HEAL ME

Author : lolipopsehun

Ide Cerita : Elsita Fitryanda

Cast : Luhan, Sehun, Baekhyun, Kyungsoo, Jongin, Chanyeol. EXO 12!

Rate : M

Summary : Seorang gadis biasa –Luhan- yang menggilai sosok dokter misterius yang menolongnya lalu menghilang begitu saja –Sehun. Lalu sebuah pertemuan tak terduga yang terjadi karena kecelakaan kecil. EXO. GS. M. Mature. Hunhan. Sehun. Luhan. Kaisoo. Chanbaek. Kyungsoo. Baekhyun. Genderswitch.

.

.

DON'T COPY

PLEASE REVIEW

HAPPY READING

.

.

LUHAN POV

Hari ini cuacanya terlalu cerah untuk suasana hatiku yang tak begitu bagus. Ini hari yang panjang dan aku juga tak yakin akan berjalan dengan baik. Aku masih saja mengutuki kebodohanku yang meninggalkan kota kelahiranku dan memilih tinggal di ibukota super padat yang nyaris penuh seperti ini. Bergelut dengan polusi yang semakin kukenal dengan baik sekarang.

Sementara aku masih merutuki nasibku, Baekhyun –teman sekamarku- tampak terlalu bahagia pagi ini. Baekhyun berjalan, nyaris melompat-lompat dengan senyum merekah dibibirnya dan gumaman lagu kesukaannya tidak putus-putus dari mulut mungilnya.

Ya Tuhan gadis ini terlalu kekanakan.

"Kau sesemangat itu ya?" gerutuku, memandangi tingkahnya dengan heran dan juga sedikit jijik. Dia punya banyak sekali energi untuk dihabiskan sia-sia.

Baekhyun menoleh kearahku yang berjalan di belakangnya dengan malas. "Tentu saja, ini hari pertama kita masuk kuliah kan?"

Aku mendengus kearahnya. "Kau pikir aku melupakan hal itu?"

Baekhyun memperlambat langkahnya untuk menungguku dan menggandeng tanganku seperti seorang anak kecil, menelusuri trotoar jalan yang mulai padat dipagi hari. "Ayolah, Luhan. Hari ini kita akan ada pengenalan kampus kan. Mana semangatmu," rengek Baekhyun sambil menggoyang-goyangkan genggaman tangannya.

Aku menutupi wajahku dengan sebelah tangan, merasa malu karena banyak orang yang memperhatikan tingkah konyolnya. "Kau menarik banyak perhatian untuk seorang mahasiswa baru," erangku, berusaha untuk tidak menendang bokongnya.

Baekhyun merengut kemudian melepaskan tanganku dengan kasar dan kembali berjalan mendahuluiku. "Terserahlah, aku memang menantikan hari ini," ucapnya riang.

"Oh sial. Aku benci hari ini,"

.

Penyambutan mahasiswa baru yang kuduga sebelumnya akan berjalan membosankan, memang berjalan membosankan. Bahkan Baekhyun yang tadinya memiliki semangat menggebu-gebu, nyaris tertidur di sebelahku.

Kami sedang diberi ceramah yang menurutku tidak penting oleh orang yang tak kuketahui. Ini sudah berjalan nyaris lima jam tapi belum ada tanda-tanda akan selesai.

Ya Tuhan, aku butuh istirahat.

"Luhan," Baekhyun kembali merengek dengan mata terpejam, entah dia mengigau atau bagaimana sekarang. "Aku pusing," bisiknya lagi.

"Aku juga," balasku acuh. "Kemana semangatmu tadi pagi?" sindirku.

"Lu–," perkataan Baekhyun terhenti karena kepalanya jatuh dipangkuanku. Aku menggoyangkan lututku untuk membangunkannya tapi Baekhyun tidak bergerak sama sekali.

"Baek, kau baik-baik saja?" bisikku, masih menggoyangkan lututku tapi dia tidak merespon. Apa yang salah dengan gadis ini sekarang.

Aku memutar tubuh, mencari bantuan karena aku tidak tau apa yang harus kulakukan sekarang. "Hey bisa kau tolong aku?" aku memanggil seorang pria yang duduk disebelah Baekhyun. Pria itu menoleh kearahku. "Sepertinya dia pingsan," tambahku sambil nyengir.

Pria itu sedikit terkejut sebelum akhirnya mengangkat tubuh Baekhyun dariku. "Bantuu aku membawa dia ke atas,"

Aku mengangguk, membantu mengangkat tubuh Baekhyun keatas punggung pria itu, beberapa orang disekitar kami, memandangi dengan heran sedangkan aku hanya membalas tatapan mereka dengan senyuman.

Seperti orang bodoh.

Pria tadi menggendong tubuh Baekhyun ke ruang kesehatan di atas, beberapa orang disana terburu-buru membantu Baekhyun untuk menidurkannya di atas matras. Sedangkan aku berusaha mengikuti orang-orang yang membawa Baekhyun sambil menggenggam tas ranselnya.

Lagi-lagi aku seperti orang bodoh.

Ruangan ini berubah menjadi riuh sejak kedatangan Baekhyun yang tidak sadarkan diri. Ada beberapa orang dengan jas dokter berlarian sambil membawa beberapa alat-alat yang sama sekali tak kumengerti kegunaannya. Aku harus menyingkir sedikit karena mereka nyaris menabrakku, tubuhku terhuyung-huyung karena dorongan-dorongan orang-orang itu.

Seseorang menarik tanganku, menyeretku untuk menjauhi jalur yang ramai. Aku mendongak untuk melihat wajah orang yang menarikku dengan kurang ajar dan kasar, bibirku sudah siap memberinya sumpah serapah.

Tapi aku tidak bisa mengatakan satu kata pun.

Aku membeku. Seluruh tubuhku tak bisa digerakkan.

Demi Tuhan, aku sedang melihat Dewa Yunani.

Secara nyata.

Dihadapanku.

Pria dengan kulit pucat dan wajah yang terpahat sempurna berdiri dihadapanku. Keningnya sedikit berkerut tapi tidak mengurangi kesempurnaan wajahnya. Tubuhnya tinggi tegap dibalut dengan kemeja hitam yang menempel rapat ditubuhnya yang berlekuk indah. Rambut hitam pekatnya menutupi dahinya, sungguh perpaduan yang sempurna. Bibir tipis mungilnya berwarna merah muda. Aku sempat penasaran bagaimana rasa bibir itu.

Ya Tuhan, siapa malaikat ini.

Dia pasti bukan manusia. Tidak ada manusia yang sesempurna dia.

Oke, berhenti berpikir tidak rasional, Luhan.

Pria itu menyentuh dahiku dengan sebelah tangan, sementara tangan satunya menggenggam pergelangan tanganku erat-erat. Ini nyata. "Kau baik-baik saja?"

Apa dia bilang?

Aku mengangguk, kaku. Aku pasti tampak seperti orang bodoh sekarang ini. Oh tidak. Aku tidak bisa mencerna dengan baik apa yang dia bicarakan.

Pria itu tersenyum sedikit, membuat jantungku berpacu dengan cepat dan semakin cepat. Wajahku memanas dan aku berani bertaruh wajahku pasti semerah tomat busuk. Apa yang terjadi padaku.

Pria itu menarikku perlahan untuk mendudukkanku disofa sudut ruangan. Apa aku mulai berhalusinasi sekarang. Aku tidak yakin pria ini nyata.

Tapi sentuhannya bisa kurasakan. Dia nyata.

Tapi bagaimana bisa ada manusia sesempurna dia?

"Kau merasakan sakit?" suaranya terdengar halus ditelingaku. Aku bahkan memejamkan mata saat mendengar suaranya, menikmati suara indahnya yang sehalus beledu. Sesaat aku kembali menarik diriku ke alam sadar dan aku harus mati-matian mengalihkan pandanganku darinya. Ini benar-benar nyata. "Kau pucat sekali," tambahnya.

Aku menatapnya takjub, masih tidak bisa mempercayai ini seratus persen. "Ak–," sial, kemana suaraku pergi.

"Tunggu sebentar, aku akan mengambilkanmu vitamin," dia berlari menjauhiku begitu saja.

Aku baik-baik saja. Sangat baik-baik saja.

Kenapa aku tak bisa bicara.

Siapa pria sempurna itu.

Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku sekarang.

Aku memegangi kedua pipiku yang memanas, kemudian memeriksa detak jantungku sendiri. Ya Tuhan, ini berdetak jauh lebih cepat dari biasanya. Apa yang terjadi denganku sekarang. Jika seperti ini, apa aku tidak akan terkena serangan jantung.

Oh tidak. Jangan bodoh, Luhan.

Pria tadi berlari kembali dengan air putih ditangannya. "Minum ini," aku meraih gelasnya ragu-ragu. "Aku sudah melarutkan vitamin di dalamnya," aku mengangguk ringan, mengangkat gelas itu ke bibir.

Pria itu tersenyum, sial.

Sementara aku minum dengan hati-hati, pria itu menarik tangan kananku untuk memeriksa denyut nadi dipergelangan tanganku. Dia lagi-lagi mengerutkan kening sebentar kemudian tersenyum.

Kumohon jangan tersenyum lagi padaku. Aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri.

"Kau lebih baik?" tanyanya, dan lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk kaku.

Aku pasti tampak sangat bodoh sekarang.

"Oh Sehun, bantu aku," teriak seorang pria dari balik ruangan yang tertutup kain berwarna putih.

"Sebentar," Dewa Yunani di depanku ini balas berteriak. "Duduklah dulu disini, kau bisa kembali jika sudah merasa lebih baik," senyumnya mengembang lagi, kemudian dia pergi meninggalkanku.

Oh Sehun.

Oh Sehun.

Oh Sehun.

Aku mendapati diriku sendiri tersenyum dengan gelas kosong ditangan. Pria tadi, aku menyukainya.

Oh Sehun.

.

.

AUTHOR POV

Sore ini Luhan menumpang mobil Chanyeol, pria yang tadi membantu Baekhyun. Sedangkan Baekhyun tidur di bangku belakang, gadis itu masih sakit sejak kejadian pingsannya yang mendadak tadi. Chanyeol memaksa mengantar mereka berdua karena Baekhyun tidak mungkin pulang dengan naik bus.

Luhan sama sekali tidak bisa memfokuskan dirinya, dia hanya memandang keluar jendela, melamun. Gadis itu masih saja memikirkan sosok pria misterius yang tadi mengira dirinya sakit dan memberinya obat. Entah mengapa untuk pertama kalinya, gambaran wajah pria itu tidak mau hilang dari ingatannya.

Sebenarnya ini tidak masuk akal. Luhan yang sama sekali tidak mengenal pria itu, baru pertama kali bertemu dengannya tapi hatinya sudah bergedub sangat kencang. Bahkan sekarang saat Luhan kembali memikirkannya, detak jantung gadis itu nyaris melebihi garis normal.

Luhan sadar, ada yang tidak benar dengan dirinya.

"Kau yakin tidak perlu membawanya ke rumah sakit?" suara Chanyeol yang tiba-tiba membuat Luhan tertarik masuk ke alam sadar sepenuhnya.

Luhan hanya bisa menggeleng, memandangi Baekhyun dengan pandangan iba. Baekhyun benci rumah sakit, begitu pula dengan dirinya. "Kurasa Baekhyun akan baik-baik saja. Dia sudah mendapatkan cukup obat untuk hari ini,"

Chanyeol membuang napas beratnya, kentara sekali pria itu khawatir. "Memangnya bagaimana bisa dia sampai kekurangan darah seperti itu?" lanjutnya lagi, seolah-olah tidak membiarkan Luhan kembali masuk ke bawah alam sadarnya.

"Baekhyun mengalami insomnia parah semalam, aku tidak tau kalau akan seburuk ini," desah Luhan, gadis itu masih sulit fokus pada hal lain selain Oh Sehun.

Oh Sehun.

Pria sempurna yang tadi Luhan temui di ruang kesehatan kampus. Pikiran Luhan masih terpusat pada pesona mematikan pria itu. Bagaimana bisa seorang gadis yang tidak peduli dengan orang lain seperti Luhan tidak bisa berhenti memikirkan pria asing.

Yang tampan.

Dan sempurna.

Mirip Dewa Yunani.

Iblis macam apa dia.

Luhan menghela napas beberapa kali, menenangkan pikirannya yang berkecamuk. "Chanyeol," suara Luhan nyaris terdengar seperti gumaman. Chanyeol menoleh ke arahnya sekilas, menjawab Luhan dengan gumaman ringan. "Apa tadi kau menemani Baekhyun sampai dia sadar?"

"Tentu saja,"

Luhan masih menimang-nimang, ragu-ragu untuk melanjutkan pertanyaan bodohnya atau tidak. "Apa kau tau pria memakai kemeja hitam yang tadi menolong Baekhyun?" akhirnya Luhan memutuskan mencoba.

Luhan memandangi Chanyeol yang mengerutkan kening dengan bingung, dia seperti sedang berusaha mengingat sesuatu.

Chanyeol akhirnya menggeleng. "Hanya beberapa dokter yang menolongnya,"

"Begitukah?"

Chanyeol mengangguk pasti. "Memangnya ada apa?"

Luhan nyengir kearahnya, berusaha menutupi kebodohannya. "Tidak apa-apa,"

Luhan memejamkan matanya, mulai berpikir bahwa Sehun hanya imajinasinya saja. Sepertinya Luhan harus menemui dokter karena dia mulai berhalusinasi tentang sosok pria tampan itu. Atau mungkin sekarang dia benar-benar sudah gila.

.

.

Keesokan paginya, Luhan harus berangkat menuju kampus untuk menyelesaikan sesi pengenalan kampus yang panjang. Berbeda dengan kemarin, hari ini dia harus berangkat sendiri karena Baekhyun masih sakit. Bedanya lagi, hari ini Luhan sedikit bersemangat dibanding dengan kemarin. Apalagi yang gadis itu harapkan selain bertemu dengan sosok pria misterius yang kemarin ditemuinya.

Oh Sehun.

Pria asing yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak semalam.

Oh Sehun.

Pria asing yang membuat Luhan berpikir bahwa dia sudah benar-benar tidak waras.

Oh Sehun.

Pria asing yang memenuhi pikirannya sampai saat ini.

Luhan melangkahkan kakinya menuju gedung kampusnya yang menjulang tinggi. Hari ini jadwalnya sudah mulai masuk kelas meskipun masih dengan acara perkenalan yang hampir sama. Gadis itu tidak henti-hentinya mengedarkan pandangannya menelusuri gedung kampus, mencari sosok Oh Sehun.

Tapi hingga dia berada di depan kelasnya, pria itu tidak menampakkan dirinya sama sekali.

Luhan tercengang melihat kelasnya yang sangat besar dan luas. Dia pernah melihat ini di film sebelumnya, tapi Luhan tidak tau kalau kelasnya akan semenakjubkan ini. Luhan pikir, kelasnya bisa menampung lebih dari seratus orang, ini mengingatkannya pada sebuah gedung pertunjukan opera di kotanya.

Kelas hampir penuh sementara Luhan masih berdiam diri, gadis itu menduduki kursi paling atas dibelakang. Setelah melempar ranselnya ke lantai yang berlapiskan karpet merah, Luhan memasang earphone-nya, menyalakan musik kesukaannya dan mulai memejamkan mata.

Lalu sayup-sayup suara penyanyi balada favoritnya terdengar mengiringi pikirannya yang kembali melayang-layang menemui sosok pria misteriusnya.

Seseorang mengguncang bahunya pelan, membuatnya dengan malas membuka mata dan menghilangkan sosok pria misterius dalam pikirannya. Luhan mendongak dengan malas, siap melontarkan kata-kata pedasnya pada siapa saja yang menganggu kegiatannya.

Tapi Luhan mengurungkan niatnya karena seorang gadis lucu sedang tersenyum ke arahnya. "Maaf, boleh aku duduk disini?" tanya gadis itu.

Gadis itu lucu, dengan mata bulat dan pipinya yang gembul. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai rapi begitu saja. Luhan balas tersenyum. "Tentu," ucapnya mempersilahkan.

"Aku Kyungsoo," gadis itu mengulurkan tangannya.

"Luhan," Luhan menyalami dan membalas senyumnya.

"Senang bertemu denganmu, Luhan,"

"Senang bertemu denganmu,"

Selanjutnya Luhan dan Kyungsoo sudah sibuk dengan perbincangan hangat mereka yang tidak berujung. Mereka membicarakan apa saja yang mereka lihat sepanjang acara. Kedua gadis itu masih sangat normal karena bergosip tanpa henti.

Luhan sendiri harus berterima kasih kepada Kyungsoo karena sudah menghalanginya dari fantasi-fantasi liarnya sendiri tentang Sehun. Luhan takut kegiatan baru melamunnya itu akan jadi kebiasaan buruk dimasa depan.

Saat jam makan siang, Luhan dan Kyungsoo memilih menghabiskan lunch box mereka di dalam kelas yang mulai kosong. Mereka masih mengobrol dengan suara rendah dan cekikan seperti dua gadis yang sudah berteman lama, padahal mereka sama-sama baru saling kenal.

"Kau harus janji mengenalkanku pada Baekhyun," rengek Kyungsoo saat Luhan menceritakan roommate-nya yang sangat hiperaktif.

Luhan mengangguk. "Tentu saja. Kau pasti akan–," Luhan berhenti bicara saat pandangannya menangkap bayangan pria misteriusnya memasuki pintu kelasnya dengan lunch box ditangannya.

Luhan menggosok matanya beberapa kali, takut jika sosok Sehun hilang setelah dia menggosok matanya, takut jika itu hanya imajinasinya saja. Tapi ternyata Sehun masih berdiri disana, dengan seorang pria yang tak dikenalnya.

Luhan tidak sedang berhalusinasi.

Jantungnya mulai bereaksi lagi.

Dewa Yunani-nya sedang berdiri disana.

Masih tampan dan sempurna seperti kemarin.

Sementara Luhan membeku, Kyungsoo menatapnya heran dengan mulut penuh, matanya mengikuti pandangan beku Luhan dan mata Kyungsoo membulat sempurna karena mendapati dua orang pria disana sedang mencari sesuatu.

"Kim Jongin," teriakan Kyungsoo membuat Luhan mengalihkan pandangannya kepada Kyungsoo yang sedang melambaikan tangannya beberapa kali dengan senyum merekah dibibirnya.

Apa yang Kyungsoo lakukan, batin Luhan.

Luhan memandangi Sehun lagi, dan pria yang berada disebelah Sehun membalas lambaian tangan Kyungsoo. Dia pasti pria yang baru saja Kyungsoo panggil dengan nama Kim Jongin. Kyungsoo berlari kecil menghampiri Jongin, sedangkan Luhan dengan bodohnya –masih- memandangi Sehun.

Tapi Sehun sama sekali tidak menyadari keberadaan Luhan disana.

Luhan tidak berhalusinasi, dia tidak gila. Oh Sehun itu nyata.

Kyungsoo melambai beberapa kali setelah selesai berbicara dengan Jongin. Kemudian Jongin dan Sehun keluar begitu saja. Luhan sama sekali tidak memutuskan pandangannya dari Sehun karena gadis itu benar-benar menikmati pemandangan wajah Sehun dengan detak jantungnya yang tak beraturan, sampai punggung Sehun menghilang dibalik pintu.

Luhan menatap Kyungsoo meminta penjelasan dan hanya dibalas dengan gelengan kepala ringan.

Kyungsoo memberikan bungkusan dalam plastik pada Luhan yang Jongin bawakan untuknya, kemudian menghembuskan napas kesal. "Kau bisa memakannya,"

Luhan menatapnya bungkusan didepannya dengan bingung. "Bukannya pria tadi memberikan ini padamu?"

"Aku tidak makan junk food," dengusnya kesal. "Aku sedang diet, asal kau tau saja,"

Luhan hanya mengangguk singkat, kemudian membuka bungkusan itu dan mulai menjejalkan french fries ke dalam mulutnya. "Siapa mereka Kyung?" Luhan akhirnya bertanya, membuat suaranya terdengar acuh padahal Luhan benar-benar penasaran dengan latar belakang Dewa Yunani-nya.

"Itu Kim Jongin. Dia kakak tingkatku saat masih sekolah, sekarang dia mahasiswa kedokteran tingkat akhir," Luhan hanya mengangguk-angguk. Tapi bukan Jongin yang ingin Luhan ketahui.

"Lalu pria yang bersamanya?" Luhan masih bertanya dengan hati-hati.

"Aku juga tidak tau namanya. Setauku dia itu dokter, teman Jongin saat masih kecil tapi dia sudah lulus. Sepertinya sih seperti itu,"

Luhan mengangguk-angguk beberapa kali. "Lalu kenapa dia masih berada disini?"

Kyungsoo mengangkat bahu acuh. "Entahlah. Apa kau mau aku menanyakannya pada Jongin? Sepertinya kau tertarik pada dokter muda itu,"

Luhan tersedak dan terbatuk-batuk tanpa henti. Kyungsoo hanya meringis sambil menepuk-nepukkan tangannnya pada punggung Luhan. "Tidak perlu," ucap Luhan susah payah.

Oh Sehun, seorang dokter.

.

.

Sudah dua minggu lamanya, Luhan menjalani masa kuliahnya bersama dua sahabatnya yang berisik, Kyungsoo dan Baekhyun. Selama dua minggu ini pun Luhan hidup seperti orang gila yang kehilangan arah. Luhan sering melamunkan sosok pria misteriusnya yang sudah dua minggu pula tidak ditemuinya. Karena kebodohannya, Luhan masih mencari-cari sosok Sehun di gedung kampusnya.

Sehun benar-benar menghilang bak ditelan bumi.

Luhan bahkan rela mengantarkan Kyungsoo bertemu Jongin dengan harapan Jongin sedang bersama Sehun, tapi berkali-kali juga Luhan harus pulang dengan rasa kecewa. Sehun sama sekali tak ada dimana pun.

Kenyataan menghilangnya Sehun –pria asing yang hanya dua kali bertemu dengannya- mampu membuat Luhan kebingungan. Keadaan Luhan hampir tak ada bedanya dengan orang yang sedang mengalami patah hati. Meskipun Luhan sadar dia hanya terobsesi pada pria itu, tapi dia tak punya pilihan lain selain menikmati itu.

Sore ini lagi-lagi seperti orang bodoh yang kehilangan arah, Luhan melamun sendiri di sebuah kedai kopi didekat kampusnya. Gadis itu merasakan pasokan kafein ditubuhnya menurun drastis, sehingga dia harus rela menghabiskan secangkir Americano hangat seorang diri.

Sungguh miris.

Saat Luhan sendiri, gadis itu akan benar-benar memikirkan sosok pria misteriusnya. Luhan akan benar-benar tersedot masuk kedalam lamunan panjangnya. Bahkan Luhan sendiri kesulitan mencari jalan keluar dari lamunannya. Oh Sehun terlalu banyak mengguasai pikirannya.

Getaran riuh ponsel disaku jeans-nya membuat Luhan nyaris terlonjak kaget. Baekhyun meneleponnya. Luhan mengangkatnya dengan satu gerakan cepat.

"Kau dimana?" suara Baekhyun nyaris terdengar seperti teriakan, membuat Luhan harus menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Tea time," ucap Luhan singkat sambil kembali menyesap kopinya.

"Sudah kau belikan pesananku?"

Luhan menepuk dahinya pelan. Dia sama sekali tidak mengingat perintah Baekhyun untuk membeli daging asap. "Nanti aku belikan," Luhan meringis, siap menerima umpatan.

"LUHAAAAN," teriakan Baekhyun membuat Luhan hampir melemparkan ponselnya.

Luhan mematikan sambungan ponselnya sepihak kemudian menyambar kunci mobilnya dengan kasar dan mengemudi menuju supermarket dengan kecepatan tinggi. Luhan tidak mau telinganya panas karena harus mendengar omelan Baekhyun yang melebihi omelan neneknya selama semalam penuh.

.

.

19.00 KST

Luhan memasuki apartemennya dengan beberapa kantung belanjaan besar di kedua tangannya. Awalnya Baekhyun hanya menyuruhnya membeli daging asap, tapi ditengah perjalanan, Baekhyun memberikan daftar belanjaan untuk sebulan yang harus dibelinya.

Dan Luhan tidak pernah bisa menolak permintaan gadis itu.

Luhan melemparkan belanjaannya ke konter dapur dan langsung dihadiahi cubitan ringan di lengannya oleh Kyungsoo. "Mana nenek sihir itu?" tanyanya acuh sambil meneguk kasar satu gelas penuh air putih di meja.

Kyungsoo akhirnya menerima tawaran Baekhyun dan Luhan untuk tinggal bersama setelah proses pembujukan yang panjang karena Kyungsoo tadinya tinggal sendiri.

Kyungsoo tertawa, kemudian mengaduk-aduk kantung belanjaan. "Berhentilah memanggilnya seperti itu, Luhan. Baekhyun masih mandi,"

"Sepertinya aku juga harus mandi sebelum Baekhyun mengomeliku lagi," Luhan berdiri dan pergi meninggalkann Kyungsoo yang menggeleng-gelengkan kepala heran.

.

.

"Kalian sedang ingin makan apa?" tanya Kyungsoo, membuat Luhan yang sedang membersihkan sofa dengan vacuum cleaner menghentikan kegiatannya, begitu pula Baekhyun yang sedang menata gelas di konter dapur.

Luhan memandang Baekhyun dan hanya dibalas gelengan kepala oleh Baekhyun. Tidak biasanya Kyungsoo menawarinya, biasanya Luhan dan Baekhyun akan makan makanan apa saja yang Kyungsoo berikan padanya.

"Kau sudah selesai dengan program dietmu?" tanya Luhan curiga.

Kyungsoo mengangguk. "Aku sudah menyelesaikan pengambilan gambarku hari ini,"

Baekhyun bertepuk tangan riuh. "Wah selamat. Sepertinya kita harus merayakan ini. Baiklah kalau begitu aku mau ayam goreng,"

"Setuju," balas Luhan cepat.

Selanjutnya ketiga roommate itu sudah sibuk menyiapkan makan malam mereka. Baekhyun dan Luhan hanya membantu pekerjaan Kyungsoo karena mereka sama sekali tidak tau dengan masalah dapur.

"Jujur saja padaku," kata Kyungsoo tiba-tiba ditengah kegiatannya membuat adonan tepung. "Kalian membujukku pindah kesini agar bisa makan dengan baik kan?"

Baekhyun dan Luhan saling pandang sambil menahan tawa, Kyungsoo benar. "Tidak, aku kasihan kau harus tinggal sendiri," ucap Baekhyun.

"Benar," sahut Luhan setuju, keduanya sama-sama terkikik geli. Sedangkan Kyungsoo memutar bola mata sebal menanggapi kedua roommate-nya yang menyebalkan.

Sementara Kyungsoo sibuk memanaskan minyak, Luhan dan Baekhyun melumuri ayam dengan tepung yang sudah Kyungsoo buatkan sebelumnya.

"Oh Ya Tuhan," pekik Kyungsoo saat sebuah lap kering tersulut kobaran api yang berasal dari kompor. "Lap-nya," serunya lagi.

Kyungsoo berusaha mengangkat penggorengan panas agar bisa mengambil lap yang terbakar, sedangkan Baekhyun bergegas mengambil pemadam api sederhana di ruang tamu. Api yang membakar lap itu semakin menyala-nyala, membuat Luhan berusaha mematikan api dengan menyiramnya dengan air.

Api yang berkobar semakin kuat mengenai ujung kaus Kyungsoo, membuat gadis itu memekik memegangi kausnya yang terbakar, mengibas-ibaskan kausnya dengan panik dengan tangannya.

"ARRRRGGGGGHHHHH," teriakan Luhan yang memekakkan telinga membuat Kyungsoo yang sudah berhasil mematikan api dari kausnya memandang Luhan dengan bingung.

Kyungsoo menumpahkan separuh minyak panas ke tubuh depan Luhan tanpa sengaja saat dia mematikan api, membuat Luhan menjerit menahan panas yang perlahan berubah menjadi perih dikulitnya. Kyungsoo mengabaikan api yang masih menyala di atas kompor dan dengan takut-takut mendekati Luhan yang mulai mengerang kesakitan.

"Ya Tuhan, apa yang kulakukan?" teriak Kyungsoo histeris.

Luhan meringis menahan sakit, Kyungsoo akan tak terkendali jika sedang panik jadi dia harus tenang. "Aku baik-baik saja," oh tidak, Luhan tidak baik. "Sekarang panggil ambulans," bisik Luhan menahan perih diperutnya.

.

.

Luhan sedang terbaring di dalam ambulans yang akan membawanya ke rumah sakit bersama Baekhyun dan Kyungsoo di sebelahnya. Baekhyun sedang sibuk berkutat dengan ponselnya, sedangkan Kyungsoo sedang menangis tersedu-sedu di sebelah Luhan.

"Berhentilah menangis, Kyung," bisik Luhan lemah, merasakan rasa perih diperutnya.

Kyungsoo masih saja terisak. "Maaf Luhan, aku tidak sengaja,"

"Tidak ada yang menyalahkanmu, kau tau. Ini kecelakaan," Baekhyun menepuk-nepukkan tangannya dipunggung Kyungsoo, menenangkan gadis itu.

Luhan terkekeh ringan, menahan sakit untuk membuat Kyungsoo tenang. "Aku tidak akan mati karena ini,"

Kyungsoo tersenyum meskipun air matanya masih mengalir deras.

Sesampainya di rumah sakit, Luhan segera dibawa menuju ruang UGD. Luhan menahan napas saat aroma rumah sakit yang sangat Luhan benci memenuhi indra penciumannya. Demi apapun, Luhan tidak ingin berurusan dengan rumah sakit, kalau dia bisa.

"Dokter kepala ada?" tanya seorang perawat, membuat Luhan membuka mata.

"Hanya ada dokter magang. Akan kupanggilkan, seperti luka bakarnya tidak parah," ucap satunya lagi. Percakapan kedua orang itu membuat Luhan sedikit khawatir. Dia takut rumah sakit, apalagi yang akan menangani lukannya adalah dokter magang.

Oh tidak.

Beberapa orang berbaju putih memasuki ruangan tempat Luhan terbaring, membuat gadis itu memejamkan mata erat-erat menahan sakit.

"Seberapa parah?" suara seorang pria.

Luhan sepertinya mengenal suara ini.

"Tiga puluh persen?" suara seorang wanita.

Luhan tidak mengenal suara ini.

"Buka bajunya," suara yang sepertinya dikenalnya tadi bersuara.

Oh tidak, apa yang akan mereka lakukan, batin Luhan.

Luhan membuka matanya lebar-lebar saat seseorang membuka kausnya yang basah perlahan dan Luhan nyaris tak mempercayai pengelihatannya sendiri.

Oh Sehun, apa yang kau lakukan disini?

.

.

TBC

.

.

Terima kasih sudah membaca fanfiction ini.

Hallo author kembali membawa fanfiction hunhan kehadapan semua readers. Sebenernya, ide pembuatan cerita ini bukan berasal dari author, tapi author dikasih ide sama temen. Jadi author bikin fanfic ini deh, semoga sesuai dengan apa yang diinginkan. Ini masih awal tapi sudah lumayan panjang ya. Untuk konflik yang ribet chapter depan ya, ini masih pengenalan aja gitu. Adegan so sweetnya juga di next chapter aja deh /xixi/.

Silahkan review untuk kelanjutan kisah ini, karena author sendiri bakalan ngelanjut kalo banyak yang review sih /hehe/. Author minta maaf kalau ada kesamaan cerita, itu semua ketidaksengajaan semata. Author juga minta maaf kalau ada kata-kata yang tidak sesuai. Terima kasih buat Elsita Fitryananda atas ide ceritanya yang luar biasa.

Akhir kata terima kasih dan silahkan review. Sampai jumpa chapter depan. Bye~