Selama lima ratus tahun hidupnya, Sasuke tak pernah merasa sangat bosan seperti sekarang. Ia memainkan bandul tengkoraknya sambil mendengus bosan, melirik Suigetsu yang menyeringai di ujung ruangan sambil mengasah pedangnya sampai mengkilat.

"Akhir-akhir ini banyak sekali iblis yang pergi ke dunia manusia." Suigetsu mengawali percakapan. "Ah tidak, lebih tepatnya manusia yang memanggil iblis ke tempat mereka."

"Hn." Sasuke mencoba menggumam tak peduli, walau ia sedikit tertarik dengan topik yang dibicarakan si gigi runcing.

"Kau tahu 'kan, kalau iblis tak mungkin pergi ke dunia lain karena mereka tak cukup kuat untuk membuat lingkaran teleportasi." Mata Suigetsu beralih pada Sasuke, "Kecuali keturunan raja iblis, seperti kau, pangeran."

"Hn."

"Tapi Sasuke." Suigetsu mungkin satu-satunya orang yang berani memanggil pangeran iblis seperti Sasuke dengan nama depannya. "Kau boleh saja bisa membuat lingkaran teleportasi, tapi tak ada jaminan kau akan selamat ketika berada di dalamnya."

"Aku tahu." Sasuke menyahut. Ia lagi-lagi mendengus, memandangi bandul tengkorak di tangannya dengan ekspresi datar. "Kau sudah pernah kesana?"

"Sudah, dua kali," balas Suigetsu, ada seringai jahil di bibirnya saat ia mengatakan hal itu. "Dan dua-duanya manusia yang membosankan. Tapi setidaknya aku menikmati saat-saat berada di sana."

Sasuke membuang muka, jelas sekali kalau sekarang ia sedang iri pada Suigetsu. Ia bahkan tak pernah datang kesana sekalipun. Ia seorang pangeran iblis, dan butuh kekuatan yang besar untuk membawanya kesana. Manusia itu lemah, Sasuke tahu itu.

"Omong-omong," Suigetsu menyimpan pedangnya, fokusnya sepenuhnya ada pada Sasuke. "Dunia manusia tak semenyenangkan kedengarannya Sasuke," kata Suigetsu serius. Cengiran yang biasa ia tebar kemana-mana kini menghilang sepenuhnya dari wajahnya. "Kau mungkin tak tahu karena belum pernah kesana, tapi aku pernah hampir mati satu kali."

"Mati?" alis Sasuke naik sebelah. Suigetsu yang dikenalnya tak selemah itu. "Jangan bercanda."

"Memangnya aku bicara padamu sambil cengar-cengir, Sasuke? Aku serius."

"Tapi kenapa?"

Suigetsu menghela napas, "Kau terlalu sering mendekam di istana sampai-sampai tak tahu kabar dunia iblis. Memang banyak iblis pergi ke dunia manusia, tapi sebagian kecil dari mereka tak pernah kembali ke sini."

"Oh." Respon Sasuke pendek.

"Hanya 'oh'?"

"Memangnya aku harus bilang apa?"

"Kupikir kau akan sedikit khawatir pada rakyatmu sendiri."

"Aku tak peduli," balas Sasuke sambil mengangkat bahu. Ia tak pernah peduli pada keadaan dunia iblis. Ia memutar mata, mengetuk-ngetuk lantai dengan ujung kakinya, lalu mendecih.

"Kudengar ada semacam organisasi pembasmi iblis disan—"

Belum genap Suigetsu selesai berbicara, bandul tengkorak Sasuke menyala merah. Sinarnya sangat terang sampai-sampai membuat Sasuke menyipitkan matanya dan mengerutkan dahi.

"Ada ap—"

"Sasuke! Sasuke! Bandulnya—"

Dan kemudian lingkaran hitam terbuka di hadapannya. Sasuke mengatupkan mulut, tak mengerti dengan apa yang terjadi.

"Ada yang memanggilmu, Sasuke!" Suigetsu berseru nyaring di telinga Sasuke.

Sasuke mengerjapkan mata. "Ap-apa?" untuk pertama kalinya Sasuke tak bisa mengatakan apa-apa. Mulutnya kaku. Ia menatap portal hitam itu dengan takjub, seolah sedang berhalusinasi.

"Serius, Sasuke. Kau benar-benar dipanggil!"

Portal itu menariknya mendekat, sensasinya luar biasa. Satu tatapan terakhir dilayangkan Sasuke untuk Suigetsu sebelum portal itu benar-benar menelannya.

Sasuke pergi, menuju dunia yang sama sekali tak diketahuinya.

.

.

.

Contract

Naruto ©Masashi Kishimoto

NaruSasu by Red

.

.

.

Naruto bersumpah awalnya ia sama sekali tak berniat untuk melakukan sesuatu. Ia hanya sedang bosan, dan ide itu tiba-tiba saja terlintas di otaknya tanpa dipikirkan resikonya nanti.

Di depannya ada lingkaran sihir besar, hampir menutupi seluruh lantai ruangan itu. Ibu jari yang sengaja ia gores dengan pisau lipat tadi tak berhenti meneteskan darah. Tetesan itu jatuh pada tepi lingkaran sihir, kemudian merayap menuju pusat dan—

Voila. Sebuah portal terbuka.

Si surai pirang itu nyengir lebar begitu sosok beraura gelap keluar dari portal itu. Tatapan matanya tajam. Telinganya runcing. Matanya berwarna hitam pekat. Jubah hitamnya menyapu lantai ketika ia keluar dari portal dan berjalan sampai ke hadapan Naruto dengan dagu terangkat.

Iblis itu berkata angkuh, "Apa permintaanmu, manusia rendahan?"

Cengiran Naruto semakin lebar. Ia tahu seharusnya ia tak berekspresi seperti itu. "Kau memanggilku rendahan tapi kau mau-maunya datang karena dipanggil olehku," jawab Naruto. "Berarti kau lebih rendahan."

Kening iblis itu mengerut, tapi ia tak membalas apa-apa. Ia punya pengendalian diri yang baik, jadi Naruto tak bisa memprovokasinya begitu saja untuk memeriahkan suasana.

"Omong-omong, siapa namamu?"

Ada jeda sebentar sebelum iblis itu menjawab, "Sasuke."

"Kau bisa panggil aku Naruto," kata Naruto ringan. Ia bersandar pada meja kerja di belakangnya, menatap Sasuke dengan tertarik. Ruangan itu gelap, tapi sinar bulan lewat jendela menerangi sosok sempurna itu.

Apa iblis memang seindah ini kalau dilihat lebih dekat?

Naruto memainkan tangannya, "Aku punya pertanyaan." Tahu kalau Sasuke memperhatikan, Naruto pun meneruskan. "Kau pasti bukan iblis biasa, iya 'kan?"

"Dan kau pasti bukan manusia biasa karena bisa tahu aku bukan iblis tingkat bawah." Tepatnya, Naruto bukan manusia lemah yang bisa memanggil iblis setingkat Sasuke kemari.

Naruto tertawa. Sasuke tak mengerti apa yang salah dengan ucapannya yang tadi. Naruto terkekeh lama sekali, dan baru berhenti ketika seseorang menerobos masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

Kepala Sasuke dan Naruto otomatis bergerak ke arah yang sama, menahan napas.

"Kapten, kau ditunggu di ruang rapat sekar—uwaaaaah!"

Orang itu—seorang laki-laki muda—tersentak dengan wajah horor, dan Sasuke menatap Naruto.

"Iblis!"

Dua detik setelah teriakan itu, sebuah pistol terarah pada Sasuke dari jauh. Tembakan dilepaskan, dan peluru itu melesat maju menuju Sasuke—hampir mengenai bahunya kalau saja Sasuke tak segera menghindar. Jubahnya terlepas, tertarik peluru itu dan tiba-tiba saja jubahnya raib. Peluru itu menyedot setiap bagian tanpa sisa.

Kening Sasuke makin berlipat. Apa-apaan senjata itu?

Dor! Dor!

Tembakan lain dilepaskan, tapi Sasuke sudah siap. Ia hanya menghindar, menghindar dan menghindar. Sampai suara Naruto menarik atensi laki-laki itu dan Sasuke.

"Tahan, Kiba." Kata Naruto, mengeluh di balik mejanya. "Kau bisa saja menembakku."

"Kau tak akan mati hanya karena beberapa tembakan, Kapten."

Naruto mendengus, "Aku bukan manusia super, Kiba."

Mata Kiba memicing, "Tapi Kapten, ada iblis di depanmu!" tatapan Kiba melesat menatap Sasuke dengan jijik, "Mau apa kau kesini, iblis busuk?"

"Aku yang memanggilnya, Kiba."

"Oh tentu saja!" nada suara Kiba naik. "Kapten yang memanggiln—APA?!"

Sasuke menutup telinganya. Alat pendengaran iblis memang sensitif.

Kiba mundur, matanya membelalak tak percaya. Saat ia masuk ruangan, ia tak memperhatikan lingkaran sihir di lantai karena fokusnya tertuju pada Sasuke.

"Kapten sudah gila." Kiba meracau syok. "Kau tahu 'kan kita ini organisasi pembasmi ib—"

"Aku tahu Kiba." Naruto mengibaskan tangannya seolah tak mau membahas hal itu lagi. "Bilang pada yang lain, aku akan ada di ruang rapat lima menit lagi. Aku akan mengurus Sasuke dulu."

"Tapi Kapten—"

"Aku yang memanggil Sasuke kesini, Kiba."

"Tapi 'kan—"

Naruto memutar mata. Kiba masih tak mau beranjak dari posisinya, ngotot meminta penjelasan. Lelah dengan semua yang terjadi, Naruto melirik Sasuke yang sejak tadi diam. "Awalnya aku hanya iseng saja, serius. Tapi tak kusangka kau benar-benar datang."

"..."

"Kalau aku menyuruhmu kembali ke duniamu sekarang, apa yang akan kau lakukan?"

"Penghinaan besar," Sasuke mendesis. "Sekali kau memanggil iblis, kau harus mengikat kontrak dengannya."

"Kenapa aku harus mengikat kontrak dengan iblis?"

"Karena iblis dipanggil dengan darahmu, itu berarti tahap pertama kontrak telah dilaksanakan. Kau menyebutkan keinginanmu, dan kami mewujudkannya. Begitu kontrak berakhir, iblis akan mengambil hal paling berharga bagimu."

"Hm." Naruto bergumam. "Jadi mau tak mau aku harus mengikat kontrak denganmu, Sasuke. Begitu maksudmu?"

Sasuke mengangguk. Kiba lantas berseru, "Kau tak boleh melakukan hal itu, Kapten!"

Naruto mengabaikan Kiba, tangannya mengetuk meja. "Bagaimana kalau aku tak mau?"

Sudah dari tadi Sasuke geram, tapi ia menahan diri. Ini batas terakhirnya. Ia membentangkan tangannya, dan aura gelap menguar. Ruangan dikungkung kegelapan yang menyeramkan. Kiba menelan ludah, tak bergerak dari posisinya. Naruto masih tenang, menatap Sasuke tanpa mengalihkan pandangan.

"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Naruto.

"Kau tahu aku bukan iblis biasa, Captain." Sasuke menyeringai jahat. "Aku keturunan raja iblis, seorang pangeran. Kau juga tahu aku bisa meruntuhkan tempat ini dalam kedipan mata. Kau merendahkanku, dan aku tak akan segan."

Kiba mengeratkan pegangannya pada pistol. Naruto dengan tak tahu dirinya malah nyengir lebar. Ia menatap arlojinya, lalu menghela napas. "Lima menit sudah lewat. Mereka pasti sedang marah-marah sekarang." Ia memandang Kiba, "Kenapa kau tak segera pergi, Kiba?"

"A-aku menunggumu, Kapten."

"Aku tak perlu ditunggu."

"Ta-tapi aku tak mungkin meninggalkanmu sendirian bersama iblis busuk itu, kapten!" Kiba benar-benar berani mengucapkan hal itu, walaupun keringat dingin membanjiri wajahnya.

Sasuke menatapnya tajam.

"Aku tak punya pilihan lain," gumam Naruto. "Sasuke, bagaimana caranya mengikat kontrak?"

Untuk sejenak, Sasuke tak percaya Naruto berkata begitu. Ia menarik napas, dan aura gelapnya hilang. "Ciuman."

"C-ciuman?!" itu Kiba. Harusnya Naruto yang bereaksi seperti itu, tapi pria itu kelihatan biasa saja. Ia mengangguk-angguk mengerti, lantas menyuruh Sasuke mendekat.

"Kiba, tutup matamu."

"Apa?" Kiba tak mengerti.

"Memangnya kau mau melihat dua orang laki-laki berciuman di depanmu?" tanya Naruto dengan alis terangkat. "Lagipula kau tak cukup umur."

"Aku dua puluh satu tahun, Kapten!" wajah Kiba memerah. "Dan lagi, kenapa kau malah mengikat kontrak?!"

"Kalau markas ini hancur karena Sasuke, maka kau yang bertanggung jawab, Kiba. Kau yang memprotes agar aku tak mengikat kontrak dengan Sasuke."

"Ini semua tak akan terjadi kalau kau tak iseng-iseng memanggil iblis, Kapteeeeeeen!" Kiba mendengus jengkel. Belum sempat ia mengeluarkan protesannya yang lain, Naruto keburu menarik Sasuke dan menciumnya.

Kiba melotot. Ia tak sempat menutup mata.

Malam itu, Naruto mengikat kontrak dengan seorang pangeran iblis.

Tbc

Note : ide lama. Akhirnya kewujud juga saya nulis N.S. dan ini Multichapter. Tenang aja, gak bakal panjang-panjang. Mungkin sekitar 5 chapter kurang.

Omong-omong, ada yang suka anime Aoharu x Kikanjuu? Arsip fic Aokikan di FFn cuman sedikit :' saya harap disini ada yang berniat menambah karya di fandom aokikan :')

Review membuat saya lebih bersemangat nulis kelanjutannya~

-red