Disclaimer © Masashi Kishimoto

Story © Felicia Novresca

Pair © Uchiha Sasuke, Hyuuga Hinata

Rated © T

WARNING : OOC akut, typo, alur cepat dan teman-temannya.

Summary © Sebuah kesalahan dan surat misterius berwarna biru mengawali aksi pembantaian/Mampukah Hinata dkk mengungkap misteri tersebut?/Cekidot aja!

Note © Ditengah-tengah peredaran cerita romance, dengan kepercayaan diri level minus derajat celcius dan dengan modal nekat, gue tetep pengen publish ni fic. (pundung dipojokan meluk Sasuke)

Hati-hati baca fic Kika, ending-nya gak bisa ketebak. Setiap Author punya pemikiran dan ciri khas tersendiri dalam menulis.

Daripada reader kecewa dan bertingkah anarkis I need to tell you something :

Don't Like Don't Read

.

.

.

A Letter at 3 a.m.

Chapter 1

.

.

.

Bel nyaring KHS baru saja berbunyi, siswa-siswi yang masih berkeliaran di taman, di lapangan, di kantin dan spot-spot lainnya mau tak mau harus menyeret langkah kaki mereka memasuki kelas. Jam istirahat baru saja selesai, Guru-guru mulai berjalan menuju kelas yang akan mereka isi.

"Hei..." seorang siswa berambut hitam menyentuh bahu gadis yang berjalan di depannya.

"Hmm...?" sang gadis berbalik.

"Apa Sensei sudah menuju kemari?" tanya siswa yang bernama lengkap Uchiha Sasuke.

"Entahlah" gadis tersebut menjawab sekenanya lalu kembali mengambil langkah menuju kelas.

"Hinata... Apa kau membenciku?" tanya Sasuke.

"Tidak" gadis bernama Hinata tetap berjalan tanpa menatap Sasuke yang mengekor di belakangnya.

"Lalu?"

"Aku tidak mengerti pertanyaanmu. Jangan menggangguku" kata Hinata datar.

Hinata memasuki kelas disusul oleh Sasuke di belakangnya, kelas masih seramai pasar sore tempat pelelangan ikan. Bedanya, kita tidak bisa membedakan mana nelayan, mana penjual dan mana pembeli. Intinya penghuni kelas ini sama saja, pembuat keributan yang baru saja memenangkan nobel penghargaan yang tidak bergengsi.

Hinata melangkah malas menuju bangkunya, mata ungu miliknya terlihat sayu, lingkaran hitam di bawah matanya menambah kesan 'gadis yang sedang tidak baik-baik saja'.

"Jangan bilang semalam kau tidak tidur" Gaara, teman Hinata yang duduk di depannya berusaha menebak apa yang terjadi pada Hinata.

"Begitulah, padahal aku tidak melakukan apa-apa tapi aku tidak bisa tidur di malam hari. Aku tidur jam 5 pagi dan bangun jam 6 pagi" Hinata menjelaskan kepada Gaara penyebab mood dan ekspresi wajahnya berantakan akhir-akhir ini.

Anko-sensei, guru Matematika yang terkenal sangar dan anarkis, -seanarkis reader yang tidak menyukai ending beberapa fic- masuk kelas membagikan lembaran fotokopian soal pelajaran Matematika yang akan di ajarkan hari ini.

"Ayo anak-anak, jangan menampilkan wajah suram kalian. Bahagialah seperti saat jam istirahat tadi" mungkin Anko-sensei berusaha menyemangati siswanya yang sangat takut terhadapnya atau mungkin tidak menyukai pelajarannya.

Suara kertas yang dibuka dengan 'tidak pelan-pelan' mulai terdengar di seluruh jagat raya kelas XII.1, Sasuke yang duduk di samping Hinata sesekali melihat Hinata yang tak berminat menyentuh kertas di depannya. Sasuke tidak ingin berbicara pada Hinata, selama ini Hinata terkenal sangat cuek dan hanya berbicara bila perlu. Orang yang mengajak Hinata berbicara mengenai hal-hal yang tidak penting akan ia anggap sebagai pengganggu. Sialnya, gelar 'penganggu' sudah diberikan Hinata kepada Sasuke. Hinata tidak mengatakannya secara langsung pada Sasuke tapi Sasuke terlalu berinisiatif menyimpulkan segala sesuatunya.

Baru beberapa menit mendengarkan penjelasan Anko-sensei, mata Hinata sudah mulai berkontraksi memberontak minta di pejamkan untuk sesaat, hanya sesaat. Pandangan Hinata mulai kabur dan matanya sudah sangat berat, Hinata perlahan-lahan menjatuhkan kepalanya di meja. Tertidur.

"Aww.." Kiba yang duduk dibelakang Hinata baru saja mendapat lemparan kertas dari seseorang. Ia mencari sosok pelaku, ternyata Sasuke.

"Ada apa?" tanya Kiba pelan.

"Bangunkan dia" kata Sasuke memberikan isyarat kepada Kiba agar membangunkan Hinata.

"Aku takut" kata Kiba polos.

Semua laki-laki di dunia ini sepertinya harus belajar cara menjadi 'peka' dari Anko-sensei, baru 3 menit Hinata berlayar di dunia mimpi, feeling Anko-sensei sudah menangkap kode bahwa seseorang sedang tertidur saat pelajarannya berlangsung, sangat peka bukan? Dengan langkah pelan dan tak ingin mengganggu, Anko-sensei berjalan menuju bangku yang ditinggal tidur oleh penghuninya.

"Hyuuga-san" Anko-sensei berdiri disamping Hinata yang tertidur dengan mulut yang sedikit terbuka, seluruh murid warga XII.1 bersiap untuk menyediakan pertolongan pertama untuk diri mereka, Anko-sensei sudah berstatus siaga III.

"Nggghh... Sebentar lagi" Hinata seakan dibangunkan oleh ibunya dirumah. Lee yang duduk di pojok belakang bahkan menggigit jari-jarinya mendengar jawaban Hinata.

"HYUUGAAAA-SAN...!" suara Anko-sensei menggelegar, satu kaca jendela di luar sana sudah menjadi serpihan hati –eh- maksudnya serpihan kecil.

"Aaa.. Gomen!" Hinata bangun dengan panik.

"Keluar dan cuci wajahmu, jangan kembali sebelum kau siap untuk belajar" untunglah, hanya disuruh mencuci wajah.

Anko-sensei memandang seluruh kelas, ia tak mendapati siswa yang gemar menjadi peserta remedialnya saat ujian.

"Uzumaki Naruto, dimana dia? Apa anak itu sudah memesan peti mati?"

.

.

.

Izumo, petugas kebersihan sekolah tampak sibuk mengerjakan sesuatu di toilet yang sudah bertahun-tahun tak pernah terbuka. Larangan membuka toilet tersebut sudah menjadi hal yang wajib diketahui oleh seluruh siswa KHS, entah ada apa dengan toilet tersebut sampai-sampai pihak sekolah memasang rantai di gagangan pintu toilet tersebut.

Izumo sedang berjongkok membawa kotak yang berisi peralatan pertukangan. Hari ini Kepala Sekolah KHS, Tsunade, memerintahkan Izumo untuk mengganti rantai pintu toilet yang memang sudah sangat usang.

"Astaga, aku lupa membawa tang" rantai yang telah bertahun-tahun mengunci toilet tersebut sudah terbuka, Izumo akan memasang rantai yang baru tapi sepertinya ia lupa membawa sesuatu. Izumo pergi meninggalkan area toilet untuk mengambil tang.

"Siaall..." Naruto berlari dari kejaran Kotetsu, Naruto ketahuan main COC di belakang sekolah saat pelajaran sedang berlangsung.

Naruto merasa sedang berada dalam film zombie, ia sebagai pemeran utama dan Kotetsu sebagai zombie yang siap menjadikannya makan siang spesial. Naruto berbelok menuju toilet, bersembunyi di kamar toilet yang lain akan tetap ditemukan oleh Kotetsu. Hey, tunggu dulu, toilet yang dilarang untuk dibuka rantainya sudah tergeletak dilantai, Naruto menyentuh gagang toilet tersebut dan memutarnya.

Cklek

"Yosh! Terbuka" tanpa mengindahkan pesan dari Kepala Sekolah saat ia masih menjadi siswa baru yang culun dan selalu dipermainkan oleh kakak kelas, Naruto dengan santai memasuki toilet tersebut.

"Narutooo.. dimana kau..!" Kotetsu masuk ke dalam toilet membuka satu per satu kamar toilet, Naruto di landa sweatdrop saat mendengar satu per satu pintu toilet disampingnya terbuka.

"Hah, apa ini? Izumo meninggalkan toilet ini saat belum memasang rantai" kata Kotetsu saat berada di depan toilet tempat Naruto bersembunyi.

Berhasil. Kotetsu mencari Naruto ke tempat lain. Tanda-tanda keberadaan Kotetsu sudah tidak ada, Naruto keluar dari toilet lalu menutupnya kembali. Naruto tidak menyentuh apapun di dalam toilet tersebut termasuk keran air tapi saat Naruto meninggalkan toilet tersebut air keran terdengar mengalir dengan pelan.

Naruto baru saja membangunkan 'sesuatu' dari tidur panjangnya.

Hinata berjalan lesu tak bersemangat menuju toilet untuk membasuh wajahnya, Hinata tahu air lautan Atlantis pun tidak mampu menghilangkan rasa kantuknya, yang ia butuhkan bukan cuci muka tapi tidur. Mau bagaimana lagi, Anko-sensei memintanya untuk mencuci muka, Hinata tetap melakukannya sebagai formalitas saja.

Di tengah perjalannya menuju toilet, dari kejauhan Hinata melihat sosok siswa bermata biru yang berlari dengan kecepatan di luar kendali baru saja keluar dari toilet.

"Aa, Hai Hinata. Apa Anko-sensei sudah memulai pelajaran?" tanya Naruto kesulitan mengatur nafasnya.

"Um" Hinata mengangguk.

"Aku duluan" Naruto berlari menuju kelas meninggalkan Hinata.

Angin berhembus menerbangkan surai indigo Hinata, ia menatap pohon-pohon di sekitar bangunan KHS tapi tidak ada yang bergerak. Artinya tidak ada angin. Tapi kenapa rambutnya baru saja tertiup angin?

Perintah Anko-sensei mengalahkan rasa penasaran Hinata terhadap angin aneh yang baru saja menerpanya, Hinata harus mencuci wajahnya lalu kembali ke kelas.

"Izumo-san, apa yang sedang anda lakukan?" tanya Hinata di depan toilet laki-laki.

"Aku sedang memasang rantai pada toilet ini, apa Hyuuga-san tidak ada kelas?" tanya Izumo yang berkutat dengan rantai.

"Ano saa, kenapa toilet ini harus dirantai? Rusak?" tanya Hinata memandang toilet yang dikeramatkan oleh warga KHS.

"Sebaiknya Hyuuga-san kembali ke kelas, jangan berlama-lama di depan sini. Apalagi ini toilet laki-laki" Izumo mengangkat kotak plastik dan meninggalkan Hinata.

.

.

.

"Osokunatte sumimasen" Naruto membungkuk di depan pintu.

Anko sensei menggerakkan bola matanya memberi isyarat kepada Naruto untuk masuk kelas. Naruto duduk di bangkunya, membuka fotokopian yang dari tadi kesepian menununggunya. Angin yang tadi membelai rambut Hinata, kini masuk ke kelas XII.1, membelai beberapa helai rambut pendek Anko-sensei yang sedang memeriksa PR siswa kelas XII.1.

Angin tersebut mengikuti Naruto.

Hinata masuk kelas dengan poni yang sedikit basah oleh air. Sasuke menatap Hinata memberikan senyuman, yang diberikan senyuman hanya mengangguk lalu duduk memperhatikan soal Matematika yang begitu rumit.

Kelas begitu hening saat mengerjakan soal Matematika dari Anko-sensei, dentingan jarum jam dinding, gesekan antara pulpen dan kertas terdengar mengisi keheningan kelas XII.1.

"Ah, kenapa jatuh" Hinata melihat ke bangku bagian depan, seorang gadis berambut pink sebahu, Haruno Sakura, mengambil puplennya yang terjatuh.

"Pensilku mana? Tadi ada disini. Lee, kau menyembunyikannya?" Hinata berbalik ke belakang menatap gadis bermata aquamarine, Yamanaka Ino, yang kehilangan pensilnya.

"Ngh? Jam tanganku mati? Padahal baru dibeli" gadis berambut panjang, Shion, mengetuk jam warna pink di pergelangan tangan kirinya.

"Perasaan aku memasukkan botol air minumku di tas" gadis berambut coklat sebahu, Matsuri, merogoh tasnya mencari botol air minum yang tadi ia bawa kenapa sekarang menghilang? Hinata mulai dihampiri perasaan aneh, apa ini? Semua terjadi satu per satu.

"Gaara, pasang dasimu" Kiba yang duduk disamping Gaara menegur agar Gaara memasang dasinya yang terlepas. Dengan tampang aneh, Gaara memasang kembali dasinya.

'Gaara, dia selalu rapi, tadi saat menyapaku dasinya terpasang rapi. Kenapa sekarang dasinya terlepas?' batin Hinata saat melihat Gaara keheranan memasang kembali dasinya yang tidak pernah ia lepas.

"Kau juga, kancing bajumu dimakan anjing atau bagaimana?" Gaara memperhatikan kemeja Kiba yang tidak terkancing.

"Kancing bajuku copot" lagi, Hinata mengarahkan pandangannya kepada Kiba yang kehilangan kancing bajunya.

"Hei, itu ada surat biru di laci mejamu" kata Gaara memperhatikan laci meja Kiba.

"Sebuah surat? Apa mungkin ada gadis lain selain Shion yang menyukaiku?" terlebih lagi Kiba mendapatkan sebuah surat yang tak biasanya terjadi di zaman serba canggih seperti sekarang ini, Hinata semakin gemetar ketakutan.

"Kuas itu mana yaa," Hinata melirik ke arah lain, mendapati Sai yang sibuk mencari kuasnya. Bulir keringat mulai mengalir di pelipis Hinata.

"Sobek?" Hinata melirik ke kanan, Sasuke sedang memperhatikan kertas soal di depannya yang sobek.

Jantung Hinata berdegup kencang, ia berusaha menyakinkan dirinya bahwa semua ini hanyalah kebetulan. Ia bahkan tidak tahu mengapa ia merasa takut, mengapa ia merasa ingin meninggalkan kelas ini?

"Hah, kenapa soal nomor 20 tidak ada?" Bodohnya, Naruto yang juga mengalami keanehan berteriak dengan suara yang lumayan mengganggu.

"Kalau begitu naik ke papan mengerjakan soal 20" perintah Anko-sensei,

Hinata berusaha fokus kepada pelajaran, ia mencari soal nomor 20 di kertas soal miliknya. 'Tidak ada'.Tu-tunggu, tidak ada? Maksudnya, menghilang? Soal Matematika yang ditinggalkan Hinata di mejanya menghilang, ia menatap sekeliling. Teman-temannya tidak mungkin mengerjainya, mereka bahkan takut berbicara kepadanya.

Hinata mulai merasakan kepalanya seakan berputar-putar, ia mengerjap-ngerjapkan matanya berusaha memperjelas pandangannya yang mulai gelap, seluruh tubuhnya terasa dingin, keringat dingin mengalir di punggungnya, tangannya bergetar dan-

Hap.

Sasuke yang duduk disamping kanan Hinata dengan sigap menangkap tubuh Hinata yang ambruk, dari tadi Sasuke memperhatikan Hinata yang tampak cemas memandangi teman-teman sekelas mereka.

.

.

.

Pelajaran hari ini berakhir dengan sangat tidak menyenangkan, para siswa membawa pulang setumpuk PR yang menambah list to do mereka. Seorang siswa berambut coklat dengan tato segitiga merah di kedua sisi pipinya membuka buku Fisika tempat ia menyimpan surat berwarna biru yang ia dapatkan secara misterius.

"Surat apa?" tanya Shion kepada Kiba yang membuka kertas berwarna biru ditangannya.

"Ngh? Entahlah, tulisannya tidak jelas. Nama pengirimnya juga tidak ada" Kiba memandang kertas dengan tulisan yang tidak bisa terbaca, belum lagi surat tersebut sudah terlihat kusut.

"Ayo pulang" Shion melangkah meninggalkan kelas diikuti Kiba di belakangnya. Sebelum benar-benar meninggalkan sekolah, Kiba merogoh saku celananya meremas surat biru tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah.

"Bagaimana keadaan Hinata?" tanya Kiba menyusul Shion.

KHS perlahan-lahan sepi di tinggal siswa-siswi yang sudah tidak memiliki kepentingan di KHS hari ini. Sepasang kaki pucat nan keriput tanpa alas kaki berjalan pelan melangkah ke tempat sampah tempat Kiba membuang suratnya, roknya tampak lusuh, kemeja putihnya bercampur darah dan lumpur, rambutnya berwarna merah menutupi wajahnya, tangan pucat keriputnya mengambil surat tersebut lalu berjalan mengikuti Kiba dan Shion.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi tapi ruang UKS KHS masih diisi oleh siswa yang pingsan di saat pelajaran tengah berlangsung. Mata ungu yang memiliki lingkaran hitam masih tertutup rapat, bibir mungil berwarna merahnya sedikit terbuka. Hinata masih terbaring di kasur UKS. Sasuke yang menggendong Hinata ke ruang UKS memberi amanah kepada dirinya sendiri untuk menunggu Hinata hingga ia siuman. Sasuke duduk di kursi samping kasur tempat Hinata terbaring sambil membaca buku.

"Ngghh..." Hinata mengerang memegang kepalanya yang terasa sakit.

"Kau sudah bangun?" Sasuke menyimpan bukunya lalu menawarkan air minum kepada Hinata.

"Arigatou, ima nanji?" Hinata duduk di tepi kasur sambil meminum minuman yang diberikan Sasuke padanya.

"Jam pulang sekolah"

"Aku pingsan berapa jam?" tanya Hinata kepada dirinya sendiri.

"Aku tidak yakin tapi sepertinya kau pingsan sambil tidur siang" Sasuke memperhatikan Hinata yang baru bangun dari pingsan sekaligus tidur siangnya.

"Apa yang terjadi? Sebelum kau pingsan kau tampak gelisah" tanya Sasuke mengikuti Hinata yang beranjak keluar meninggalkan ruang UKS.

"Tidak ada, aku hanya kurang tidur"

.

.

.

Pukul 12 malam, Shion meregangkan seluruh tubuhnya di depan setumpuk tugas yang baru saja ia selesaikan, ia tak ingin berakhir di UKS seperti Hinata karena kurang tidur. Shion merapikan seluruh bukunya, mengunci pintu dan mengunci jendela.

"Ku pikir Kiba sudah membuangnya" gumam Shion saat menemukan sebuah surat yang ia yakini sudah di buang oleh Kiba sebelum mereka pulang. Shion melakukan hal yang sama dengan Kiba, meremas surat tersebut lalu membuangnya di tempat sampah bersama tumpukan kertas lainnya.

Teng... Teng... Teng...

Jam berbunyi sebanyak 3 kali. Jam telah menunjukkan pukul 3 pagi. Angin berhembus membuka pagar rumah Shion yang telah di gembok oleh satpam, pintu besar rumah Shion terbuka lebar, sepasang kaki pucat berjalan pelan tak bersuara menuju sebuah kamar di lantai dua, seiring dengan langkah kakinya, semua lampu yang di biarkan menyala padam satu per satu.

Tangan pucatnya dengan jari kuku yang panjang memutar knop pintu kamar Shion, pemilik tangan pucat tersebut mengambil surat berwarna biru diantara tumpukan kertas yang dibuang oleh Shion. Setelah menemukan suratnya, gadis dengan seragam sekolah lusuh mendekati Shion yang sedang tertidur, menarik tangan kanan Shion.

Mata indah Shion terbuka, ia melangkah mengikuti sesuatu yang terasa menarik tangannya, Shion memandang lurus dengan tatapan kosong, ia tidak menyadari apa yang terjadi dan ia melakukan segalanya di luar kesadarannya.

Shion menuruni tangga, melewati ruang tamu dan keluar dari pintu rumahnya, berjalan tanpa alas kaki dengan piyama warna merah kesukaannya. Shion berjalan di jalan raya yang sepi dengan wajah datar, matanya terbuka tanpa berkedip.

"Hei.. hei, ada gadis cantik sendirian malam-malam.." seorang pengendara motor memelankan laju motornya saat melihat Shion berjalan tanpa arah.

"HUUUAAAA...!" sang pengendara motor berteriak histeris lalu mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi saat Shion menatapnya dengan wajah yang berlumuran darah.

SSSHHIIIINNNNNGGGGGG...!

Suara kereta api yang bergesekan dengan rel terdengar memekakkan telinga, rambut panjang Shion melambai terkena angin kereta api yang baru saja melintas.

"A-APA INI, A-AKU DIMANAAA...!" Shion berteriak ketakutan saat mendapati dirinya berdiri di tengah rel kereta api. Shion berusaha berlari meninggalkan rel kereta tempatnya berdiri tapi nihil, ia tidak bisa bergerak, kepanikan Shion bertambah parah saat ia melihat sebuah kereta akan melintas menuju ke arahnya.

"TOLLOOONNNGG... TOOLOOONNNGG...!" Shion berteriak panik saat kereta semakin dekat dan ia masih berdiri tak bisa bergerak di tengah rel. Shion membelalakkan mata saat seorang gadis berambut panjang mendekatinya, matanya tajam menatap Shion, bibir pucatnya menyeringai pada Shion.

"Dia hanya milikku..!" sebelum kereta menabrak Shion, gadis yang menyeret Shion ke rel kereta api merobek surat berwarna biru di tangannya lalu menyelipkan sebagian ke kantong piyama Shion.

.

.

.

Mata Kiba terbuka saat ia merasakan angin berhembus dari jendelanya yang terbuka, Kiba bangun melihat jam 03.30 a.m. Dengan langkah gontai, Kiba membuka selimutnya dan menuruni kasur untuk menutup jendela kamarnya. Kaki Kiba menginjak sesuatu, surat berwarna biru yang tadi siang ia buang.

"Ke-kenapa bisa ada disini?" Kiba heran.

"Konbanwa..." seorang gadis cantik berdiri di balkon kamar Kiba. Mengagetkan Kiba yang masih menggenggam surat biru.

"Ka-kau siapa? Ba-bagaimana bisa kau ada disini?" Kiba bertanya kepada gadis berseragam sekolah yang ada di depannya, gadis tersebut sangat rapi. Kemeja putihnya bersih, roknya melambai tertiup angin, kaos kaki dan sepatu, tidak lupa rambut merahnya tergerai panjang dan kacamata yang bertengger di hidungnya. Gadis yang sama yang telah membawa Shion menuju rel kereta api.

"Daisuki, Anata no koto ga suki... Uchiha-san" gadis tersebut tersenyum kepada Kiba.

"A-apa maksudmu, aku bukan Sasuke. Aku sudah punya Shion" Kiba melangkah mundur perlahan saat gadis yang ada di depannya melangkah memasuki kamarnya.

"Jadi, kau sudah punya kekasih? Lalu, aku bagaimana?" gadis tersebut mulai menangis mengeluarkan tali dari tangannya yang sedari tadi ia sembunyikan di balik punggungnya.

"Ma-mau apa kau, PERGII...!" Kiba berteriak histeris, air mata gadis tersebut berubah menjadi warna hitam, kini wajahnya sangat berantakan menambah ketakutan yang di rasakan Kiba.

Kiba jatuh terduduk di sisi kasurnya saat gadis berwajah menyeramkan tersebut mulai mendekati Kiba, tangannya yang tadi mulus kini berubah menjadi tangan putih pucat nan keriput memegang tali yang kini ia lilitkan di leher Kiba. Kiba meronta berusaha melonggarkan tali yang menghambat pernafasannya,

Dddrrttt... Dddrrrttt...

Iphone Kiba bergetar, menampilkan nama Gaara. Kiba berusaha meraih Iphone-nya tapi kaki gadis yang sedang mencekiknya menggeser Iphone Kiba sehingga Kiba tidak bisa meraihnya. Mata Kiba melotot kesulitan bernafas dan beberapa detik kemudian Kiba jatuh terkulai lemas.

.

.

.

Tempat Pemakaman Umum Konoha ramai oleh orang-orang berpakaian hitam dan beberapa siswa-siswi berseragam KHS mengantar kepergian 2 teman mereka, Inuzuka Kiba dan Shion. Tangis siswa-siswi XII.1 pecah saat kedua mayat teman sekelas mereka dikebumikan. Sakura, Ino, Matsuri berpelukan dengan air mata yang mengucur deras. Hinata berdiri disamping Sasuke memandang dengan tatapan datar. Angin yang sama kembali berhembus membelai rambut Hinata.

"Sasuke..." panggil Hinata pelan.

"Ada apa?" Sasuke menatap Hinata yang menatap nisan Kiba dan Shion. Jujur saja, Sasuke merasa mendapatkan jackpot di saat yang tidak tepat saat mendengar namanya dipanggil oleh Hinata.

"Kita baru saja melakukan kesalahan" gumam Hinata,

"Aku tidak mengerti" kata Sasuke serius.

"Apa kau tidak merasa kita sedang dikejar sesuatu?" Hinata kembali bertanya, membuat Sasuke bingung.

"Apa maksudmu, Hinata?" Sasuke benar-benar di buat bingung oleh Hinata.

Sasuke, Hinata dan Gaara berjalan beriringan meninggalkan pemakaman, mobil polisi berhenti di depan gerbang TPU Konoha. Dua polisi keluar dari mobil berjalan melewati Naruto dan Sai yang berjalan di depan. Naruto dan Sai memandang aneh kepada dua polisi tersebut.

"Apa anda siswa Konoha High School yang bernama Gaara?" tanya seorang polisi.

"Be-benar. Ada perlu apa?" Gaara tidak pernah melakukan tindakan kriminal ataupun pelanggaran lalu lintas. Tapi mengapa ada polisi yang mencarinya?

"Ada apa ini?" Sasuke bertanya kepada polisi yang berdiri di depan Gaara. Hinata menundukkan kepala, membiarkan semua rambutnya menutupi wajahnya, ia menutup matanya, memikirkan dan merasakan sesuatu.

"Saudara harus kami tahan!" polisi menyentuh lengan Gaara.

"Apa yang kau lakukan, temanku tidak melakukan kesalahan apapun!" Naruto melangkah menuju polisi yang akan menangkap Gaara.

"Pak, teman kami baru saja meninggal. Sekarang apa lagi?" tanya Sakura frustasi.

"Justru itu. Kami curiga, Gaara lah yang membunuh mereka berdua. Untuk lebih jelasnya silahkan jelaskan di kantor polisi" Polisi memberikan asumsi mereka mengapa Gaara harus di tahan.

.

.

.

TBC