Perasaan ini ingin kubunuh saja rasanya..
.
.
.
.
.
-Nii-san?-
Desclimer Masashi Kishimoto
"Nii-san?" punya NONONYAN
DLDR!
Warning Inside!
Incest mode, AU, Imouto moe, Typo (s)
.
.
.
.
Aku memujanya. Aku memuja seorang gadis kecil berusia 10 tahun. Uchiha Hinata namanya. Selalu berfantasi dapat menyentuh dan memasuki tubuhnya. Tubuh mungilnya yang belum memiliki lekuk apapun. Meski yah- sedikit. Mataku selalu tergoda dengan kulitnya yang pucat dan lembut seperti bayi, terutama pipinya yang agak merona. Ingin sekali kulumat dan kujilati hingga ia mengerang dan meraung meminta aku menghentikannya. Yang tentu saja tak kan kulepas jika saja hal itu telah berhasil kudapatkan.
Hari ini aku mengantarnya ke sekolah. Seperti biasa. Sekolah dasar elit bertaraf internasional itu nampak megah bak istana. Menghentikkan laju mobil dengan sedikit bunyi decitan, aku menoleh kesamping. Ia disana. Menyedot segelas susu coklat hangat yang sengaja ia bawa untuk ia minum selama diperjalanan. Lama aku mengamati bibirnya yang tipis nan mungil. Sekali lagi aku harus menahan hasrat lelakiku untuk tak melumatnya sekarang juga. Meski kesempatan itu terbuka lebar.
"Nii-san, pintunya Nii-san kunci. Hinata tak bisa keluar." Bukannya menekan tombol untuk membuka kunci mobil, justru aku memajukkan tubuh besar nan tegapku padanya.
"Kau belum melepas seatbeltmu, Hinata." Bisikku pelan. Sengaja kuhembuskan napas hangatku di lehernya yang jenjang kala aku melewati tubuhnya untuk membantu melepaskan benda pengaman tadi. Hinata. Gadis itu mengamati gerak gerikku dalam diam.
"Nii-san wangi lemon."
"Huh?"
"Hinata suka." Aku menyejarkan wajahku dengannya. Mengamati biji emethystnya yang membulat lucu dan sesekali mengerjap. Betapa menggemaskannya gadis ini.
"Aku lebih menyukai wangi tubuhmu,Hinata. Aku suka." Gadis kecilku itu memiringkan kepalanya. Tak tahan, segera saja kujilati sudut bibirnya."Coklat."
"Hm. Susu coklat. Nii-san mau? Masih tersisa sedikit." Ia menyodorkan tempat minum berwarna merah mudanya padaku. Tidak merespon apapun pada apa yang barusaja aku lakukan. Seolah-olah itu hanyalah angin lalu. Seungging senyum aku berikan untuk sekedar menambah kesan tampan. God! Selama ini belum ada gadis yang kuberikan senyum selebar ini.
"Untukmu saja."
"Baiklah, Hinata pamit, Nii-san. Jangan lupa menjemput."
"Pasti."
Selepas ia pergi aku menjilati bibirku sendiri. Menikmati ingatan akan lidahku yang menyentuh kelembutan bibir mungilnya. Mulai menyalakan mesin mobil kembali. Menginjak pedal gas dan berlalu dari tempat itu.
Perjalanan menuju kantor, terasa nikmat dengan telapak tanganku yang terus meremas bagian tubuh vital ini. Memijat dan memainkannya dengan desahan yang lolos begitu saja. Celanaku sudah turun hingga lutut. Memperlihatkan kejantananku yang menegang tak terlindung apapun.
"Ahhh... Hinata... remas, sayang..."
"Ahh.." Aku mengumpat kala cairan spermaku menyembur mengenai jok mobil dan agak mengotori dashboard. "Ugh! Sial!" lampu merah tertangkap onyxku. Dengan cepat aku meraih beberapa lembar tisu dan membersihkan keseluruhan cairan kental itu dari sana. Termasuk membersihkan daerah vitalku yang mulai lemas kembali. Dirasa cukup, aku merapikan kembali celanaku dan memilih meneruskan aktivitasku dengan meremasnya dari luar. Setidaknya itu tak terlalu membakar nafsuku.
"Hinata..."
.
.
.
"Selamat pagi, Uchiha-sama. 10 menit lagi, meeting dengan perusahaan Sabaku akan dimulai."
"Aku mengerti. Terima kasih, Ino." Aku menangkap rona malu-malu di pipi sekretaris pribadiku sebelum ia berlalu dari ruang kerjaku. Hah, seandainya itu rona malu-malu adik sepupuku... khayalanku kembali terbang pada Hinata. Membuka ponsel, langsung kudapatkan wallpaper dirinya yang memakai yukata merah marun. Rambutnya panjangnya dicepol menjadi dua bagian. Tertawa riang sambil memamerkan permen apelnya pada kamera. Aku ingat, itulah dandanannya kala ia merengek memintaku mengajaknya pada festival musim panas tahun lalu.
"Aku selalu ingat saat itu.." aku memasukkan kembali ponselku kedalam saku. Mulai beralih pada setumpuk berkas yang harus kuperiksa dan kutanda tangani. Menghela napas berat.
.
.
.
Pukul 1 siang. Hinata pulang. Segera aku meraih jas kantorku. Rasanya menguap sudah kejenuhanku, mengingat aku akan bertemu gadis kecilku beberapa menit lagi.
Cklek
"Sasuke-sama?"
"Ada apa, Ino? Aku sedang terburu-buru seka-" Mataku membulat, Ino dengan sengaja mengunci pintu. Berbalik menghadapku, dibentangnya jarak tak kurang dari 4 meter jauhnya. Pelan dan dengan gerakan sensual ia membuka satu persatu kancing kemeja ketatnya. Aku mengamatinya dalam diam.
Ctrek
Kancing yang paling berperan dalam mengancingi kemejanya itu terbuka dan langsung memuntahkan benda besar apa yang menyesakkan dibaliknya. Ia perlahan mendekatiku. Meraih telapak tangan besarku untuk menaruhnya tepat disalah satu bongkahan miliknya. Mengurut jemariku agar mau meremasnya.
"Sasuke-sama, aku menginginkan anda mencumbuku lagi... aku mohon."
"Ino, itu hanya kecelakaan. Aku mabuk." Jujur lelaki mana yang tak terangsang dengan tubuh molek gadis itu. Akupun tergoda tadi. Kulihat ekspresinya berubah muram. Aku menarik kembali telapak tanganku. Mengancingi kemejanya yang berantakan.
"Carilah, pria lain." Aku melirik arloji di pergelangan tanganku. Sial! 15 menitku terbuang!"Aku harus segera pergi. Seperti biasa, aku makan siang diluar. Sampaikan pada Naruto kalau kau bertemu dengannya nanti."
Ino menunduk dalam. Tak mau terbawa suasaba yang canggung, segera aku melangkahkan kakiku menjauhinya, memutar kunci yang menggantung sekaligus kenop berwarna keemasan disana.
.
.
Onyxku berkeliling. Hinata belum juga kutemukan. Cemas dan rasa khawatir aku yakin telah berhasil membuat wajahku pucat pasi karenanya. Banyak para murid-murid yang rata-rata seusia dengan Hinata telah menemui jemputannya. . Dimana gadis cantikku itu berada!
"Hhaaha."
'Hinata?' suara tawa riang nan ringannya membuat kepalaku menoleh kebelakang. Tentu aku amat mengenali suara itu. Mataku menyipit. Itu Hinataku. Duduk disalah satu stan makan jalanan dengan kedua kaki yang diayunkan. Ia tak sendiri adan aku tak pernah tahu siapa pria disampingnya.
"Hinata."
"E-eh. Nii-san! Hinata menunggu nii-san sejak tadi. " Hinata turun dari kursi, menghambur, menarik dan menggenggam tanganku "Katanya ia mengenalmu, Nii-san."
"Uchiha-san?"
"..."
"Tentu kau tak mengingatku. Perkenalkan, aku Hatake Kakashi." aku membiarkan uluran tangan itu mengambang beberapa detik, terlalu sibuk mengamati wajah pria dibalik topeng masker yang ia kenakan. Curiga. Hingga akhirnya aku mau membalas uluran tangannya.
'Hatake?' pikiranku melayang pada perusahaan berkembang yang beberapa minggu lalu meminta suntikan dana. Berhubung mendiang ayahku dulu memang memiliki ikatan pertemanan dengan ayahnya, maka dengan alasan itu aku menyetujui proposalnya, hingga perusahaan miliknya kembali bangkit dari ancaman bangkrut.
" Ya. Aku mengingatmu."
"Hm, syukurlah. Ah, ya, dia adikmu?"
"Sepupu."
"Dia- sangat cantik." Dahiku mengkerut. Aku tak suka dengan nada dan cara ia memandang Hinata. Darahku serasa mendidih hanya dengan melihat pemandangan itu. Hey! Apa aku salah? Aku hanya tak mau gadis kecilku dilihat oleh orang lain selain aku.
"... Aku tahu. Hinata! Saatnya pulang." Hinata tahu nada bicaraku yang tak seperti biasanya. Menuntut. Membuatnya bergerak cepat dan tak memikirkan apapun lagi selain menurut.
"Hinata permisi, Hatake-san." Kembali kulihat pancaran tidak menyenangkan dari mata mengantuknya itu.
Dan aku benci melihatnya.
.
.
.
"Nii-san? Kita makan siang dimana?" perlu diketahui ini kali keempat pertanyaan yang Hinata lontarkan dan kesekian kalinya tak kutanggapi. Jujur, kini aku tengah dilanda kekesalan. Meski sulit untuk aku akui, namun sumber kekesalanku memanglah berasal dari kecemburuan yang kudapati tadi. Huh! Menyebalkan.
Greb
"Nii-san? Kau marah padaku?" kulihat pancaran matanya yang menyorot rasa bersalah yang teramat. Kuinjak pedal rem dan menghentikan mobil ini tepat disamping trotoar. Hinata tetap merangkum lenganku dengan kedua lengannya. Merajuk meminta maaf.
"Maaf..." gumamnya lirih dengan kepala agak menunduk. Aku tahu ia meminta maaf tanpa tahu apa kesalahannya. Begitulah sifatnya. Aku suka.
"Sudahlah, Hinata. Ini bukan salahmu."
"T-tapi nii-san marah padaku.."
"Tidak... aku tidak marah padamu. Jadi, bagaimana dengan makan siang kita?"
Kulihat gadisku itu mengulum bibirnya dan mengulas senyum penuh syukur. Dengan gerakan cepat ia memeluk lenganku dan membenakan pipinya disana. Dan apa yang kulakukan selain menarik sebuah senyum hangat dengan uluran tangan mengusap surainya yang lembut dan menggoda untuk kuciumi. "Aku mau ramen."
"Tempat biasa?"
"Tempat biasa." tawa riangnya dan senyumku beradu. Aku sangat menikmati suara renyah khas anak-anaknya. Hah, seandainya suara itu mendesahkan namaku.. pasti terdengar berkali-kali lipat indahnya.
.
.
.
"Nii-san pulang seperti biasa. Jangan tidur terlalu larut. Shizune, jaga Hinata."
"Baik, Sasuke-sama."
"Nah, Nii-san berangkat ya?" Gadisku itu mengangguk lesu sambil tetap menggenggam erat telapak tangan besarku. Hinata! Bagaimana aku bisa pergi kalau kau terus menahanku begini! "Mana kecupan untuk Nii-san?" aku menyejarkan bibirku yang kumajukan sedikit dengan tubuh tegap yang kutumpukan pada lutut dan menyambut kecupan kecil nan sekejapnya. Manis sekali rasanya. Senyumku kembali mengembang. Kuusap pipi gembilnya dan mendaratkan dua kecupan dimasing-masing sisinya. Ia tetawa. Dan itulah perpisahan kami. Aku kembali berangkat ke kantor setelah mengantarnya pulang dari acara makan siang tadi.
"Jaa nii-san.."
"Jaa... " Kulihat Shizune menggenggam tapak tangan mungil gadisku dan membawanya kedalam rumah.
"Semoga tak ada jadwal tambahan hari ini..."
.
.
.
.
Tbc
A/N : Holla minna- *sokKenal kembali author abal membawa rate M pada ceritanya. Berhubung author menyukai hubungan incest gitu, jadi- buat cerita yang kaya gini lagi. untuk fic "DIA" diambang Discontinue. Jadi- maaf minna- gak janji buat diterusin. Yosh! Ini chapter 1 moga suka. Dan- mohon maaf untuk segala macam typo yang tersebar luas
Salam NONONYAN..