Chanbaek Storyline by Blacktinkerbells

Over the Moon - Anggap saja masih prolog


Note: Serius, ff ini kagak usah dibaca. Lagian gue juga gak puas banget sama alur yang dikejar bulldog kesayangan ntut ini. Well, karena lu maksa jadi gue post aja daripada di .mi ;(


Ranjang berdecit halus ketika Chanyeol menekan permukaan kasur sedikit keras untuk mengangkat beban tubuhnya. Kepalanya sejenak berputar sebelum kedua matanya mengerjap untuk membiasakan cahaya yang masuk ke retina. Kedua bola matanya memang belum sepenuhnya terbuka, namun ia sudah bisa melihat pergerakan jarum terpanjang yang mengikuti berlalunya detik waktu.

Ini adalah harinya. Dimana satu hari dalam seratus tahun yang ada jatuh pada temponya. Seseorang sudah seharusnya datang dan memberikan informasi atas apa yang dipintanya.

Sebenarnya Chanyeol belum pernah tertidur dengan baik sebelumnya. Ia hanya akan tertidur disaat tubuhnya kekurangan pasokan nutrisi khusus. Tetapi hari ini sudah datang, Chanyeol tidak bisa terus mengandalkan orang suruhannya untuk sesautu yang ia butuhkan.

Ia turun dari ranjang dan berjalan sedikit terhuyung untuk membasuh wajahnya di kamar mandi. Pantulan dirinya tercetak dengan jelas oleh cermin besar meski berembun. Chanyeol memperhatikan dirinya sendiri sedang dadanya sedikit bergemuruh ricuh menantikan sesuatu yang akan menjadi pesta pribadinya nanti malam. Ada senyum angkuh yang terpoles di bibir tebalnya saat Chanyeol menggosok giginya, ia sudah sepatutnya sombong akan bayangan dirinya sendiri. Menurutnya, tampan bukanlah satu-satunya kata yang mampu mendefinisikan dirinya, butuh tambahan kata 'sempurna' untuk melengkapinya. Dan pengakuan dari 'tawanan'nya nanti.

Chanyeol tidak pernah menggunakan pasta gigi, maka dirinya tidak membutuhkan sesuatu seperti berkumur setelahnya. Mandi juga bukan sebuah rutinitas yang harus ia dapatkan di pagi hari. Ia sudah terbiasa menjalani ritual untuk tetap bertahan hidup, dan hal itu ia nantikan di hari ini.

Suara lonceng kecil terdengar setelah Chanyeol berganti pakaian. Tubuhnya memang lelah untuk saat ini, namun beberapa lembar kertas yang terselip di bawah pintu kamarnya memberinya sebuah energi untuk kembali tersenyum miring. Ia sedikit membungkuk untuk menggapai lembaran-lembaran kertas yang telah ia nantikan. Para suruhannya sudah pasti tengah berdiri tegap di balik daun pintu kamarnya, menunggu sang tuan memberi respon meskipun mereka harus menunggu satu tahun lagi. Karena Chanyeol adalah pemegang kuasa yang baik, ia akan mendapatkan apapun bahkan dari sebuah kalimat yang hanya tersirat di ujung lidahnya.

Ia membuka lipatan kertas dari lembar yang pertama. Matanya harus sedikit berputar membaca bagian-bagian yang tidak penting hingga sampai pada satu kata yang membuat matanya berpendar.

Byun Baekhyun.

"Namanya Byun Baekhyun." salah satu kaki tangannya di balik pintu bersuara. Chanyeol berkedip lalu membaca tulisan lain, namun sepertinya hal itu tidak perlu ketika mendengar pria pesuruhnya yang lain kembali bersuara di balik pintu.

"Dia seorang mahasiswa jurusan seni," ada suara dehaman pelan sebelum pria di balik pintu itu melanjutkan, "dan dia sudah menikah—"

dengan Direktur muda sebuah perusahaan elektronik, Oh Sehun.

Status Baekhyun yang satu ini membawa pendaran yang lain dari sorot matanya, perlahan bergulir dan bertengger di hatinya. Hal ini bukanlah perkara serius yang harus Chanyeol khawatirkan. Pasalnya, tidak ada satu hal pun yang harus ia takuti bahkan untuk satu bak racun tikus yang siap di teguknya. Memikirkan Baekhyun yang sudah menikah justru membuatnya terasa hidup—menarik, ini menarik jika Chanyeol bisa menimbulkan sedikit masalah di tengah hubungan orang lain. Lagipula Chanyeol sudah menambahkan status lainnya pada data pribadi pemuda bernama Baekhyun ini. Pemuda yang sudah resmi menjadi buruannya. Itu artinya, Baekhyun adalah miliknya.

"Apa saja kegiatannya?" suara baritonenya diantarkan langsung oleh gelombang ke arah pintu di hadapannya. Ada jeda sebentar sebelum pria-pria suruhannya menjawab bergantian,

"Bernyanyi di acara teater tahunan."

"Malam ini jam kuliahnya berakhir pada pukul sembilan malam."

Ada sedikit perasaan jenuh. Saat ini masih pagi hari dan waktu tidak bisa dinegosiasikan untuk mempercepat putarannya pada kegelapan malam. Chanyeol tidak pernah diajarkan untuk menanti seseorang secara pribadi. Ia hanya mengenal menunggu waktu untuk kepuasan diri dan satu hal pasti yang membuat dirinya masih bisa merasakan udara dunia.

Ia membuka lembar kedua untuk informasi yang lain namun dadanya tiba-tiba tersentak dengan kuat. Gemuruh ricuh di dadanya tersebut membuat sedikit kekacauan, rasanya aneh dan menyakitkan. Pupil matanya bergetar dan membawa lensanya pada pendaran yang lain. Perubahan warna yang signifikan menjadi lebih terang dan mencolok membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu sampai ke tulang. Erangan kesakitan tak bisa ia tahan hingga tubuhnya jatuh tersungkur di atas lantai yang dingin.

Pria-pria pesuruh di balik pintu kamarnya tidak memiliki wewenang dan kekuasaan untuk masuk ke dalam kamar dan membantu atas apa yang telah mereka dengar. Cukup belajar dari pengalaman dan mereka lambat laun sudah mengerti. Suara erangan kesakikan dari suara berat Chanyeol yang memantul dari dinding ke dinding bagai sebuah sirine merah untuk segera menjauh. Lampu hijau telah menyala di atas kepalanya dan sudah saatnya bagi Chanyeol untuk bergerak.

Byun Baekhyun ….sensitif akan dingin

Golongan darah : O


Over the Moon by blacktinkerbells

ChanBaek (SERIUS INI CHANBAEK, KALO ADA PAIRING LAIN ANGGEP AJA ANJING MENGGONGGONG KAFILAH BERLALU-_-)

Rate: Maho

Disc: ChanBaek milik mereka berdua dan cerita ini milik bulldog yang ngejar-ngejar gue/?-_-

.

Typo(s), OOC, bahasa amuradul


Mendapat kelas malam adalah satu dari sekian banyak hal yang Baekhyun hindari. Baginya, ia tidak jauh berbeda dengan karyawan kantoran dengan kesibukan hidup yang berangkat pagi pulang malam dan cenderung merindukan matahari. Selain karena membuatnya lebih cepat mengantuk dan kelelahan, kelas malam juga membuat waktunya untuk bertemu dengan Sehun sedikit terkuras. Meski pada kenyataannya Sehun pun sama sibuknya, namun setidaknya Baekhyun tidak memiliki kesempatan untuk menyambut suaminya saat pulang dari kantor.

Ia hanya ingin menanamkan pencitraan sebaggai pendamping hidup yang baik di mata Sehun—pemuda yang sudah ia kagumi sejak kecil. Harapannya untuk menjalani rumah tangga yang manis hingga beribu-ribu tahun lamanya dengan cepat disadarkan oleh takdir waktu yang saat ini belum menggariskan kenyataan yang pas dengan harapannya. Terlebih statusnya sebagai seorang mahasiswa aktif yang akan mendapatkan tahun terakhirnya tak membuat segalanya menjadi lebih indah. Baekhyun hanya perlu meneguk kenyataan dan menyeka keringat batinnya. Mungkin memang salahnya sendiri menerima lamaran Sehun lebih cepat tanpa menyelesaikan pendidikannya terlebih dahulu.

Kakinya berbelok untuk masuk ke sebuah minimarket setelah kelas berakhir. Mengeluarkan uang kecil dalam dompetnya untuk menghitung pengeluaran pembelian beberapa bungkus mie instan guna memenuhi kebutuhan primernya satu bulan kedepan. Hidupnya memang tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang mengalami krisis sosial dan ekonomi, namun Baekhyun belum sampai hati untuk meminta uang lebih pada Sehun yang bahkan hampir tidak pernah mendapatkan makannya di rumah.

Sehun membenci mie instan sedangkan Baekhyun menyukai berbagai hal yang berbau instan. Mungkin hal ini juga yang berpacu pada kenyataan Sehun sering pulang malam dan jarang ada di rumah bahkan pada hari libur. Baekhyun pernah mendengar perihal masakan seorang 'istri' adalah yang terbaik untuk suami. Untuk itu Baekhyun bertekad untuk mengikuti kelas memasak selulusnya kuliah nanti.

Langkahnya ia bawa seringan mungkin seusai keluar dari minimarket dengan tangan yang menjinjing kantong plastik besar berisikan mie instan. Ia bersiul menepis perkiraan kesehatan jika terus menerus mengkonsumsi makanan instan dan peluang Sehun lebih jarang pulang ke rumah. Tetapi setelah dipikirkan lagi, Baekhyun tidak begitu peduli. Ia masih menjadi mahasiswa yangmana hidup sendiri pun bukan masalah besar. Lagipula, sesekali orangtuanya selalu datang membawa makanan yang lebih baik untuk dikonsumsi.

Dan terkadang, setelah berpikir lebih dari dua kali, terkadang Baekhyun menyesal memilih jalan untuk menikah muda.

Ia merogoh ponsel di saku celananya ketika benda itu bergetar dua kali. Ada satu notif pesan disana dari nomor yang tidak terdaftar di kontaknya.

- Honey, mari bertemu di atap gedung kantorku. –

Kepalanya sedikit dimiringkan untuk berpikir. Sehun tidak pernah memanggilnya dengan panggilan semacam 'honey', 'darling', atau 'sayang' dan yang lainnya. Sehun selalu secara instan menyebutkan namanya. Tetapi Baekhyun juga tidak terlibat dalam sebuah hubungan manapun karena secara harfiah dirinya telah menikah dan Baekhyun bukan tipe orang yang sukar bermain di belakang.

Dan juga, siapa lagi yang akan menghubunginya dan menggunakan kata 'kantor' untuk tempat dimana mereka akan bertemu.

Ini pasti Sehun! Ia memekik girang di dalam hati. Memiliki keyakinan sendiri bahwa suaminya pasti akan memberinya sebuah kejutan kecil-kecilan—karena kejutan yang besar-besaran sudah pernah dilakukannya;melamar Baekhyun di kampusnya—seperti candle-light-dinner yang romantis.

Baekhyun tersenyum malu-malu membayangkannya. Dengan sigap membuat gumpalan besar dari kantong plastik yang ia jinjing dan melempar semua bungkus mie instan yang ia beli dengan uang sakunya tersebut.

.

Baekhyun melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Ternyata cukup boros waktu yang ia habiskan untuk berjalan ke kantor tempat Sehun bekerja, sayang sekali jika lilin-lilin yang telah dipersiapkan meleleh dan habis.

Ia bergerak sedikit lebih cepat. Membungkuk seadanya pada beberapa karyawan yang menyapanya ramah. Lift belum juga terbuka setelah ia menekan tombolnya beberapa kali. Karena rasa takut akan lilin yang meleleh lebih cepat, Baekhyun memilih berlari menaiki tangga darurat.

.

Kakinya berhasil menapak pada lantai beton di atap yang terbuka. Angin menerpa dengan kencang menerbangkan helai rambutnya mengikuti arah angin. Jika anginnya sekencang ini, lilin tidak akan bisa menyala di atas sini.

Dan memang begitu keadaannya. Tidak ada meja dengan dua kursi yang dikelilingi lilin, hanya ada tubuh tinggi yang berdiri membelakanginya. Tidak terlihat seperti Sehun yang kurus dan berambut hitam, atau mungkin Baekhyun yang tidak menyadari kenaikan berat badan dan perubahan warna rambut teman hidupnya sendiri.

"Kau mewarnai rambutmu? Kurasa kau akan terlihat lebih seksi dengan warna putih."

Baekhyun memeluknya, melingkarkan kedua tangannya pada tubuh tinggi yang tengah tersenyum dalam diam membelakanginya. Kepalanya ia sandarkan pada punggung yang terasa lebih tegap dari yang ia tahu, aroma parfumnya pun berbeda.

"Apa aku terlalu sibuk dengan kuliahku dan mengabaikanmu, sehingga perubahan seperti inipun aku tidak tahu?" Baekhyun bersuara seraya mengeratkan pelukannya, bersandar dengan nyaman dan tersenyum. Perubahan seperti ini bukanlah sesuatu yang akan ia tolak dengan segenap hati yang tak ikhlas, justru Baekhyun merasa kelewat bahagia dengan perasaan nyaman yang begitu menyenangkan. Ditambah jenis parfum yang memabukkan untuk dihirup.

"Haruskah kita mengadakan pesta?"

Akan tetapi Baekhyun jelas tahu bahwa suara baritone ini bukanlah milik Sehun. Matanya mengerjap canggung. Baekhyun memang terbiasa berpikir dua kali untuk sebuah tindakan walaupun jalan yang ke duanya akan ia pikirkan setelah sesuatu telah terjadi. Dirinya jelas selalu melihat Sehun setiap hari meski tak sesering yang diangankannya, tetapi bukan berarti dirinya melupakan bagaimana struktur fisik yang suaminya miliki. Perubahan sedikitpun akan sangat berpengaruh karena ia terbiasa memeluk Sehun sebelum jatuh tertidur.

Dan sudah jelas, pria ini bukanlah Sehun. Baekhyun melepaskan pelukannya perlahan sebelum berbalik untuk melangkah pergi.

Terlalu bodoh untuk mengharapkan makan malam romantis dengan Sehun sedang ada orang lain yang dengan tiba-tiba mengajaknya berpesta.

Tunggu, apa?

Baekhyun baru saja akan berbalik untuk bertanya meminta penjelasan atas apa yang pria itu lakukan, bagaimana orang itu mengiriminya pesan dengan sebuah panggilan sayang dan mengajaknya berpesta setelah ia datang ke atas atap gedung yang tinggi. Dan sayang, Baekhyun kalah cepat karena kurang dari sedetik saat ia berbalik, tubuhnya sudah terhempas menabrak pagar pembatas. Punggungnya terasa panas dan Baekhyun pikir tulangnya sudah patah. Baekhyun juga tidak memiliki waktu untuk mengaduh dan menangis ketika pria itu menghimpit tubuhnya, langsung melumat bibirnya tanpa memberi Baekhyun kesempatan untuk berpikir dan bernafas.

Ia tersentak namun tak memiliki kekuatan lebih untuk mendorong tubuh tinggi yang tengah melumat habis permukaan bibirnya lalu berakhir dengan kedua tangannya yang melingkar di leher pria itu. Seolah memasrahkan akan apa yang terjadi, Baekhyun memejamkan matanya dan akhirnya bibir tebal itu melepaskan diri.

"Byun Baekhyun."

Yang dipanggil namanya tidak menjawab, masih memejamkan matanya dan menghalau rasa perih di punggungnya dengan tarikan nafas yang berat. Kedua tangannya masih menggantung nyaman di leher yang lebih tinggi.

"Park Chanyeol. Sebutkan nama itu, Baekhyun." suaranya berat namun penuh penekanan pasti atas petuah yang harus disampaikan. Baekhyun tidak mengerti mengapa kepalanya mendadak kosong dan menerima perintah halus itu dengan senang hati.

"Park Chanyeol…"

Yang disebut namanya kembali tersenyum angkuh. Seseorang yang telah mengucapkan namanya secara lengkap telah terhujat untuk menjadi miliknya, tawanannya, atau buruannya. Baekhyun adalah mutiara yang ia temukan dalam kemegahan negara yang tengah ia pijak. Menemukannya bukan sesuatu yang mudah, Chanyeol harus menunggu sedikitnya seratus tahun untuk bertatap muka dengan mutiara kecil yang akan menemaninya 'berpesta' dengan ritual-ritualnya.

"Baekhyun.." Chanyeol merengkuh pinggang Baekhyun untuk kembali membawa pemuda itu pada sebuah penyatuan bibir.

"Chanyeol~"

Dan panggilan itu menjadi suara terakhir sebelum keduanya terhanyut dalam sebuah ciuman yang lembut. Kepala keduanya memiliki kemiringan pada dua arah yang berbeda. Saling menyesap dan memangut bibir lawannya dengan gerakan yang sensual dan begitu lembut. Tubuh Baekhyun menghangat saat tangan pria tinggi itu merambat naik ke punggungnya dan tangan yang satunya lagi menekan tengkuknya agar kedua belah bibir mereka menyentuh tanpa celah.

Chanyeol memang telah menanti satu malam untuk satu detakan dalam jantungnya. Chanyeol tidak pernah tertidur untuk setiap malam yang berbintang, ia tidak menyukai titik-titik cahaya yang mengganggu kegelapan. Juga Chanyeol tidak suka bekerja untuk dirinya sendiri dan cenderung memanfaatkan tenaga para pesuruhnya untuk kebutuhan hidup.

Namun untuk satu malam yang menyalurkan satu detakan, Chanyeol harus bergerak sendiri dan menanti seseorang di atap gedung sebuah perusahaan besar. Seseorang yang akan berpengaruh besar pada setiap denyut yang akan ia dapatkan. Ketika kaki pendeknya menapak di atas atap dengan nafas terengah, Chanyeol sudah bisa memprediksi bagaimana lezatnya kehidupan setelah pemuda itu berada dalam pelukannya, menyebutkan namanya lengkap sebagai janji mutlak yang tidak akan goyah. Membanting tubuh mungil itu untuk sebuah awal dari pestanya, nyatanya membuatnya harus bertatap mata langsung dengan hazel yang mengagumkan. Pupil matanya bergetar dan rasa ngilu dalam tubuhnya membunuhnya lebih kuat.

Akan tetapi ketika detik eksekusi itu datang, Chanyeol justru merasakan bibir yang manis itu. Alih-alih menghisapnya, Chanyeol memilih untuk melumat dan menyesap rasa manis yang luar biasa memabukkan untuk dirinya. Hingga pada akhirnya keduanya terlibat dalam sebuah pangutan yang tak kalah manisnya.

Pikirkan Baekhyun memang kosong, menatap mata Chanyeol sekilas membuat tubuhnya mati rasa dan lupa akan nyeri luar biasa pada punggungnya. Menyebutkan nama Chanyeol terasa menyenangkan, dan menerima ciuman yang entah untuk apa mulanya terasa mengagumkan. Terhipnotis untuk hilang ingatan atas nama Sehun yang selalu ia ucapkan dalam hati.

Baekhyun mengeratkan pelukannya pada leher Chanyeol dan membiarkan pria itu mengangkat bebas tubuhnya. Menyamakan perbedaan tinggi mereka dengan Baekhyun yang melingkarkan kakinya pada pinggang Chanyeol. Tubuh Baekhyun bergetar saat Chanyeol melumat bibirnya dengan cumbuan yang lembut dan menggairahkan, ada yang menari dalam perutnya dan semuanya terasa menyenangkan. Ia melenguh dengan kenikmatan atas penyatuan bibir dengan orang yang baru ia temui dan Chanyeol kembali menghimpit tubuh Baekhyun pada pagar pembatas, tak menyisakan satu udarapun berjalan mengisi celah sekecil apapun itu. Degup jantung Baekhyun terasa di dadanya, rasanya hangat dan ia menyukainya. Chanyeol merapatkan tubuh Baekhyun lebih erat agar getaran dalam dada pemuda itu terasa lebih jelas. Cumbuan yang mereka pangut terasa basah namun enggan untuk berhenti. Baekhyun meremas surai berwarna putih milik Chanyeol untuk membawa kepala itu pada sebuah ciuman yang lebih intim.

Kepala mereka telah berkali-kali mengganti posisi kemiringannya, ke kanan dan ke kiri untuk meraup belahan bibir yang terbuka. Lidah mereka bertemu, bermain-main di dalam mulut hangat Baekhyun lalu kembali saling melumat dengan manis.

Tidak ada yang berpikir normal bahkan untuk sekedar mengambil nafas. Mereka memisahkan bibir untuk mengambil udara dan tidak sampai sedetik kembali menepis jarak yang ada. Mata yang terpejam namun hati yang diam-diam saling tarik menarik.


Sehun membungkuk hormat pada pria paruh baya yang malam ini telah menjadi tamunya untuk jamuan makan malam dengan beberapa topik obrolan untuk proyek pekerjaan yang akan mereka tanda tangani.

Langit sudah terlalu gelap untuk dikatakan malam baru saja datang. Sehun tidak ingat pukul berapa terakhir kali menghubungi Baekhyun untuk meminta izin kembali makan malam di luar dan menasehati pendamping hidupnya itu agar tidak membeli mie instan terlalu banyak. Namun tidak ada satupun pesan yang terbalas. Ia mencoba menghubungi Baekhyun langsung dan tidak ada jawaban. Pikirnya Baekhyun langsung tertidur pulas seusai kelas malamnya, bahkan mungkin anak itu belum berganti pakaian sebelum jatuh ke atas tempat tidur.

Sehun baru saja akan memasuki mobilnya ketika sekretarisnya bertanya, "Tuan tidak menemui Baekhyun terlebih dahulu?"

Alisnya terangkat naik, dirinya akan pulang tentu untuk menemui Baekhyun. Terkecuali jika anak itu memang pergi berkeliaran sepulang kelas malamnya.

"Oh, apa Baekhyun datang?" Sehun menggaruk tengkuknya. Ada dua kemungkinan bagaimana sekretarisnya membahas soal Baekhyun disaat ia baru saja akan pergi meninggalkan kantor. Yang pertama, Baekhyun menelepon dan yang kedua Baekhyun datang. Tetapi pilihan yang kedua terdengar begitu aneh mengingat Baekhyun yang selalu mengeluh karena jarak gedung perusahaannya begitu jauh.

"Tuan Baekhyun menaiki tangga dengan terburu-buru sekitar dua puluh menit yang lalu."

.

Sehun berhenti pada pijakan terakhir di atas atap gedung setelah mencari ke seluruh ruangan pribadi dan tidak mendapati Baekhyun dimanapun.

Baekhyun mungkin sedang bermain-main dan pada akhirnya akan memberikannya sebuah kejutan kecil di penghujung lantai. Tetapi fakta yang tertera jelas menampar dirinya, mengatakan bahwa Baekhyun tengah bersama pria lain, berpangutan dengan lenguhan dan erangan nikmat di depan matanya.

Hal ini jelas memang sebuah kejutan. Melihat sendiri bagaimana tubuh Baekhyun yang bertengger manis pada tubuh yang lebih tinggi dan sesekali menggeliat gelisah di tengah pangutannya.

Sehun ingat bahwa matanya masih sehat-sehat saja ketika berniat akan membeli kacamata minus. Dan Sehun jelas masih waras untuk mengetahui apa yang tengah Baekhyun lakukan dengan orang lain. Meski mata itu terpejam, Sehun masih bisa mengenali bahwa itu adalah Baekhyunnya.

Rasanya sesak untuk bernafas, angin kencang sama sekali tidak membantu untuk mengisi pasokan udara di dalam paru-paru, justru membuat matanya berair lebih banyak di pelupuk. Sehun tidak mengerti atas apa yang Baekhyun lakukan, jika ini adalah sebuah tipu daya di bawah langit yang gelap, rasanya terlalu nyata untuk ditangisi. Dirinya bahkan belum pernah menyentuh Baekhyun sebegitu intimnya, untuk sebuah ciumanpun ia dapatkan di malam ketika mereka menikah.

.

Rasanya terlalu memabukkan untuk sekedar berciuman yang enggan untuk terpisah. Chanyeol menyadari ada bisikan yang mengintrupsi keduanya untuk melakukan lebih.

Baekhyun sensitif terhadap dingin.

Sejauh ini, Baekhyun masih dikuasai oleh nafsu yang membuat tubuhnya panas oleh gairah. Meski tangan dan kakinya memeluk Chanyeol begitu erat, tidak menjauhkan fakta bahwa Baekhyun terasa panas akan setiap sentuhan yang ia dapatkan. Lenguhan Baekhyun bahkan terdengar seperti nyanyian yang merdu, terlalu menikmati apa yang tengah ia jalani.

Untuk itu Chanyeol menyelusupkan satu tangannya kedalam kaos yang Baekhyun pakai. Menjalarkan tangannya dengan seduktif di setiap bagian permukaan kulit Baekhyun yang terasa halus seperti kulit bayi. Baekhyun pasti merawat tubuhnya dengan baik.

Baekhyun kembali menggeliat gelisah akan sentuhan di tubuhnya. Menaikan sedikit bajunya karena rasa panas akan sentuhan itu yang membuat Chanyeol menanggalkan pakaian Baekhyun begitu saja dan kembali menjamah apa yang bisa ia sentuh.

Suara Baekhyun terdengar indah ketika mendesah di sela ciuman yang masih mereka pangut. Matanya terpejam nikmat sedangkan Chanyeol kembali tersenyum dalam hati.

Tubuh Baekhyun bergetar diterpa angin yang kencang, tetapi hal ini tidak membuat yang lebih pendek pantang untuk berhenti. Apa yang tengah ia rasakan dalam kungkungan Chanyeol begitu membuatnya menyerah akan hidup yang sebelumnya. Ia memasrahkan sesuatu terjadi setelahnya asalkan kebahagiaan yang membuat dadanya bertalu ini tidak akan berakhir. Memang terlalu cepat untuk memutuskan sesuatu hanya melalui sebuah ciuman panjang yang membengkakkan bibirnya. Namun rasanya terlalu indah untuk mundur kembali.

Baekhyun membawa pelukannya lebih erat saat Chanyeol akhirnya melepas pangutan bibir mereka dan menurunkan ciuman itu pada lehernya yang terekspos bebas. Matanya masih terpejam ketika Baekhyun menikmati bagaimana ciuman mendarat di lehernya. Namun pada detik berikutnya, mata Chanyeol terbuka.

Pendaran warna merah menghias lensa matanya, indera penciumannya peka akan langkah kaki yang kian mendekat di belakangnya. Dan rasanya, manis.

Darah O lainnya sedang melangkah mendekat sementara Baekhyun tengah mendesah ketika tubuhnya mulai bergetar kedinginan.

"B-baekhyun, apa yang k-kau.. lakukan?" Sehun menelan ludahnya memandang sosok Baekhyun dari dekat tengah mendesah untuk nama pria lain. Dan tubuhnya yang tanpa pakaian di pelukan orang lain membuat hatinya berdecit nyeri alih-alih mengagumi keindahannya.

Baekhyun membuka matanya. Mengerjap untuk menyadari apa yang sedang ia lakukan dan seketika panas tubuh atas gairah itu menghilang. Tubuhnya bergetar hebat akan kedinginan namun tak membuat pelukannya pada tubuh Chanyeol terlepas.

"Sehun?!—ahhh~" desahan itu kembali keluar ketika Chanyeol meremas lembut buah zakarnya, tak membiarkan Baekhyun untuk menjawab dan berbicara pada orang lain.

Dan jackpot!

Darah bergolongan O yang sedang kedinginan adalah satu dari ratusan tahun yang tengah Chanyeol nantikan.

Sehun tidak bisa melangkah lebih dekat lagi, karena seringaian dengan taring yang runcing itu sudah terlanjur muncul—

"Ini adalah pesta, Baekhyun. Kau miliku."

—dan menyentuh leher putih berhias tanda kemerahan hasilnya sendiri itu.


Ini akhirnya TBC ceritanya.

Cerita nista ini diberhentikan cukup sampai sini. jika kelak ada hidayah yang hinggap, maka akan ku ulaskan cerita lain yang lebih jelas :")


Udah dibilang jangan di baca kan? hayo lu nyesel kan? gue udah ngeganti alur ini tiga kali tapi tetep aja tu bulldog ngejar-ngejar mulu. karena lu maksa buat post jadi gue post. dan niat gue sih... hehe... ini di hapus dan di ganti yang baru.

Oiya, kenapa judulnya over the moon? ini judul di adaptasi dari lagu judulnya over the rainbow, karena rainbow itu maho(?) jadi gue ganti dikit. IYA GAK NYAMBUNG GUE TAU PLIS BASH AJA BASH! TOT ini cuma cerita sementara ciyus dah tar gue ganti yang baru - 3 -

Asal tau aja, gue berantem dulu sama kakak gue buat pinjem leptop buat ngepost ni cerita nista -_,- makanya prosesnya lama hingga akhirnya selesai pada pukul 12:20 Pm (ini laptopnya ngaco wakak). Okay jan gebuk gue plis T^T gue kan udah bilang! gue juga udah minder! bukan salah gue pliss bash gue aja baasshh! ToT /terjun ke sumur/