halaman belakang, disana ia melihat seorang wanita berambut pendek hingga bahu dengan pakaian kasual khas berkebun dengan topi putih lebar yang menutupi wajahnya. Wanita itu mendongak dan kecantikan luar biasa menghampiri penglihatan Sehun. Ia terlihat ada di akhir 30 tahun dengan garis kencang di wajahnya yang terawat.

"Kau pasti sopir kami yang baru," katanya sambil tersenyum lalu menghampiri Sehun setelah terlebih dulu meletakkan topinya ke salah satu meja kecil disana.

Sehun membungkuk hormat di depan wanita itu, tentu saja ia tahu siapa wanita ini, istri yang sama terkenalnya dengan Kris Wu, Zitao Wu.

Jika suaminya adalah mafia besar yang bergerak dalam bidang senjata ilegal, maka Zitao adalah seorang pebisnis permata dan emas yang sering menanamkan sahamnya di berbagai tambang di seluruh dunia. Sehun pikir Zitao akan mengenakan berbagai perhiasan yang akan membuatnya terlihat pongah, sebaliknya, ia hanya mengenakan kalung dengan mata sebuah shappire mungil berwarna biru transparan dengan rantai emas tipis yang menggantung indah di lehernya, lalu sebuah cincin sederhana di jari manisnya yang ia duga adalah cincin pernikahan.

Sehun dibawa berkeliling mansion raksasa itu oleh seorang pelayan yang terlihat sudah mengabdi cukup lama untuk keluarga Wu. Ia mengenalkan dirinya sebagai Chen. Satu wajah lagi yang harus Sehun hafal.

.

.

.

.

Ia hanya belum bertemu dengan si incarannya, yaitu Kris Wu. Chen bilang, tuan besarnya sedang ada urusan di Hongkong dan baru akan kembali besok atau lusa. Yang berarti Sehun harus menunggu pria itu kembali dengan bekerja disini tanpa tujuan pasti.

Pemuda Oh itu sedang berjalan menuju pintu utama untuk keluar melihat mobil yang sudah disiapkan oleh Chen, namun langkahnya terhenti saat ia melihat seseorang yang masuk dari pintu mahoni raksasa –pintu utama. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, dan terlalu mungil untuk ukuran pria dewasa. Ia berjalan dengan langkah yang mantap seolah mansion yang sombong ini adalah rumahnya. Tunggu.

Siapa dia?

Lelaki itu mendongak dan pandangan mereka bertemu, dan Sehun bersumpah ia belum pernah melihat mata sebening dan seteduh milik seseorang di depannya ini. Wajahnya begitu cantik dan indah hingga jantung Sehun terasa diremas oleh tangan tak kasat mata. Sehun terdiam seperti itu, tenggelam kedalam kedua manik coklat terang itu, sesaat merasa bahwa pusat hidupnya ada dalam sepasang manik indah tersebut.

Ia melepaskan pandangannya setelah ia merasa wajahnya menghangat, lalu kembali melirik pemuda itu yang sekarang melakukan hal yang sama dengan yang ia lakukan. Sehun bersumpah ia melihat gurat merah muda di pipi pemuda itu.

Pemuda di depan Sehun pun berinisiatif mengakhiri kecanggungan itu dengan mengulaskan senyum kecil di bibir mungilnya itu, lalu bibir itu terkuak, hendak berucap.

"Kau pasti sopir baru yang diceritakan Mama. Aku Luhan Wu."

Sehun tertegun. 'Mama'? Apa itu berarti pemuda yang mengenalkan dirinya sebagai Luhan ini adalah anak dari Kris Wu dan Zitao? Kenapa ia tidak pernah tahu tentang ini sebelumnya? Kenapa tidak ada yang memberitahunya bahwa mereka memiliki anak laki-laki yang secantik malaikat?

Sesuatu di dadanya bergemuruh dan ia merasakan perasaan aneh dalam perutnya. Ia membenci fakta bahwa sebenarnya ia menyukai perasaan aneh dalam dirinya. Sehun yang sempat freaked out mengembalikan ekspresi wajahnya kembali ke stoic Sehun seperti biasa. Matanya kembali memelajari wajah cantik Luhan, mulai dari doe eyesnya dengan bulu mata selentik perempuan, bibir scarlet mungil yang merekah –demi Tuhan Sehun ingin merasakan bibir itu dibawah kendali bibirnya– dan garis-garis feminim yang dimiliki Luhan. Ia indah.

Luhan yang merasa Sehun sedang memerhatikannya merasakan keringat dingin mulai muncul dari lehernya, Luhan belum pernah diperhatikan seintens dan seterbuka ini oleh seseorang. Kris Wu menyiapkan selegiun bodyguards untuk Luhan yang siap menebas leher siapa saja yang berperilaku mencurigakan sehingga tidak pernah ada orang yang berani menatapnya lebih dari 10 detik. Luhan sadar bahwa hanya beberapa sahabatnya –yang sudah mendapat approval dari ayahnya, tentu saja– yang berani berdekatan dengan anak tunggal dari seorang pemimpin kelompok mafia sekelas Kris.

Tanpa sadar Luhan meneguk ludahnya karena tenggorokannya mengering tiba-tiba, diperhatikan oleh pria sepanas Sehun tentu membuatnya gugup. Rona merah bahkan menyambar wajahnya hingga batas rambut.

Luhan tidak yakin ia dapat bertahan lebih lama lagi, sehingga ia berinisiatif untuk membuka pembicaraan –lagi.

"Uhm, hai?" Ia berhenti sebentar, "Dan…kau adalah?"

Seolah baru tersadar dari acara-memerhatikan-Luhan, ia menjawab, sedikit terlalu dingin dari yang ia inginkan "Sehun. Oh Sehun."

"Sehun." Ia mengulangi nama pria itu, mengucapkan kata itu di bawah nafasnya dan ia menyukai bagaimana nama Sehun di lidahnya.

"Aku Luhan dan aku 22 tahun. Tolong panggil aku tanpa embel-embel 'tuan'…kurasa, kau lebih tua dariku,"

Sehun mengumpat dalam hati. Ia 25 tahun dan ia tertarik kepada seorang 22 tahun yang terlihat seperti 18.

Otaknya masih penuh sesak dengan diri Luhan, jadi satu-satunya kalimat terbaik yang dapat ia susun adalah "Baiklah….Luhan."

Sehun mendongak lalu menatap Luhan lurus kedalam matanya. Tenggelam di dalam mata indah itu. Bibirnya ia sunggingkan menjadi senyum kecil yang terlihat bagai seringaian bagi Luhan.

Entah bagaimana, Luhan dapat merasakan bahwa Sehun akan merubah hidupnya.

.

.

.

.

To be continued

A/N :

HIKS AKU SEDIH BARU BISA NULIS SETELAH SEKIAN LAMA TAT. Kemaren2 sempet banyak banget nulis ff (taoris), tapi selalu berhenti tengah jalan gara2 buntu ide. Maaf banget buat reviewers aku di ff satunya, ff kristao nya di delay dulu T_T sekalian mau ngucapin banyak terimakasih buat readers dan reviewers di ff ku yg A Year Ago itu, maaf ga bisa balesin satu2, tapi aku baca semua, dan jujur aja seneng banget karena banyak yang suka ^-^ muakasih gaes mwah mwah :')
ohiya ff ini kolaborasi sama temenku yang ngeship hunhan (karena itu ini jadinya hunhan), kalo ga ada dia yg bantuin, mungkin ff ini ga akan jadi karena buntu ide TAT sedih.
ohiya, fyi, ff ini ga akan banyak2 banget kok chapternya. Aku ga bisa bikin yang panjang2 juga lol. Mungkin akan selesai dalam 3 chapter karena konflliknya ga terlalu berat juga. Tolong readers pada review semua ya hehehe, tolong kasih kritik/saran yang membangun supaya ff ini jalan terus C:

Untuk target review sih ga ada, tapi pastinya jumlah reviews bakal ngaruh ke kapan chapter selanjutnya di publish hahahah *ketawa jahat
Ya Tuhan ini a/n nya lama2 bakal ngalahin panjang ffnya. Jadi maaf kalo ini kepanjangan QAQ
see u on the next chapter yaaaaa C: