Our Love for The Last

Genre : Romance, Drama & Friendship

Disc. : Walaupun bang Masashi bilang mau pensiun, Naruto tetap punya bang Masashi.

Warning : Fiksi saya mengandung unsur sho-ai, yaoi, pelangi dan semacamnya. Jangan lupakan kemungkinan typos yang muncul.

#

#

#

.

.

#

#

#

"Tuliskan satu nama seseorang yang kalian ingin ada di sisi kalian, jika besok dunia akan kiamat?"

Wajah berkulit tan merenggut kesal setelah mendengar perkataan seorang guru di depan kelas. Pertanyaan yang cukup untuk membuat bocah berusia sembilan tahun menggerutu kesal. Bahkan dia saja belum lulus sekolah, kenapa malah ditanyakan jika besok kiamat? Mana boleh besok kiamat? Dia saja masih belum puas menikmati makan ramen paman Teuchi, jadi mana boleh besok kiamat?

Lagipula, banyak orang orang dewasa yang memandangnya tidak suka karena Naruto itu anak dari panti asuhan, bahkan anak anak mereka saja dilarang bermain dengan Naruto, jadi mana mungkin Naruto punya teman dekat? Jadi, mana boleh besok itu kiamat?

Dengan senyuman jahil, Naruto mulai melipat kertas putih yang masih belum ternoda oleh tinta. Dengan terampil jemarinya membentuk selembar kertas putih menjadi bentuk sebuah pesawat kertas yang siap diterbangkan dan wuuss...

Pesawat kertas itu meluncur keluar dari kelas, menuju jendela yang terbuka.

"Naruto, jangan menghambur hamburkan kertas begitu. Bukankah sensei menyuruhmu menulis nama temanmu?"

"Iruka sensei, besok tidak akan kiamat!" Naruto berteriak tak mau kalah pada sang guru.

"Naruto, ini kan hanya perandaian, jadi.."

"Tidak, Iruka sensei, pokoknya besok tidak akan kiamat!"

#

.

#

"...eh...," mata saphire menatap pada langit langit yang berwarna cokelat. Erangan muncul dari bibir pemuda berambut pirang, merasa sinar matahari pagi yang masih terlalu terang untuk matanya. Kelopak tan tertutup kembali.

Kembali kelopak mata tan membuka perlahan, saphire sepertinya sudah sedikit terbiasa dengan sinar matahari yang menyeruak masuk dari sela sela tirai jendela kamarnya.

Mimpi itu, entah kenapa sekarang muncul lagi dan berhasil membuat moodnya di pagi ini sedikit memburuk.

.

#

.

#

.

Pemuda berambut pirang itu menghela napas pelan. Moodnya sejak tadi pagi sepertinya masih belum kembali. Dua kaki jenjangnya pun berjalan gontai tak bersemangat. Apalagi tadi pagi ia kehabisan stock ramen instannya dan harus memasak sarapan pagi yang menurut sahabat pinknya lebih pantas untuk dimakan sebagai sarapan, daripada ramen instan yang selalu dimakan Naruto untuk sarapan pagi, karena malas memasak.

"Woi Naruto!"

Tubuh Naruto yang berjalan gontai berhenti, sebelum menghadap ke belakang, menatap tiga orang pemuda lainnya yang berjalan tak jauh di belakangnya. Senyum mengembang di wajahnya, melihat tiga wajah yang akrab untuknya.

"Hoe," pemuda pirang itu melambaikan tangan pada tiga orang di belakangnya. Setidaknya sekarang ia sedikit melupakan mimpi yang sempat membuat moodnya buruk sejak tadi pagi.

.

#

.

#

.

"Hei, hei semuanya dengar, kita akan kedatangan murid baru lho," gadis berambut pirang pucat berteriak senang pada teman sekelasnya.

"Benarkah Ino? Pasti lelaki kan?" gadis berambut merah bertanya penuh minat.

"Tentu saja Karin. Tadi aku juga sudah melihatnya sekilas, dia sangat tampan, kyaa..," dan pernyataan itu sukses membuat semua siswi di kelas itu berteriak histeris dan para lelaki menggerutu kesal.

"Dasar wanita, merepotkan," Shikamaru menguap lebar, menjadi ngantuk dengan sikap para gadis di dalam kelasnya.

"Tapi daripada murid baru, aku lebih tertarik pada murid lama kita," perkataan Neji, lelaki tampan berambut coklat panjang, membuat beberapa murid lelaki di sisinya, memandangnya sekilas, sebelum mengikuti arah pandangnya ke arah pemuda pirang yang biasanya berisik dan selalu ramai. Dan entah karena kesambet atau apa, hari ini pemuda pirang berkulit tan itu malah berdiam diri di tempat duduknya di samping jendela dan hanya memandang ke arah luar jendela.

"Woe, Naruto!"

"Akh..!" pemuda pirang yang dari tadi sibuk melamun, tersentak kaget pada teriakan di telinganya. Bahkan beberapa siswi sempat melihat ke arahnya, sebelum kembali sibuk dengan membayangkan paras murid baru yang akan datang nanti.

"Hei, kau ini kenapa? Apa kau sakit? Apa terjadi sesuatu padamu kemarin? Atau mungkin kau makan ramen kadaluarsa?" pertanyaan berturut turut dari mulut Kiba, walaupun membingungkan, tapi cukup juga untuk membuat pemuda yang melamun itu menatap kesal pada lelaki penyuka anjing yang sekarang wajahnya begitu dekat dengan wajahnya, memandang khawatir pada Naruto.

Dan sepertinya kekhawatiran itu semakin menjadi ketika Naruto, pemuda yang menjadi perhatian teman teman sekelasnya itu sekarang mendesah dan sama sekali tidak menjawab pertanyaan beruntun Kiba barusan. Bahkan Lee, pemuda penyuka olahraga yang sedang melakukan push up, sekarang jadi terjatuh dan menatap heran pada teman yang menurutnya sangat memiliki semangat masa muda dalam dirinya, seperti Lee sendiri.

"Hei, apa kau yakin kau baik baik saja, Naruto?" Neji menepuk bahu Naruto pelan, membawa perhatiannya pada pemuda beriris lavender.

"Jangan khawatir, aku hanya sedang memikirkan sesuatu," Naruto tersenyum simpul sebelum kembali menatap ke arah awan yang sedikit mendung di luar sana. Beberapa temannya bertukar pandang dengan sikap teman pirangnya ini, tapi, dilihat dari sikapnya sekarang, mungkin dia memang sedang butuh waktu untuk sendiri.

.

#

.

#

.

"Selamat pagi semuanya," seorang guru berambut putih dan bermasker hitam masuk ke dalam kelas dengan satu buku hijau yang dibacanya, yang selalu lekat dengannya. Dan anehnya, lelaki yang biasanya telat itu, hari ini datang di waktu yang tepat.

"Hari ini kalian akan kedatangan teman baru.."

"Kyaaa... Dimana dia Kakashi sensei?"

Guru bermasker hitam itu mendesah dengan ulah siswi siswi di dalam kelasnya ini. Yah, sebutlah ini gaya anak gadis jaman sekarang.

"Baik, baiklah, Otsutsuki san, masuklah," seperti adegan slow motion, para gadis menunggu kedatangan teman baru mereka yang menurut salah satu teman mereka tampan, masuk ke dalam kelas. Surai silver, menjadi pandangan pertama untuk murid murid di dalam kelas. Diikuti dengan mata baby blue terang yang menyapa mereka, oh jangan lupakan senyum yang membuat meleleh hati para gadis.

"Silakan perkenalkan dirimu, Otsutsuki san," Kakashi sensei bergerak ke pinggir memberi ijin padanya.

"Selamat pagi. Aku Otsutsuki Toneri, aku baru pindah dari daerah Kyushu, mengikuti kakekku pindah ke Konoha. Salam kenal semuanya," senyum ramah tetap tercetak di wajah berkulit putih pucat. Mata baby blue terangnya menatap tegas ke arah depan, tentu saja hal ini menjadi nilai plus dari para siswi untuknya.

"Selamat datang Toneri kun!" teriakan selamat datang dari para siswi menyambut salam perkenalan siswa baru yang sekarang tersenyum canggung.

"Nah sekarang kau boleh duduk, Otsutsuki san, ehm.. Ah ya, kau boleh duduk di belakang Naruto," mendengar namanya dipanggil oleh sang guru matematika, Naruto sang pemuda pirang mengangkat satu tangannya, memberi tahu keberadaannya pada sang murid baru.

Sky blue dan baby blue bertemu.

Naruto hanya berkedip, menatap tatapan datar dari pemuda tampan yang masih berdiri menatapnya dalam. Pemuda yang tadi memperkenalkan dirinya dengan nama Toneri itu mengalihkan pandangannya dan berbicara entah apa pada Kakashi sensei dan membungkuk, sebelum berjalan turun menuju ke arah tempat duduknya di belakang Naruto. Naruto hanya memandangnya sekilas dan mengangkat bahu, tak terlalu peduli juga dengan sikap yang menurut Naruto tidak bersahabat itu.

"Otsutsuki Toneri," tangan berkulit putih pucat muncul dari balik bahu gakuran hitam Naruto.

Sedikit bingung juga dengan sikap Toneri tadi yang tidak bersahabat dan sekarang malah menjulurkan tangan ke arahnya. Naruto memutar tubuhnya ke belakang, sebelum memasang senyum ramahnya pada lelaki tampan itu, "Uzumaki Naruto, salam kenal Otsutsuki san," tangan tan membalas uluran tangan berkulit porselen. Mata baby blue sedikit tersentak, namun semuanya tertutupi dengan sebuah senyum ramah seperti sebelumnya.

.

#

.

"Jadi, bagaimana Kyushu, Toneri, pasti menyenangkan, melihat gadis gadis berbikini setiap hari," pertanyaan mesum dari Kiba membuatnya mendapat jitakan kesal dari gadis berambut pink. Sementara Toneri yamg ditanya hanya terkekeh saja.

"Tapi, Kyushu termasuk kota yang besar daripada Konoha, apa kau bisa betah berada disini, Toneri?" pertanyaan Neji sedikit menarik perhatian Toneri.

"Entahlah, awalnya akupun berpikir begitu. Tapi, aku sudah pindah kemari, aku harus menikmatinya kan?" kembali Toneri memasang senyum ramahnya. Tapi mata baby blue miliknya menangkap sesuatu.

"Naruto kun, kau belum makan siang kan? Aku mem..membawakan bento untukmu," Naruto, yang diulurkan sekotak bekal makan siang, ditambah perutnya yang keroncongan karena tadi pagi makan seadanya, tentu saja menerima pemberian gadis cantik berambut hitam itu dengan senang.

"Arigatou, Hinata chan. Kau memang sangat baik. Aku pasti akan habiskan," mendengar pernyataan itu, tentu saja gadis cantik itu bersemu merah karena bahagia. Dengan cepat Hinata berlalu pergi dan duduk kembali di bangkunya, sebelum olok olokan dari Shion dan Ten Ten kembali membuat wajahnya memerah.

Sedangkan beberapa temannya disana...

"Dasar si pirang bodoh itu, entah sampai kapan ia baru sadar," Sakura menggelengkan kepalanya, masih tidak percaya dengan hal yang dilihatnya. Entah karena si pirang itu kelewat bodoh atau kelewat polos.

"Kalau Sakura yang memberikannya untukku, aku pasti akan langsung mengerti, Sakura!" dengan semangat berapi api, Lee menyatakan kembali kata kata cintanya secara tidak langsung, yang disambut gelengan kepala lagi oleh Sakura.

"Padahal ini sudah berjalan sejak kita masih sekolah dasar, entah apa yang membuatnya begitu bodoh. Mungkin karena sejak kecil dia sering terbentur di kepala mungkin," pernyataan Neji barusan, mendapat anggukan persetujuan dari teman temannya.

Sementara Toneri, hanya menangkap inti dari pernyataan teman teman barunya tanpa mau membaur dalam pembicaraan mereka satu ini. Mata baby blue miliknya menatap kepala pirang yang bergerak gerak, sepertinya menikmati bento yang diberikan padanya tadi. Sebelum mata birunya beralih ke arah gadis berambut hitam panjang yang sekarang ia ketahui menyukai si pemuda pirang. Sepertinya ia akan sedikit kesusahan setelah ini.

"Salju," ucapan Shikamaru yang sejak tadi tertidur tak jauh dari teman temannya, membuat beberapa orang yang tadi membahas si pirang, tersentak dan memandang ke arah luar.

Bahkan Naruto yang tadi sibuk dengan bentonya, ikut menatap ke arah jendela. Gadis berambut pink berjalan mendekat ke arahnya dan menepuk pundak Naruto pelan. Sebuah senyuman terukir di bibir Sakura, yang juga dibalas senyuman kecil dari wajah Naruto. Keduanya kembali menatap ke arah jendela, sekarang dengan seorang pemuda berkulit putih dengan rambut hitam yang duduk di meja Naruto.

"Salju, akan selalu membuat mereka menjadi orang lain. Terkadang aku ingin marah, tapi percuma saja jika dia tak ada disini," Kiba memasang wajah kesalnya, namun matanya memancarkan arti yang lain ketika menatap tiga orang yang sekarang menatap salju dengan wajah tenang.

"Dia?" Toneri sedikit tertarik dengan pernyataan Kiba barusan.

"Ya dia, lelaki bodoh yang sekarang ent-"

"Kiba sudahlah. Lagipula semuanya sudah berlalu dan setidaknya hubungan mereka sudah kembali menjadi sahabat lagi kan? Saat ini mereka hanya sedang merindukan sahabatnya, jadi jangan diperbesar lagi," pandangan mata mutlak dari si pemuda pemalas, membuat Kiba mengunci mulutnya rapat rapat dan menggerutu kesal.

Sepertinya kali ini Toneri tak akan tahu apa yang terjadi pada saat salju mulai turun.

.

#

.

#

.

Teng..teng..teng..

"Pulaaaangggg!"

"Baiklah, selamat sore dan jangan lupakan pekerjaan rumah kalian!"

"Ya, sensei!"

"Toneri kun, dimana alamatmu?"

"Apa kau mau kami antarkan? Bukannya kau masih baru disini?"

"Toneri kun... Bla bla bla.."

"Ano, maaf, tapi aku sudah berjanji pada Toneri untuk mengantarnya pulang hari ini, iya kan Toneri?" wajah berkulit tan dengan senyum cerianya, muncul diantara kerumunan para gadis yang berusaha untuk merayu Toneri yang sedang kebingungan sendiri sekarang. Dan mendengar kata kata pertolongan dari si pemuda pirang, tentu saja langsung diiyakan oleh Toneri.

"Ya, maaf ya semuanya, aku sudah meminta tolong pada Naruto kun," dan dengan sangat cepat, dua pemuda itu berjalan menjauh dari kerumunan siswi yang kelihatan sangar di mata mereka.

.

#

.

"Naruto kun, terima kasih. Kalau kau tidak ada, aku tidak tahu bagaimana aku harus pulang," Naruto hanya mengibaskan tangannya sambil tersenyum pada Toneri yang berjalan santai di sisinya.

"Tidak apa apa, tak usah dipikirkan. Lalu apa kau sudah hapal jalan pulang ke rumahmu?" Naruto menatap Toneri dari sudut matanya.

"Sebenarnya memang belum sih," Toneri tertawa malu malu juga.

"Yosh, kalau begitu aku akan mengantarmu. Katakan saja dimana alamatmu," Toneri menatap penuh perhatian pada wajah Naruto yang tersenyum ceria. Mungkin ia baru menyadarinya sekarang, di wajah Naruto, ada garis garis halus seperti kumis kucing yang entah kenapa Toneri merasa itu kelihatan manis di wajah pemuda berkulit tan.

"Apa itu tanda lahir, Naruto kun?" tanpa ia sendiri sadari, Toneri bertanya sembari menatap wajah Naruto penuh perhatian.

"Eh?" Naruto mengerjap bingung, mendengar pertanyaan Toneri yang tiba tiba.

"Ya, ini. Apa ini tanda lahir, Naruto kun?" Naruto terpaku, merasakan jemari lembut menyentuh wajahnya. Menarik garis lurus perlahan, satu persatu.

"Eh, i-iya. A-ah memang sudah ada sejak dulu," mungkin karena merasa sedikit tak nyaman, karena Toneri yang mendekat ke arahnya, Naruto memundurkan tubuhnya. Bahkan kata katanya yang tergagap barusan, seakan dirinya seperti Hinata yang dulu juga suka sekali bicara tergagap gagap.

"Eh Hinata?" sepertinya Naruto baru menyadari sesuatu.

"Hinata?" Toneri mengulang nama yang tadi diucapkan Naruto.

"Eh, aku lupa harus mengembalikan bento boxnya tadi!" Naruto mengangkat tangan kirinya yang menjinjing bento box yang diselimuti kain berwarna biru muda.

"Aduh bagaimana ya? Toneri, maaf bukannya aku tidak mau mengantarmu, tapi aku harus mengembalikan box ini pada Hinata chan ke rumahnya. Jadi kau bagaimana ya?" Naruto bertanya bingung.

Seketika mata baby blue menampakkan sesuatu yang tak dimengerti Naruto. Senyum yang biasanya dilihat Naruto bertengger di wajah Toneri kembali muncul.

"Kalau begitu aku ikut saja. Sekalian aku ingin menghapal daerah sekitar juga, bagaimana menurutmu?"

"Yah, tidak apa apa sih, asal kau tidak apa apa berjalan kaki saja?" Naruto bertanya ragu.

"Kalau begitu aku tidak masalah, ayo Naruto kun."

"Tadi gadis berambut hiam panjang itu kan yang bernama Hinata?" Toneri memecah keheningan mereka berdua.

"Eh, iya. Dia Hinata chan. Namanya Hyuuga Hinata, sepupunya Neji."

"Lalu, Hinata itu bagaimana menurutmu Naruto?"

"Hinata chan?" Naruto menatap salju yang masih turun walau tak selebat tadi.

"Ano, dia gadis yang cantik dan juga manis. Dia juga baik, suka membawakanku bento. Hinata chan juga sangat feminim dan lembut, kupikir suatu hari siapapun yang menjadi suaminya pasti sangat beruntung, dia gadis yang baik," Naruto terkekeh mendengar pernyataannya sendiri.

Toneri memperhatikan Naruto dari sudut matanya. Seperti yang dikatakan teman temannya tadi, Naruto memang bodoh, atau mungkin juga terlalu polos untuk urusan seperti ini. Tapi itu lebih baik untuknya kan?

"Lalu bagaimana denganmu, Naruto kun?"

"Ehm? Maksudmu Toneri?"

"Aku juga ingin tahu banyak hal tentangmu. Sebagai seorang teman, aku tahu tentangmu tidak apa apa kan?" Naruto berhenti melangkah, membuat Toneri ikut berhenti dan menatap Naruto, menunggu jawaban dari bibir yang kelihatan pucat karena cuaca yang dingin. Uap dingin menyembur keluar dari celah bibir Naruto yang terbuka.

"Kupikir aku biasa saja. Aku ini anak yatim piatu. Sejak kecil aku tinggal di panti asuhan tanpa tahu siapa orang tuaku. Aku punya seorang teman dekat sekaligus rivalku. Kami selalu bertengkar dalam hal apapun, hehe. Tapi sejak aku masuk sekolah menengah pertama, hidupku menjadi lebih baik, tapi juga bisa menjadi lebih buruk," Naruto mengadahkan wajahnya ke atas, merasakan bulir bulir salju yang turun.

"Tapi sekarang semuanya sudah baik baik saja, lalu bagaimana denganmu Toneri?" Toneri memandang wajah Naruto yang tersenyum sekilas. Walau sekuat apapun Naruto berusaha menyembunyikan kesedihannya, tapi saphire biru itu tidak bisa membohongi Toneri. Di dalam sana masih tersisa setitik kesedihan.

"Aku juga yatim piatu, Naruto kun," Naruto terkesiap mendengarnya. Saphirenya memandang penuh perhatian pada Toneri. Dua kaki jenjang Toneri berjalan mendekat ke arah Naruto.

"Orang tuaku meninggal dalam kecelakaan ketika aku berusia 6 tahun. Sejak itu aku tinggal dengan kakekku, sampai sekarang. Karena itu aku sekarang ingin hidup untuk membahagiakan kakekku," kaki Toneri berhenti melangkah tepat di depan pemuda pirang.

Kembali tangan berkulit putih pucat bermain dikulit wajah tan. Rasa dingin menyesap di kulit wajah Naruto. Biru langit dan baby blue kembali bertemu, bertatapan dalam diam. Rasanya Naruto baru bisa melihat lebih jelas, lelaki berambut silver ini, sedikit lebih tinggi darinya.

"Walaupun ini hanya salju, tapi terlihat bagaikan air mata yang jatuh dari mata birumu, Naruto kun. Itu sama sekali tidak cocok untukmu yang hangat, Naruto kun."

Dalam cuaca yang begitu dingin, Naruto merasakan wajahnya memanas.

Tbc

Love it? Like it? Ehehehehe.. Sebenarnya udah sejak lama ane pengen bikin fic dari cerita The Last. Tapi karena ane kena penyakit mematikan bernama malas, jadi berbulan bulan saya berhibernasi dulu wkwkwkwkwk..

Saya jadi sedikit bersemangat setelah membaca fic Ayushina "My Last is You" yang bertemakan The Last for NaruSasu. Makanya sekarang saya coba mengetik The Last dalam AU versi. Awalnya coba canon, tapi sedikit bingung, karena mesti nonton filmnya lagi, jadi saya putuskan untuk mengetik yang aunya aja dulu deh.

Tapi apapun itu, bagi yang udah mereview, memfav, memfollow, saya lewat fic fic yang dulu, saya ucapkan Terima Kasih Banyak. Dan sekarang saya kembali dengan fic baru dan memutuskan untuk mengetik fanfic berchapter. Doakan saya bisa update cepat ya.

And at least but not for the last, terima kasih sudah membaca fic saya. Dan please reviewnya ya minna. Sekali lagi Terima Kasih Banyak... (^_^)