Touch

Disclaimer: Harry Potter J.K Rowling

Author: MilesMalfoy

Rated: MA (Please be careful)

Warning: this book has an 18+ content so please be wise. Typo, OOC, Muggle World

Tidak ada keuntungan apa pun yang saya ambil dalam pembuatan fict ini.

Summary: Dan ketika Draco menjadi orang yang dipilih oleh Hermione danteman-temannya sebagai partner s*eks Hermione, Draco mendapati dirinya tak pernah merasa cukup dengan Hermione. Lalu Hermione mulai tak bisa berhenti memperhatikan Draco jika Draco muncul di sekitaran. Sebaiknya dibaca dengan bijak oleh mereka yang cukup umur. No judge please.

Touch

Akhir pekan berlalu cepat diiringi dengan cuaca yang tidak begitu baik namun setidaknya kondisi tubuh Hermione yang menurun kembali membaik. Itu membuatnya tidak perlu absen di hari Senin ini karena dirinya sudah benar baik-baik saja.

Hermione menghembuskan nafasnya sembari menutup pintu lokernya setelah dia selesai memindahkan beberapa buku. Ketika dia hendak berjalan menuju kantin, Nate datang menghampirinya dengan cepat. Laki-laki itu menyapanya. "Hai, Hermione."

"Hai, Nate." balas Hermione singkat.

Nate menguaraikan senyumnya yang indah. Andai saja jika Hermione adalah salah satu dari beberapa orang yang menggilai Nate seperti beberapa siswi di sekolahnya, mungkin Hermione bisa tersipu malu atau justru menjerit karena diberi senyum semanis itu. "Kau mau ke kantin?" tanyanya dan Hermione menjawab dengan anggukan kepala, pikirannya yang tengah menilai seberapa menawannya senyum Nate itu menjadi buyar.

"Aku juga." Imbuh lelaki itu memberi tahu lalu bertanya, "Pergi bersama?"

"Tentu." Hermione menjawab, menerima tawaran Nate untuk berjalan bersama menuju kantin.

"Apa ini tidak masalah? Kita makan bersama? Apa Debby tidak keberatan? Jujur saja, Nate, setelah peristiwa terakhir kali yang terjadi di koridor, aku benar-benar tidak ingin punya drama lagi dengan siapa pun. Dan jika menghindarimu adalah caranya, maka mungkin aku tidak punya opsi lain selain melakukannya. Maafkan aku." lanjut Hermione lagi, langsung bertanya ke inti masalah tanpa basa-basi sedikit pun. Dia hanya ingin segalanya kembali normal seperti sedia kala.

Nate justru menghamburkan tawanya keluar, membuat Hermione kebingungan. "Kau tidak perlu khawatir soal itu, Hermione. Aku sudah tidak berhubungan dengan Debby."

Sontak Hermione membulatkan matanya, terkejut. "Kau bercanda? Bagaimanabisa? Kapan? Astaga." langsung saja instingnya yang dipenuhi rasa penasaran mengajukan banyak pertanyaan. Sungguh tipikal Hermione yang selalu ingin tahu. Tidak heran jika dia dijuluki Miss-Know-It-All, lihat saja caranya mencari informasi. Jika saja Nate tidak mengenal Hermione, bisa dipastikan Nate akan merasa bahwa Hermione itu menyebalkan.

"Setelah apa yang dia lakukan padamu, kami bertengkar hebat. Aku memilih untuk menyudahinya karena Debby punya trust issue yang sangat parah. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara meyakinkannya bahwa kita memang hanyalah teman. Dia terlalu mendengarkan perkataan orang dan asumsinya sendiri." jelas Nate sembari menggelengkan kepala. "Kau tahu, itu membuatku merasa bahwa hubungan kami mulai tidak sehat. Dia seperti pelan-pelan mulai menjadi toxic. Kami bahkan pernah bertengkar karena hal yang hampir serupa sebelumnya. Kurasa Debby di luar kendaliku. Bukannya aku tidak tahan, tetapi kupikir lebih baik kami berpisah daripada meneruskan hubungan yang di dalamnya sudah tidak ada kepercayaan. Itu percuma."

Penjelasan Nate tanpa sadar sudah membawa mereka telah tiba di kantin, Hermione mengangguk-anggukkan kepala selama mendengar cerita Nate. "Aku ikut menyesal, Nate. Apalagi kalian belum lama bersama." ujar Hermione, menggenggam tangan Nate sebentar sebagai bentuk simpatinya.

Meskipun Hermione tidak begitu menyukai Debby, dia tetap merasa menyesal untuk gadis itu karena apa yang dia alami. Nate menggumamkan terima kasihnya ketika mendengar ucapan Hermione. Sejujurnya lelaki itu tidak merasa terlalu bersedih karena hubungannya kandas dengan Debby. Mereka mungkin tidak cocok, begitu pikir Nate.

Mereka lalu mengambil tempat dalam antrian dan Nate persis di belakangnya. Entah di mana Astoria dan Ginny berada, Hermione tidak dapat menemukan mereka di area kantin saat matanya menjarah ke seluruh ruangan. Justru pergerakan Dracolah yang tertangkap oleh mata hazel -nya. Lelaki itu tampak sedang meneguk air putih dalam kemasan botol yang digenggamnya. Di depanya seperti yang sudah bisa ditebak, ada Theo dan juga Blaise.

"Kau mau menghampiri pacarmu?" tanya Nate yang sadar ke mana arah mata Hermione tertuju.

Hermione terkesiap, mengalihkan pandangannya pada Nate sedetik lalu kembali memandang Draco. "Hm? Mungkin nanti." Hermione sudah mulai terbiasa dengan semua anggapan orang yang mengira bahwa dirinya adalah pacar dari seorang Draco Malfoy. Rasanya percuma meluruskan seluruh persepsi itu karena orang-orang lebih percaya pada apa yang mereka lihat secara langsung.

Bagaimana bisa mereka percaya ketika yang mereka lihat adalah kemesraan keduanya? Lalu Hermione berkata bahwa mereka bukanlah sepasang kekasih? Siapa yang akan percaya?

Nate tidak mengatakan apa pun.

Mereka lalu melangkah maju karena antriannya semakin berkurang. Setelah keduanya akhirnya mendapatkan makanan mereka, Nate memilih memisahkan diri dari Hermione karena tidak ingin mengganggu temannya itu yang akan menghampiri kekasihnya. Dia berpamitan dan meninggalkan Hermione yang kini tak punya tujuan lain selain menghampiri meja Draco dan teman-temannya.

"Hello, boys." sapa Hermione sembari mendudukkan dirinya lalu meletakkan bakinya.

"Hai, babe." Draco menjawab dan mendaratkan bibirnya di pipi Hermione untuk satu detik. Hal itu langsung membuat pipi Hermione memerah. Dia belum terbiasa diperlakukan begitu di depan umum. Tak jadi masalah jika mereka hanya berdua saja, tetapi ini di kantin! Hermione belum terbiasa, mungkin juga tidak akan pernah terbiasa dengan itu.

Blaise menggelengkan kepala. "Lihat wajahmu, Hermione. Seperti tomat!" ucapnya bercampur tawa yang justru membuat Hermione semakin memerah. Hermione selalu kaku, tidak pernah tahu bagaimana caranya merespon hal-hal yang membuatnya malu dan akhirnya hanya bisa semakin memerah.

Draco gemas melihatnya. Hermione selalu punya reaksi yang menarik saat bersama dengannya dan Draco menyukainya. Bagaimana cara Hermione merespon dan bereaksi... Hermione tidak pernah begitu dengan orang lain. Hanya dirinya yang bisa membuat Hermione demikian dan itu membuat Draco merasa istimewa dan berbeda.

Bahkan Ray tidak bisa membuat Hermione begitu.

Ah, Ray.

Draco jadi teringat akhir pekan kemarin saat dia harus banyak-banyak menelan rasa cemburu melihat bagaimana Hermione tampak sangat nyaman berada bersama Ray. Dan itu membuatnya terluka namun Draco tidak punya pilihan lain selain menahannya. Bisa dibilang itu bukan akhir pekan yang cukup menyenangkan.

Namun di sisi lain, hal itu semakin membuat Draco ingin menjadikan Hermione sebagai miliknya. Segera. Setelah melihat persahabatan kedua orang tersebut, Draco tidak ingin membuang kesempatan atau pun waktunya.

"Kau ada waktu nanti malam?" tanya Draco setelah ikut tertawa bersama Blaise menertawakan wajah malu Hermione. Disematkannya tangannya di pinggang Hermione, meremas lembut.

Hal tersebut sontak membuat Hermione melirik ke arah pinggangnya sekilas sebelum berkata, "Ada apa?" tanyanya balik, tidak memberikan Draco jawaban.

Draco hanya membuang nafas samar, didekatkannya bibirnya pada telinga Hermione lalu berbisik, "Kencan, mungkin?"

"Tapi ini malam sekolah, Draco. Aku perlu belajar."

"Kita tidak akan lama, aku janji."

Hermione menimbang-nimbang. Sejujurnya dia masih ingin menolak, tetapi Draco tampaknya masih akan tetap memaksanya bagaimana pun juga. Tatapan mata kelabu lelaki itu sudah cukup menjabarkannya. "Baiklah, tapi seperti katamu, tidak akan lama, oke?"

Senyum Draco seketika terkembang samar. Meski tidak begitu terlihat, Hermione masih sempat menangkap arti senyuman itu.

"Oke, tidak akan lama. Aku akan menjemputmu di depan gedung asrama setelah selesai makan malam."

Kening Hermione seketika mengernyit bingung. "Kemana kau akan membawaku? Kupikir kita akan kencan di ruang rekreasi."

"Nope, aku ingin membawamu ke Hutan Terlarang."

"Jauh sekali, Draco."

"Come on, tidak seburuk itu. Percaya padaku."

Rasa-rasanya Hermione seperti tidak memiliki daya untuk berdebat atau mempertahankan argumen jika dihadapkan dengan Draco. Ini seperti bukan dirinya, namun di sisi lain, dia tahu Draco tetap akan memintanya meski Hermione menolak. Laki-laki itu akan mencoba mengubah pikiran Hermione hingga Hermione setuju. Sungguh seorang yang persuasif.

Dan Hermione tidak berdaya.


Tidak semua hal bisa berjalan sesuai dengan rencana. Hujan kembali datang mengguyur tepat setelah matahari perlahan mulai tenggelam. Draco menggerung kesal ketika dia sedang berpakaian. Sembari menatap tetesan air dari jendela kamarnya, dia berpikir memutar otak, mencari tempat yang sekiranya nyaman untuk kencan mereka.

Draco tidak bisa bilang bahwa berkencan di ruang rekreasi adalah hal yang menyenangkan. Memang sangatlah nyaman duduk di atas sofa di depan perapian, namun dengan seisi orang di dalam ruangan tersebut yang diam-diam memperhatikan dan mencuri dengar percakapan mereka, tentu tempat itu adalah opsi terakhir, jelas bukan pilihan utama.

Sesungguhnya dia tahu banyak spot di Hogwarts yang bisa dikunjungi, tetapi Draco tidak menginginkan tempat-tempat tersebut untuk sekarang. "Think, Draco. Think." gumamnya berulang kali sembari berjalan mondar-mandir di depan ranjangnya.

"Are you going somewhere?" tanya teman sekamarnya, Leigh Villanueva yang sedang membaringkan diri di ranjang dengan sebuah buku yang diletakkan telungkup di atas dadanya. Kedua matanya memperhatikan Draco dengan bingung. Di luar sedang hujan dan udaranya cukup dingin, idiot mana yang mau menghabiskan waktunya di luar dengan cuaca seperti ini? Jika Draco benar ingin keluar, mungkin dia adalah salah satu idiot terniat di Britania Raya.

Draco bahkan tidak mengindahkan pertanyaan teman sekamarnya itu, dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Tangannya bergerak mengambil ponsel di atas meja, lalu mengirimkan pesan teks kepada Hermione.

Menyadari bahwa dirinya diabaikan oleh Draco, Leigh kembali melanjutkan bacaannya. Dia sebenarnya tidak terlalu peduli kemana salah satu lelaki pujaan Hogwarts itu akan pergi. Dia tahu betul Draco seperti apa.

Sembari menunggu pesan balasan dari Hermione, Draco menyelesaikan kegiatannya bersiap-siap. Dia berkaca, memastikan bahwa dirinya sudah terlihat rapi meski rambutnya belum disisir. Sebuah ide baru saja terlintas di benaknya. Tangannya langsung meraih ponsel yang tadi dia letakkan di atas meja nakas lalu mendial nomor Hermione.

Dan tak perlu menunggu lama hingga dia mendengar suara Hermione di ujung telepon. "Halo?"

"Hai, sayang. Apa kau sudah siap?"

"Um, ya. Sudah. Tapi di luar hujan." jawab Hermione terdengar bingung dan tidak yakin.

Draco tertawa kecil. "I know, babe. Changed plan, bring your books."

Sejenak hening. Draco bisa membayangkan ekspresi Hermione meski lelaki itu tidak melihatnya. Hermione begitu transparan di mata Draco. Mudah baginya untuk membayangkan seperti apa Hermione sekarang. "Buku? Untuk apa?" Hermione kembali terdengar bingung.

Senyum Draco terkembang samar. Dia menjadi gila karena idenya sendiri. Atau jatuh cinta yang membuatnya menjadi gila dan tersenyum-senyum sendiri? "I'll take you the library."

"Perpustakaan? Kita kencan di sana? Sungguh, aku tidak mengerti dengan rencanamu, Draco."

"Aku akan ke asramamu sekarang."

Draco lalu memutuskan sambungan. Dia memasukkan ponselnya ke dalam saku celana jins hitamnya dan melangkah keluar dari kamar. Dia melangkah dengan cepat namun tidak terlihat terburu-buru. Ketika dia membuka pintu utama gedung asramanya, udara dingin dan cipratan air hujan menyambutnya. Draco berlarian cepat menembus hujan menuju asrama perempuan yang untungnya tidak begitu jauh.

Ketika akhirnya dia tiba di depan pintu, terliha Filch pertama yang menjaga asrama perempuan. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Filch pertama dengan segala ketidak ramahannya. Tatapannya tampak terlihat terganggu dengan kedatangan Draco.

"Not your business, Filch."

"Tapi kau tahu kau seharusnya tidak berada di sini di jam seperti ini."

"Selama aku tidak menginjakkan kakiku masuk ke dalam, itu bukan masalah, kan? Jadi aku tidak perlu menjawabmu."

Tak lama setelah Draco memberikan jawabannya yang tentu saja bukan jawaban yang ingin didengar oleh Filch pertama, Hermione keluar. Dia tampak menggulungkan syal di lehernya.

"Let's go." ajak Draco sembari menarik tangan Hermione pergi dari depan pintu gedung asrama, berjalan di lorong yang akan membawa mereka tiba ke pintu utama gedung sekolah mereka.

Suara langit yang bergumuruh dan rintikan hujan menemani langkah mereka di sepanjang lorong yang dingin dan temaram. Lorongnya panjang karena jarak antara asrama dan gedung utama sedikit jauh sehingga rasanya sedikit lama untuk tiba di sana. Satu tangan Hermione memegang beberapa buku meski dia juga tidak tahu untuk apa buku-buku itu. Dia hanya menuruti perkataan Draco saja.

"I don't understand, Draco." ujar Hermione ketika mereka akhirnya masuk ke dalam gedung sekolah. Koridor begitu sepi namun terang karena semua lampu masih dinyalakan. Mereka berjalan menuju perpustakaan tanpa ada kata karena Draco tidak menjawab ucapan Hermione. Ketika mereka tiba di sana, penjaga perpustakaan menolehkan kepalanya ke arah mereka.

"Selamat malam." sapa Hermione yang dibalas dengan anggukan kecil dari penjaga perpustakaan. Penjaga perpustakaan sudah tidak asing dengan keduanya. Hermione sering sekali menghabiskan waktunya di perpustakaan. Sementara Draco terkadang mengunjungi perpustakaan di jam sekolah.

Perpustakaan sekolah masih dibuka hingga pukul delapan malam karena beberapa siswa terkadang memilh untuk mengerjakan tugas mereka malam hari setelah jam makan malam. Atau terkadang murid-murid Hogwarts memilih untuk tinggal di sekolah lebih lama setelah jam sekolah usai demi tugas-tugas esai mereka atau kegiatan esktrakurikuler.

Jadi, pada jam segini, sekolah masih memiliki sedikit aktivitas.

Draco dan Hermione memilih tempat yang sepi dan agak jauh dari tempat dimana beberapa murid duduk dan mengerjakan tugas mereka. Hermione meletakkan buku yang dibawanya di atas meja setelah mereka berdua. "This is so weird." ucapnya berbisik.

Draco hanya memberikan senyumnya. "Ini di luar rencana."

"Jika kau ingin berkencan, kenapa kita tidak pergi ke tempat yang lebih menarik atau setidaknya lebih... normal?"

"Aku berencana membawamu ke Hutan Terlarang karena kupikir kita bisa berkeliling sambil berbincang, tapi hujan turun dan mengacaukan semuanya. Seperti katamu, ini malam sekolah dan aku berjanji hanya membawamu keluar untuk sebentar, aku tidak punya opsi lain, jadi aku membawamu kemari.

"Aku hanya ingin berdua denganmu. Tanpa teman-teman kita atau orang-orang yang terlalu ingin tahu tentang kita. I just wanna be with you, alone." jelas Draco lalu mengambil jemari Hermione dan menggenggamnya. "Kita sudah menghabiskan akhir pekan kita bersama teman-teman, dan aku butuh waktu berdua denganmu."

Tatapan Hermione berubah melembut setelah mendengarkan jawaban Draco. Lelaki itu tampak sangat berbeda seperti ketika mereka baru akrab dahulu. Dia tampak tidak sedikit pun arogan atau seperti yang orang-orang nilai tentangnya. Hermione memainkan jemari Draco. "Aku tidak tahu kau bisa bersikap manis."

"This is another side of me that i don't show to people, Hermione. Aku tidak tahu kau sadar atau tidak, tapi apa kau tahu aku tidak pernah memperlakukan perempuan lain dengan cukup baik di publik seperti aku memperlakukanmu? It's a little bit hard to control my behavior when you're around me."

"Kenapa?"

Kedua iris kelabu Draco menatap pendar karamel Hermione yang menatapnya lekat juga.

Sunyi sejenak, Draco tidak segera menjawab. Di dalam tubuhnya ada dorongan keras untuk mencium bibir merah muda Hermione yang tampak begitu menggoda.

Merlin, seandainya aku tidak membuat janji bodoh itu, batin Draco bergumam.

Dia sudah berjanji tidak akan mencium Hermioe di bibir sebelum gadis itu berkata 'ya' untuk menjadi miliknya.

Dan dengan apa yang dilihatnya pada akhir pekan lalu, Draco merasa tergesa-gesa. Dia seperti diburu sesuatu. Keinginannya untuk membuat Hermione menjadi miliknya semakin membesar. Sulit rasanya melihat Hermione memberikan perhatiannya pada orang lain.

Draco tidak pernah merasakan keinginan sebesar ini untuk memiliki seseorang sebelumnya. Perasaan ini masih baru bagi Draco dan sejujurnya Draco kesulitan untuk mengontrolnya. Dia mencoba —for fucking Merlin, he trieduntuk mengontrol sebaik mungkin dan mencerna segalanya. Dia pintar dalam banyak hal, nyaris semuanya, namun tentu saja untuk masalah hati dan perasaan, ada kalanya dia menjadi bingung karena ini pertama kalinya dia menghadapi sesuatu yang berbeda dan berada di luar kendalinya.

Tatapan Draco terasa begitu intens dan Hermione tidak mengerti makna di balik tatapan itu. Sungguh, dia bisa jadi begitu dungu kadang-kadang.

"Because i can't get enough of you, Hermione." akhirnya Draco menjawab setelah jeda yang panjang, nadanya terdengar frustasi dan Hermione tidak mengerti mengapa Draco menjadi demikian. Draco melepaskan genggaman Hermione dan melarikan jarinya pada surai platinanya, mengacaknya.

Hermione mengambil tangan Draco lagi dan menggenggamnya seperti sebelumnya. "Draco, what's wrong?"

"This is so frustrating because i want you so bad but you just don't let me in. I'm jealous to see how Ray could make you feel so damn good and both of you laughing and i can't do anything when i'm totally not okay with that,it feels so wrong to show you my anger but it's not something that i like to see and how i really wanna tell you that but i just can't because you're not mine. Do you see how complicated it is for me to control my feeling?"

"Draco, Ray hanya seorang sahabat. Kami tidak pernah saling memandang lebih dari itu terhadap satu sama lain."

"I know, babe. This is not about Ray or your friendship with him. This is about me. How am i respond and react when you're around or when i'm around you, it's completely different from the usual me. I never been like this before."

Hermione menarik nafasnya dalam-dalam lalu menutup mulutnya dengan satu tangannya sebagai bentuk pengalihan diri. Topik mereka sekarang begitu intens dan Hermione tidak tahu harus bagaimana. "I'm so sorry, Draco."

"No. Don't say it. Don't say that you're sorry."

"Kenapa?" ini kedua kalinya Hermione mengatakan 'kenapa'.

"Because it means you rejected me, Hermione. I don't want you to rejected me. But i can't wait any longer for you to agree to be mine."

Sekali lagi Hermione menarik nafasnya dalam-dalam. "Draco..." matanya terpejam dan menggeleng sekali. "I'm not rejecting you. It's just... i'm not ready to be in a relationship. Aku tidak mau terluka. Aku tidak ingin punya lebih banyak hal menyakitkan. Berada dalam sebuah hubungan bukan hal yang mudah dan aku tidak tahu apa aku akan bisa bersikap baik atau seburuk apa aku menyikapi sesuatu jika suatu saat nanti kita bertengkar. Aku terlalu kecewa dengan pertengkaran orang tuaku dan itu membuatku takut untuk menjalin hubungan, aku tidak ingin seperti mereka. Bagiku sudah cukup menerima rasa sakit itu. Dan aku sudah begitu sering melihat seseorang terluka karena cinta, melihat Astoria yang putus berkali-kali, percaya pada orang yang salah, semuanya, aku tidak tahu apakah aku bisa dan siap untuk menanggung seluruh rasa sakit itu. Aku sungguh tidak ingin. Aku tidak mau berhadapan dan menghadapi rasa sakit yang demikian. Itu adalah hal yang mengerikan dan menakutkan bagiku."

Ganti Draco yang menghelakan nafasnya setelah mendengar penuturan panjang Hermione. Dipandanganya mata Hermione yang entah sejak kapan menjadi diliputi genangan air mata. Oh, Draco tidak pernah tahu seberapa terlukanya Hermione hingga gadis itu tampak seperti dilingkupi rasa trauma akibat terlalu sering melihat dan mendengar pertengkaran orang tuanya.

Namun mendengar kata-kata Hermione, Draco sedikit mengerti bahwa memang gadis itu begitu terpukul dengan kondisi keluarganya. Cinta menjadi subjek yang akan sulit dihadapi oleh Hermione. Entah sampai kapan, tidak ada yang tahu.

Keduanya tangan Draco terangat, ditangkupnya kedua pipi Hermione lalu dia mendekatkan wajahnya pada gadis itu dan mencium sekilas bibirnya. Persetan dengan janji yang dibuatnya. Draco tidak lagi peduli. "So how am i supposed to convince you then?"

Selanjutnya pertanyaan Draco hanyalah sebuah kalimat yang digantung karena Hermione tidak menjawab. Dia tidak memiliki jawabannya. Jadi dia hanya memajukan wajahnya, mencium Draco.

Sisa malam itu mereka hanya saling berciuman di perpustakaan ditemani suara guyuran hujan dan gemuruh dari luar jendela.

Dan Draco sudah tahu jawabannya.

Dia mendapatkan jawabannya, meski Hermione tidak mengatakan apa pun.

Keduanya hanya sama-sama frustasi.

Entah bagaimana mereka akan menemukan jalan keluar dari kefrustasian mereka.

"I like you, Hermione. A lot." bisik Draco di sela ciuman mereka.

"I like you too, Draco."

The end of chapter 18


Hello! So long time no see yaa!

Please jangan marah. Hahaha.

Terima kasih sekali jika masih ada yang menunggu dan membaca ini.

Setiap kali saya dapat email berisi review, saya selalu membacanya lho.

Jadi sebenarnya saya ini diam-diam masih aktif.

Hanya saja selama ini stuck parah.

Lame excuse, but its true guys.

Jadi inilah chapter yang kalian tunggu2 selama ini.

I hope this is good enough.

Dan saya tidak bisa menggambarkan conversation intens draco-hermione yang lebih masuk akal dari ini karena melihat bagaimana hermione membenci pertengkaran orang tuanya harusnya cukup untuk menjelaskan pada kalian bahwa hermione tidak pernah baik2 saja dengan itu. Jadi menurut saya sangat wajar dan normal jika dia menggantung draco ketika draco pertama kali menyatakan perasaannya pada hermione. It was so sudden for her. dan bahkan jawabannya pada draco di perpustakaan sudah cukup jelas. Ya kan?

Anyway, i miss you guys so much.

Kutunggu komen2 dari kalian.

Love,

Miles.

funfact: saya buat chapter ini dalam kondisi haid hari pertama dimana saat itu emosi saya sangat tidak stabil. saya menonton film komedi romantis tapi bukannya tertawa, saya justru malah menangis. saya harap itu tidak membawa pengaruh pada cerita yang saya buat dan kalian tetap bisa mendapat feelnya. anw, kalau ada typo, dimaklumi ya karena saya tidak melakukan double check. heheheh.

dah!