College 1: Sasusaku-rating M, slight lime


Universitas Tokyo, Universitas terbaik di seantero Tokyo. Konoha hanya sebuah kota kecil dibandingkan hiruk pikuk Tokyo.


"Ino?"

"Hmm?"

"Kau yakin ini diperbolehkan?"

"Ayolah Sakura, live a little. Apa yang lebih menyenangkan dari pesta di kolam renang pada malam hari?"

"…mungkin pesta di kolam renang pada malam hari, dengan izin legal."


Lebih baik bukan berarti selalu lebih menyenangkan. Hanya karena kau punya kesempatan untuk mendapat pendidikan terbaik bukan berarti kehidupan kampusmu akan selalu menyenangkan.


Aku, Haruno Sakura, jika ada keajaiban dimana aku bisa lulus hidup-hidup dari Universitas ini tanpa catatan Pengrusakan dan Pembobolan Sarana Properti Kampus atau Pengadaan Pesta Terlarang di Kawasan Kampus bersumpah akan mematuhi semua perkataan Tsunade-sama tentang menjadi dokter yang baik.

Masalahnya, aku benar-benar tidak yakin itu akan terjadi.

"Tenang sajalah, peraturan itu kan ada untuk dilanggar."


Masih mau tanya kenapa?


"Hmph. Aku berteman dengan sekumpulan pelanggar aturan."

"Sekumpulan pelanggar aturan yang tahu bagaimana cara bersenang-senang, Sa-ku-ra. Ayolah, bukannya kau suka kolam renang? Ciuman pertamamu dengan Sasuke kan disini."

"Itu sudah berapa tahun yang lalu, Ino-pig? Sudah ah, aku mau pulang ke asrama saja."

Tepat saat itu juga terdengar suara teriakan berat bergemuruh milik penjaga kolam renang; sebuah isyarat pasti yang membuat sekumpulan mahasiswa yang sedari tadi menikmati alunan musik pop rock di pinggir kolam renang indoor kampus mulai berlarian.

Suasana jadi kacau total.

"Lihat kan akibatnya kalau tidak mematuhi peraturan?" teriakku disela-sela murid yang berlarian. Tapi sahabatku, Ino si self-proclaimed Queen Bee itu, malah tertawa lepas sambil menikmati keributan ini. Aku setengah menarik Ino agar segera pergi dari kolam renang, melompati pelampung yang dilemparkan begitu saja di lantai.

"Justru ini asiknya melanggar peraturan, Sakura. Tidakkah kau merasakan… hum, apa namanya… oh, adrenalinnya?"

Dan tepat saat itu juga Naruto meluncur di samping kami menggunakan perahu karet dengan memanfaatkan licinnya lantai, melambaikan tangan sebagai salam.

"Sampai jumpa di pesta selanjutnya, Sakura-chan, Ino-chan!"


Karena sebagian dari mereka pintar mendekati jenius, sebagian lagi jenius mendekati gila.


Hidup jangan dibuat sulit. Siapapun yang sudah merasakan sulitnya lulus dari sekolah menengah memasuki perguruan tinggi pasti tahu betul hidup sudah cukup sulit tanpa kita harus mempersulitnya.

Uh, terlalu banyak penggunaan kata sulit.

Pagi ini Sakura berusaha mati-matian melawan sisa kantuk yang masih tersisa sehabis pesta gila yang di kolam renang. Setelah membelah malam dengan adrenalin yang memacu sistem simpatiknya gila-gilaan dan satu-satunya hal yang diinginkannya hanya tidur, Sakura masih harus menghapal pembuluh darah arteri di sistem pencernaan untuk kuis pagi ini. Bagus kalau hanya menghapal nama, tapi Kabuto-sensei juga menyuruh hapal letaknya.

Ingatkan aku lagi kenapa aku memilih jalan ini? Pikirnya sambil menggosok gigi. Sakura menatap wajahnya di cermin; rambut pink-nya sudah semakin panjang, Ia lupa kapan terakhir kali memotongnya. Mungkin kalau sore ini kuliah selesai cepat, Ia punya waktu mengajak Ino ke salon.

Ino. Ah, Ino. Sakura heran bagaimana Ino bisa bertahan hidup dengan rambut pirangnya yang nyaris melewati pinggang. Tapi kalau dipikir-pikir, gadis itu belajar di seni desain, mungkin memiliki rambut sepanjang itu tidak selalu membuatnya gerah. Rasa-rasanya Sakura hampir tidak pernah melihat Ino dengan rambut pendek.

Pertanyaan yang lebih penting adalah bagaimana Ia bisa bertahan hidup di sini dengan sahabat segila Ino dan Naruto.


Berambut pirang panjang, bertubuh putih tinggi, dan bermata biru. Tidak butuh waktu lama bagi seorang Yamanaka Ino untuk memberi gelar dirinya sendiri sebagai Queen Bee di sini. Ingatkan lagi bagaimana Ia bisa tahan berteman dengan Ino selama di KHS? Semakin lama hari yang dihabiskan disini, semakin banyak ingatan personal Sakura yang hilang tampaknya. Hippocampusnya secara acak memilih mana bahan kuliah menyebalkan yang harus dihapal dengan cara menghapus memori menyenangkan.

Kalau kau pikir masa pendidikan atas dan menengah itu sulit, pikir lagi saat kau memasuki dunia kuliah. Bahkan katanya kampus teknik terbaik di Amerika punya gedung pribadi tempat para mahasiswanya bunuh diri.

Yah, bicara soal tekanan batin di masa transisi.

"Yo, Sakura-chan!" Naruto berteriak penuh semangat dari lapangan, menghampirinya. Naruto masih mengenakan baju olahraga dan celana training. "Kau kuliah jam 7 pagi?"

"Kau sendiri belum masuk?"

"Kan jurusanku masih libur, Sakura-chan. Hina-chan juga." Naruto mengeluarkan senyum lebarnya yang biasa, Sakura sudah terbiasa dengan gelagat penuh semangat mantan kapten tim sepak bolak KHS itu. "eh, kapan Sasuke-teme pulang?"

"Pertanyaan bagus. Kau tanyakan sendiri saja ke orangnya langsung." Naruto mengernyit mendengar jawaban ketus Sakura.

"Kenapa lagi sih? Kalian bertengkar?"

"Hhh, gimana mau bertengkar kalau orangnya saja susah dihubungi?!" Sakura jadi menuangkan uneg-unegnya pada Naruto. "sudah ya, aku masih harus menghapal banyak hal sebelum kuis pagi ini."

"Eeh, tunggu. Kau kenal Kiba? Katanya dia mau mengadakan pesta terbuka di atap auditorium malam ini."

"TI-DAK." Naruto menatap Sakura dengan pandangan puppy eyes-nya. Padahal sejak dulu juga hal itu tidak berfungsi menghadapi Sakura. "sudah cukup pengalaman hampir ditangkap penjaga kemarin malam, Naruto."

"Yah, technically kan kita tidak merusak apapun, hanya menggunakan fasilitas kampus…"

"TANPA IZIN." Ujar Sakura tegas.

"Ayolah, Sakura-chan. Nikmati hidup sedikit."

"Aku menikmati hidupku, Naruto. Sangat. Hhh, begini sajalah, aku hanya akan ikut ke pesta-pesta konyol itu kalau kau bisa memaksa Sasuke untuk cepat pulang kesini." Sakura menepuk bahu Naruto, berpikir Ia sudah menemukan jalan keluar untuk menghindari ajakan sahabat-sahabatnya untuk melanggar berbagai macam peraturan.

"Sungguh? Oke!" Naruto tersenyum dan melambaik pada Sakura yang menjauh.

Sakura harusnya tahu ia tidak seharusnya menjanjikan apapun pada seorang Uzumaki Naruto. Pria itu punya magnet ajaib yang menarik masalah; satu-satunya hal yang bukan berupa masalah yang tertarik padanya mungkin hanya Hinata.


Berangkat kuliah jam 7 pagi dan pulang jam 7 malam. Salah satu pekerjaan paling sulit adalah menjadi mahasiswa, sudah menghabiskan waktu tapi tidak dibayar malah membayar. Sakura tidak merasa berat dengan hidupnya sebenarnya. Jadi mahasiswa kedokteran itu sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan kok, Ia masih punya waktu untuk belanja baju dengan Ino dan sesekali ikut Naruto dan Hinata jalan-jalan.

Berkebalikan dengan apa yang ada dipikiran teman-temannya; Sakura tahu cara menikmati hidup kok. Hari-harinya tidak selalu diisi dengan menghapal ini itu. Hanya karena Ia suka membaca buku tebal dan bisa berjam-jam diperpustakaan mengaggumi struktur molekul sel, bukan berarti Sakura tidak menikmati segala kegilaan di masa kuliahnya.

Yah, kadang-kadang.

Pesta yang kemarin salah satunya. Bukan pertama kalinya Ino dan Naruto menariknya 'menikmati hidup' dengan cara mereka. Mungkin Sakura hanya sedang badmood karena Sasuke sedang sulit sekali dihubungi.

Tahu sih, Presdir pasti sibuk, tapi untuk menghubungi balik masa tidak bisa? Toh kan sama-sama diberi 24 jam sehari.

"Oh, Sakura." Sakura menengadah menatap Shikamaru. Tidak biasanya Ia menemukan Shikamaru malam-malam begini masih berkeliaran di Perpustakaan Pusat.

"Sedang belajar juga?" tanya Sakura. Shikamaru menggeleng.

"Mencari sahabatmu. Nyonya Yamanaka sudah menghubungi ponselnya berkali-kali tapi tidak dijawab, jadinya malah meneleponku. Hhh, mengganggu tidurku saja…" Sakura mulai berpikir tampaknya bagi seorang Nara Shikamaru, masuk perguruan tinggi ibarat pindah tempat tidur dari KHS menjadi Tokyo University.

"Akan kucari ke kamarnya nanti, Shika." Pria berambut nanas itu mengangguk dan pergi. Sebenarnya, Sakura yakin Ino sedang diberada di tempat yang sama sekali lain dari kamarnya.

Hm, dimana lagi kalo bukan disana?


"Kau datang, Sakura-chan!" Naruto berteriak ditengah hiruk pikuk musik rock yang melingkupi lantai 15 gedung serbaguna. Sakura phobia ketinggian, tapi dengan suara musik yang sekeras ini, rasanya object phobianya berubah jadi musik rock.

"Kau lihat Ino?" teriak Sakura.

"Apa?"

"Ino!"

"APA?"

"APA KAU LIHAT INO, DASAR NARUTO-BAKA!" Sakura menjewer telinga Naruto dan berteriak disampingnya. Pria bermata cerulean biru itu meringis memegangi telinganya lalu menunjuk ke pojokan atap yang dekat pintu masuk gedung, dimana Sakura bisa melihat rambut pirang panjang yang familiar.

Sakura melewati orang-orang yang sibuk berdansa dan ngobrol ditengah dinginnya atap dan hentakan musik. Sakura hanya menggunakan piyamanya dengan jaket panjang, karena toh Ia tak berminat ambil bagian dalam pesta konyol ini. Sakura tahu orang-orang memperhatikannya seperti badut di tengah pesta.

"Ino−" Sakura mendekati Ino, lalu berhenti saat pria berambut hitam disamping Ino melingkarkan tangannya ke pinggang Ino. Sakura jadi sontak berhenti.

"Bukan begitu cara memeluk yang benar, Sai-kun. Sini, letakkan tanganmu lebih erat…" rasanya ada perempat mungil tanda kekesalan muncul di sudut kening Sakura mendengar penjelasan Ino.

"Ino. Sedang apa kau?" Ino menoleh menatap Sakura, tersenyum simpul. Lelaki di sebelahnya juga menoleh, dan untuk sepersekian detik Sakura pikir Ia seperti melihat Sasuke dengan potongan rambut yang lebih rapid an kulit lebih pucat.

"Mengajari Sai-kun bagaimana caranya memeluk gadis dengan benar." Perempat mungil lainnya muncul lagi mendengar bagaimana Ino mengatakan itu seperti sebuah laporan cuaca yang wajar.

"…sejak kapan seorang anak kuliahan butuh diajari cara memeluk dengan benar…?"

"Huh, kau kasar, Sakura. Jadi Sai-kun, ini Sakura sahabatku…"

"Halo… jelek." Perempat mungil ketiga muncul di dahi Sakura. Ino mencubit gemas tangan pria bernama Sai itu, memarahinya seperti ibu pada anak kecil.

"Hush, kau tidak boleh begitu. Sudah kubilang kan tidak boleh memberi nama panggilan sesuai opini jujurmu. Maaf ya Sakura, Sai-kun mahasiswa jurusan Psikologi−"

"SHANNARO!" tinju Sakura sukses membuat pria itu jatuh pingsan. Ino mengerjapkan mata campuran antara bingung dan kaget. "kau, nona pirang, segera ke kamarmu sekarang karena Ibumu menelepon daritadi."

"Aku baru saja menikmati pesta ini saat bertemu dengannya, Sakura. Hmph, kau merusak mood saja."

"Mood apanya?! Kau membiarkan pria tidak jelas itu menyentuhmu?"

"Hanya karena kau dan Sasuke sedang 'mendingin' dan moodmu jadi jelek jangan marah padaku, dong." Ino mencibir dan menarik Sai bangun, menginspeksi hasil pukulan Sakura.

"Ugh, dasar Ino-pig, aku ini−"

"JADI KAU ORANGNYA?" Ino dan Sakura menatap ke sumber suara dan menemukan Naruto terlempar menghantam meja, hasil pukulan dari seorang pria berambut panjang berwarna kecokelatan.

"Neji sudahlah." Seorang gadis berambut seperti panda dengan dua bun di kepalanya menghentikan lelaki yang tampak mengamuk itu.

"Masalah apa lagi yang ditimbulkan si bodoh itu?" Ino bertanya pada Sakura.

"Jangan tanya aku, rasanya aku sudah tidak dapat menghitung lagi." Balas Sakura. Penasaran, Sakura melewati kumpulan orang dan mendengar lelaki asing itu berteriak lagi.

"Jauhi sepupuku!" tapi tentu saja, Naruto yang masih tersungkur pingsan tidak bisa menjawab.

"Neji, tidak baik bertengkar seperti ini didepan umum hanya karena kau melihat sepupumu berciuman dengan seorang pria…" Ujar si gadis rambut panda. Begitu Sakura cukup dekat, Ia bisa melihat kedua orang itu dengan jelas. Si laki-laki berambut panjang mirip dengan Presiden Mahasiswa yang terkenal tegas dan kaku, dan… Sakura mengernyit. Matanya mirip sekali dengan Hinata.

"Na-Naruto-kun!" tiba-tiba saja ada suara kecil dari kerumunan, dan seorang gadis menerobos untuk membantu Naruto yang masih menikmati pingsannya. "Neji-niisan, apa yang kau lakukan?!" Hinata mencicit dihadapan si Presiden Mahasiswa.

Sekarang semuanya jadi lebih jelas. Rasanya kepala Sakura makin pusing dengan real-live drama ini. Tuh benarkan, Naruto selalu menarik masalah.

Belum juga Sakura sempat membantu Hinata meluruskan kesalahpahaman ini, seseorang berteriak bahwa penjaga sedang menaiki tangga. Sakura sudah lupa untuk keberapa kalinya tubuhnya disengat adrenalin rush saat harus berhamburan berlari atau bersembunyi, pokoknya jauh dari jangkauan para penjaga yang berarti tiket maut menghadapi Dekan Sarutobi yang tegas.

Aku tidak bersalah dan aku harus lari seperti orang-orang lain yang bersalah. Jelas ada yang salah dengan ini semua. Tunggu, berapa kali aku menggunakan kata 'salah'? astaga, aku mulai gila kalau begini terus!

Langkah cepat Sakura membawanya menuju salah satu lorong sepi, tapi tiba-tiba saja dikegelapan seseorang menariknya, membungkam mulutnya. Tangan Sakura reflex untuk meninju penangkapnya, sebelum bibirnya dibungkam dengan satu ciuman yang khas.

Ciuman yang hanya seorang saja mampu melakukannya.

"Sa…Sasuke?!" Sakura nyaris kehabisan nafas begitu ciuman panas itu berakhir. Bahkan dikegepalan, Sakura bisa melihat wajah tampan kekasihnya itu. "k-kau benar-benar disini?" ucapnya tidak yakin, meraba-raba tubuh Sasuke yang berbalut kemeja dengan dasi dilonggarkan.

"Apa lagi yang si bodoh Naruto lakukan?" tanyanya datar, dan Sakura segera melompat memeluknya, yakin bahwa hanya satu Sasuke Uchiha yang akan memanggil Naruto begitu.

"Ceritanya panjang." Sakura menarik wajah Sasuke mendekatinya, menghujaninya dengan kecupan manis. "Kami-sama, aku merindukanmu."

"Hn." Sasuke membalas ciuman-ciuman itu dengan sama intensenya, dengan mudah membalik keadaan, membuat punggung Sakura menyentuh dinding. Sakura sudah lupa kapan terakhir kali mereka bertemu; rasanya sudah lama sekali Ia tidak merasakan perasaan ini. Perasaan saat tangan Sasuke menyentuh tubuhnya, meraba setiap lekuk, mulutnya mencium setiap jengkal kulit…

Sakura merasa dia mungkin bisa orgasm hanya dari sentuhan Sasuke.

Setiap gigitan dari Sasuke di leher dan dadanya yang sedikit terbuka mengantarkannya ke kenikmatan yang sudah lama tak dirasakannya. Sedikit lagi, tangan Sasuke diperutnya akan menelusup masuk ke piyamanya, sedikit lagi sentuhan untuk memuaskan hasrat yang sudah lama ditahan itu…

Tapi tiba-tiba saja ciuman Sasuke dilehernya berhenti, begitu pula gerakan tangannya.

Asfhkfh! Sakura nyaris tak bisa menemukan kata kutukan tepat untuk menggambarkan betapa kesalnya ia sekarang.

"Ada yang datang." Sakura, setengah frustasi akan semua kegilaan ini, baru saja akan menarik Sasuke kembali ke ciuman mereka dan mengabaikan siapapun yang datang.

"Siapa itu?!" uh-oh, itu suara Yamato-sensei.

Tanpa banyak bicara Sakura menarik Sasuke pergi dari ruangan itu, berlari dengan kecepatan penuh menuruni tangga. Hilang sudah keinginan untuk menikmati sentuhan Sasuke, jadi keinginan untuk segera keluar dari bangunan ini secepatnya.

"Hallo Sakura-chan. Oh, kau datang juga Teme." Naruto, dengan bibir bengkak, tiba-tiba muncul dari lorong lain, nyaris membuat Sakura kena serangan jantung. Hinata menggandengnya, keduanya tampak sama-sama kehabisan nafas.

"Minggir!" Ino mendorong Naruto, melewati gerombolan dengan si pria pucat mirip Sasuke di gandengannya. "Yang terakhir sampai asrama adalah pecundang!" ujar si pirang ceria itu sambil melambai dikegelapan malam.

"Ugh, dasar Ino. Hina-chan, sini aku gendong. Aku lebih takut ketemu kakak sepupumu daripada ditangkap Yamato-sensei." Bahkan tanpa menunggu persetujuan Hinata, Naruto menggendongnya bridal style dan menyusul Ino.

Sakura hanya bisa melongo melihat keabsurd-an itu.

"Ayo." Sasuke menarik lengannya, mengisyaratkan untuk berlari pergi juga.

"Jangan bilang kau ingin cepat sampai supaya tidak dibilang pecundang juga?" Sasuke menyeringai dan berbisik pada Sakura.

"Bukan. Supaya cepat menyelesaikan yang tadi."

Mendengar itu, Sakura berlari lebih cepat dibanding kedua rekannya yang lain.


Sakura Haruno's note:

Selamat datang di kehidupan kampus. Dimana segala keanehan hidup bisa terjadi.

dan ini baru minggu pertamaku disini.


Hidup sebagai mahasiswa kedokteran di kampus terbaik itu ga sulit kok sebenarnya. Kecuali kamu pacaran dengan manusia sesibuk Sasuke Uchiha sekaligus berteman dengan sekumpulan makhluk berisik seperti Ino dan Naruto, dengan segala keanehan yang menyertai… yah, mungkin hidup akan sedikit lebih sulit.

.

.

.

.

Aku bercanda. Tentu saja hidupmu pasti akan jadi jauh lebih sulit.


A/N: One-shot? Possible sequel of LIUM?