Kaichou wa Ojou-sama - Arch Poltergeist bagian I

Chapter 24 : Semakin beringas dirimu, semakin beringas kehidupan.

Disclaimer : Yang pasti bukan punya saya

Rating : M

.

Rentetan tetesan hujan mengguyur kota Kuoh. Pada hari tersebut, bumi tertutupi oleh awan mendung sehingga membuat langit menjadi gelap bagaikan malam.

Walau begitu orang- orang masih berlalu lalang, terlindung dalam bermacam-macam payung. Di trotoar, diantara gerombolan seorang gadis yang tak lain adalah Sona Sitri berjalan ke suatu arah sambil memegangi payung transparan yang kerap kali dipakainya.

Cukup sunyi gadis itu dalam kesendiriannya, bila dirimu mendapati suara yang ada hanyalah alunan hujan yang terus bermain mengiri kepergiannya sepanjang jalan. Saat itu ada hal yang Sona pikirkan. Dan dia benar-benar larut di dalamnya.

Seandainya seseorang tidak menepuk bahunya mungkin dia hanya akan terus diam dan tenggelam dalam pikirannya.

"Kaichou!"

Payung serupa dengan miliknya mendekat. Sona menoleh ke samping pada seseorang yang menghampirinya.

"Ah, Saji," tuturnya pada orang tersebut.

Dia adalah pelayan laki-laki pertamanya sekaligus seketarisnya Genshirou Saji.

Saji menatap sosok majikannya dengan tatapan sendu, "kau baik-baik saja?"

Sona mengerti kekhawatiran laki-laki yang berjalan di samping nya itu melalui tatapannya, "um, aku baik-baik saja."

"Kau masih memikirkan Sasuke ya?"

"Iya, tapi aku baik-baik saja."

Iris Violet gadis itu menjadi begitu muram tak sesuai dengan jawabannya. Ia menunduk dalam.

"Sudah kuduga kau sama sekali tidak baik-baik saja," Saji tak lantas mempercayainya. Jelas-jelas dia tidak mungkin bisa mempercayainya jika apa yang dilihatnya demikian.

"..."

"Aku akan menemanimu menjenguknya," katanya.

"Maaf membuatmu khawatir. Tapi aku baik-baik saja kok," Sona tetap menyangkal dan mencoba menghilangkan kekhawatiran Saji, "Baiklah, kalau begitu ayo kita pergi bersama."

Sona berusaha tuk tersenyum supaya tak membuat laki-laki itu khawatir.

Mereka menelusuri sepanjang jalan trotoar bersama. Ke mana mereka pergi adalah salah satu rumah sakit yang tersedia di kota ini. Siapa yang tahu bahwa sebenarnya rumah sakit tersebut difasilitasi oleh keluarga Sitri sehingga tak aneh bila kau mendapati iblis dilarikan kemari saat mengalami kondisi parah.

Ada flamboyan khusus yang memang diperuntukan hanya untuk perawatan iblis saja. Sona dan Saji datang di sana dan menghampiri salah satu kamar kemudian membuka pintunya.

Sesosok laki-laki terbaring di sebuah kasur, tanpa kesadaran. Dengan luka-luka yang telah terawat. Bisa dikatakan ini adalah contoh seseorang yang habis melalui masa-masa kritis.

Sona berdiri di samping laki-laki itu terbaring dan menatapnya dalam kesedihan. Pemuda ini tak lain adalah Uchiha Sasuke. Beginilah kondisinya setelah pertempuran di Kyoto.

Usai konflik terselesaikan dengan kesuksesan kelompok Gremory mengamankan pemimpin yokai Kyoto yakni Kyubi dan memukul mundur golongan pahlawan dari Chaos Bridge, Sasuke ditemukan terkapar dan tak sadarkan diri dengan keadaan babak belur yang sangat parah. Luka yang tak terhitung jumlahnya terlebih perut bersama isi di dalamnya yang berlubang ia alami. Yang menjadikannya lebih mengenaskan adalah dia hampir menghabiskan seluruh cakra maupun energi iblisnya seolah habis ikut andil dalam pertempuran abadi.

Seandainya saat itu anak buah Azazel tak segera melarikannya begitu ia ditemukan maka kemungkinan terburuk pasti akan terjadi saat itu juga.

Sudah 2 hari berlalu dan ia telah dikembalikan di kota Kuoh, hanya saja belum ada perubahan yang signifikan yang baik terjadi padanya. Itulah kenapa kemungkinan terburuk masih bisa terjadi.

Sona mencemaskan hal itu sedalam-dalamnya.

"Aku benar-benar minta maaf karena tak bersamanya saat itu sehingga tak ada yang tahu apa yang terjadi padanya."

"Kau tak perlu meminta maaf. Tak seorang pun yang akan menyangka Sasuke dikalahkan."

Dengan berakhirnya Sasuke dalam keadaan seperti ini, jelas Sona mengira Sasuke telah bertemu dengan lawan yang berat. Sayangnya tak ada informasi yang jelas maupun tanda-tanda akan hal itu. Satu yang pasti dapat Sona ketahui adalah Sasuke berusaha melindungi seseorang.

Dia adalah salah satu siswi yang juga bersekolah di SMA Kuoh sama sepertinya. Siswi tersebut ditemukan bersamanya dalam keadaan tak sadarkan diri namun dia tak memikiki luka sama sekali.

Ketika siswi tersebut diamankan dan Sona mulai mengajukan pertanyaan siswi tersebut sama sekali tak mengingat apapun. Ingatannya telah dihapus, Sona yakin akan hal itu. Dia bahkan tak mengingat mengapa dia bersama Sasuke atau apa yang dia lakukan bersamanya.

Maka dari itu, semuanya hanya bisa menunggu sampai Sasuke sadar dan menceritakannya sendiri segala hal yang telah terjadi.

.

O.o

.

Aku bermimpi.

Berkisah mengenai kelanjutan keseharian dimana ingatan tentangku masih terekam utuh diingatannya.

Kami masih bisa menghabiskan waktu bersama walau tak begitu sering. Momen-momen menyenangkan berlanjut tercipta. Lalu berlalu menjadi kenangan.

Di sekolah, selepas pulang sekolah, di hari libur pun terkadang.

Aku merasa cukup puas, dan mulai berpikir apa yang mungkin terjadi kedepannya.

Itu tidak akan terjadi.

Bayangan dalam mimpiku itu bertabrakan dengan kenyataan.

Kenyataan itu adalah dunia yang diwarnai kegelapan dan diselimuti oleh kedinginan.

Begitu keras dan begitu suram.

Dunia itu membuat cahaya seperti dirinya dipenuhi oleh ketakutan. Merusak segala kebaikan dalam dirinya. Auranya yang begitu cerah akan memudar dan kemudian padam.

Aku tak bisa membiarkannya larut ke dalamnya sehingga aku pun mendorongnya, menjauh dariku. Kami tak akan pernah bisa bersama. Dia tak boleh berada di tempat yang sama dengan ku.

Memang beginilah seharusnya.

Ishihara Murayama, biar pun kau tak lagi mengingat satu hal pun tetangku, aku tak akan pernah melupakanmu. Kenangan yang hanya sebentar bersamamu tak akan terlupakan.

Aku tak menyesalinya. Pertemuan dan perpisahan, ini bukan seperti pertama kali nya kualami. Harusnya ini sudah biasa.

Yah, ini semua hanyalah mimpi indah yang singkat.

Selanjutnya aku pun terbangun. Perlahan mataku kembali menemukan cahaya. Memantulkan pemandangan sekitar.

Yang pertama kudapati adalah sebuah atap yang jelas jelas bukan atap apartemen ku. Lantas dalam hati aku bertanya-tanya dimana ini?

Aku menengok sedikit ke samping kemudian aku menemukan seorang gadis yang sangat kukenal duduk di sampingku terdiam membeku melihatku.

Aku memang baru saja mendapatkan kembali kesadaranku, tapi aku merasa itu tidak sebegitunya membuatku sampai tak menyadari arti tatapan Sona padaku. Kekhawatiran jelas tersirat di dalamnya dan aku tahu mengapa.

Meskipun begitu, aku tidak tahu harus menanggapinya seperti apa.

"Ohayou."

Karena tak tahu lagi harus apa, aku hanya spontan mengucapkan salam bodoh seperti itu.

Bruk.

Sekejab setelah diriku bersuara, Sona menghambur kepadaku. Mendekap tubuhku yang terbaring. Aku semakin tak tahu harus bagaimana. Aku membatu selagi membiarkan gadis ini melakukan sesuka hatinya.

Tapi ngomong-ngomong aku merasakan sakit, luka-luka ditubuhku ternyata masih tersisa. Hanya saja aku merasa tak ingin Sona melepaskan dekapannya padaku sehingga aku membiarkan saja rasa sakit ini.

"Syukurlah."

Gadis itu berucap dengan suara yang gemetar namun terdengar seperti dirinya lega. Aku juga dapat merasakan bukan hanya suaranya namun juga tubuhnya gemetar. Dekapannya sedikit lebih erat.

Aku tahu gadis ini pasti berpikir terlalu dalam.

"Jika kau memelukku seperti ini, aku jadi ingin membuat diriku babak belur lagi saat aku bertarung kembali."

"Jika itu niatmu, maka aku yang akan membuatmu babak belur."

Dia berbicara tanpa sedikit pun merubah tingkahnya saat ini. Aku berharap momen ini tetap bertahan lebih lama.

"Ahaha," dengusku dengan tawa yang ringan.

Aku berpikir akan jadi apa aku bila membuat gadis manis ini kesal.

"Syukurlah," gadis ini semakin mendekap padaku, "aku benar-benar bersyukur," dia menyusupkan kepalanya semakin dalam ke dadaku. Sehingga aku tak dapat melihat ekspresinya seolah-olah dia memang mencoba menyembunyikannya.

Hanya saja meski aku tak dapat melihat seperti apa ekspresi yang mungkin dibuatnya, namun aku dapat dengan jelas membayangkan wajah penuh rasa syukur Sona dan aku bisa tahu dari itu bila kekhawatiran gadis ini pun akhirnya mampu lenyap.

Berkatnya, secara tak sadar tanganku terangkat dan mengarah pada pucuk kepala gadis itu. Lalu begitulah aku menaruh telapak tanganku disana, mengelus dan membelai lembut rambut gadis ini yang terasa begitu halus. Dia tidak terlihat keberatan dengan perlakuanku, malahan aku merasa sepertinya dia menyukainya.

"Memangnya berapa lama aku tertidur?"

"2 hari," balas Sona pelan.

"Apa? 2 hari? Tidak terlalu parah ternyata."

Saat aku benar-benar berpikir hal itu tidak begitu parah, respon Sona selanjutnya benar-benar di luar dugaan.

"Apa?! Tidak terlalu parah bagaimana?! Kau jelas-jelas terluka parah! Kondisimu kritis, kau tahu! Kau hampir saja mati! Tidak, kau bahkan saat itu bisa saja mati kapanpun. Energi iblismu hampir tak tersisa sama sekali. Aku sangat mengkhawatirkanmu..."

Sona bangkit dariku kemudian secara bertubi-tubi mengeluarkan emosinya padaku tanpa ditutup-tutupi. Menatapku mata ke mata sehingga aku dapat melihat seluruh perasaan yang terpancar pada iris matanya. Gadis itu sepertinya ingin menangis tapi aku tahu dia menahannya. Dia seolah-olah menyatakan dia berada dalam kondisi yang begitu putus asa pada saat itu. Dan dari kalimat terakhirnya yang diautarakan tanpa malu-malu, aku sepenuhnya percaya akan apa yang ia ucapkan.

Aku menjadi merasa bersalah karena sudah membuat gadis yang kucintai ini sampai mengkhawatirkanku setengah mati seperti ini.

"Maaf," kataku lembut, kemudian aku meraih telapak tangan kirinya lembut. Meremasnya kecil dengan maksud memberikan sentuhan yang membuatnya nyaman untuk menenangkannya, "sekarang aku sudah baik-baik saja," aku tersenyum padanya, "jadi kau bisa tenang sekarang."

Dia sebisa mungkin menahan emosi yang keluar, tatapannya memperlihatkan penyesalan, "tidak, malahan sejujurnya aku minta maaf sudah membebanimu."

Dia mungkin sedang menyinggung permintaannya padaku sebelum aku berangkat ke Kyoto pada saat itu.

"Jika aku berkata itu sama sekali bukan masalah, kau pasti tidak akan setuju dengan itu, kan?"

"..."

Dia tidak menjawab.

Aku menengok ke meja di samping meja tidurku yang terdapat sejumlah paket buah-buahan yang biasa diberikan pengunjung pada pasien yang sedang sakit.

"Hey, aku ingin apel."

Sona mengangguk, dan mulai mengambil apel lalu mulai mengupasinya untukku.

Aku ingin beralih dari percakapan berat ini sejenak dan ingin menikmati waktu santai bersamanya yang tak sering kudapatkan.

.

O.o

.

Monolog Saji

Aku bukanlah siapa-siapa. Malahan aku hanyalah pemuda biasa yang bisa di temukan di mana saja.

Sampai beberapa bulan lalu aku hanyalah manusia tidak spesial seperti itu. Hingga pada saat itu aku direinkarnasikan menjadi iblis.

Iblis di dunia ini tidaklah selalu memiliki wujud menyeramkan, karena nya walau banyak fisikku yang berubah namun wujudku tetap sama. Dan kebanyakan iblis yang kukenal pun memiliki wujud manusia. Salah satu nya adalah gadis itu.

Sona Sitri, dia adalah iblis betina yang memiliki darah bangsawan di kaumnya. Dia juga merupakan alasan mengapa aku pun menjadi iblis.

Dia menawariku hal ini setelah melihat potensi yang ada dalam diriku. Di dalam diriku bersemayam jiwa salah satu dari 5 raja naga. Yang mana kuasa yang dimiliki oleh makluk legendaris itu berada di level high class, ditambah itu berada di kelas Raja yang menjadi penguasa diantara naga lainnya.

Karena hal itulah aku pun ditawari, dan dia menjanjikan aku kekuatan yang lebih, umur panjang seorang iblis, pengetahuan yang berkaitan dengan bagaimana cara mengendalikan kekuatanku, juga status budak bangsawan yang diterangkan akan diberikan segala macam kemewahan dan akan menjadi bangsawan terhormat setelah mengabdi padanya dan sukses membangun karirku.

Aku menyetujui tawarannya hanya saja semua iming-iming yang diutarakan di atas sama sekali tak menjadikan pertimbangan bagiku untuk menerimanya.

Faktanya aku menyukai gadis ini sejak lama. Dia adalah senpai di sma ku sekaligus merupakan ketua osis disana selama 2 tahun berturut-turut. Gadis ini juga merupakan salah satu dari 3 gadis paling populer di sekolahku.

Selama waktu yang lama aku hanya bisa memujanya tanpa sepengetahuan nya. Setelah aku menjadi iblis aku memiliki kesempatan untuk selalu berada di sampingnya dan memperdalam hubungan yang lebih dekat. Aku berencana menggunakan kekuatan yang kumiliki untuk menjadi laki-laki yang hebat yang dapat membuat hati nya jatuh padaku. Aku sangat menginginkan hubungan yang begitu intim bersamanya.

Hanya untuk alasan itulah aku menerima tawarannya dan berusaha sangat keras.

Sayangnya waktu yang cukup lama telah berlalu, dan keadaan hubunganku dengannya tidak ada kemajuan. Bahkan bisa dikatakan hubunganku dengannya seakan-akan semakin menjauh dan aku dengan pahit secara perlahan-lahan mulai memahami bahwa sepertinya mustahil bagiku untuk memilikinya.

Tak begitu lama setelah reinkarnasiku, dua laki-laki lain juga direinkarnasikan bergabung dalam dengan kelompok kami. Lupakan fakta bahwa dua laki-laki itu merupakan tokoh komik yang menjadi eksistensi nyata di dunia ini karena suatu insiden, tapi fakta yang penting Sona Sitri menjadi lebih akrab terhadap mereka berdua.

Setelah waktu lama berlalu kesempatan untuk bersaing dengan mereka sangatlah kecil. Mereka sangat jauh-jauh lebih kuat dariku, lebih banyak memberikan kontribusi besar di kelompok kami, sangat berguna dan begitu bisa diandalkan. Dibandingkan denganku aku bukanlah apa-apa.

Semakin aku menyadari kenyataan ini aku semakin terluka secara mental. Dan semakin aku melihat pemandangan di depanku sekarang hatiku benar-benar perih rasanya.

Di belakangku aku sama sekali tak mengetahui hubungan kaichou dengan Sasuke sudah sejauh itu. Aku tidak tahu hubungan mereka sudah sampai ditahap apa hanya saja dengan melihat kaichou memeluk Sasuke seperti itu aku menyadari bahwa itu berada jauh dari apa yang bisa ku raih.

Aku hanya dapat berdiri membelakangi mereka di balik celah pintu kamar yang terbuka.

Tapi aku tak lagi memiliki keteguhan untuk lanjut melihatnya seperti ini.

Begitulah aku pun pergi meninggalkan mereka.

.

O.o.

Sekitar pukul satu malam.

Ini terjadi di daratan yang sangat jauh. Sebuah area tak tersentuh manusia yang terletak di belahan benua eropa.

Vali Lucifer dan tim nya sedang berada di sana.

Mereka semua lengkap, dan dalam performa terbaik. Satu per satu dari mereka berdiam di atas bukit kosong sedang melihat jauh ke depan, menembus jarak, dan menaruh minat pada sesuatu yang ada di sana.

"Jadi itu kah desa yang disebut-sebut sebegai desa keganjilan? Menarik sekali."

Niat Vali tersampaikan melalui hanya dalam kalimat di atas.

"Khakha, aku tak sabar melihat apa yang menanti kita di sana."

Itu Bikou yang sangat bersemangat akan ekspedisi yang di pilih Vali hari ini. Dia jelas tak hanya menunjukkan kesiapan namun juga hasrat bertarung yang kuat.

"Tapi memang tak salah lagi kalau desa itu memancarkan energi supranatural yang sangat kuat. Sepertinya kali ini akan cukup berat, nyan..."

"Tidak hanya itu, energi yang dipancarkan juga sangat gelap dan jahat."

Salah satu gadis yakni sang siluman kucing neraka yaitu Kuroka, dan pendekar pedang yang merupakan keturunan raja ksatria-Arthur Pendragon juga ikut berpendapat.

Kuroka dapat sangat merasakan energi alam yang terkumpul di desa itu luar biasa abnormal. Itu menjelaskan apa yang akan dihadapinya nanti bukanlah sesuatu yang sepele. Arthur sendiri bisa merasakan aura dan sifat jahat yang terumbar dan memaksa pedang-pedang suci yang disimpannya menimbulkan dampak kontradiksi yang kuat.

Baik kedua nya yakin segala nya mungkin akan menjadi sulit.

Sedangkan disisi lain tokoh termuda dalam kelompok itu tampak nya tidak begitu senang akan keputusan beresiko ini. Sehingga sang kakak yang melihatnya hanya diam menaruh perhatian padanya.

"Kau tidak apa-apa, Le Fay?" tanya Arthur.

"Aku hanya merasa tak menyukai tempat itu."

"Begitu ya. Jangan khawatir, kita semua bersama-sama dan aku pasti akan melindungimu saat dalam masalah."

"Um, aku tahu. Hanya saja perasaan buruk ini menggangguku."

Le Fay sering kali memiliki firasat yang akurat dan semua anggota kelompok itu memahami tingkat kesensitifan yang dimiliki gadis itu benar-benar tajam. Oleh karenanya mereka sama sekali tak berpikir bahwa Le Fay bereaksi berlebihan terhadap situasi sekarang. Di samping itu mereka semua juga telah mengetahui segala bentuk pertanda yang bertebaran.

"Kelompok ini dibuat memang untuk menantang segala hal yang buruk dan juga eksistensi yang unggul. Untuk itu selama masa petualangan yang kita jalani kita selalu dihadapi dengan kejadian di luar nalar dan berbagai lawan yang tangguh. Kita melewati itu semua dan tetap terus melakukan nya dengan ambisi melampaui pencapaian yang tercatat dalam sejarah."

Untuk menghilangkan keresahan yang di bawa Le Fay, Vali melangkah maju dan berbicara sambil melihat tujuan di depannya dengan mata yang menantang, yang memendam ambisi juga emosi tak gentar yang mengaum keras melalui jiwa nya.

Ini sudah menjadi pencarian obsesif nya untuk melihat kebenaran dunia. Dia mengambil jeda sejenak dan mengeraskan keinginanya pada saat yang bersamaan. Tampaknya tidak ada alasan untuk melakukan ini setengah hati jika tujuannya adalah untuk meredam kekuatan makluk jahanam yang bersemayam di desa mati itu.

Jika makluk itu berniat untuk berperang, maka dia akan menandingi nya.

"Maka marilah kita datang dengan kekuatan penuh sehingga kita tidak akan menyesal setelahnya. Kita akan ikut dalam permainan sosok itu di dalam kandang nya sendiri."

.

O.o

.

"Sebuah desa mati di Turki?"

Sona berusaha menkonfirmasi informasi barusan yang di sampaikan kakaknya.

"Iya, akhir-akhir ini tempat itu telah mengambil banyak perhatian."

Serafall berkata selagi dirinya mengurusi ini itu di ruangannya. Gadis ini bahkan terlihat sangat kerepotan. Itu sebuah pemandangan yang tak biasa bagi Sona. Secara normalnya kakaknya tidak mungkin mengabaikan kehadirannya dengan tanpa kehebohan.

Awalnya niat Sona datang ke kantor kakaknya siang ini tak lain untuk meminta konsultasi dari nya mengenai konflik negoisasi nya terhadap tetua pilar pilar iblis tentang proposal pembangunan sekolahnya. Sayangnya kali ini kakaknya tak memiliki waktu luang atau bahkan sempat untuk mendengarkannya. Sehingga dia hanya dapat menanyakan apa yang sedang terjadi.

"Memangnya apa yang membuat desa itu sebegitu nya menarik perhatian?"

Serafall mendesah sejenak, dan membiarkan sekumpulan dokumen yang berisikan komplain yang sedang di jabarkan di mejanya terekspos dan Sona melihat itu semua.

"Desa ini sudah sejak dahulu kala menjadi tempat keramat dan telah lama tak dijamah oleh manusia. Hanya saja beberapa pekan lalu militer manusia melakukan ekspedisi dan kebetulan menemukan tempat itu."

Kemudian Serafall memperlihatkan beberapa lembar dokumen pada Sona.

"Tanpa sebab yang diketahui seluruh pasukan yang digerakkan pada saat itu menghilang secara misterius. Ada dua prajurit yang berhasil kembali dan melaporkan keanehan yang menimpanya. Mereka menceritakan hal-hal yang gaib sebelum akhirnya mati karena sekarat di rumah sakit. Dan parahnya semua ini tersampaikan ke media."

Dan bisa dilihat di setiap lembaran-lembaran yang ditunjukan Serfall berisikan bagaimana kasus ini telah menjadi top perbincangan di Turki. Bukan hanya media nasional, melainkan youtuber-youtuber lokal di sana cukup heboh membicarakan mengenai misteri yang terjadi di desa itu. Ini semua menciptakan rumor-rumor aneh yang tersebar.

"Apa kakak tahu apa yang terjadi?"

Asumsi Sona sudah jelas bahwa perbuatan itu disebabkan oleh makluk supranatural, yang Sona ingin dengar adalah siapa sosok yang bertanggung jawab dan dari kubu mana ia berasal.

"Ini yang menjadi masalah. Sejak peristiwa itu, banyak pihak telah bertindak dan beberapa ada yang menyelidiki nya secara personal. Hanya saja mereka semua tewas dan ada juga orang-orang yang tak kembali. Terus yang bikin aku kerepotan fakta bahwa kebanyakan dari orang-orang itu adalah orang-orang dari kubu iblis."

"Heh?"

"Beberapa tokoh muda dari pilar-pilar iblis pergi ke sana secara langsung dan mereka tewas tanpa sempat melaporkan apa yang terjadi. Aku juga mengirim beberapa orang terpercaya dan sekarang mereka tak kembali. Kubu-kubu seperti malaikat dan malaikat jatuh juga dari pihak mitologi yang lain seperti mesir dan yunani mengalami hal yang sama. Sepertinya sosok yang menghuni desa mati itu benar-benar bukan sosok sembarangan. Dan aku sangat kewalahan dengan banyaknya komplain dan permintaan baik internal maupun eksternal. Duh, sialnya."

Mengatakan itu, Serafall membenamkan tubuhnya ke meja dan terus berkeluh kesah. Aku ingin meyakinkan kalian bahwa buah dadanya tertekan di permukaan meja itu.

Tentu saja yang menjadi pokok permasalahan disini bukanlah ancaman perang dari sosok tersebut yang mungkin bisa saja terjadi, meski hal itu juga salah satu ancaman tapi yang paling dipermasalahkan adalah terbukanya koneksi dunia supranatural kepada kubu manusia. Jika sampai hal itu terjadi lebih dari yang seharusnya maka dunia manusia akan kacau dan keseimbangan alam akan rusak.

"Jika kakak membiarkan nya maka keadaan akan semakin parah ya."

Ini tidak seperti fenomena supranatural pertama kalinya terekspos kepada manusia, bahkan ada pula fenomena-fenomena supranatural yang terekspos dan masih eksis hingga sekarang. Seperti misteri segitiga bermuda dan kemunculan kapal Flying Dutchman misalnya. Tapi karena minat manusia untuk menguaknya tak lagi ada maka masalah selesai.

Sedangkan kasus kali ini berbeda. Kejadian berlangsung di salah satu zona peradaban, dan kasus ini telah meninggal kan jejak-jejak yang terlalu dalam. Kemungkinan penyelidikan lebih lanjut dari pihak manusia adalah tidak mungkin tidak terlaksana. Dan bila sosok supranatural yang bersemayam di desa itu masih justru memunculkan bukti eksistensi nya maka keadaan yang terjadi selanjutnya akan benar-benar gawat.

"Baiklah biar aku coba menyelidiki nya," ujar Sona setelah melalui beberapa pertimbangan dalam diam.

"Haaah?!"

Serafall memekik tak percaya.

"So-tan, apa yang kamu katakan? Kakak nggak akan mengijinkanmu mengambil misi berbahaya seperti itu."

Hal yang wajar bila Serafall melarang Sona maju ke medan berbahaya yang sudah menewaskan banyak orang dari berbagai macam pihak, terlebih melawan sosok yang bahkan dia sendiri tidak tahu apa itu dan sekuat apa itu. Sebagai seorang kakak yang sangat menyayangi adiknya Serafall tidak mungkin begitu saja membiarkan Sona berangkat dan menentang kehendaknya.

"Tentu saja aku tidak akan melakukannya sendirian, aku akan membawa kelompokku. Dengan kata lain, aku akan pergi dengan kekuatan penuh."

Serafall paham apa yang ingin disampaikan Sona. Adik nya mencoba memberitahunya supaya tidak khawatir dikarenakan dia akan mengatasi segala bahaya yang ada sebab dia akan di kawal oleh sosok-sosok yang juga tak kalah hebat bahkan dibandingkan dengan Serafall sendiri. Dan Serafall sendiri juga telah memastikan fakta tersebut bukanlah sesuatu yang dilebih-lebihkan. Tapi tetap saja, Serafall masih setengah hati menyetujui nya.

"Tidak boleh. Kakak sama sekali tidak khawatir dengan kapasitas timmu, tapi yang kakak khawatir kan itu karena musuh yang dihadapi belum terindentifikasi. Bisa saja yang kalian lawan nanti adalah dewa, atau sosok semacam itu. Selama masih belum ada informasi yang jelas jangan mengambil resiko sembarangan."

Sona ingin mengatakan bahkan bila yang dilawan nya itu dewa dia tidak akan kalah, namun Sona tak sempat mengatakannya dikarenakan dia tak habis pikir dengan kelakuan kakaknya yang terlalu overprotektif terhadapnya, agaknya ini membuatnya jengkel.

"Kakak kau berlebihan. Jika kakak membiarkan masalah ini berlalu terlalu lama maka keadaan akan semakin kacau. Aku juga ingin kakak meluangkan waktu untukku karena ada hal yang ingin aku mintakan saran. Aku tak mau masalah ini menyita semua waktumu sehingga membuatmu terus sibuk."

"Duh, So-tan, kau yang berlebihan," Serafall memijat ringan pelipisnya, "jika yang kau inginkan hanyalah waktu bersamaku tentu saja aku dengan senang hati akan meluangkan waktuku padamu sebanyak yang kau mau. Kenapa aku harus pusing dengan pekerjaan menyebalkan ini dan terlebih membiarkan adik kesayanganku mengurusi misi berbahaya. Kau ini ada-ada saja."

"Kakak yang ada ada saja. Ingat posisi kakak disini sebagai apa. Kakak tidak boleh mengabaikan pekerjaan kakak seperti itu."

Serafall merupakan maou yang dipilih untuk bertanggung jawab mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan urusan diplomatik. Karenanya saat kasus seperti ini terjadi dia menjadi iblis paling sibuk diantara lainnya. Hal inilah yang sedang ditekankan Sona dan inilah jati diri seorang Serafall Leviathan yang menjadi bayang-bayang Sona Sitri sekaligus sosok yang sangat ia kagumi.

Tok knock tok

Pintu masuk ruangan bersuara ketukan, dan tanpa menunggu konfirmasi pemilik ruangan sosok laki-laki muda masuk.

"Serafall suaramu tembus sampai keluar, ada masalah apa?"

Seharusnya ruangan ini di desain cukup kedap suara, fakta bahwa suara di dalam ruangan mencapai keluar berarti suara yang dibuat benar benar sesuatu sekali.

"Ini So-tan bawel sekali," Serafall bergegas menjawab dengan wajah cemberut.

"Heh? Salahku? Yang suaranya berisik kan kakak," balas Sona tak kalah sengit.

"Dari jeritan Serafall yang sampai keluar kurang lebih aku paham pembicaraan kalian."

"Aku tidak menjerit."

"Jadi, mengapa kau tidak membiarkan adikmu ini mencoba menyelesaikan kasus ini sekali."

Serafall menatap Sirzech dengan tatapan tak percaya, "hah? Apa yang kau katakan? Kenapa kau tidak menyuruh adikmu sendiri saja yang pergi ke sana. Dia punya kaisar naga merah bersamanya kan. Jangan melibatkan adikku dengan hal-hal bahaya."

"Aku takut bahwa kenyataannya Rias dan Sekiryutei miliknya belum berada di level yang siap untuk masalah ini. Tapi tim adikmu tak salah lagi berada di atas rata-rata."

"Hanya karena dia memiliki dua pion yang kuat tidak menjamin kemenangan keseluruhan tim."

"Dan dua pion yang kau maksud itu memiliki kekuatan yang mungkin setara denganku. Tidak mungkin itu tidak membantu kemenangan tim."

"Kau terlalu melebih-lebihkan mereka berdua. Naru-tan sama Sasu-tan belum terlalu mengenal dunia ini, bahkan di insiden Kyoto kemarin Sasu-tan terluka parah."

Serafall sudah sangat paham kekuatan-kekuatan Naruto Sasuke dari informasi-informasi yang ia selidiki dan mereka benar-benar bukan sosok-sosok sembarangan. Tapi ekspetasi dirinya dulu dan orang-orang disekitarnya terhadap mereka menurut dirinya yang saat ini terlalu berlebihan. Tidak ada hal yang pasti dalam pertarungan. Insiden Kyoto kemarin benar-benar memperjelas hal itu. Ini juga berlaku bagi dirinya dan juga Sirzech bahwa meski mereka sangatlah kuat tidaklah membuat mereka tidak mungkin terkalahkan bahkan semisal melawan lawan yang lebih lemah namun jika lawannya memiliki strategi yang hebat atau merupakan musuh alami mereka, mereka juga bisa saja dikalahkan.

Karena hal itu Serafall masih belum bisa diyakinkan dan ingin terus bersikukuh pada keputusannya.

"Kakak seperti yang kukatakan aku akan menyelesaikan ini bersama-sama dengan seluruh timku. Jadi aku tidak akan membiarkan mereka berdua sendirian. Aku akan bergerak dengan hati-hati dan memakai kekuatan mereka dengan baik."

Sona sendiri belum menyerah untuk membujuk kakaknya. Dia terus berusaha meyakinkan kakaknya bahwa semua akan baik-baik saja.

"So-tan..."

Serafall melihat adiknya dengan tatapan kumohon hentikan. Dirinya merasa Sona terlalu menekannya.

"Apa kakak tidak percaya padaku?"

"Bukan seperti itu..."

Kata-kata itu sangatlah menyudutkannya. Jika Sona sudah berkata seperti itu Serafall sudah tidak lagi tahu harus bagaimana. Dia tidak mau sampai adik kesayangannya berpikir bahwa dia tidak percaya padanya. Tapi disisi lain dirinya tak salah lagi begitu ragu dan khawatir dengan keselamatan Sona.

Lalu ketika Serafall dihadapkan dengan sepasang violet dibalik kacamata yang menatapnya dalam-dalam ia tak salah lagi semakin tersudut dan tak sengaja memalingkan muka. Dia ingin terus tetap pada keputusannya sehingga saat ini dia sedang dihadapkan dengan kebimbangan besar dalam dirinya.

Pada akhirnya Serafall mengatakan ini dengan frustasi, "baiklah, So-tan. Kau boleh melakukan nya.."

Wajah Sona seketika terisi kepuasan. Dia sudah sangat mengenal kakaknya. Hubungan kakak adik dirinya dan Serafall bukanlah sekedar berdasar dari terlahirnya mereka di rahim yang sama. Dia tahu kakaknya tak mungkin dapat berlama-lama bersikap keras padanya. Karena salah satu alasan itu juga, walau semenyebalkan apa tingkah kakaknya dia juga sangat menyayanginya.

"Tapi jika sesuatu terjadi kau harus cepat-cepat menghubungiku. Apapun alasannya kau tidak boleh bertindak berlebihan."

Serafall memberikan satu persyaratan serius yang tak boleh Sona abaikan. Karena jika tidak mungkin saja Serafall akan berubah pikiran.

"Aku mengerti. Segera setelah aku merasa misi ini terlalu sulit buatku, aku akan memanggil bantuan dan menunggu instruksi dari kakak selanjutnya."

"Selama kau mengerti. Kau bisa mulai kapan saja."

"Baiklah, kalau begitu sekarang aku akan segera mengumpulkan orang-orangku."

Sona menunduk sejenak pada Serafall juga Sirzech yang ada disitu sebagai hormatnya kepada para Maou. Kemudian dia melenggang pergi keluar ruangan.

Hanya sesaat Sona pergi Serafall langsung memberikan deathglare mematikan pada iblis laki-laki yang masih tinggal di ruangannya.

"Hey, aku hanya memberikan sepatah kata tidak lebih."

"Karena sepatah kata yang keluar dari mulutmu barusan aku tidak akan membiarkanmu tidur malam ini."

Mengenai hal ini aku serahkan saja pada imajinasi pembaca masing-masing.

.

O.o

.

Itu tidak membutuhkan waktu yang lama untuk Sona mengumpulkan budak-budak iblisnya dan menjelaskan situasinya hingga sekarang seluruh kelompok nya hadir dalam kekuatan penuh di ruangan Osis sma Kuoh.

Semuanya masih dalam keadaan memakai seragam sekolah, kecuali hanya Sasuke yang memakai pakaian biasa. Sudah sekitar 3 minggu lamanya setelah insiden Kyoto dan dia jelas-jelas sudah pulih sejak lama. Tapi hingga sekarang faktanya dia belum kembali ke sekolah. Dia meminta Sona untuk memberinya libur dengan alasan dirinya sedang memulihkan seluruh tenaganya walau alasan sebenarnya hanyalah karena dia masih belum bisa bertemu dengan Murayama.

Meski begitu dia sering kali datang ke ruang osis di jam sekolah hanya untuk melihat Sona dan itu membuat Sona jengkel karena Sona merasa Sasuke sedang bermain-main dengannya.

"Kalian semua siap? Aku akan segera mengaktifkan sihir teleportasi."

Sona mencoba menkonfirmasi kelompoknya. Sebagian dari mereka mengangguk.

""Oouh!""

Naruto dan Saji nampaknya yang paling bersemangat dengan ini hingga mereka tak segan untuk berseru menanggapi Sona.

Ketika segala sesuatu dirasa siap Sona segera menghubungkan lokasi teleportasi dengan titik yang dikirimkan Serafall selanjutnya lingkaran sihir menyala di permukaan kemudian cahaya silau mekar ke atas mereka.

Begitu cahaya menghilang tempat mereka berada berubah dan mereka dihadapkan dengan serumpunan pepohonan di tanah yang asing. Cahaya matahari sore terasa ringan dan nyaman di kulit dan udara di daerah ini masih sangat segar. Mencoba mengedarkan sekeliling untuk mengenali wilayah, kelompok Sona kemudian mendapati jalan yang memperlihatkan pemandangan yang berbeda.

"Sepertinya disanalah tujuan kita," ujar Sona.

Semua orang sudah melihat tempat tujuan yang ditunjuk Sona. Tempat ini adalah tepi hutan, dan pemandangan tempat yang ditunjuk Sona adalah tepat sisi dimana hutan berakhir. Dengan melalui itu mereka semua keluar dari hutan dan yang mereka dapatkan sekarang adalah pagar kayu yang berderet luas mengitari suatu wilayah yang di dalamnya berisikan rumah-rumah tua. Mereka masuk ke jalan yang terbuka oleh pagar.

Semuanya tampak telah ditinggalkan, lebih dari itu wilayah ini benar-benar kelihatan telah lama tak dijamah. Segala sesuatu tampak usang dan sebagian bangunan telah runtuh.

"Jadi inikah tempatnya," Yura bergumam sambil memotret pemandangan-pemandangan desa itu melalui matanya.

"Ini benar-benar seperti desa mati. Pantas saja mereka menyebutnya seperti itu," Momo berkomentar. Dia mengikuti langkah-langkah kelompoknya dan memutuskan berada di tengah-tengah barisan dikarenakan dia merasa tak nyaman dengan semua ini.

Sona berjalan paling depan sesekali dia mengawasi setiap tingkah laku kelompoknya. Gadis itu benar-benar menanamkan peringatan kakaknya kuat-kuat dalam kesadarannya sehingga dia mencoba untuk selalu bergerak waspada dan berusaha memakai setiap kekuatan yang dimiliki kelompoknya sebaik mungkin.

Wajar bagi Sasuke pikirnya, namun agak tak disangka dia mendapati Saji dan Naruto cukup serius melakukan ini. Disamping Saji yang sedang mencari-cari keanehan di sekitar, selagi berjalan bersama nampaknya Naruto disaat yang sama seperti sedang fokus akan sesuatu.

"Naruto, apa kau sudah merasakan sesuatu?" tanya Sasuke yang berjalan paling belakang.

"Sangat samar. Tapi jelas ada hawa tak menyenangkan yang bersemayam di desa ini. Mungkin saat ini sosoknya sedang tertidur."

Rupanya Naruto sedang merasakan energi alam di sekitarnya melalui senjutsunya.

Sona sedikit tak menyangka mereka semua beraksi tanpa instruksi darinya. Sepertinya sebagai permulaan dia tidak perlu terlalu memutar otak dan akan mempercayakan inisiatif dan kemampuan-kemampuan individu timnya.

"Tapi tunggu, aku juga merasakan bahwa ada kelompok lain yang berada di sekitar tempat ini selain kelompok kita."

"Apa?" Sona dengan cepat menanggapi dan lainnya pun sepenuhnya memberikan perhatian pada apa yang dikatakan Naruto barusan.

"Mereka ada di arah sana," tunjuk Naruto ke suatu tempat di balik salah satu rumah kayu yang reog.

Mereka semua mendekat dengan waspada. Setiap pasang mata kini sedang fokus memperhatikan bila mana ada suatu gerakan. Sona melirik Tsubaki, memberikan isyarat untuk memulai sebuah aksi. Tsubaki mengangguk dengan naginata yang telah siap sebagai senjatanya. Perlahan mendekat kemudian menengok dan whush.

Sapuan angin datang membuatnya tak siap. Yang datang selanjutnya adalah energi suci padat yang sangat kuat, yang datang padanya melalui wujud tebasan pedang berkilau.

Reaksi yang terjadi hanya dimiliki beberapa orang, namun yang paling cepat adalah dia yang memegang cahaya halilintar dengan daya serang yang setara. Dibalutkan dengan katana, cahaya halilintar Sasuke beradu dengan serangan pedang suci lawan. Bunyi tring yang tak sedap di telinga tercipta dan ada gelombang kejut yang dihasilkan tersebar kedua arah berlawanan.

"Kau!"

"Hn?" Sasuke yang diperlihatkan bertukar posisi dengan Tsubaki menatap muka lawannya yang baru saja bersuara. Saat itu Sasuke sadar bahwa dia tak asing dengan wajah laki-laki di depannya.

"Kalau tidak salah kau adalah Uchiha Sasuke."

"Arthur Pendragon."

Orang yang menyebutkan nama tersebut bukanlah Sasuke melainkan Sona.

Menyadari namanya disebutkan Arthur menoleh. Dia mendapati iblis-iblis lain yang memperhatikannya. Banyak dari pasang mata yang menatapnya waspada namun menyadari siapa mereka Arthur mengetahui bahwa dia tak perlu memberikan hawa permusuhan terhadap siapa pun disana.

Secara bersamaan Arthur dan Sasuke menarik masing-masing senjatanya.

"Rupanya yang datang adalah iblis-iblis dari keluarga Sitri. Tak kusangka akan menemukan kalian di tempat laknat ini."

"Kau sendiri apa yang membuatmu berada disini?" tanya Sona selagi dirinya mendekat.

"Tempat ini mengambil perhatian pemimpin kelompok kami. Namun sekarang situasi nya berubah. Ikuti aku," Arthur menjawab kemudian melenggang pergi sebagai isyarat nya memandu kelompok Sitri.

Tak jauh mereka berjalan, Arthur membawa mereka masuk ke reruntuhan kosong yang bahkan tak memiliki atap yang utuh.

"Rupanya rupanya, kita kedatangan tamu yang menarik."

Beberapa orang telah berada disana, dan yang menyambut kelompok Sitri dengan suara tersebut adalah sesesok iblis yang semua orang disana tahu siapa dia.

"Vali Lucifer," kata Sona waspada, "tentu saja siapa lagi kalau bukan kau yang bersama Arthur Pendragon. Dan sepertinya kau disini juga lengkap bersama dengan kelompok mu."

Seperti yang dikatakan Sona, beberapa orang lain yang bersama Vali adalah orang-orang dari kelompok nya seperti Bikou dan Kuroka.

"Jadi, apa yang membuat iblis bangsawan seperti mu ke tempat yang tidak populer seperti ini. Aku yakin itu bukan seperti kalian sedang berwisata atau semacamnya kan."

"Kau pasti tahu apa yang membuatku dan kelompok ku kemari. Atau mungkin kau ada hubungannya dengan ini semua?"

Sona membalas dengan tenang, mencoba mengoreksi keganjalan yang mungkin terdapat dalam kalimat maupun gerak gerik lawan bicaranya.

"Maafkan aku yang telah berpura-pura tidak mengetahui tujuanmu datang kemari. Tapi untuk mengatakan bahwa aku ada hubungannya dengan keganjilan di desa mati ini, tentu saja itu tidaklah benar," Vali sepertinya tak memakan tuduhan Sona dan menepisnya dengan berani seolah memperjelas bahwa dia tidaklah bersalah, "kurasa tujuan kita datang kemari kurang lebih sama, cuma motifnya yang mungkin berbeda."

Dari apa yang Sona dapatkan, tidak ada sesuatu yang mencurigakan dari Vali dan kelompoknya. Sedangkan untuk fakta keberadaan kelompok Vali disini menurutnya itu tidak mengherankan, mengingat di mana ada hal yang menarik perhatian besar bagi kaum supranatural Vali bisa saja muncul untuk ikut campur ke dalamnya. Hal seperti itu adalah bagian dari sifat kelompok Vali Lucifer.

"Jadi, bisa kau jelaskan situasi mu disini?"

"Tentu, dan karena kau ada disini mungkin aku ingin kau meminjamkan kekuatanmu."

"Kau ingin aku membantumu?"

Sona ingin mempercayai bahwa dia salah dengar tapi Vali tidak membiarkan itu karena apa yang ia katakan adalah benar adanya.

"Situasinya sulit disini," Vali menoleh pada kedua orang dari kelompoknya yang tidak bersuara. Salah satu dari mereka bukannya tidak bersuara melainkan tidak bisa, "pertempuran semalam mengakibatkan Bikou babak belur dan kau bisa melihatnya disini bahwa Kuroka dalam keadaan buruk."

Sang raja monyet-Bikou mau tak mau memalingkan mukanya saat namanya disebut. Itu memalukan namun benar bahwa dia terluka parah, tapi itu tidak seperti membuatnya sekarat. Sebagian mungkin telah pulih, tapi wajahnya penuh lebam dan luka-luka terlihat memenuhi sekujur tubuhnya.

Sedangkan Kuroka, semua menyadari Kuroka duduk di bawah tak bersuara dengan punggung tersandar di dinding dan kepala yang seperti terperosok hampir jatuh ke bawah namun tak ada dari kelompok Sitri yang menyadari bahwa sosoknya menatap kosong ke lantai. Ekspresinya kaku seperti orang bodoh dan tubuhnya dingin seakan mati. Selama waktu yang mereka habiskan disini, mungkin itu adalah pemandangan paling ganjil yang pernah mereka lihat.

"Apa yang terjadi padanya?" mungkin Reya tak sadar bahwa dia bertanya. Pertanyaan yang ada di pikirannya keluar begitu saja karena rasa penasaran tidak menyenangkan yang mengusik kenyamanan nya.

"Kami tidak tahu apa yang membuatnya seperti ini. Kemungkinan ini salah satu kemampuan makluk itu," Vali menjawab apa adanya, "yang lebih masalah, makluk itu sekarang membawa Lee Fay."

"Woy! Manusia uban sialan, apa yang kau katakan barusan?!"

Naruto tiba-tiba maju melewati lainnya, mendekati Vali dan mendesaknya dengan pertanyaan dengan tergesa-gesa.

Vali melirik Naruto yang datang dan menyapanya, "yo, musang."

Tak mempedulikan sapaan Vali, Naruto kembali mendesaknya dengan pertanyaan, kali ini dengan lebih tergesa-gesa.

"Apa maksudmu makluk itu membawa Lee Fay?!"

"Seperti kedengarannya. Lee Fay di culik dihadapan kami saat pertarungan, dan sekarang kami tidak tahu dia di mana."

"Bagaimana bisa kau membiarkan nya di culik ketika dia bersamamu. Makluk seperti apa yang kau bicarakan ini? Dan kenapa makluk itu menculik Lee Fay? Apa tujuannya?"

Naruto seakan tidak mau menunggu lebih lama, dia memberikan berbagai pertanyaan sekaligus kepada Vali dan menginginkan jawabannya segera.

"Kau tidak tahu apa-apa tentang apa yang terjadi pada kami semalam."

Pada malam itu setelah Vali memutuskan untuk menghadapi apapun makluk supranatural yang mendiami desa ini, Vali dan kelompoknya sepenuhnya memasuki kawasan area desa mati ini.

Saat malam telah meninggal kan seperempatnya, jutaan bintang di langit mengisi kegelapan seolah mengawasi bumi dari atas, tak sedikit pun awan menghalanginya dan bulan mendampinginya dengan sinar kuning kemerahan. Kelompok Vali menyusuri desa sunyi yang dianggap tiada. Kabut tipis sedikit mengaburkan pemandangan, namun bangunan lapuk dan reruntuhan selalu terpampang seakan tak mau menghilang.

"Jadi bagaimana kita akan menemukan nya?" Bikou bertanya dengan hasrat bertarung yang membara. Dia tidak sabar untuk mencicipi pertempuran.

"Aku yakin dia akan menampakkan dirinya, tapi aku yakin akan lebih cepat jika kita membuat ulah."

Bikou tersenyum, "aku sangat paham apa yang kau maksud."

Dan selanjutnya Kuroka, Lee Fay, dan Arthur tahu apa yang akan Bikou lakukan. Mereka secara otomatis mengambil jarak dari Bikou.

Hanya sedikit energi yang Bikou pakai ketika dia mengutuk salah satu ujung tongkatnya ke tanah dan boum. Rentetan tanah menyiprat ke atas seperti letupan kembang ambil, dan terjadi dalam satu garis lurus dengan daya yang semakin kuat kemudian mencapai suatu bangunan sehingga bangunan itu meledak. Ledakannya melahirkan puing-puing dan debu bertebaran membutakan penglihatan.

"Wuahaahahaha!"

Sambil tertawa Bikou mengayunkan tongkatnya dengan putaran-putaran berulang kali, sebagai hasil nya energi alam di kirimkan ke segala tempat, meledak-ledak, semua yang mengenainya terpecah hancur seperti kaca.

"Bikou-san, kurasa ini berlebihan."

Lee Fay sedang memperingatkan Bikou akan aksinya yang brutal.

"Apa yang kau bicarakan? Yang kulakukan cuma selevel memainkan tongkatku."

Tapi level yang dikatakannya tersebut sudah positif membuatnya memporak-porandakan sepertiga area desa tersebut. Aksinya jelas provokatif namun dia benar-benar mengharapkan hasilnya.

Bikou tak lagi dapat menemukan rekan-rekan nya karena tindakannya sendiri. Di samping kabut yang menyebar, kerusuhan yang disebabkannya membutakan seluruh area. Hal ini juga berlaku bagi lainnya. Mereka bersama, namun mereka tak menemukan satu sama lain.

Menyadari hal ini Bikou memutuskan untuk berhenti.

"Huh," dia mendengus tak tahu kenapa. Tak berpikir untuk melihat ke mana rekan-rekannya Bikou hanya ingin menanti sesuatu datang.

Dengan berani Bikou mendengarkan keheningan yang menusuk. Sesuatu akan terjadi.

Apa yang dia perbuat akan mendapatkan sesuatu yang setimpal.

Apa itu juga berupa kehancuran?

Sesuatu yang lebih kejam?

Mungkin ketakutan.

Langit lenyap oleh kegelapan tanpa seorang pun tahu. Kabut menyebar semakin tebal dan sesuatu seperti penglihatan seakan tengah di rampas.

Reruntuhan bangunan hancur yang tersebar ke tanah bergerak seperti ada puing-puing yang terperosok. Menandakan ada suatu gerakan. Bikou merasakannya melalui senjutsunya, kemudian dia menghadap ke asal. Mencoba melihatnya meskipun cukup susah dengan kondisi yang ada.

Bayangan hitam raksasa melihatnya.

Seakan tak paham apa itu Bikou berusaha mempertajam penglihatan nya.

Bikou terpaku oleh sesuatu yang menjulang tinggi ke langit. Sosoknya mengintip dirinya dari balik bangunan tak utuh. Mata gelap yang menghadap ke depan dengan lingkaran hitam memupuk di sekitar matanya, memiliki paruh seukuran tubuh manusia. Sayapnya terlipat menutupi tubuhnya seperti jubah.

Makluk hitam besar itu berwujud burung hantu. Berdiri seperti patung dan mengirimkan teror pada sosok kecil di depannya.

"Aaaarrrgghh!"

Jeritan panjang memecah keheningan.

Suaranya mencapai semua orang.

"Itu!?" Arthur merespon. Dia mengenali pemilik suara tersebut, dan semuanya juga.

Tak ada satu pun dari mereka yang mengerti apa yang terjadi. Satu hal juga masih sama, tak satu pun dari mereka menemukan satu sama lain.

"Kuroka, cari tau kemunculan makluk itu dan selidiki apa yang terjadi," Vali bergegas memberikan komando dengan berteriak untuk memastikan bahwa perintah nya sampai pada Kuroka.

"Aku mengerti, aku akan menggunakan senjutsu."

"Le Fay?! Le Fay?!"

"Onii-sama?!"

Mereka semua berkomunikasi melalui suara. Tak ada jalan lain di tengah situasi di mana keberadaan mereka menjadi samar. Arthur dan Le Fay mencari keberadaan satu sama lain, keduanya tak menghitung telah berapa kali mereka memutar tubuh mereka tuk melihat-lihat ke segala arah.

Melakukan total konsentrasi, Kuroka mencoba mencapai bagian terdalam energi alam untuk merasakan segala keberadaan di sekitarnya. Ada lima obor yang mengembang di belakangnya seperti bingkai, raganya telah menerima perubahan sejati dari pemupukan energi alam di sekitarnya. Kekuatan mengalir secara signifikan dan dia seakan dapat menyentuh seluruh tempat sejauh-jauhnya dengan indra ke enamnya.

Dia merasakan energi rekan-rekannya dengan sangat jelas sehingga dia tahu persis dimana lokasi mereka bahkan tanpa melihatnya.

"Huh!?"

Sesuatu yang kejam mengacaukannya.

Sesuatu itu berisikan kengerian yang luar biasa. Yang melahap apa pun termasuk keputusan asaan. Energi yang gadis itu rasakan begitu gelap, begitu pekat. Hal yang seperti itu dapat dia rasakan di segala penjuru seolah desa ini sendiri adalah perwujudannya. Kebesaran nya mencapai pada tingkat yang Kuroka tak lagi dapat mengukurnya.

Tubuh Kuroka seketika menegang.

Sesuatu yang kejam itu datang.

Sosoknya adalah makluk mistis yang memiliki tubuh besar berbulu dengan wajah hancur berantakan. Bercucuran darah dan mengeluarkan bau seperti nanah. Melayangkan tekanan jahat kepada jiwa yang ia jumpai.

"Siapa kau?!" tanya Kuroka seperti menjerit.

Kuroka tak tahu itu apa tapi makluk itu seperti mendesis. Berbicara padanya dengan bahasa yang hanya dapat dimengerti oleh ketakutan.

Kuroka mundur selangkah, rohnya seakan terhempas sehingga ketidak berdayaan terakumulasi ke setiap tubuhnya. Ini bukan sekedar intimidasi, ini adalah serangan nyata untuk Kuroka yang terlalu peka. Makluk itu menganggu Kuroka melalui kepekaannya sendiri terhadap energi di sekitarnya.

Karena yang dirasakannya adalah sesuatu yang jahat, yang di luar kendali maka Kuroka menerima dampak berupa serangan mental yang menganggu jiwanya. Merusak kewarasannya seperti terkena jampi-jampi.

Sosok dengan muka tidak jelas itu menatap Kuroka dengan bagian matanya yang menyala merah darah. Lumpuh ketakutan, Kuroka melihat sosoknya berjalan mendekat.

Sesuatu yang berat seakan menarik kesadarannya. Kuroka tak tahan lagi. Dia sepenuhnya diredam oleh hawa jahat hingga merenggut akal sehatnya. Jatuh tak berdaya, Kuroka berlutut dengan sekujur tubuh lemas dan ekspresi bodoh yang menatap kosong ke tanah.

Whuuuush

Kabut terbelah lalu merebak menjauh ke segala arah. Orang yang bertindak dengan inisiatifnya yang tajam adalah Arthur Pendragon. Dia baru saja melakukan semua itu setelah memanggil Caliburn dari dimensi penyimpanan. Kini dia telah berbalut energi suci yang dasyat.

"Semuanya!" Arthur memanggil rekan-rekannya sembari dirinya mencari-mencari mereka ke segala arah.

"Onii-sama," yang menanggapi nya pertama kali adalah Le Fay.

Arthur menoleh, dia kini sukses menemukan Le Fay yang mulai berlari menghampirinya. Sesaat dia merasa lega.

Le Fay ingin kelompoknya bisa berkumpul segera. Sejak awal dia sudah merasakan firasat buruk tapi dia sama sekali tidak memiliki ekspetasi kalau semuanya akan menjadi kacau begini. Apa yang terjadi dan apa yang menyerang Le Fay bahkan tidak memiliki petunjuk.

Satu hal yang jelas, nafsu membunuh yang dikirimkan sosok itu sangatlah nyata. Menusuk-nusuk jantung nya secara transparan.

Ketegangan serasa menghabiskan separuh nafasnya ketika Le Fay berlari ketakutan, menghampiri kakaknya. Terdengar gemuruh aneh, kemudian seakan waktu berhenti.

Dia melihat wajah terkejut kakaknya oleh sesuatu di belakangnya. Kakaknya bahkan tak sempat bergerak saking cepatnya. Matanya terpaku pada sesuatu yang melambai.

Le Fay baru saja ingin menoleh. Terdengar desisan menyeramkan, dan dia mendadak merasa sesuatu yang panjang dan berbulu mencengkeram pinggangnya dan mengangkatnya dari tanah, terbalik, sehingga dia menggantung dengan kepala di bawah. Memberontak, ketakutan, dia mendengar desisan menyeramkan itu lagi dan melihat kaki kakaknya meninggalkan tanah juga.

Secara otomatis lingkaran sihir tercipta dan sosok serigala buas muncul, Fafnir. Sosoknya melolong dan mengintimidasi, namun saat berikutnya Le Fay sudah di ayunkan ke bangunan tua dengan cepat.

Blar!

Hanya sebentar lagi saja Arthur juga akan bernasib sama namun sebuah balok energi iblis kuat ditembakkan dari atas langit. Ledakannya memotong apa oun itu yang melilit Arthur.

"Arthur," laki-laki yang diketahui sebagai pemimpin kelompok ini datang melayang rendah ke tempat Arthur dengan sayapnya yang bercahaya.

"Terima kasih, Vali," Arthur kembali berdiri dan menggenggam pedangnya sekali lagi.

Bersama Vali dan Fafnir berdampingan dengan siaga Arthur melihat bahwa makluk yang memeganginya tadi mengambang di udara seperti berenang di air. Memilikk sirip dan ekor sepenuhnya layaknya ikan dan berukuran seperti gajah kecil, namun memilki kumis panjang seperti tali yang berlendir dan berbulu. Matanya menyala putih seperti sinar lampu. Menembus kabut bagaikan sinar bulan yang menembus tipis nya awan.

"Makluk apa kau sebenarnya?" Vali bertanya seperti mengancam.

Tak ada jawaban, makluk itu cuma mendesis dengan cara yang sangat menyeramkan. Menatap kedua tak bergerak seperti patung. Kemudian secara perlahan menjadi tembus pandang dan semakin menjadi tembus pandang sebelum akhirnya tak terlihat, menghilang tanpa jejak.

Vali bisa melihat sedikit cahaya merah menyosong kegelapan di bawah batas cakrawala. Di akhir malam dia sepenuhnya lengah dalam ekspedisi ini, hingga membuat timnya menjadi kacau dan mengalami situasi yang sulit. Tanpa di sadari Arthur, Vali tak salah lagi menjadi geram pada makluk yang sudah berani main-main dengannya. Kalau saja waktunya masih ada dan makluk itu mau menunjukkan sosoknya dalam pertarungan secara terang-terangan maka tak salah lagi Vali akan mengamuk dan akan melepaskan sesuatu seperti monster di dalam dirinya.

Saat Arthur mengecek ke mana Le Fay di bawah semuanya sudah terlambat. Bahkan menggunakan penciuman tajam Fafnir, jejak bau nya menghilang di lokasi tersebut seolah Le Fay telah menembus dunia yang berbeda. Gadis itu dibawa, direbut dihadapan Arthur dan Vali tanpa mereka sempat mampu berbuat sesuatu. Arthur merasakan sesuatu meledak dalam dirinnya. Amarah. Namun juga sesuatu yang lain seperti menyiram tubuhnya sampai lemas. Penyesalan.

.

.

.

TBC

.

Aku ingin mengatakan bahwa cerita memang mulai memasuki fase-fase serius, tapi sebenarnya selain itu faktor lainnya mungkin juga karena sekarang aku sedikit kehilangan sense humorku.

Lama nggak nge lawak bikin aku jadi lupa bagaimana membuat cerita menjadi lucu. Tapi beruntung sekarang emang dah masuk fase serius jadi humor nya akan turun dikit. Dan aku harap chapter ini memuaskan pembaca sekalian yang telah lama menanti fic ini setelah sekian lamanya.

Lalu setelah melalui beberapa pertimbangan aku akhirnya memutuskan untuk kembali dan stop hiatus. Rencananya paling tidak memberikan status compleated setidaknya pada satu fic yang aku buat. Kemungkinan itu adalah fic ini karena progres nya telah mencapai 23%.

Semoga bisa update teratur setidaknya sebulan sekali.

Untuk chapter depan berdoa aja semoga beneran bisa update dalam sebulan. Soalnya event CC di game AK dah berjalan sekitar 5 hari dan aku bahkan belum sempat menyentuh mapnya barang sekali. Tersisa sekitar 9 hari lagi sebelum event habis jadi mungkin dalam 9 hari tersebut aku akan fokus nge game dulu. Karena kalo tidak aku jelas-jelas nggak mungkin bisa fokus nulis. Di chapter ini saja mungkin kalian sadar bahwa dari pertengahan ke bawah mungkin narasi nya agak di buat terburu-buru. Itu karena aku membuat nya agak tergesa-gesa selama 5 hari ini. Nggak seperti bagian atas yang benar-benar aku nikmatin proses pembuatan nya walau memakan cukup banyak waktu sekitar 2 minggu.

Tapi kalo kalian tidak sadar mengenai itu syukurlah, jadi chapter ini mungkin nggak buruk.

Terima kasih sudah membaca, mem fav, dan meriview. Terutama untuk reader2 lama yang masih betah menjadi langganan fic in dan masih mau menyapa.

Sampai jumpa di chapter depan.