PRANG!

Sebuah vas bunga terbanting ke lantai, pecah terberai meninggalkan kaca-kaca tajam yang rawan membuat luka.

Seorang wanita berambut merah yang membanting vas itu. Tubuhnya seperti ingin mengapai sesuatu, tapi di tahan seorang lelaki berambut pirang keemasan.

"Kushina! Tenangkan dirimu!"

"Tidak Minato! Dia! Dia! Dia akan membunuh bayiku! Bayi kita! Kita harus membunuhnya!" teriaknya menunjuk ke seseorang yang berdiri dekat mereka berdua.

"Kushina, sadarlah! Ingat baik-baik apa yang sedang terjadi," kata Minato menenangkan sambil merangkul tubuh Kushina.

Kushina menggeleng kuat, napasnya putus-putus karena berteriak. "Tidak Minato! Dia! Kita harus melenyapkan dia sebelum bayi kita kenapa-napa."

"Astaga, Kushina. Sadarlah jika dia-"

.

Minato terbangun dengan mata terbelalak. Napasnya terengah-engah dan dahinya berpeluh.

Astaga, ia tak menyangka bermimpi tentang hal itu lagi. Pria itu kemudian memperbaiki posisi tidurnya lalu melihat wanita berambut merah yang tertidur disebelahnya dengan tenang tanpa beban.

Minato tersenyum walau senyum itu tidak sampai pada matanya. Ia melirik jam dinding yang menunjukkan angka empat. Sebelum bangkit dari tempat tidur ia membenarkan selimut istrinya itu dan pergi keruang kerjanya.

Setelah mengigit jarinya hingga mengeluarkan darah, Minato membentuk beberapa segel tangan dan membanting telapak tangannya ke lantai.

Kepulan asap muncul dan menampakkan seekor kodok berjubah yang sedang menguap. "Minato-chan? Tidak kuduga kau memanggilku sepagi ini."

"Maafkan saya, Fukasaku-sama. Saya hanya khawatir-"

"Naruto-chan kah? Dia baik-baik saja, beberapa kali Bunta-chan mengawasinya dan pernah bertemu dengan istri Hiruzen yang sedang menjenguknya," kata Fukasaku sambil mengelus jengotnya. "Dia anak yang kuat, asal kau tahu."

Minato mengepalkan tangannya. Lalu menghela napas berat, pria itu lalu berjalan ke kursi kerja dan membanting tubuhnya kesana. "Aku tahu, tapi aku tetap khawatir. Apalagi sekarang keadaan tidak stabil dan sangat berbahaya."

Fukasaku memasang wajah teduh, "Naruto-chan sendiri yang memutuskan hal ini, Minato-chan. Sampai keadaan Kushi-chan ke-"

"Minato?"

Pria itu tersentak ketika melihat Kushina ada dia ambang pintu, Fukasaku pun sama terkejutnya dengan Minato. "Kushina kau sudah bangun?"

Fukasaku tak terlihat Kushina karena tumpukan buku langsung pergi dalam kepulan asap. "Kau juga."

Minato melirik sekilas ke tempat Fukasaku tadi dan menghampiri Kushina yang masih setengah sadar melangkah gontai. "Minato, aku tadi bermimpi aneh."

Minato tersenyum kecil sambil memegang lengan Kushina. Mengusapnya perlahan untuk menenangkan, Minato membiarkan Kushina yang kemudian memeluknya dan menyandarkan kepala di bahunya.

"Seorang gadis kecil yang mirip denganmu Minato, tersenyum sangat manis namun menenangkan sepertimu. Tapi, dia tiba-tiba berubah menjadi monster ganas yang seperti akan menyerangmu dan Menma. Aku memukulnya lalu dia berubah kembali seperti pertama kali kulihat, menangis keras. Membuat aku terdiam."

Kushina meremas pundak Minato menyalurkan rasa gemetaran pada tubuhnya. Pria itu lalu mengusap punggung Kushina memberi kekuatan tersirat.

"Dia lalu berubah lagi menjadi monster dan menghancurkan rumah kita. Aku mengeluarkan rantai chakra dan, dan-"

"Shht, tenanglah," kata Minato memeluk erat tubuh Kushina yang semakin bergetar. "Itu hanya mimpi. Mimpi."

"Minato, itu terasa sangat nyata."

"Itu mimpi, Kushina," ucap Minato menyakinkan. Kushina mengangguk kecil lalu menenggelamkan wajahnya di leher Minato.

"Jika kau berkata begitu. Aku akan mempercayainya."

.

.

.

Naruto bersiap dengan tas besar di punggungnya. Ia memegang sebuah tali yang menghubungkan sebuah pondasi rumah pohon tempat yang selama ini ia tinggal.

"Huft," desahnya pelan. Ketika sudah menyakin diri sendiri, Naruto memegang tali dengan kedua tangan dan menariknya dengan sangat kuat.

Salah satu kayu besar jatuh. Naruto melompat dan berlari menjauh ketika melihat papan itu akan menghantam tanah. Ia terhenti mendadak ketika merasakan orang berjalan mendekat.

Ia kemudian bersembunyi dibalik semak, dan matanya menatap tiga orang melewati semaknya menuju ke arah rumah pohonnya.

"Apa-apaan ini?"

"Ada orang yang tinggal di atas pohon sepertinya."

"Dan rumahnya roboh karena terpaan angin."

Ketiga orang itu melihat kayu-kayu yang berserakan dan mengamati lingkungan sekitar. Salah satunya melihat rambut emas Naruto memberi isyarat kepada temannya yang lain.

Mereka berjalan mendekat secara acak untuk mengepung. Naruto tahu tentang hal itu mengertakkan giginya kesal dan cemas.

Mereka semakin dekat dan Naruto terjebak.

"... dan menusuknya," Dari bawah tanah muncul rantai yang menyerang ketiga orang itu dan menembus dada mereka. Rantai itu tidak hanya satu tapi sembilan rangkaian rantai yang menyerang, melilit dan menusuk."... lagi dan lagi dengan rantai chakraku."

Ketiga orang itu roboh dengan darah yang mengotori rumput hutan. Naruto berdiri dari persembunyiannya dengan napas terengah, ia melirik rantai yang bersinar kebiruan itu tertarik kembali kedalam tanah dan kembali pada dirinya.

"Cih," gerutu Naruto. Ia sedikit menunduk kearah tiga mayat itu lalu berlari dari sana.

.

.

.

Lima hari terlewati dengan rasa sia-sia. Itachi dan timnya telah menyerahkan surat penting itu dengan selamat, dan sebentar lagi akan sampai ke Konoha sebentar lagi. Waktu ini malam bulan purnama, entah kenapa Itachi teringat dengan gadis berambut emas cerah.

Itachi mengedarkan pandangan ke sekitar merasakan aura aneh. Ia melirik ke anggota timnya yang sekarang sedang beristirahat bersandar ke pohon atau berbaring direrumputan. Tak menyadari aura aneh yang ia rasakan.

Putra sulung Uchiha itu berdiri dari duduknya didekat api unggun. Ketika melihat ketiganya terkantuk-kantuk ia membuat kagebunshin lalu pergi dari sana.

.

.

.

Itachi tak mengira firasatnya akan aura aneh itu akan seperti ini. Hutan tempat gadis itu tinggal tengah terbakar.

"Kenapa bisa begini?" batinnya berpikir, ia melihat sekitar ketika mendengar suara langkah kaki. Cepat ia bersembunyi di balik semak dan menyamarkan chakranya.

Beberapa jounin Konoha datang melihat situasi. "Dilihat dari sumber apinya, ini sepertinya tindakan bandit," ujar salah satu jounin, yang disetujui beberapa jounin yang lain.

Mereka membentuk beberapa segel tangan dengan kompak. "Suiton : Bakusui Shōha!" seru mereka serentak. Itachi berdecak kagum, sebagai pengguna suiton juga, ia ingin mepelajari jutsu itu nanti.

Jounin itu pergi, dan Itachi melihat kebakaran hutan itu padam dengan jutsu besar itu. Ia melangkah pergi, jantungnya berdetak kencang ketika melihat pohon tempat tinggal Naruto telah rata dengan tanah. Ia sangat cemas menelusuri tempat yang sekiranya di tinggali Naruto. Hingga tak sengaja menuju sungai tempat mereka bertemu. Terasa sangat luas karena pepohonan sekitarnya telah terbakar habis.

Itachi mendesah lelah demi menghilangkan rasa kalut, apa gadis itu sempat melarikan diri? Semoga dia baik-baik saja. Astaga bagaimana bisa ia secemas ini. "Dimana dia jika selamat?"

"Dia, siapa?" sahut orang didepannya yang tertutup gelap malam. Perlahan terus berjalan hingga menampakkan surai keemasan di bawah sinar bulan. "Jangan-jangan kau mencariku?"

Itachi diam, hanya memandang gadis didepannya. Lalu mengangguk kecil, tersipu melihat kecantikan yang dimiliki Naruto.

Sungai memantulkan bayangan bulan yang indah seolah-olah ada dua bulan di antara mereka.

Itachi melompat kesisi sungai tempat Naruto berada. Berjalan perlahan mendekat ke Naruto memerhatika paras ayu gadis tersebut.

Ia sempat merasakan kehilangan ketika melihat tak ada gadis didepannya. Ia tak bisa kehilangan gadis ini, Itachi tak bisa tak merasa cemas jika gadis ini tak ada didekatnya.

"Aku."

"Aku?"

Keheningan menghinggapi mereka. Embusan angin dan sinar bulanlah yang menemani mereka di dalam diam. "Aduh, bagaimana aku mengatakannya," gumam Itachi pelan walau bisa terdengar dengan Naruto.

"Yah, oke aku menunggu."

Itachi menarik napas dalam. "Kau tahu, ketika usia kita sudah lebih tua," jeda. "Apa kau mau jadi, jadi pendamping seumur hidupku?"

.

.

.

To Be Continued

.

.

.

A/N :

Ini apa ini!?

Astaga nggak bisa banget buat romance, hah~. Buruk kali ya...

Padahal sudah banyak referensi, hiks.

Dan untuk para follower dan yang mengfavoritekan cerita ini maupun guenya. Makasih ya... Makasih banget!

Juga reviewers-ku maaf nggak bisa balas satu-satu. Tapi makasih sudah beri semangat, makasih banget!

See yu next chappie ya •~•