"ATTAAAACK!"
"OOOOO!"
Lovino kecil sontak terbangun dari tidurnya. "CHIGIIII! A-ada apa!? S-suara apa itu!?" Dia menoleh ke segala arah dengan panik. Tumpukan jerami, bau mesiu yang pekat, beberapa kotak dan tong kayu, beserta tumpukan senapan tersebar di sekitarnya. Dindingnya hanya terbuat dari kayu, yang terlihat sekali pukul langsung runtuh.
Matanya terbelalak. "K-k-kenapa… aku ada di sini?"
Dia benar-benar ingat kalau sebelumnya dia berada di…
DOR! DOR!
"GO! ATTACK THE NORTH!"
BAM! DOR! DOR! DOR!
"BEWARE THE BOMB!"
"AAAAAAAAHHH!"
DUAAAAAR!
–…tengah peperangan.
Beribu pertanyaan muncul di benaknya. Di mana ini? Mana yang lain? Apa yang terjadi? Jangan bilang… dirinya berada di kawasan musuh?
Belum sempat dia bangun dari posisinya, pintu ruangan tersebut dibuka oleh seseorang. Lovino langsung memekik kaget.
"C-c-c-chigi!" Bahkan Lovino tidak sanggup untuk menyembunyikan rasa takutnya. "J-j-j-jangan m-mendekat!"
Seakan tidak mendengarkannya, siluet tersebut terus berjalan maju–membuat Lovino reflek melangkah mundur hingga punggungnya menempel dinding. Napasnya semakin memburu di saat orang itu mendekat dan mendekat. Dia tidak bisa berpikir lurus–dirinya terlalu takut. Dia hanya bisa memejamkan mata kuat-kuat ketika orang tersebut berada tepat di depannya.
.
.
.
"Hei," Panggil orang itu dengan halus. "Tenanglah, aku berada di pihakmu."
'Eh?'
Lovino merasakan sebuah tangan mengelus kepalanya dengan pelan. "Kau pasti kaget, ya? Maaf, ini salahku. Aku berpikir kau akan jauh lebih aman berada di sini."
"A-… aman?" Perlahan sang personafikasi membuka matanya–menemukan seorang lelaki tersenyum kepadanya. Dia menatap seragamnya. Seragam tentara Italia. "K-kenapa kau melakukan ini? Aku juga seorang prajurit! Aku harus melindungi negaraku–juga adikku sendiri!"
Dibalas gelengan tidak setuju. "Kau masih kecil," Tuturnya. "Aku tidak peduli siapa kau, atau seberapa pentingnya adikmu, tetapi kau tetap saja seorang anak-anak. Kau harus hidup."
"Tapi bagaimana!?" Serunya spontan, sebelum kembali menunduk. "A-aku tidak mau ada yang mati lagi karena melindungiku…"
Lovino kecil tertunduk sedih. Dia tidak mau melihat ada jiwa yang melayang hanya karena demi melindunginya, sedangkan dirinya hanya duduk manis di dalam rumah–aman luar dalam tanpa melakukan apa pun.
"Tidak apa-apa," Lelaki itu tertawa pelan. "Sebagai gantinya, aku akan memberi tahu satu hal kepadamu."
Dengan mata berkaca-kaca, sang personafikasi menatap ke sang prajurit dan mengangguk kecil.
"Ingatlah ini baik-baik, ok?" Kata lelaki tersebut.
"Ketika akar sudah menancap dalam, maka kecambah pun akan tumbuh bagaimana pun keadaannya."
To Be a Mafioso
By : Chained Feathers
.
.
.
Disclaimer :
Hetalia is owned by Himapapa
Warning :
Human!OCs, Using Human's Name, Typo(s), Semi-AU, Maybe OOC, Plot Ngebut, DLL.
.
Summary :
Lovino pun memiliki suatu rahasia besar–yang bahkan adiknya sendiri tidak tahu sepenuhnya. Namun ketika kebenaran akan eksistensi dari personafikasi terancam, cepat atau lambat rahasianya pasti terbongkar. Pasti. Mafia!Romano. Assassin!Romano.
.
.
.
Happy Reading
Lovino menguap lebar. Sumpah, bosan banget. Kalau saja bukan karena iming-imingan si Alpret itu, dia ogah banget ke sini.
Meeting kali ini memang berbeda dari biasanya. Arthur, sang personafikasi dari United Kingdom dan Francis, personafikasi dari Perancis tidak bertikai. Alfred hanya duduk manis di kursinya, sibuk mengunyah burger–akhirnya dia bisa diam, yay. Ivan, sang personafikasi Rusia masih memasang senyum lebar di wajahnya dengan pipa kesayangan siap sedia di tangan.
–sepertinya hanya mereka yang tahu tentang masalah itu.
Tetapi yang sedang ia permasalahkan adalah–posisi tempat duduk.
'Dasar kentang maniak sialan–' Dia nge-deathglare ke sang personafikasi Jerman, Ludwig. 'Mentang-mentang negara Italia termasuk Eropa, jangan seenak udel nempatin di tengah kek!'
Dia mengutuk nasibnya. Bersebelahan dengan sang adik sudah lebih cukup untuk membuatnya waspada. Lalu–apa yang dia dapat? Berada di tengah-tengah ruang meeting!
Double shit indeed.
Menyeludup komputer inti tidak bisa dilakukan selama meeting berlangsung–pertama karena tiap pasang mata masih tertuju kepada layar, kedua karena semua orang di belakangnya bisa melihat apa yang ada di layar laptopnya. Dan terakhir karena adiknya masih duduk manis di sebelahnya–ya, ditambah dirinya belum juga siesta.
'Rencana A gagal total sebelum terjadi,' Dia menghela napas panjang sambil mencoret baris pertama di notes. 'Jadi, rencana B atau C?' Dia melirik ke sekitarnya.
"–…kerugian yang sangat besar. Ditambah pula mereka mempunyai teritori di Western Europe di mana sekutu mereka, Red Strip Frims, organisasi penjahat dari Inggris berpusat. Ada kemungkinan mereka akan mengirimkan permintaan kerja sama pada Lerolui,organisasi underground Perancis. Juga… –" Sadik Adnan, sang personafikasi dari Turki menjabarkan tentang Teriq, organisasi mafia dari negaranya.
Arthur dan Francis mendengarkan dengan serius–berhubung itu menyangkut negara mereka. Ivan, sang personafikasi Russia pun ikut mendengarkan walau tidak terlalu serius–berhubung negaranya masih aman-aman saja.
Yang lain? Mendengarkan, namun sebagian besar sudah pindah ke alam lain–tidur–atau asyik bercengkrama dengan personafikasi lain.
Lovino mendengus seraya meraih sebuah tomat dari tasnya. 'Emergency pun, kalau tidak ada yang tahu tetap saja sama seperti kemarin-kemarin,' Dia mengambil satu gigitan besar. 'Sudahlah, rencana B saja.'
Meanwhile…
"Aku harus–ouch–menghindari mereka!"
Seorang gadis berambut coklat muda terlihat berlari menyusuri hutan sambil sesekali menengok ke belakang. Langkahnya tidak melambat walau semakin lama langkahnya semakin limbung–akibat terlalu lama berlari. Dia semakin panik ketika mendengar derap langkah dari belakangnya.
"Oh, shi–" Dia mengutuk diri sendiri ketika melihat pagar tinggi menjulang di kejauhan. "Aku lupa tempat ini beda wilayah."
Gadis itu menengok kebelakang–mendapati orang-orang yang mengerjarnya mulai mendekat. Dia mendecih kecil. "Terpaksa…"
"Hup!" Dia menginjak sebuah batu besar dan melompat tinggi hingga tangannya meraih ujung pagar. Dengan lihai ia memanjat pagar tersebut dan mendarat di sisi lain dengan selamat. Tanpa membuang waktu, gadis itu segera masuk ke hutan tersebut.
Setelah lama berlari, akhirnya sang gadis berhenti di dekat danau. Senyumannya semakin melebar ketika melihat sebuah rumah kecil di ujung lain telaga tersebut. "Bagus," Gadis itu berlari kecil menuju rumah tersebut. "Hah… Untunglah tempat ini masih berdiri. Kalau tidak, bagaimana caranya aku memberi tahu bocah itu?" Dia menoleh ke segala arah sebelum memasuki tempat tersebut.
"Kenapa pula sinyal cuman ada di tempat ini…" Gumamnya sedikit kesal seraya mengeluarkan telepon genggamnya. Ia kembali tersenyum saat melihat adanya sinyal walau tidak terlalu kuat. Ia segera mengetik sebuah pesan pendek sebelum menekan tombol 'send'.
Sebuah helaan napas panjang keluar dari mulutnya ketika gadis itu menyenderkan tubuhnya ke dinding. "Kumohon," Bisiknya kecil. "Kalau kau masih menyimpan janjimu, buktikan secepatnya juga, idiota."
Ting.
"Hm?"
Lovino mengecek handphone-nya. Satu pesan baru dari nomor tidak di kenal.
Dia mengerutkan dahinya bingung. "Siapa…?"
Dengan ragu, ia menekan tombol 'open'. Sebuah kalimat singkat muncul di layar–hanya satu baris, namun lebih dari cukup untuk membuat dirinya shock.
'I-ini–siapa yang mengirim ini!?'
Lovino hampir saja berteriak kalau tidak sadar dirinya ada di ruang meeting. Lelaki itu menoleh ke sang personafikasi Amerika dengan curiga. 'Apa jangan-jangan Alfred? Nggak mungkin, dia juga tidak tahu apa-apa. Atau jangan-jangan si–'
"F-fratello?"
Sebuah tepukan ringan menarik Lovino ke dunia nyata. Dia menengok ke samping, mendapati Feliciano menatapnya dengan khawatir. "F-fratellino? A-ada apa?" Tanyanya bingung.
"I-itu… ve…" Sang adik memberikan isyarat mata ke arah Ludwig. Pria berambut pirang itu sedang berbicara akan suatu hal–yang tidak terlalu dia tangkap, namun kalimat terakhirnya terdengar jelas. Apalagi ketika iris birunya menatap dalam-dalam ke arah mereka.
"–personafikasi dari Italia, silahkan maju ke depan."
Hening.
'…What?'
"Sial,"Dia merutuk sesaat dengan ekspresi datar. "Kalau aku membuat kesalahan, ini semua salahmu, dasar kentang sialan."
[Connected by the root, the beansprout will grow secretly]
Le author kebanyakan main C** of D**y.
*sigh* Sudah berapa lama saya nggak apdet ini? Saya aja udah lupa kapan terakhir kali bukan akun ini…
Saya nggak nyadar chapter yang ini lebih banyak dari chapter lalu O.o)
And who said being a eighth grader is a good thing? Well, compared to last year, I couldn't agree more. But not when my teacher gave me an assignment.
–Duh, Ibu. Saya boleh nggak ngubah gender saya dulu? Perasaan tugas buat anak cewek gampang amat…–
The first riddle! Can any-hoo solve it? Dan, CMIIW kalau ada grammar yang salah. Saya sangat berterimakasih kepada Amachi Ryo yang sudah mengoreksi cerita saya. Terima kasih banyak :)
BTW, biar agak jelas–ditambah jaga-jaga kalau ada yang punya pemikiran yang sama dengan Amachi-san, menurut saya Lovino di chapter 2 kayaknya tidak terlalu OOC. Di Hetalia Christmas 2011, dikatakan bahwa dia adalah orang yang akan berusaha keras dalam melakukan sesuatu apabila sudah totally serius, apalagi menyangkut tugasnya atau orang yang dia sayangi. D'aawwwww~
Tapi kalau masih terasa OOC, maafkan ==")
Mind to Review?
[SELAMAT HARI KESAKTIAN PANCASILA]