S pov

Namaku Shin, tepatnya Uchiha Shin, aku yatim piatu dan hanya hidup menumpang di salah satu kerabat orangtuaku yang beberapa tahun lalu pergi meninggalkanku didunia fana ini, tak ada yang menarik dalam diriku maupun suatu hal yang istimewa, aku selalu merasa jika aku hanya anak yang terlahir untuk dikucilkan bahkan oleh kerabat dekatku sendiri.

Namun apa yang bisa dilakukan oleh anak berumur 7 tahun sepertiku, tak ada, aku hanya akan diam saat mereka –kerabat dekat keluargaku- mengatakan jika aku hanya parasit yang mengganggu ketenangan hidupnya, ketika aku memutuskan untuk pergi keluarga lain yang masih bermarga Uchiha datang dan memintaku untuk tinggal bersama mereka, paman Fugaku dan bibi Mikoto.

Mereka orang yang ramah dan baik padaku, mereka memperlakukanku seperti memperlakukan kedua putra mereka, Itachi-nii dan Sasuke bocah yang seusia denganku, tapi tetap saja yang kuinginkan hanya tinggal dengan keluargaku yang utuh bukan hidup menumpang walau semua itu hanya angan-anganku saja.

Aku selama ini selalu menyendiri, Itachi-nii jarang dirumah sedangkan Sasuke adalah anak yang berkepribadian dingin dan anti sosial dengan siapapun termasuk aku, hingga aku enggan untuk menyapanya walau kami tinggal satu atap, aku sadar mungkin dia tak menyukai kehadiranku.

Suatu hari Sasuke terlihat berbeda dari biasanya tepat setelah hari ulangtahunnya yang ketujuh, dia tampak ceria walau wajahnya tetap dingin, dia pun lebih sering keluar rumah dan pulang dengan setangkai bunga lili ditangannya, hingga suatu hari aku memutuskan untuk mengikutinya, ternyata selama ini dia sering pergi ke sebuah bukit tinggi dengan pemandangan yang indah disekitarnya, aku memutuskan untuk bersembunyi sambil diam-diam memperhatikannya yang sedang duduk menunggu seseorang dan saat itulah aku melihat sesuatu yang benar-benar indah dan sangat cantik, sosok pirang yang sungguh mempesona bahkan aku sendiri pun terpana akan sosoknya yang bagaikan sinar matahari.

S pov end~

Disclameir : Naruto bukan punya saya #mukalemes

Pair : SasuNaru, ShikaKiba, dll

Genre : romance/ humor (maybe).

Warning : BL, typo (mungkin), OOC (nyempil), dll.

~DLDR~

Selamat membaca.

Part 8

Karin di buat tak mengerti dengan perubahan sikap Naruto akhir-akhir ini, si pirang lebih banyak melamun dan selalu tak focus pada apa yang ada didepannya termasuk pelajaran dikelasnya, ketika ia mencoba bertanya pada sang kakak, si pirang hanya bergumam lalu kembali meneruskan aksi bengongnya tanpa mempedulikan sekitarnya.

''Nii-san, kenapa kau menjadi aneh, apa ini ada hubungannya dengan Sasuke senpai?"

Naruto memang tak menjawab ketika tubuhnya menunjukan reaksi tersentak Karin pun bisa menyimpulkan jika kakak kelasnya itulah penyebabnya.

''Lupakan senpai tak tahu diri itu, dia tak pantas untukmu. Setelah tahu keadaanmu yang sebenarnya dia malah menjauhimu, apa dia tidak merasa jika dirinya brengsek.''

Lagi

Naruto hanya merespon seadanya lalu menelungkupkan kepalanya diantara siku lengannya, pikirannya terlalu kacau karena terus memikirkan Sasuke, pertunangannya yang mendadak dengan gadis bernama Sakura itu sungguh diluar perkiraannya, secepat itukah Sasuke memutuskannya, lalu apa arti dirinya selama ini, apa arti dari sikap kukuhnya saat ingin tahu segalanya tentang dirinya, sifat egois dan nekat si raven ketika menginap dirumahnya karena ingin mengenal lebih dekat sosok Naruto, lalu kemana semua itu sekarang, kenapa semuanya hancur lebur sekaligus hanya dalam satu hari karena sebuah insiden yang menguak jati dirinya didepan Sasuke, apa artinya semua ini?

Berbagai pertanyaan tak tentu arah bersarang dikepala Naruto hingga membuatnya tak focus dan sibuk mencari jawaban-jawaban yang sulit didapatnya, ibaratkan mencari jarum dalam tumpukan jerami sangat sulit hingga ia merasa akan stress kembali jika terus berlarut-larut dalam situasi yang sama.

"Karin."

Naruto akhirnya mau mengeluarkan suaranya walau masih dalam posisi yang sama.

''Eh?" respon Karin.

''Temani aku memilih baju untuk datang ke pesta pertunangan Sasuke senpai.'' Karin terhenyak, ia tak sanggup melihat sang kakak seperti ini hanya karena seseorang sudah cukup ia melihat betapa menderitanya Naruto saat berada diruang pesakitan apa ia harus kembali melihat hal yang sama untuk kedua kalinya, Karin meredam isakannya dengan cara membungkam mulutnya.

'Kau akan membayarnya suatu hari nanti, Uchiha Sasuke.' Batin gadis itu.

.

.

Prang

Sasuke tersentak kaget dan hampir terjatuh dari kursinya saat mendengar jendela kamarnya dilempar sesuatu hingga menyebabkan sebuah lubang dan serpihan yang menyebar kemana-mana, dengan hati-hati sang Uchiha bungsu menghampiri tempat dimana asal suara tersebut lalu ia pun melihat sebuah bulatan berwarna putih diantara serpihan kaca, diambilnya benda itu ternyata sebuah kertas yang membungkus batu berukuran sedang, pantas saja kacanya pecah.

'Apa ini?' batinnya saat ia membuka kertas itu terdapat sebuah tulisan disana.

Aku membuatnya tertawa dan kau membuatnya menangis

Aku berikan kebahagiaan untuknya sedangkan kau memberikannya rasa sakit

Ingat aku bisa saja merebutnya kembali darimu setelah apa yang kau lakukan padanya

Aku sudah memberimu kesempatan namun kau malah menyia-nyiakannya.

-S

Sasuke tak mengerti apa arti dari surat tersebut, siapa yang dimaksud oleh si pengirim surat itu padanya.

Cklek

''Sasuke ada apa? Tadi Kaasan seperti mendengar sesuatu dikamarmu?" Mikoto menghampiri Sasuke.

''Ah tadi ada orang iseng Kaasan.'' Jawab Sasuke gugup dibuangnya kertas ditangannya tanpa sepengetahuan Mikoto ketempat sampah didekatnya.

''Siapa orang iseng itu biar Kaasan berikan pelajaran padanya, lihat sekarang kamarmu jadi berantakan begini.''

''Entahlah dia pergi begitu aku melihatnya lewat jendela.''

"Ya sudah, sebaiknya kamu istirahat sekarang, Kaasan akan menyuruh maid untuk membersihkan kamarmu.'' Mikoto pun keluar dari kamar Sasuke.

'Siapa orang itu?' batinnya, ia masih penasaran dengan orang itu dan siapa orang yang dimaksudnya juga, siraven menggelengkan kepalanya mencoba tak mempermasalahkan hal yang terjadi barusan, ia akan menganggapnya sebagai orang iseng yang kurang kerjaan saja.

.

.

Beberapa hari pun terlewati begitu saja dan si peneror itu tak lagi mengirim pesan apapun dan dalam bentuk apapun pada Sasuke, hanya malam itu saja dan Sasuke merasa yakin jika hal itu memang tak perlu dirisaukannya namun entah kenapa setiap keinginan itu muncul tiba-tiba dadanya serasa dihantam sebuah batu.

Ada apa gerangan dengan perasaan aneh dan tak relanya itu?

Dan disaat yang bersamaan pula ia melihat satu hal yang kerap kali membuat emosinya naik hingga ke ubun-ubun, di ujung koridor menuju kelasnya ia melihat sahabatnya Sai tampak sibuk menggoda mantan pacarnya, Naruto.

Perasaan sesak dan tak rela itu kembali menguasainya padahal ia tahu jika ia sudah tak memiliki hubungan apapun dengan si pirang namun tetap saja ia merasa tak terima melihat Naruto dekat dengan siapapun kecuali Karin tentunya.

''Sasuke-kun kenapa?" tanya sosok berambut merah jambu disampingnya, ah sepertinya Sasuke melupakan keberadaan calon tunangannya yang sedari tadi berjalan disampingnya.

''Hn, bukan apa-apa.'' Jawabnya datar, Sakura hanya tersenyum kecut ia tahu segala hal tentang calon tunangannya itu, ia bahkan sangat tahu penyebab keretakan hubungan Sasuke dengan kohainya yang bernama Naruto itu.

''Malam ini adalah pesta pertunangan kita, apa kau benar-benar sudah memantapkan hatimu, Sasuke-kun?"

''Apa arti dari pertanyaanmu itu, Sakura?"

''Entahlah aku hanya merasa jika pertunangan ini...''

''Sudah jangan diteruskan, ayo kita ke kelas.''

Sakura diam ia tak lagi bersuara namun dalam hati ia merencanakan sesuatu di acara pertunangannya nanti.

.

.

"Nah Naruto-kun bagaimana dengan tawaranku saat itu, apa kau bersedia menjadi pasanganku di pesta pertunangan Sasuke?" tanya Sai yang selalu setia dengan senyum palsunya.

Naruto hanya memutar netra birunya dengan malas, ini sudah kesekian kalinya Sai mengeluarkan pertanyaan yang sama yang hanya di jawab oleh Naruto dengan kalimat 'akan kupikirkan dulu' setiap harinya dan sepertinya hari ini adalah finalnya ia harus membuat keputusan.

''Maaf Sai senpai, aku sepertinya sudah janji akan pergi kepesta itu dengan Karin.''

Sai memasang wajah kecewa namun kembali tersenyum palsu seperti biasanya.

''Ah sudah kuduga, pantas Naruto-kun tidak mau pergi bersamaku ternyata memang sudah ada yang punya ya.''

''Bu-bukan begitu senpai, ukh aku bingung mengatakannya.''

''Hahaha, tak masalah, maaf selama ini aku selalu mengganggu Naruto-kun dengan pertanyaan tak bermutu ku ini.'' Katanya diselingi tawa canggung.

''Senpai gomen, aku...''

''Sst jangan di pikirkan, aku mengerti, sebaiknya aku masuk kelas sekarang, jaa Naruto-kun.'' Sai masuk kedalam kelas yang tak jauh dari tempatnya berdiri, meninggalkan Naruto yang masih diam mematung di tempatnya.

'Maafkan aku senpai' lirihnya, ia pun berbalik lalu berjalan menuju kelasnya.

.

.

Gedung mewah tempat dilaksanakannya pesta pertunangan putra bungsu keluarga Uchiha dan putri tunggal keluarga Haruno pun terlihat ramai dengan berdatangannya para tamu yang diundang keacara tersebut.

Naruto menatap sendu mantan kekasihnya yang sebentar lagi akan bertunangan dengan gadis lain, jujur saja ia akui juga hatinya tidaklah merelakan si raven karena bagaimanapun sebagian hatinya sudah terikat kuat oleh cintanya pada sang pemuda raven.

''Ah aku terlihat seperti orang bodoh sekarang, menangisi hal yang tak penting.'' Monolognya.

Drttt

Ponsel Naruto berbunyi menandakan penggilan masuk dari seseorang, buru-buru ia ambil ponsel miliknya dan sebuah panggilan dari nomor tak dikenal pun tertera.

''Ya?"

'Jangan menangis sayangku, aku disini memperhatikanmu, lupakan sibrengsek itu dan kembalilah pada cinta sejatimu yaitu aku.' Ucap suara disebrang sana.

Naruto terkejut si penelpon itu tahu jika dirinya sedang menangis, apa itu artinya ia ada disekitarnya, Naruto memperhatikan sekitarnya mencoba mencari siapa saja yang sedang menelpon.

''Siapa kau? Dan dimana kau sekarang? Tunjukan dirimu, jangan menjadi seorang pengecut."

''Kau yakin tak mengenalku?" Naruto menerobos kerumunan para tamu demi menemukan si penelpon yang suaranya tak asing ditelinganya.

''Kau..''

"Jika kau bisa menemukanku aku akan menceritakan semuanya padamu, semuanya.'' Tegasnya.

Naruto terdiam, bukan, dia terdiam bukan karena perkataan si penelpon, ia terdiam karena menemukan sosok pemuda yang seusianya berdiri membelakanginya dengan ponsel ditelinganya.

''Apa itu kau.''

''Apa kau baru saja menemukanku, jika iya ikuti aku.'' Pemuda itu mematikan sambungannya lalu melesat dengan cepat membelah kerumunan orang-orang, Naruto pun tak kalah gesit saat mengikutinya.

Naruto memperhatikan punggung pemuda itu ia merasa familiar dengan sosoknya, bahkan suaranya pun sangat dikenalinya, mungkinkah sosok itu adalah 'dia', Naruto mempercepat langkahnya ia sungguh ingin memastikan semuanya.

.

.

Sementara itu Sasuke dan Sakura masih sibuk menyapa para tamu, walau pesta sudah dimulai namun acara pertukaran cincin belumlah dilaksanakan.

''Sakura-chan selamat ya atasa pertunangan kalian.'' Ucap seorang wanita cantik berambut merah pada Sakura.

''Ah bibi, pertukaran cincin saja belum di laksanakan jadi kami belum sah menjadi tunangan.'' Guraunya.

Sasuke awalnya terlihat tak acuh pada wanita itu namun saat ia menoleh dirinya langsung terkejut kala melihat sosok wanita itu.

''Kau tunangan Sakura-chan kan? Tampan sekali.'' Pujinya, Sasuke memandang wanita itu tak percaya apa dirinya sedang berhalusinasi.

''Sasuke-kun jangan bengong saja, tidak sopan menatap seseorang yang lebih tua seperti itu.'' Tegur Sakura karena merasa jika Sasuke terlalu berlebihan menatap wanita itu.

''Tak masalah Sakura-chan. Nah Sasuke-kun perkenalkan saya Uzumaki Kushina sepupu jauh ayah Sakura-chan.'' Wanita bernama Kushina itu memperkenalkan dirinya pada Sasuke.

"Saya Uchiha Sasuke, salam kenal bibi, dan maaf soal tadi.'' Ucapnya ramah, Kushina hanya tersenyum maklum seraya mengusap surai raven Sasuke.

''Jangan dipikirkan.''

''Ano..kalau boleh bisakah kita berdua bicara ditempat lain ada yang ingin saya tanyakan pada anda?"

Sakura dan juga Kushina di buat heran oleh permintaan Sasuke, ''Baiklah.'' Jawab Kushina setelah diam sejenak.

.

''Apa yang ingin Sasuke-kun tanyakan padaku?"

Kushina memulai percakapannya dengan Sasuke, saat ini keduanya berada disebuah ruangan yang hanya terdapat dua kursi yang saling berhadapan tak lupa sebuah meja bulat ditengahnya sebagai pemisah jarak keduanya.

''Apa anda mempunyai seorang putri?" Sasuke bertanya langsung.

''Ya, aku mempunyai seorang putri, namanya Karin dia satu sekolah dengan Sakura-chan bisa dibilang Karin satu tingkat dibawah kelas Sakura-chan.''

Sasuke terkejut mendengar sebuah nama yang tak asing baginya, jadi Karin adalah anak dari wanita didepannya tapi tunggu bukan itu jawaban yang diinginkan si raven.

''Maksudku apa anda mempunyai seorang putri bernama Naruko?"

Kushina berjengit senyum ramah diwajahnya kini hilang dan berubah menjadi sendu, ''Dia bukan putriku Sasuke-kun.'' Lirihnya.

Eh?

Apa maksudnya? Batin Sasuke heran.

''Dia memang bukan putriku tapi dia adalah putraku, namanya Naruto.''

Sasuke menganga tak percaya, apa katanya tadi Naruko adalah Naruto? Apa Naruto yang dimaksudnya adalah Naruto mantan kekasihnya.

"Aku masih belum mengerti.''

''Sejak dulu sebelum Naruto lahir, aku begitu menginginkan anak pertamaku adalah perempuan tapi takdir berkata lain Naruto terlahir sebagai laki-laki, aku tentu tak bisa menerima kenyataan ini hingga aku sering nekat mendandaninya layaknya perempun hingga akhirnya aku kembali mengandung dan lahirlah Karin.

Tapi itu tak mengubah pendirianku walau anak keduaku lahir berjenis kelamin perempuan tetap saja obsesiku menginginkan putraku sebagai perempuan terus berlanjut hingga ia tumbuh besar, saat itulah hubunganku dan mantan suamiku mulai retak kami sering bertengkar karena obsesiku yang menurutnya berlebihan pada Naruto dan memutuskan untuk berpisah, Naruto ikut dengan mantan suamiku dan Karin ikut denganku.'' Kushina menunduk saat mengakhiri ceritanya.

"Apa mantan suami anda bernama Namikaze Minato?"

Kushina sempat terkejut, darimana Sasuke tahu nama mantan suaminya namun ia pun mengangguk sebagai jawaban.

Sasuke tak mampu berkata apa-apa lagi ia terlalu shok, jadi selama ini gadis yang selalu ditunggunya adalah Naruto, mantan kekasihnya orang yang di putuskannya sepihak hingga menyakiti perasaannya.

Sasuke bangkit ia pun berjalan keluar dari ruangan itu dengan tergesa-gesa, ya dia berniat untuk menemui Naruto yang pastinya menjadi salah satu tamu di pestanya, ia harus segera menyelesaikan semuanya.

Ketika pintu dibuka Sasuke dibuat terkejut saat melihat sosok Sakura bediri tepat didepannya dengan berurai airmata.

''Sakura.."

''Aku mengerti Sasuke, aku mendengar semuanya, kau bertanya pada bibi agar tahu siapa gadis dimasa lalumu kan, yang ternyata dia adalah mantan kekasihmu sendiri.'' Sasuke diam, ia tak tahu harus merespon seperti apa.

''Maafkan aku Sakura, aku..''

''Pergilah, cari dia. Aku akan lebih merasa lega jika kau bersamanya Sasuke-kun, bersamaku kau hanya akan terbelenggu dalam ketidakpastian perasaanmu padaku, jangan memaksakan diri lagi oke.''

Sasuke mengangguk, ia merasa beruntung memiliki sahabat seperti Sakura, memang benar ucapan gadis pink itu jika ia terus memaksakan perasaannya pada Sakura, bukan hanya gadis itu saja yang tersakiti atas ketidakpastian perasaannya pada gadis itu namun dirinya pun akan ikut merasakan kesakitan yang sama karena sosok yang dicintainya pula.

''Ya kau benar Sakura, maafkan keegoisanku yang membuatmu ikut terlibat dalam masalahku.''

''Tak apa, aku senang menjadi teman 'curhat'mu selama ini.'' Sakura tersenyum jahil seraya menghapus jejak airmatanya.

''Sejak kapan aku curhat padamu, ah aku harus pergi.''

''Tunggu Sasuke-kun.'' Sasuke terpaksa menghentikan langkah karena Sakura menahan lengannya.

''Berikan ini padanya, bukankah dia yang lebih berhak menerima cincin ini, soal ayah dan ibu juga keluargamu biar aku yang bicara.''

''Terima kasih Sakura.''

Sakura memandang kepergian Sasuke dengan tatapan sedih ia merasa sesak sekaligus lega, Kushina yang sedari tadi memperhatikan pun memutuskan menghampiri gadis itu lalu merangkul bahunya.

''Jika dia memang bukan jodohmu, kau harus lebih kuat dan tegar saat merelakannya.''

''Iya bibi, aku akan berusaha, aku memang mencintainya tapi kebahagiaannya pun jauh lebih penting, dan sumber kebahagiannya adalah Naruto, anakmu."

''Aku pun tak menyangka jika Sasuke-kun adalah bocah yang selalu diceritakan oleh Naruto saat ia masih kecil dulu, dunia rasanya sempit sekali ne Sakura-chan.''

''Ya bibi benar.''

.

.

Pemuda yang diikuti Naruto berhenti ditepi kolam renang yang berada dibelakang gedung mewah itu, ia masih bergeming ditempatnya tanpa menoleh pada Naruto.

''Kau...aku tahu siapa kau sebenarnya. Kau Sai senpai kan?"

Sai menyeringai lalu berbalik menghadap Naruto, ''Kau benar ini aku, Sai atau kau bisa panggil aku Sa-kun.''

Netra biru milik Naruto membola sungguh ia sangat terkejut bukan hanya tebakannya saja yang benar namun juga sebuah nama yang sangat dikenalnya di ucapkan oleh pemuda itu.

''Apa maksudmu senpai, kau adalah Sa-kun?"

Sai tidak langsung menjawab, ia hanya memejamkan kedua matanya lalu kembali membukanya perlahan, ia mendekati Naruto menyisakan jarak beberapa senti darinya.

''Naru, apapun yang kau dengar dariku adalah sebuah kenyataan dan kau harus bisa menentukan pilihanmu setelahnya, kau mengerti,"

Naruto mengangguk tiba-tiba perasaanya berubah menjadi was-was, apa yang akan di jelaskan Sai padanya.

''Maafkan aku yang selama ini membohongimu Naru, tapi percayalah jika aku adalah Sa-kun mu yang kau anggap sudah mati.''

''Ap...bagaimana mungkin, bukankah saat itu.."

''Ya keadaan saat itu sepertinya memang memungkinkan jika aku tak akan selamat tapi kaupun harus tahu jika keajaiban itu selalu ada, aku buktinya selamat walau wajahku rusak parah saat itu, seseorang menyelamatkanku dia berkata jika aku koma selama lebih dari 5 bulan hingga tanpa ijin dia meminta dokter yang menanganiku mengoperasi wajahku, seperti yang kau lihat sekarang ini naru.''

''Lalu jika kau masih hidup kenapa kau tak pernah menemuiku, apa karena aku menjadi gila setelah kejadian itu yang membuatmu enggan menemuiku.''

''Tidak bukan itu, aku hanya merasa tak sanggup menemuimu karena aku pun saat itu terlalu bingung, aku merasa malu memperlihatkan wajah ini padamu, karena..."

''Karena apa?"

''Karena wajah yang kupakai saat di operasi adalah wajah Sasuke, dokter yang mengoperasi wajahku membentuk wajah ini seperti wajah Sasuke, ia menemukan poto Sasuke di dompetku hingga ia mengira jika itu adalah aku.''

''Apa kau sedang mengarang sebuah cerita senpai, sungguh karanganmu itu sama sekali tidak masuk akal, dan kau mengenal Sasuke sebelum kejadian itu terjadi, apa hubunganmu dengan Sasuke sebenarnya?"

Sai tertawa sangat keras, ''Sasuke, Sasuke dan Sasuke. Kenapa nama itu terasa bagaikan benalu dalam hidupku, sejak dulu aku selalu iri padanya, dia memiliki segalanya sedangkan aku, siapa aku? Aku hanya anak yatim piatu yang menumpang secara gratis dirumahnya.''

Naruto mengernyit Sai kini bercerita mirip orang mabuk yang mulai mengeluarkan keluh kesahnya secara jujur dan terang-terangan.

''Sasuke selalu mendapatkan keberuntungan, termasuk kau, ya asal kau tahu saja Sa-kun yang kau temui pada awalnya memang dia, dan aku hanya bayangan yang selalu mengikuti kemanapun dia pergi hanya untuk melihat dirimu.

Sasuke yang dingin, Sasuke yang antisosial berubah menjadi pribadi yang hangat saat bertemu denganmu, ia selalu menunggumu saat kau pergi namun dia pun memiliki batasan dia bosan menunggumu lalu menyerah tepat saat kau datang kebukit itu saat itulah aku Shin Uchiha yang menggantikannya lalu mengaku sebagai Sa-kun padamu.''

Naruto membekap mulutnya, pengakuan Sai sungguh di luar logikanya, "Ini aneh pasti ada kesalahan, kenapa kau lakukan ini?"

''Tapi begitulah kenyataannya Naru, aku terpesona pada pandangan pertama saat melihatmu di bukit itu dan memutuskan untuk mengikuti Sasuke setiap kali ia bertemu denganmu disana.''

"Aku masih tak percaya, jika kau adalah Sa-kun hiks.'' Naruto terisak pelan, hal yang diceritakan Sai padanya masih belum sepenuhnya ia percaya.

Sai mencengkram bahu Naruto hingga pemuda pirang itu meringis karena kesakitan, ''Kau boleh tak mempercayaiku Naru, walau kenyataannya Sasuke adalah Sa-kun yang sebenarnya tapi akulah Sa-kun yang menjadi kekasihmu selama satu tahun kau ingat itu, jadi apa keputusanmu sekarang, apa kau mau kembali padaku?"

''Maaf senpai aku tidak bisa.''

"Kenapa?"

''Karena perasaanku sudah berubah sejak bersama Sasuke senpai, perasaanku pada Sa-kun kekasihku yang dulu sudah lenyap karena rasa cintaku pada Sasuke senpai lebih kuat, mungkin sejak awal kami sudah terikat satu sama lain walau saat itu kami saling merahasiakan jati diri kami tapi ikatan itu tetap kuat hingga sekarang, walaupun kau berusaha menjadi dirinya saat itu tapi melihat kenyataannya sekarang aku bahkan tidak bisa kembali padamu karena hatiku sudah terlanjur mencintainya sebagai sosoknya.''

"Aku mengerti kau mungkin masih belum bisa menerima semua ini, tapi apa yang kau harapkan dari seseorang yang sebentar lagi akan bertunangan dengan orang lain, Sa-kun mu itu bahkan tak menerima kenyataan tentang keadaan mentalmu saat ini, dia sudah menyakitimu Naru.''

''A...Aku..."

''Pikirkan ini baik-baik, jika kau siap datanglah padaku.'' Sai melepas cengkramannya dibahu Naruto ia pun berbalik pergi meninggalkan Naruto.

Naruto masih berdiri di tempatnya, ia dilanda rasa bimbang apa ia harus mengejar Sai atau...

''Naru!"

Naruto melotot tak percaya saat gendang telinganya mendengar seseorang yang sangat dikenali suaranya memanggil namanya, ia menoleh dan mendapati sosok Sasuke tengah berusaha menetralkan nafasnya yang ngos-ngosan.

''Sen-pai?"

''Akhirnya aku menemukanmu, aku mencarimu hingga berlari-lari dan akhirnya sampai ketempat ini dan aku senang karena usahaku tak sia-sia.'' Ucapnya dengan nada sedikit tersendat.

''Kenapa senpai mencariku, bukankah seharusnya..''

''Aku tidak bertunangan denganya Naru, karena aku mulai sekarang akan selalu berada disisimu.'' Sasuke membawa Naruto kedalam pelukannya.

''Jadi maksud senpai?"

''Aku sudah tahu semuanya sekarang, kau adalah sosok yang selama ini kunantikan Naru, aku minta maaf karena sudah bersikap tak wajar padamu hanya karena mengetahui riwayatmu.''

''Senpai tahu dari siapa?" tanya Naruto, ia sedikit cemas jika Sasuke ternyata mendengar semua cerita Sai beberapa waktu yang lalu.

''Ibumu.''

"Eh?"

''Aku bertemu ibumu, wanita yang dulu mengajakmu pulang, dia ternyata masih memiliki hubungan saudara dengan Sakura disitulah aku mulai bertanya tentang Naruko yang ternyata adalah kau.''

"Tolong pertemukan aku dengan beliau senpai, kumohon." Naruto memasang wajah memelasnya yang tentu saja malah mendapat senyuman geli diwajah tampan itu.

''Tentu saja dobe, tapi kau boleh menemuinya setelah acara pertunangan kita selesai.''

''Eh tunangan? Aku dan senpai?"

''Ya, apa aku harus mengulanginya lagi dobe, dan mulai sekarang panggil aku Sasuke, walau kau kohai disekolahku tetap saja kita sepantaran kan, ayo sebentar lagi acara dimulai.''

''Ta..tapi bagaimana dengan..hmmm"

Sasuke mencium bibir Naruto saat ia merasa jika calon tunangannya itu mulai cerewet dengan berbagai pertanyaannya.

''Bicara satu kata lagi kau akan langsung kuseret kekamarku, Naru.''

Mulut Naruto terbuka kemudian tertutup kembali begitu mendengar ancaman menjurus kemesuman Sasuke terlontar, ia hanya bisa pasrah saja diseret oleh pemuda yang sebentar lagi resmi menjadi tunangannya.

.

Acara pertukaran cincin berlangsung dengan lancar tanpa ada pihak yang menghambat, baik pihak keluarga Uchiha maupun Haruno tak mempermasalahkan pembatalan pertunangan Sasuke dan Sakura karena gadis itu sudah menceritakan semuanya.

Naruto pun kini tak mampu lagi membendung rasa bahagianya begitu melihat sosok wanita yang selalu dirindukannya kini berada didepannya atau lebih tepatnya sedang memeluknya serta memberikan usapan lembut di punggungnya.

''Kaa-san aku rindu padamu?"

''Kaa-san juga Naru, berbahagialah bersama orang yang kau cintai dan mencintaimu.''

''Ne Kaa-san itu sudah pasti.''

Drrttt

Naruto merasakan ponselnya kembali dan kali ini sebuah pesan masuk, ia beringsut menjauhi sang ibu lalu membaca pesan dari nomor yang sama dengan nomor sebelumnya.

''Sai senpai.'' Bisiknya saat membaca pesan dari pemuda yang entah berada dimana saat ini.

"Ehem, mau sampai kapan melamun disana dobe, kau belum puas membuatku cemburu karena melihatmu memeluk ibumu lalu kau sekarang malah bermesraan dengan ponselmu, apa perlu ku museum kan saja ponsel sialan itu.'' Cerocos Sasuke tanpa jeda yang bagi Naruto bukan Sasuke sekali alias OOC.

"Aku hanya membaca pesan dari fansku saja teme, dan hei apa maksudmu itu kau cemburu pada kaa-san sungguh tidak sopan dan jangan harap kau bisa berbuat seenaknya dengan ponselku.'' Naruto mengembungkan pipinya lalu memalingkan wajahnya kesamping tanda ia sedang ngambek katanya.

Sasuke menyeringai setan, ia pun seketika mengangkat tubuh Naruto dengan gaya bridal lalu membawanya keluar dari gedung mewah itu.

''Teme kau mau membawaku kemana?"

"Menurutmu tempat apa yang paling cocok menyekolahkan bibirmu yang berani membantah seorang Uchiha yang terhormat ini?"

Glup

Naruto menelan ludahnya susah payah, sepertinya ia sudah membangunkan predator buas dalam diri tunangannya.

''Err Sasuke, aku minta maaf telah bicara kurang ajar padamu, jadi turunkan aku ya." Rayunya dan sepertinya itu tak mempan sama sekali.

''Hn, .bat. dobe.''

Dan Naruto pun tak tahan untuk tak berteriak.

''TEME MESUM TURUNKAN AKU!"

Pribadi Naruto yang dulu pun kembali padanya.

End

Pesan dari Sai untuk Naruto sesaat sebelumnya.

Aku disini melihatmu berbahagia bersamanya mencoba memberimu kesempatan kembali padanya, tapi ingatlah Naru bahwa aku tak semudah itu melepaskanmu untuknya, aku akan menguji seberapa kau mampu mempertahankan hubungan kalian, dengan teror yang akan kukirimkan untuk merusak hubungan kalian.

Sai

Real end/tbc for sekuel.

Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dalam ff saya, dan ff ini akan saya buat seri keduanya di wattpad dimana Naruto dan Sasuke menjalani kehidupan sehari-harinya, juga kelanjutan hubungan Shikakiba dan Nejigaa tak lupa saya tambahkan tokoh baru juga yang menjadi pelengkap jalannya cerita seri 2 ff ini nanti..

Sampai jumpa...