After You

Ooc, Genderswitch, Typo (s)

Ranted : T

Chapter : 5

Main Cast : Kyungsoo and Jongin

Another cast :, Luhan, Yixing, Minseok, and Chanyeol. (other cast will appear on next chapter)

.

A little note from me : Cerita ini memiliki alur maju mundur dengan beberapa sudut pandang. Seperti cerita yang pernah saya buat sebelumnya. Setiap paragraf yang di cetak miring menandakan alur mundur atau flasback.

.

"Aku ingin kau..."

Kyungsoo berdeham sedikit mencondongkan tubuhnya, entah kenapa dia tiba – tiba saja menjadi tegang. Baekhyun tersenyum misterius menghentikan ucapannya.

"Aku hanya ingin kau tau kalau dalam beberapa hari kedepan aku akan pindah ke Paris." Lanjutnya mengibaskan sebagian rambut kebelakang.

Entah kenapa ini baru pertama kalinya Kyungsoo merasa ada sesuatu yang berbeda dari Baekhyun, sesuatu yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Malam ini Baekhyun terasa lebih mengintimidasi, Kyungsoo tau wajah cantik Baekhyun pasti akan mengintimidasi semua wanita yang ada di sekitarnyam tapi ini lain. Ada sesuatu yang jauh lebih dari sekedar itu, sesuatu yang sekarang ini membuat Kyungsoo was – was.

"WOW," Akhirnya Kyungsoo bisa bereaksi. "Ada apa sampai kau pindah ke Paris?" tanya Kyungsoo sambil menyesap minumannya mencoba menghilangkan hal – hal negatif dari benaknya.

Baekhyun menarik tubuhnya untuk duduk lebih tegas lagi. "Aku mendapat pekerjaan yang menjadi impian semua orang. Editor majalah Fashion Paris, apa yang lebih sempurna dari itu? Kota yang menjadi pusat fashion dunia." Jawabnya dengan tekanan di setiap kalimat. Kyungsoo terkejut dengan hal ini. Dia tidak pernah menyangka Baekhyun begitu ambisus dengan pekerjaan yang digelutinya saat ini.

"Wow! Selamat kalau begitu, aku ikut bahagia." Ucapnya masih dalam keterkejutannya.

Baekhyun melipat tangannya di dada, sedikit mencondongkan tubuh rampingnya. "Benarkah? Oh, tentu saja kau bahagia, aku akan pergi dari Korea." Ujarnya jelas – jelas dengan nada sinis.

"Maaf?" tanya Kyungsoo yang tidak mengerti kemana arah pembicaraan ini akan berlanjut.

"Tidak perlu minta maaf dear," Kyungsoo mengernyitkan hidungnya. "Yang perlu kau tau adalah satu hal. Jongin tidak akan pernah melepaskanku. Mungkin kau bahagia karena akhirnya aku bisa meninggalkan pernikahan penuh kepalsuan kalian, tapi kau harus tau bagaimana Jongin mencintaiku dan aku juga ingin kau tau kalau apapun yang terjadi, Jongin tidak akan pernah melepaskanku."

Ada jeda panjang dalam percakapan mereka. Kyungsoo kehabiskan kata – kata untuk diutarakan dan wanita bernama Baekhyun dihadapannya baru saja membuatnya terkejut setengah mati. Baekhyun yang dia kira adalah wanita sempurna tanpa cela kini mengejutkan dirinya dengan rentetan kalimat yang baru saja diucapkannya.

"Aku tidak tau apa yang kau bicarakan." Ucap Kyungsoo. Baekhyun mendengus pelan. "Bagaimana bisa kau mengatakan hal itu? Maksudku kau tau kalau kita-"

"Kita?"

Kyungsoo menggelengkan kepalanya menyela ucapan wanita dihadapanya. "Maksudku, aku dan Jongin-"

"Jadi sekarang ada kita diantara kau dan Jongin?"

Ya tuhan... Kyungsoo menggelengkan kepalanya, mengepalkan kedua tangannya di atas paha mencoba untuk berbicara dengan wanita dihadapannya ini lebih menyulitkan dari apa yang di kira.

"Tidak bisakah kau mendengarkan ucapanku terlebih dahulu?" Kyungsoo menghela nafas panjang. "Dengar, tidak pernah ada apapun diantara aku dan Jongin dan kau juga tau itu. Lagi pula apa alasanmu mengatakan semua ini?"

Dia kembali mendengar Baekhyun mendengus. "Aku tau tidak ada apapun diantara kau dan Jongin tapi justru kau yang mengharapkan sebaliknya. Aku tidak bodoh untuk mengerti bagaimana reaksimu saat kita pertama kali bertemu. Luhan menjemputmu? Hah, yang benar saja Kyungsoo! Dan melihat bagaimana teman – teman wanitamu itu menatapku, jelas – jelas mereka tidak pernah suka keberadaanku. Bukan begitu?"

Dari cara Baekhyun berbicara membuat Kyungsoo sepenuhnya sadar kalau selama ini dia sudah salah menilai wanita ini.

"Lalu apa yang kau inginkan sekarang?" tanya Kyungsoo yang sudah tidak bisa berpikir lagi.

Wanita dihadapannya itu menyinggungkan sebuah senyuman yang membuat Kyungsoo merinding. "Aku tidak menginginkan apapun darimu Kyungsoo. Tidakan kau mengerti? Semua yang aku inginkan sudah menjadi milikku, kau hanya harus menyadari tempatmu saja. Mudah."

...

Malam semakin larut hanya ada keheningan yang membisu dan hembusan angin yang menggelitik. Kyungsoo memegang segelas wine ditangannya, dia tidak perduli apakah dia boleh melakukan ini atau tidak karena hanya ada dua pilihan, ice cream atau wine. Namun semua stock ice cream di kulkasnnya ludes di bawa oleh Luhan, Yixing dan Minseok. Hanya ada satu botol wine yang berhasil disembunyikannya dan sekarang isi botol itu hampir habis ditegaknya. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi bulat balkon kamarnya. Tangan mungil itu memutar – mutar gelas wine yang hampir kosong itu. Pikirannya penuh dengan semua perkataan Baekhyu hari ini dan Jongin... ya, pria satu itu...

Suara derum mobil terdengar memasuki halaman rumah. Kyungsoo menengok ke dalam kamarnya untuk melihat jam di dinding. Hampir tengah malam dan Jongin baru saja pulang. Kyungsoo tidak perlu menebak kemana perginya pria itu seharian. Tentu saja dia habis berkencan dengan wanita yang tadi ditemuinya.

Baekhyun, Baekhyun, Baekhyun.

Bagaimana mungkin wanita yang dikirannya sempurna bisa memiliki sisi lain yang mengerikan seperti itu. Kyungsoo kembali menegak wine di tangannya. Setiap kali nama wanita itu terlintas dalam benaknya, setiap kali itu juga dia menegak wine di tangannya.

Apakah dia yang terlalu bodoh atau memang belakangan ini dunia berubah menjadi tempat yang mengerikan?

Suara pintu di buka terdengar dengan jelas. Kyungsoo masih duduk di sofanya, dia tidak tertarik untuk turun ke bawah dan menyapa suami-ah... sekarang dia bingung kata apa yang bisa menjelaskan hubungannya dengan Jongin.

"Kyungsoo..."

Wanita itu mengerjap saat suara Jongin terdengar begitu dekat dengan kamarnya. Kyungsoo bangkit dalam sekali hentakan membuat dia sedikit limbung. Dia menatap botol wine disampingnya dan mendesis pelan. Dia tidak sadar kalau dia hampir saja menghabiskan satu botol wine sendirian.

"Kyungsoo..." Suara Jongin kembali terdengar sekarang bersamaan dengan suara ketukan ringan di pintu kamarnya.

Kyungsoo menjinjitkan kakinya perlahan, mencoba untuk tidak membuat suara dan mengendap – ngendap naik ke kasurnya. Dengan cepat dia menarik selimut, berpura – pura tidur. Tidak lama setelah itu dia mendengar suara pintu kamarnya yang dibuka perlahan.

Untuk beberapa saat dia tidak mendengar suara lain selain dari hembusan angin dari teras-Oh sial, dia lupa menutup terasnnya da n wine! Oh tidak! Jangan sampai Jongin menemukan wine itu atau Kyungsoo akan habis diceramahi.

Dia mendengar Jongin melangkah memasuki kamarnya, suara itu begitu pelan sampai Kyungsoo tidak yakin apakah pria itu mendekati atau tidak. Mau tidak mau akhirnya Kyungsoo membuka matanya perlahan dan berpura – pura menatap Jongin yang beberapa langkah lagi mendekati terasnnya.

"Oh Tuhan..." gumam Kyungsoo dengan suara serak menatap Jongin. Pria itu menatapnya dengan keterkejutan yang sama. "Kau membuatku terkejut Jongin." Lanjutnya sambil mengusak matanya perlahan.

Pria itu mengambil langkah mundur untuk mendekati kasurnya. Jongin masih dengan setelah kerjanya, bahkan dia masih membawa tas ditangannya. "Aku hanya ingin menutup pintu terasmu. Tadinya aku berpikir kau tidak ada di rumah karena mobilmu tidak ada di garasi."

Kyungsoo mengangguk pelan dan mencoba untuk duduk. "Tidak perlu ditutup, aku yang membiarkannya terasnnya terbuka dan soal mobil, Luhan membawa mobilku pulang hari ini. Ceritanya panjang, aku akan menjelaskannya besok kalau boleh."

Jongin kembali melangkah mudur. "Oh tentu, aku sudah mengganggu tidurmu, maafkan aku. Tidurlah kembali." Ujarnya sebelum memberikan Kyungsoo sebuah senyuman canggung dan melangkah keluar dari kamarnya.

"Selamat malam." Ujar Jongin sebelum menutup pintu kamarnya.

"Selamat malam." Jawab Kyungsoo sebelum kembali menarik selimutnya dan kembali pura – pura tidur.

Wanita itu menghela nafas panjang dan menatap langit – langit kamarnya. Dia tidak yakin bisa bangun esok pagi karena wine yang baru saja diminumnya. Dia perlu menyiapkan alasan yang logis untuk dikatakan pada Luhan atau wanita itu akan menuntut banyak penjelasaan. Kyungsoo belum sempat atau sebenarnya dia tidak mau mengatakan apa yang dibicarakannnya dengan Baekhyun. Selama perjalanan pulang Luhan juga tidak banyak bicara, seakan sahabatnya itu mengerti kalau dia memang tidak mau membicarakannya saat ini. Sekarang Kyungsoo hanya bisa berharap besok pagi Luhan tidak banyak menuntut penjelasan darinya karena dia sendiri bingung bagaimana harus menceritakannya.

Selama beberasa saat Kyungsoo terus menatap langit – langit kamarnya. Dia terbuai denga semua kalimat Baekhyun yang menghantui dirinya sampai malam mulai turun digantikan oleh sinar mentari, saat itulah Kyungsoo baru terlelap, masuk kedalam mimpinya. Dia tidak sadar kalau Jongin mengintip di balik pintu kamarnya, dia juga tidak sadar kalau semalaman Jongin sudah mendapati botol wine di terasnnya.

.

Oh dear...

Kyungsoo bangun dengan kepala berat dan tubuh yang lemas. Dia mencoba menarik tubuhnya untuk meraih ponsel di nakas, menatap jam yang sudah menunjukan tengah hari. Dia mendapati tujuh panggilan tak terjawab dari Luhan dan dua panggilan tak terjawab dari Jongin. Seharusnya semalam dia tidak menagak wine itu. Kyungsoo mencoba bangkit dari kasurnya, dengan kaki yang terseok – seok dia keluar dari kamar. Dia berjalan turun dengan langkah hati – hati karena pandangannya masih kabur. Dia mendapatkan gelas dengan air putih yang penuh dan sebuah aspirin. Kyungsoo tidak berpikir panjang dan langsung menegak obat itu sebelum kembali merebahkan dirinya diatas sofa, menunggu beberapa saat sampai sakit di kepalanya mereda.

Dua jam kemudian dia baru bangkit dari sofa dan kembali mencari gelas yang tadi sempat digunakannya. Kali ini sakit di kepalanya sudah mulai mereda, sekarang dia hanya perlu makanan agar perutnya yang keroncongan itu berhenti meraung – raung. Kyungsoo menemukan kotak sereal yang belum dibuka itu dengan mudah. Dia sengaja menyediakan beberapa kotak, berjaga – jaga jika hal seperti ini terjadi. Dia menuangkan sereal itu semangkuk penuh dan menuangkan susu dengan cukup banyak.

Kyungsoo menghabiskan sarapannya yang terlambat itu perlahan seolah – olah menikmati hari tanpa mau memikirkan apapun selain semangkuk sereal di harapannya. Sudut matanya menangkap bungkus aspirin tadi. Dia menatapnya beberapa saat sebelum kesadaran menghantam pikirannya.

Dari mana obat itu berasal? Kenapa bisa ada di sana? Kyungsoo meraih gelas kosong dan menatapnya lama, berpikir banyak sekali kemungkinan.

Jongin?

Oh Tuhan...

Kyungsoo menutup wajah dengan kedua tangan. Tentu saja obat itu disediakan oleh Jongin, siapa lagi yang akan menaruh obat sakit kepala selain Jongin. Oh Tuhan, itu berarti semalam pria itu sudah mengetahuinya. Kyungsoo merasa sangat bodoh karena kelakuan konyol ini, sekarang dia harus menyiapkan alasan untuk Jongin.

Belum selesai pikirannya mengenai alasan yang akan dikatakannya pada Jongin, ponselnya berdering keras, menggema keseluruh penjuru ruangan. Kyungsoo merutuk pelan dan berdiri dari kursi, segera berlari menuju kamarnya.

Ponsel yang berdering menjengkelkan menampilkan nama Luhan disana. Kyungsoo bisa membayangkan bagaimana wajah sahabatnya saat ini. Dia pasti sedang berdecak pinggang sambil mengetuk – ngetukan heelsnya menunggu jawaban. Kyungsoo menghela nafas panjang sebelum menggeser layar ponselnya.

Suara Luhan langsung terdengar nyaring mengejutkan dirinya. Kyungsoo seharusnya sudah mengantisipasi hal itu. Dia sampai harus mengajuhkan ponselnya dari telinga beberapa saat membiarkan Luhan mengoceh panjang lebar sementara di menuruni tangga dengan malas.

"KYUNGSOO!" Dia mendengar Luhan menjeritkan namanya saat itulah Kyungsoo kembali menempelkan ponselnya di telinga.

"Dengar Luhan, aku minta maaf karena tidak bisa datang hari ini... Apa? Aku baik – baik saja, hanya ada sesuatu yang perlu aku lakukan sekarang. Baekhyun? Nanti akan kuceritakan. Sampaikan maafku pada Minseok dan Yixing. Aku akan menceritakannya lain kali."

Kyungsoo mengakhiri percakannya dengan ancaman dari Luhan. Tapi dia sudah terbiasa dengan hal itu. Hari ini Kyungsoo hanya ingin tidur seharian-Oh tidak, dia tidak bisa tidur seharian. Dia lupa memikirkan masalah Jongin yang memergokinya meminum wine dan juga masalah Baekhyun.

Demi Tuhan! Ini baru pertama kalinya dia merasakan ingin mengatakan sumpah serampahnya, mengatakan semua kata – kata kasar yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Kyungsoo menghela nafas panjang, memandang mangkuk sereal diharapannya yang masih berisisa. Dalam sekejap dia kehilangan semua nafsu makan, tapi dia memaksakan untuk menegak habis semua serel karena tubuhnya yang lemas bagaimanapun membutuhkan asupan makan dan setidaknya sereal dapat sedikit membantu.

Kyungsoo kembali menyeret kakinya masuk ke dalam kamar dengan menenteng ponsel. Dia melemparkan diri diatas kasur dan mengerang pelan saat tubuhnya mendarat dia atas kasur yang empuk. Mendesah pelan memperbaiki posisi tidurnya agar terlentang di tengah kasurnya. Menatap ponselnya yang menampakan layar hitam beberapa saat, menimbang – nimbang kenapa Jongin menghubunginya tadi pagi. Untuk beberapa saat Kyungsoo sempat berpikir untuk menghubungi pria itu tapi mengingat apa yang dikatakan Baekhyun semalam, akhrinya dia memutuskan untuk melemparkan ponselnya ke ruang kosong disamping kasur dan menenggelamkan diri dalam selimut.

Kepalanya kembali berdenyut pelan. Dia merasa membutuhkan aspirin lagi namun dia terlalu lelah untuk bangkit yang dia butuhkan sekarang ingin tidur maka dia bisa berhenti memikirkan Jongin dan wanita bernama Baekhyun itu.

.

"Kyungsoo..."

Suara dalam mimpi itu membuat Kyungsoo mengerang pelan dalam tidurnya. Dia tidak suka mengdengar suara Jongin yang datang kedalam mimpinya.

"Kyungsoo..."

Kini suara itu semakin jelas membuat tidurnya resah. Kyungsoo membalik posisi tidurnya dan semakin menenggelamkan diri dalam selimut hangatnya.

"Kyungsoo..."

Sentuhan lembut di lengannya membuat Kyungsoo terbangun dengan cepat. Pandangannya buram, untuk beberapa saat dia menatap pria diharapannya dengan kening berkerut dan derup jantung yang tak karuan. Untuk beberapa saat Kungsoo tidak yakin apa yang dilihatnya hanya sebagian dari efek mimpinya atau pria itu memang berdiri dihadapannya.

"Astaga, Jongin." Ujarnya saat pandangannya kembali. Dia menghela nafas panjang dan membenahi rambutnya yang berantakan.

"Ada apa?"

Kerutan di kening Jongin semakin mendalam. "Justru itu yang ingin aku tanyakan. Ada apa denganmu?"

Kyungsoo memijit keningnya pelan, dia mencoba mengalihkan perhatianya Jongin karena dia belum menemukan alasan bagus untuk mengelak. "Ngomong – ngomong jam berapa ini?"

Jongin masih berpakaian rapih, hanya dasi di lehernya yang menghilang dan beberapa helai rambutnya yang telihat berantakan.

"Ini hampir jam empat sore. Kau seharian-"

"Oh Tuhan! Jam empat sore?" tanya Kyungsoo mencoba bangkit dari kasur namun sesuatu seakan menghantam kepalanya membuat dia limbung dan hampir ambruk di lantai, untung saja Jongin yang sigap langsung menangkap tubuh Kyungsoo.

Kyungsoo mendesis pelan memegang kepalanya yang berdenyut pelan. Sepertinya tidur tidak benar – benar membantunya menghilangkan sakit di kepala. Kyungsoo tidak sadar kalau sekarang dia berada dalam pelukan Jongin sampai akhirnya saat dia mendongakkan kepala, betapa dekatnya wajah dia dengan Jongin. Membutuhkan waktu beberapa saat untuk Kyungsoo bisa tersadar dari keterkejutannya.

"Oh Tuhan. Maafkan aku." Kyungsoo menarik sikunya dari genggaman tangan Jongin dengan canggung tapi Jongin tidak membiarkannya begitu saja. Pria itu menatapnya lama dengan pandangan menyelidik membuat Kyungsoo sedikit waswas.

"Kau sudah makan hari ini?"

Kyungsoo mengangguk kaku dan mencoba melepaskan genggaman Jongin dari sikunya. "Ya, tadi aku makan sereal dan kembali tidur karena-"

"Kau hanya makan semangkuk sereal? Oh Tuhan, Kyungsoo." Jongin mendesah pelan menggelengkan kepala. "Apa yang terjadi padamu? Kau memiliki masalah dengan Luhan? Ada yang bisa aku lakukan untuk membantumu?" rentetan pertanyaan itu langsung menghujam Kyungsoo bertubi – tubi, wanita itu bingung bagaimana harus menjawab semua pertanyaan itu karena tentu saja dia tidak bisa berkata jujur pada Jongin untuk saat ini.

"Tidak, aku baik – baik saja."

Jongin menghela nafas frustasi, pria itu memegang kedua pundaknya dan sedikit mencondongkan tubuh agar matanya dapat sejajar dengan Kyungsoo. "Terakhir kali aku mendengar kalimat itu, kau harus dilarikan ke rumah sakit. Tolong Kyungsoo, jangan membuatku khawatir."

Kyungsoo bergeming menatap kedua bola mata itu. Untuk sesaat jantungnya berdegup lebih kencang tapi lalu apa? Apa yang akan dia lakukan jika jantungnya berdegup tak normal untuk pria dihadapannya? Apa itu akan merubah semuanya? Apa dia bisa mengatakan yang sejujurnya?

Entahlah...

Kyungsoo belum bisa memutuskan apa yang sebenarnya dia inginkan. Semua keresahan itu tidak bisa membuatnya berpikir jernih dan mengambil keputusan dari sisi yang objektif.

"Ya, aku memiliki sedikit masalah dan aku yakin semuanya akan baik – baik saja. Aku rasa aku hanya terlalu paranoid dan memikirkan hal yang tidak – tidak."

Jongin menurunkan kedua tangannya dan menghembuskan nafas panjang, pria itu masih belum melepaskan pandangannya dari Kyungsoo seakan dia bisa membaca pikiran wanita itu.

"Kau mau membicarakannya denganku? Mungkin aku bisa membantu atau setidaknya aku akan menjadi pendengar yang baik."

Kyungsoo tersenyum menggeleng menyentuh lengan pria itu, "Kau sudah terlalu banyak pikiran, bagaimana bisa aku menambah satu beban lagi untukmu?" Ujarnya tulus.

Jongin tidak bereaksi apapun untuk kalimatnya, dia hanya mendesah pelan dan mengusak pelan rambutnya. "Tapi berjanjilah kau tidak akan melakukannya lagi."

"Melakukan apa?" tanya Kyungsoo tak mengerti. Jongin mengarahkan pandangannya ke balkon kamar Kyungsoo dimana botol dan gelas wine semalam masih tersimpan manis disana. Kyungsoo mengusap keningnya pelan dan menatap Jongin sambil meringis tipis.

"Tentu saja." Jawabnya singkat sambil mengangguk canggung. Dia menunduk menatap piama yang semalam digunakan. Dia tidak berani menengok kesamping, menatap bayangannya sendiri di cermin karena pasti dia terlihat berantakan hari ini.

Kyungsoo memutuskan untuk kembali duduk di kasur, membereskan rambutnya agar tidak terlalu berantakan, dia harap gerakan tangannya itu membantu. "Kau mau aku memasak sesuatu?" tanya Kyungsoo mendongak menatap Jongin dengan tangan yang masih merapihkan rambutnya.

"Tidak, Kyungsoo. Hari ini kita akan makan diluar-oh tidak, tidak aku tidak bisa membawamu keluar. Hari ini aku akan memesan sesuatu dan kita makan bersama, aku harus memastikan kau makan sesuatu." Ini pertama kalinya Kyungsoo mendengar Jongin mengoceh seperti itu. Dia hanya bisa tertawa miris, entah apa yang harus dia lakukan selanjutnya pada pria dihadapannya itu.

"Aku akan setuju untuk hari ini saja. Kau yang mengatur segalanya."

Jongin menatapnya sesaat sebelum menganngguk. Dengan perlahan pria itu mengulurkan tangannya menyentuh helaian rambut Kyungsoo, menyelipkannya ke belakang telinga. Begitu lembut dan hati – hati membuat wanita itu membeku, menahan nafas.

"Sementara itu kau bisa membersihkan diri. Aku akan menunggu dibawah."

Kyungsoo mengangguk canggung dan menatap pria itu yang perlahan meninggalkan kamarnya. "Setelah ini apa yang harus aku lakukan?" gumamnya pada diri sendiri.

...

Kyungsoo mencium harum pizza dan ayam goreng saat dia menuruni tangga. Wanita itu melirik kemeja makan tapi tak menemukan Jongin dengan pizza dan ayam yang dia perkirakan. Saat kakinya meninggalkan pijakan terakhir dia menemukan Jongin tengah berjalan kearahnya dengan dua gelas di tangan.

"Aku bingung harus memesan apa, hanya pizza dan ayam goreng yang terlintas dipikiranku, aku harap kau tidak keberatan dengan menu makan malam hari ini."

Kyungsoo menggeleng pelan. "Tentu saja tidak."

"Dan kita akan makan di taman belakang."

Kyungsoo mengerutkan kening sesaat. Dia hampir lupa kalau rumah ini memiliki taman belakang. Walaupun Kyungsoo yang mengatur dan membersihkan rumah tapi dia jarang sekali menginjakan kakinya di taman belakang, karena biasanya Jongin selalu menghabiskan malamnya dengan duduk di luar sana. Tentu saja Kyungsoo mengetahui hal itu karena setiap malam, dia menatap pria itu dari balkonnya dan mengira – ngira apa yang sedang dipikirkan pria itu setiap malam.

"Tentu saja." Jawab Kyungsoo singkat mengekori Jongin.

"Kita akan piknik hari ini." Ujar Jongin saat mereka sampai di halaman belakang.

Kyungsoo tidak bisa memungkiri kalau dia sedikit terkejut saat melihat tikar dengan corak kotak – kotak berwarna merah di gelar di sudut halaman, tepat di bawah bayangan yang tak tersinari matahari sore, diatasnnya terdapat pizza dan ayam yang sedari tadi harumnya sudah membuat perung Kyungsoo kelaparan. Oh jangan lupakan, satu botol soda dan sepiring strawberry yang dilumeri coklat. Ini akan menjadi piknik yang sempurna.

"Aku tidak tau kau suka pizza atau-"

"Aku makan segala jenis makanan, tenang saja." Sela Kyungsoo berjalan mendahului Jongin. Dia terlalu lapar sampai tidak sadar kalau Jongin mengikutinya sambil terkekeh pelan.

Kyungsoo duduk di atas tikar menunggu Jongin sambil menimbang apa yang harus disantapnya terlebih dahulu. Akhirnya Jongin duduk diharapannya, pria itu mengulurkan tisu basah padanya yang masih sibuk menatap makanan.

"Oh terima kasih," ujar Kyungsoo akhrinya mengalihkan pandangan.

"Aku yakin sekali kau kelapran." Ujar Jongin membersihkan tangannya dengan tisu. Kyungsoo mengangguk, membenarkan.

"Aku melewatkan makan siangku hari ini," keluhnya sambil membersihkan tangan dengan cepat.

Jongin terkekeh pelan. Dia menyodorkan paha ayam paling besar pada Kyungsoo. "Makanlah, aku tidak sanggup jika harus melihatmu yang kelaparan seperti ini." Kyungsoo menyambutnya dengan riang.

"Apakah jelas sekali?" tanyanya seakan baru sadar. Jongin hanya menjawabnnya dengan sebuah tawa sambil menuangkan segelas soda untuknya.

Untuk beberapa saat tidak ada percakapan diantara mereka dan Kyungsoo melupakan hal yang sedari tadi mengganggu pikirannya. Dia terlalu bahagia dengan piknik kecil ini, karena dia sudah lupa kapan terakhir kali dia piknik di Centar Park saat masih berada di New York.

"Oh rasanya sudah lama sekali," Desah Kyungsoo sambil menikmat strawberry di tangannya. "Aku bahkan sudah lupa kapan terakhir kali piknik di Central Park. Biasanya saat Luhan mengunjungi New York, dia akan menemaniku untuk piknik bersama, kadang Chanyeol juga ikut jika dia tidak sibuk. Old time. Old Memories." Gumamnya lebih pada diri sendiri. Jongin disampingnya dengan setia mendengarkan.

"I'm glad that you like it." Ujar Jongin membuat Kyungsoo mengangkat wajahnya untuk menatap pria itu. "Dengar, aku berusaha sebaik mungkin untuk menjagamu namun terkadang kau terlalu menutup segalanya membuatku bingung apa yang harus aku lakukan untuk membantumu."

Jongin menatapnya dengan sorot mata khawatir dan Kyungsoo tidak bisa memungkiri kalau ada rasa frustasi disana. Haruskah dia mengatakan yang sebenarnya?

"Terima kasih, sungguh. Tapi kau tidak perlu mengkhawatirkanku-"

"Aku tidak memiliki alasan untuk tidak melakukannya"

Kau memiliki Baekhyun.

"Kau memiliki terlalu banyak hal untuk dipikirkan Jongin. Aku tidak mau menjadi salah satu yang menganggu pikiranmu. Kumohon, aku berjanji akan baik – baik saja dan kau juga harus berjanji untuk berhenti mengkhawatirkanku," Jongin terlihat ragu dengan apa yang baru saja diucapkan Kyungsoo. "Begini, hari ini-dan juga kemarin, aku hanya merasa menjadi orang yang sedikit tidak waras-"

"Dan aku yakin ada alasan dibalik hal itu." Sela Jongin lagi membuat Kyungsoo mengehentikan kalimatnya. Kyungsoo hendak membuka mulut tapi dia tidak meneruskannya. Wanita itu berpikir untuk beberapa saat sebelum kembali berujar.

"Well... tentu saja," ujarnya ragu.

"Kau mau membaginya denganku?" tanya Jongin serius menatapnya.

Kyungsoo tidak langsung menjawab, dia masih menimbang berbagai macam hal. Salah satunya adalah apakah Jongin akan percaya jika dia menceritakan hal yang terjadi padanya kemarin malam dan apakah Jongin akan tetap seperti Jongin yang sekarang ini jika dia mengatakan segalanya? Kyungsoo hanya tersenyum kecut dan menundukan wajah.

"Bagaimana jika sebelum aku menceritakannya, ada hal yang ingin aku tanyakan padamu."

"Apa itu?"

Kyungsoo mengangkat wajahnya menatap pria dihadapannya itu. "Aku ingin tau bagaimana pendapatmu mengenai diriku? Maksudku kita sudah lama tinggal bersama walau ya... begitulah- tapi aku yakin kau memiliki penilaianmu sendiri."

"Apakah ini ada hubungannya dengan masalahmu?" Jongin balik bertanya.

"Bisa dikatakan seperti itu, jadi bagaimana pendapatmu?"

Jongin berdeham pelan, meraih tisu di sampingnya tanpa mengalihkan pandangan dari Kyungsoo. "Penilaianku hanya satu, kau wanita yang baik. Maksudku, kau menyayangi keluargamu, Chanyeol, Luhan dan teman – temanmu yang lainnya. Aku yakin kau bahkan tidak akan pernah tega untuk menolak melakukan sesuatu untuk mereka," Jongin mengangguk –anggukan kepalanya seolah yakin dengan apa yang barusan diucapkannya. "Oh ya dan tentu saja tidak bisa dipungkiri kalau kau jago sekali memasak. Ini pertama kalinya aku datang ke rumah dan seseorang menyediakan makanan lezat, seakan aku masuk restoran setiap hari." Mereka berdua terkekeh pelan, mencairkan suasana.

"Luhan mengatakan kalau aku seperti Cinderella," ujar Kyungsoo lamat – lamat. "Dia mengatakan aku terlalu baik bahkan pada semua orang."

"Sepertinya kali ini aku memiliki pendapat yang sama dengan sahabatmu itu."

Kyungsoo mengangguk menundukkan kepala memainkan strawberry yang bersisa satu dipiringnya. "Bahkan aku tidak bisa menjadi egois untuk sesuatu yang aku inginkan."

"Well... terkadang menurutku menjadi sedikit egois diperlukan, terlebih lagi ini menyangkut sesuatu yang kau inginkan-"

"Bahkan jika ada seseorang yang terluka?"

Jongin tersenyum tulus, "Kau bukan seseorang yang akan melukai orang lain seperti itu Kyungsoo. Aku yakin melukai versi Kyungsoo tidak akan seburuk itu."

"Kau yakin?" Tanya Kyungsoo memikirkan kepalanya.

Jongin meraih strawberry di tangannya dan menyodorkannya kedepan mulut Kyungsoo. Wanita itu membuka mulutnya membuat Jongin senyuman di bibir Jongin melebar. "Last strawberry will always be the best one," ujarnya. Kyungsoo yang masih dalam keterkejutannya mengigit strawberry itu dan menyisakan ujungnya di tangan Jongin. "Dengar, terkadang kau harus merelakan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kau inginkan. Termasuk menyakiti dirimu sendiri atau menyakiti orang lain. Ada harga yang harus dibayar dalam setiap mimpi."

...

Semenjak kejadian di halaman belakang itu Kyungsoo banyak sekali berpikir. Bahkan setelah tiga hari berlalu dan dia sudah kembali bekerja di cafe seperti biasa. Tapi dia belum bisa menceritakannya pada Minseok, Yixing terlebih lagi Luhan. Dia masih harus berpikir jalan seperti apa yang harus diambilnya sebelum dia menceritakan semua masalah ini pada Luhan.

"Kau akan membuatnya terasa aneh Soo." Suara Luhan mengintrupsi lamunannya. Dia menatap adonannya tiramisunya yang sekarang berwarna aneh.

"Oh dear..." desah Kyungsoo dengan cepat membuang adonanya.

Luhan yang sedang membuat cookies berbentuk boneka memasukan hasil karyanya ke dalam open dan membuka mendekatinya, merebut wadah adonan Kyungsoo dengan malas.

"Kau sebaiknya memperhatikan kudapann itu dan jangan sampai membuatnya hangus." Kyungsoo mengangguk tanpa bis abenyak protes. Mungkin pikirannya yang sedang berterbangan kesana kemari tidak akan bisa membuat apapun.

Lima belas menit kemudian Kyungsoo sudah kembali melamun tenggelam dalam pikirannya, dia bahkan melupakan kudapan yang sekarang harus dikeluarkannya dari open. Luhan mendengus dan meninggalkan adonanya untuk mengeluarkan kudapan dari open.

"AKU SUDAH MEMUTUSKAN!" Kyungsoo yang tiba – tiba berteriak membuat Luhan terkejut setengah mati dan hampir saja menjatuhkan semua cookies yang baru saja diangkatnya dari open.

"DEMI TUHAN KYUNGSOO AKU AKAN MEMBUNUHMU!"

Kyungsoo yang seakan baru sadar langsung terkesiap saat menemukan Luhan disampingnya dengan mata yang melotot. "Maafkan aku." Cepat – cepat Kyungsoo membawa kudapan itu dari tangan Luhan dan mengamannya sebelum Luhan melakukan hal yang tidak dia inginnkan seperti melempar kudapan – kudapan itu ke lantai.

"Aku akan menceritakan semuanya saat cafe tutup." Ujarnya mencoba untuk membuat Luhan tenang tapi sepertinya temannya itu tidak bisa tenang. Luhan lemepaskan celemeknya dengan kasar dan beteriak dengan cukup keras.

"MINSEOK, YIXING, KITA TUTUP SEKARANG!"

Kyungsoo terkejut dan segera menutup mulut sahabatnya itu dengan tangan. Minseok dan Yixing berhamburan memasuki dapur dengan ekspresi terkejut.

"Kau membuat pelanggan kita ketakutan Lu." Ujar Minseok saat sampai di dapur.

"Ada apa ini?" tanya Yixing melanjutkan.

Luhan menyingkirkan tangan Kyungsoo dari mulutnya dan mendengus keras. "Kita tutup sekarang setelah pelanggan terakhir keluar. Dia membuatku tidak waras." Ujarnya menunjuk Kyungsoo yang sama terkejutnya seperti Minseok dan Yixing.

"Baiklah, tenangkan dirimu dan berhenti teriak – teriak." Segah Minseok sambil menggelengkan kepala.

Luhan menatapnya sambil berdecak pinggang. Dia melangkah mengikuti Minseok keluar dari dapur sambil mengomel tak jelas, sedangkan Yixing hanya tersenyum menggelengkan kepala.

"Sebaiknya kau membawa beberapa kudapan, mungkin itu bisa membantu meredam emosi Luhan." Usul Yixing sambil mendejatinya.

Yixing membantu Kyungsoo menyiapkan beberapa kudapan untuk mereka nanti berbincang setelah para pelanggan itu pulang. Kyungsoo menyiapkan tart – tart mungil dengan berbagai topping hari ini.

"Mereka sudah pulang." Ujar Minseok yang muncul dari balik pintu. Kyungsoo mengangguk dan keluar dengan nampan penuh kudapan.

Luhan dan Yixing sudah duduk di meja biasa mereka berkumpul, dekat dengan jendela besar yang langsung mengarah ke jalanan yang sore ini cukup lenggang. Di luar sana langit sudah menampakan semburat warna jingga yang indah, seharusnya mereka belum tutup. Dia bisa melihat bagaimana pelanggang mereka yang kecewa karena cafenya tutup lebih awal.

"Ceritakan sekarang sebelum aku kehabisan emosiku." Gumam Luhan sambil menyeruput smotiesnya yang baru saja dibawakan oleh Minseok.

"Aku bingung harus menceritakannya darimana-"

"Kau bisa menceritakan hari dimana kau bertemu dengan wanita itu." Sergah Luhan cepat. Sepertinya teman Kyungsoo satu itu memang sudah tidak sabar. Semakin lama Kyungsoo mengulur waktu semakin Luhan kehilangan kesabarannya.

"Well... hari itu dia mengatakan kalau dia akan pergi ke Paris-maksudku bukan hanya pergi tapi dia akan tinggal disana," Luhan mulai mengalihkan pandangannya, kini menatap Kyungsoo tertarik dengan topik pembicaraan mereka. "Dia mengatakan padaku kalau dia mendapatkan pekerjaan yang dia impikan disana, kau tau semacam fashion editor dan kalian tau sendiri bagaimana Paris dan Fashion itu tak bisa dipisahkan."

"Bagus kalau begitu." Ujar Luhan dengan menyinggungkan sebelah senyuman dibibirnya. "Setidaknya wanita itu akhrinya pergi meninggalkanmu."

"Tidak," Sela Kyungsoo sambil mendesah. "Dia tidak hanya mengatakan kalau dia akan pergi tapi dia juga mengatakan kalau apapun yang terjadi dia tidak akan pernah melepaskan hubungannya dengan Jongin. Dia bahkan mengingatkanku dengan jelas. Well... jelas sekali kalau aku tidak akan pernah bisa menyingkirkannya dari hidup Jongin bahkan jarak diantara mereka yang ribuan mil, dia mengatakan kalau Jongin juga tidak akan pernah melepaskannya."

Hening sesaat, Luhan dan Minseok menatapnya dengan mata membelalak, Yixing bahkan tersedak dengan minumannya. Kyungsoo tersenyum dipaksakan dan menyuapkan sepotong pudding kiwi coklat kedalam mulutnya. Rasa manis dan dinginnya sangat membantu Kyungsoo menangkan dirinya.

"Dia mengatakan itu padamu?" tanya Luhan dengan wajah yang memerah karena marah. Kyungsoo hanya mengangkat bahu. "WUAH! Aku akan membunuh wanita itu sekarang juga! Dia pikir dia siapa? Kau yang jelas – jelas istrinya dan dia dengan seenaknya-HAH!" Luhan bangkit dari kursi dengan mata membara dan nafas yang memburu. Minseok yang disampingnya menahan lengan Luhan dan menariknya kembali untuk duduk.

"Tenanglah sedikit, kau mengerikan jika marah seperti itu." Ujar Minseok sambil menggeleng – gelengkan kepala.

"Minseok benar, duduklah dulu aku belum selesai bercerita." Ucap Kyungsoo cepat saat Luhan hendak kembali menyeburkan ucapannnya.

"Apa lagi sekarang?" tanya Luhan yang akhinya kembali duduk.

"Well... sebenarnya ada sesuatu yang pernah terjadi antara aku dan Jongin. Dan aku belum bisa menceritakannya sekarang..."

"KENAPA?"" Suara Luhan kembali menaik.

"Entahlah, aku hanya belum siap membaginya dengan kalian."

Luhan menatap Kyungsoo sejenak sebelum matanya melebar, "Jangan katakan kalian secara tidak sengaja melakukan One Night Stand!" Minseok dan Yixing langsung menatapnya ikut terkejut, menanti jawaban darinya.

"Seriously? Apakah aku terlihat seperti gadis yang akan melakukan one night stand dengan orang asing?"

Luhan menangguk, dia sudah mengenal Kyungsoo cukup lama dan one night stand jelas-jelas bukanlah Kyungsoo.

"Lalu apa?" tanya Yixing yang ikut penasaran.

"Aku akan mencertikannya lain kali."

Mereka mengangguk tak kentara, "Dan apapun yang terjadi diantara kalian membuatmu bertahan untuk tetap bersamanya?"

Kyungsoo terdiam lama mencoba menemukan jawaban untuk pertanyaan itu. "Entahlah, mungkin saja. Aku sendiri merasa masih ragu dengan semua ini."

"Berhenti untuk merasa ragu Soo." Ujar Luhan. "Kau memiliki hak untuk hidup bahagia dan menjalani hari seperti apa yang kau inginkan, kau tidak harus terus menjadi Cinderella yang menjengkelkan." Lanjutnya sedikit ketus.

Yixing menatapnya dan mengelus pundaknya lembut. "Aku setuju, jika memang kau memiliki alasan untuk berjuang, kenapa tidak kau coba?"

"Ya," timpal Minseok. "Berhenti mencemaskan orang lain Soo, ingatlah untuk membahagiakan dirimu sendiri."

Kyungsoo menatap ketiga temannya itu dengan segaris senyuman di bibirnya, dia tiba-tiba saja mengingat kata-kata Jongin tempo hari, saat mereka menghabiskan makan malam mereka di taman belakang.

Mungkin ini saatnya dia menjadi seseorang yang berbeda.

...

Seminggu berlalu dan Jongin tidak mengatakan apapun soal Baekhyun. Kehidupan mereka berjalan seperti biasa, walau belakangan ini Kyungsoo sering membuka topik diantara waktu singkat mereka disela – sela sarapan dan makan malam. Terkadang dia harus mendorong diri sendiri untuk membuka topik – topik sepele mengenai kafe atau terkadang Jongin menceritakan pekerjaannya di kantor. Tidak ada yang istimewa memang- tapi setidaknya menurut Kyungsoo itu sebuah kemajuan yang tidak boleh disepelekan. Sampai akhirnya suatu malam Jongin pulang dengan wajah lesu dan pakaian yag sedikit berantakan, Kyungsoo tidak bisa menyingkirkan pikiran negatifnya saat dia mencium bau alkohol.

"Aku sudah makan di luar." Ujar Jongin saat menemukan Kyungsoo di pantry. Kyungso bangkit dari kursinya, dia hendak membantu saat melihat Jongin berjalan sedikit limbung tapi pria itu mengerakan tangannya mencegah Kyungsoo mendekat. "Hmm... maaf aku tidak bisa ikut makan malam." Tambahnya sambil menghela nafas panjang, dia memasang senyuman lelah dan menantap Kyungsoo dengan mata sayu.

"T-tentu," jawab Kyungsoo masih berdiri di tempatnya.

Ada sedikit jeda diantara mereka, sampai akhirnya Jongin mengedipkan matanya untuk menatap Kyungsoo dan berujar pelan. "Aku akan pergi ke kamar kalau begitu." Kyungsoo mengangguk dan menatap pria itu menghilang di balik pintu kamarnya.

Tanpa perlu penjelasan yang lebih jauh Kyungsoo tau kalau Baekhyun sudah meninggalkan Korea. Dia penasaran apa yang terjadi pada Jongin hari ini tapi melihat dari bagaimana ekspresi Jongin, dia terihat frustasi, sedih dan kehilang mungkin, entahlah Kyungsoo berharap Jongin akan menceritakannya esok hari.

Hari ini Kyungsoo terpaksa menghabiskan makan malamnya sendiri sambil memikirkan apa yang harus dibuatnya untuk Jongin esok hari. Dia memang tidak pernah bertanya soal makanan kesukaan pria itu tapi dari cara bagaimana Jongin menyantap setiap makanan yang pernah dia masak, Kyungsoo tau satu hal Jongin menyukai segala macam makanan Korea dan satu hal lagi, dia menyukai daging ayam dan Kyungsoo sudah mendapat bayangan apa yang harus dimasaknya besok pagi.

Keesokan paginya Kyungsoo bangun lebih awal dari biasa. Dia meninggalkan tempat tidurnya begitu dengan lekas, menggunakan sandal rumahan yang terasa lebih lembut pagi ini. Dia berjalan dengan kaki yang dijinjitkan menuruni tangga perlahan, dia tidak ingin membuat suara sekecil apapun.

Kyungsoo membuat sarapan tanpa suara. Dia mencoba untuk tidak menganggu Jongin, karena pasti pria itu membutuhkan istirahat yang banyak. Kyungsoo hari ini membuat Samgyetang. Mungkin itu akan membantu hangover Jongin pagi ini. Kyungsoo mencampurkan bahan – bahan dengan teliti sambil bersenandung pelan-hampir tanpa mengeluarkan suara.

"Wangi apa ini?" suara itu membuat Kyungsoo terkejut setengah mati. Dia menengok ke belakang dan menemukan Jongin masih menggunakan piama dan rambut yang sedikit berantakan. Kyungsoo tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum, ini pertama kalinya dia melihat Jongin bangun tidur. Pria itu terlihat lucu.

"Aku membuat Samgyetang?" ujarnya saat Jongin melangkah mendekat pantry. Pria itu mengusak matanya beberapa kali sambil bergumam tak begitu jelas. Dia mengambil segelas air dan meminumnya sekali teguk.

"Aku bertanya apa aku terlihat berantakan pagi ini?" tanya Jongin membuat Kyungsoo mengerjap.

"Oh," Kyungsoo menatap pria itu dari ujung kaki sampai kepala. "Begitulah, tapi sepertinya kau pernah melihatku dalam keadaan yang lebih berantakan." Lanjutnya tersenyum kembali memunggungi Jongin.

"Kau benar," ujar Jongin duduk di pantry melihat Kyungsoo memasak. "Aku merasa berantakan hari ini dan kepalaku terasa sangat berat." Tambahnya sambil kembali meneguk minumannya. Kyungsoo mengeluarkan aspirin dari saku celemek dan memberikanya pada Jongin.

"Kau tidak apa – apa? Aku melihatmu kemarin..." Kyungsoo tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Jongin menatapnya dengan sayu dan senyuman tipis tergurat dibibirnya untuk beberapa detik sebelum kemudian menghilang, pria itu meraih aspirin dari tangannya.

"Aku tau, aku minum banyak kemarin. Oh, sudah lama sekali aku tidak minum sebanyak itu." Keluhnya sambil menegak obat itu dalam sekali teguk.

"Tunggu sebentar biar aku selesaikan masakanku, aku harap ini akan membantu." Ucap Kyungsoo sambil berlalu.

Sepuluh menit kemudian Kyungsoo sudah menata masakaannya di depan Jongin. Wanita itu tidak bisa menghentikan dirinya untuk terus menatap Jongin. Kyungsoo baru sadar kalau Jongin terlihat sedikit pucat dan matanya begitu sayu dari yang dia kira.

"Berhenti menatapku seperti itu, Soo." Kyungsoo menghentikan gerakan tangannya yang tengah menyodorkan sumpit di samping mangkuk Jongin.

"Aku... aku.. hanya..." Kyungsoo gelagapan, bingung harus mengatakan apa.

"Aku baik – baik saja." Sela Jongin sambil tersenyum tipis meraih sendok supnya. Pria itu mulai mencicipi masakan buatan Kyungsoo.

"Oh shit," desis Jongin pelan. Kyungsoo membulatkan matanya, menatap Jongin terkejut. "Maaf, aku tidak bermaksud mengeluarkan kata itu. Masakanmu sungguh..."

Jantung Kyungsoo berdegup kencang. Dia bahkan tidak bisa duduk di kursinya. Kyungsoo masih berdiri dihadapan Jongin menunggu kalimat selanjutnya terlontar. "Aku kehabisan kata – kata." Ujar Jongin kini meraih sumpitnya dan kembali menyantap sarapannya.

Diam – diam Kyungsoo menghembuskan nafas lega dan duduk di kursinya. "Aku bersyukur jika kau menyukainya. Aku pikir, kau akan memintaku memasak yang lainnya. Jujur saja ini pertama kalinya aku membuat Samgyetang."

Jongin menatapnya sambil mengangguk – angguk, pipinya penuh dengan makanan membuat Kyungsoo tersenyum melihatnya. "Aku selalu percaya pada setiap masakan yang kau buat. Aku tau kau tidak akan penah mengecewakan." Ucapnya dengan mulut yang penuh.

"Terima kasih sebelumnya tapi sebaiknya kau menghabiskan makananmu dulu atau nanti kau akan tersedak." Usul Kyungsoo sambil menahan tawa. Jongin mengangguk menyetujuinya, pria itu kembali melanjutkan makannya dalam diam.

Kyungsoo tidak bisa berkonsentrasi dengan sarapannya karena menatap Jongin yang begitu menikmati makannya, seakan – akan dengan hanya menatap Jongin makan, perutnya sudah kenyang. Wanita itu bangkit saat Jongin menatap sisi kiri dan kanannya, Kyungsoo baru ingat kalau dia lupa membawakan minum.

"Here we go." Ujarnya sambil menaruh segelas air di samping Jongin. Pria itu menggumamkan terima kasih dan menegak airnya sampai habis. Kyungsoo tidak bisa menahan tawanya membuat Jongin mengalihkan pandangan.

"Ada sesuatu yang aku lewatkan?" tanyanya bingung.

"Tidak, hanya saja ini pertama kalinya aku melihatmu menikmati makananmu. Aku mulai berpikir untuk membuka sebuah restoran." Guraunya.

Jongin mengangguk meraih serbetnya dan mengusap bibir. Piringnya dan mangkuknya sudah kosong bahkan gelas yang di tangannya juga kini sudah tak berisi. "Aku setuju. Kau sebaiknya membuka restoran, aku yakin sekali restoran milikmu akan laku keras." Ujar Jongin saat Kyungsoo kembali ke tempat duduknya.

"Akan ku pikirkan tapi sepertinya Luhan tidak akan setuju, dia terlalu mencintai pastry."

"Sayang sekali, tapi tidak apa. Setidaknya aku menjadi orang paling beruntung karena bisa mencicipi masakanmu setiap hari," Kyungsoo membeku untuk beberapa saat. "Ngomong – ngomong aku juga tidak keberatan jika dijadikan bahan eksperismen. Maksudku jika kau ingin membuat sesuatu yang baru, aku tidak keberatan untuk menjadi orang pertama yang mencobanya." Jelas Jongin sambil terkekeh.

Kyungsoo hanya bisa membalasnnya dengan sebuah senyuman, dia tidak tau harus berekasi seperti apa. Pria dihadapannya ini sudah dimiliki orang lain dan baru saja kemarin dia melihat bagaimana Jongin hancur karena seorang wanita. Pria diharapannya ini telah menjatuhkan hatinya untuk wanita lain yang sekarang meninggalkannya, tapi lihatlah hari ini dia terlihat baik – baik saja seakan tidak ada yang terjadi. Kyungsoo mungkin tidak akan pernah mengerti hubungan macam apa yang dimiliki pria diharapannya ini dengan Baekhyun tapi yang perlu dia ketahui adalah satu hal dan Kyungsoo perlu mencari jawabannya sekarang.

"Apa yang terjadi padamu semalam? Maksudku jika kau tidak keberatan aku bertanya." Ujarnya dengan mata yang tak bisa mengalihkan pandanngannya dari Jongin.

Perlahan senyuman dibibir pria itu menguap layaknya embun yang terkena teriknya sinar mentari. Jongin menghembuskan nafas berat, raut wajahnya kembali murung layaknya kemarin malam saat pria itu meninggalkannya.

"Baekhyun pergi," gumamnya pelan dengan mata yang menerawang. "Dia mengatakan kalau kemarin dia harus meninggalkan Seoul untuk mimpinya di Paris." Helanaan nafas berat itu terdengar kembali.

"Apa Baekhyun tidak memberitahumu lebih awal?" tanya Kyungsoo yang tidak bisa menahan diri. Jongin menggeleng mengusap wajahnya pelan dan kemudian kembali melamun.

"Karena sejak awal, dia tidak berniat untuk pergi ke sana," jawab Jongin dengan mata kosong. Kyungsoo mengerutkan kening, apa telinga bermasalah? Apa Jongin baru saja mengatakan kalau Baekhyun tidak akan pergi ke Paris?

"Lalu kenapa dia bisa pergi?"

Jongin perlahan mengangkat wajahnya dan menatap Kyungsoo disertai sebuah senyuman miris. "Karena aku yang membiarkannya pergi. Aku tidak bisa menjadi alasan yang menahannya untuk menggapai mimpi yang dia inginkan."

Oh drama macam apa ini? Apa masakannya bermasalah? Apa tadi dia tidak sengaja memasukan wine atau vodka kedalam makananya? Dia merasa kalau semua ini hanya terjadi dalam benaknya saja.

"Aku bahkan mengantarkannya ke bandara tadi malam dan setelahnya aku berakhir di bar, lucu sekali bukan?" tanyanya sambil mendengus pelan.

Kyungsoo hanya bisa membalasnnya dengan senyuman tipis. "Mungkin juga kau melakukan hal yang benar. Kalian masih bisa berhubungan jarak jauh bukan?" Kyungsoo berdeham pelan. "Lagipula kalian juga sama – sama sibuk." lanjutnya sambil lalu membereskan piring – piring kotor, meninggalkan Jongin dengan pikirannya. Kyungsoo merasa bersalah tiba – tiba setelah mengatakan hal itu, apakah dia sudah kelewat batas.

"Kau benar," gumam Jongin saat Kyungsoo mengambil gelas kotor di atas meja. "Seharusnya aku tidak bertingkah bodoh seperti ini." Lanjutnya menatap Kyungsoo. Sekarang ada seberkas sinar dikedua bola mata gelap itu, sebuah senyuman mengiringinya kemudian.

"Benarkah?" tanya Kyungsoo ragu.

"Ya, kau benar. Lagi pula tidak akan ada bedanya jika dia di Korea atau di Paris." Jawabnya bangkit dari kursi. Kyungsoo tidak mengerti maksud dari persamaan yang dikatakan Jongin tapi saat dia hendak bertanya, Jongin sudah membalikan bandannya. "Aku akan bersiap – siap untuk pergi ke kantor."

"Kau yakin akan pergi ke kantor? Aku pikir kau butuh istirahat." Kyungsoo mengusulkan. Keadaan Jongin terlalu berantakan untuk pergi ke kantor.

"Jika aku diam di rumah, aku tidak akan berhenti memikirkan kepergian Baekhyun." Jawab Jongin sambil tersenyum miris.

"Oh ya, tentu." Ucap Kyungsoo akhirnya membiarkan pria itu kembali masuk ke dalam kamarnya.

Kyungsoo tidak memiliki alasan kuat untuk tetap menahan pria itu di rumah. Lagi pula mungkin dengan pergi ke kantor Jongin akan lebih baik.

.

Kyungsoo mengenakan kemeja berwarna putih dengan motif bunga yang dipadukan dengan rok potongan circle selutut berwarna navy yang membentuk pinggangnya. Sepasang hak tumit yang tak begitu tinggi berwarna putih melekat di kedua kaki mungilnya.

Dia menuruni tangga sambil mencoba menghubungi Luhan untuk menjemputnya. Tapi Luhan tak kunjung menjawab panggilannya bahkan ketika Kyungsoo sudah mencoba menghubungi wanita itu lebih dari lima kali.

"Kenapa?" suara Jongin tiba – tiba saja terdengar dihadapannya membuat Kyungsoo terkejut dan menghentikan langkahnya.

Dia melihat Jongin jauh terlihat lebih segar walau kedua mata sayu itu tidak bisa disembunyikan. "Kau yakin akan pergi ke kantor?" tanya Kyungsoo mengabaikan pertanyaan pria itu.

"Tentu, aku merasa jauh lebih baik setelah sarapan dan mandi."

Kyungsoo mengangguh dan tersenyum lega. "Syukurlah kalau begitu." Dia kembali menuruni tangga sambil kembali mencoba menghubungi Luhan.

"Sesuatu terjadi?" tanya Jongin ssambil membenarkan dasinya.

"Luhan tidak menjawab panggilan. Mobilku masih ada padanya." Jawab Kyungsoo sambil mencoba menghubungi Luhan.

"Aku bisa mengantarmu." Usul Jongin membuat Kyungsoo mengalihkan pandangannya.

"Apa kau tidak akan terlambat jika mengantarkanku dulu?" tanya Kyungsoo menatap jam yang melingkar di tangan kirinya.

"Tenang saja tidak ada yang berani memecatku jika aku telat sepuluh menit." Candanya.

Kyungsoo akhirnya memutuskan untuk menaiki mobil Jongin ke kafenya. Dia meninggalkan pesan suara pada Luhan untuk tidak menjemputnya di rumah. Untuk beberapa saat tidak ada percakapan diantara mereka, Kyungsoo sibuk dengan ponselnya sedangkan Jongin sibuk menyetir.

"Luhan masih tidak menjawab?" tanya Jongin membuka percakapan, menatap Kyungsoo sesaat.

"Begitulah, tapi aku sudah meninggalkan pesan. Aku penasaran kenapa dia tidak bisa dihubungi."

"Mungkin dia masih tidur?"

"Mungkin saja."

Kemudian tak ada lagi percakapan diantara mereka. Kyungsoo kebingungan untuk membuka topik baru sedangkan Jongin malah sibuk bersiul pelan.

"Aku pikir kau tidak akan pergi ke kantor." Ujar Kyungsoo pada akhirnya.

"Well... masakanmu menyelamatkan hariku. Lagipula hari ini aku memiliki banyak dokumen yang harus diperiksa juga meeting dan..." Jongin mengangkat bahu sambil menatapnya dengan ekspresi sedih.

"Kau pasti sibuk sekali hari ini," ucapan Kyungsoo disambut anggukan pelan oleh Jongin. "Aku harap kau tidak melewatkan makan siangmu hari ini." Lanjutnya sambil menundukan wajah berpura – pura mencari sesuatu dalam tasnnya. Namun tawa Jongin membuat dia mengangkat kembali wajahnya.

"Aku tidak janji. Aku biasa melewatkan makan siangku begitu saja karena terlalu sibuk di kantor. Aku bahkan terkadang tidak sadar saat langit berubah menjadi gelap. Jaewoon yang biasa mengingatkanku untuk pulang kalau tidak, bisa – bisa aku seharian duduk di kantor."

"Jaewoon yang dulu pernah datang ke acara pernikahan itu?" Jongin mengangguk membenarkan.

"Dia orang yang paling aku percaya di kantor. Biasanya dia yang mengatur jadwal atau semacamnya dan terkadang dia begitu rewel saat aku lupa waktu." Kekehnya.

Kyungsoo menatap pria disampingnya itu tak percaya. Dia tau kalau Jongin gila pekerjaan tapi dia tidak pernah tau kalau Jongin bahkan sampai lupa waktu. Mungkin wanita yang sekarang ada di Paris itu tak jauh berbeda dengan Jongin, sehingga mereka berdua memiliki hubungan yang tak pernah Kyungsoo mengerti.

"Kau mau aku mengatarkan makan siang untukmu?" Kyungsoo tidak benar – benar sadar saat mengatakannya. Kalimat itu terlontar begitu saja dari bibirnya. Dia bahkan sedikit menyesal karena melihat ekspresi Jongin yang menatapnya terkejut.

"Kau serius?" tanya Jongin sesaat kemudian. Mereka berhenti diantrian panjang jalanan Seoul yang pagi ini begitu padat. "Maksudku, tentu saja aku senang jika kau membawakan makan siang tapi apa kau mempunyai waktu disaat – saat makan siang seperti itu?"

Kyungsoo menghela nafas panjang setidaknya pikiran dia yang mengira Jongin akan menolak, terbantahkan. Tapi sekarang dia lupa soal kafe, tentu saja saat makan siang adalah jam – jam dimana kafe diserbu banyak pengunjung.

"Aku lupa memikirkan yang satu itu." Ucapya jujur merasa berdosa karena menawarkan sesuatu yang tak bisa dia lakukan tapi Jongin menanggapinya dengan kekehan pelan. "Tapi sepertinya aku bisa mengantarkannya setelah lewat jam makan siang, m-makudku jika kau tidak keberatan menunggu makan siangmu sedikit lebih lama." Kyungsoo berdeham mencoba untuk bersiap biasa.

"Jika kau terus mengatakan seperti itu, aku benar – benar berharap kau akan datang dengan kotak makan siang." Jawab Jongin sambil terkekeh. Pria itu kembali mengalihkan pandangannya ke jalan, saat perlahan kemacetan itu memudar.

"Aku pasti datang," gumam Kyungsoo pelan tapi Jongin masih bisa mendengarnya.

"Aku tidak akan berharap." Sela pria itu sambil tersenyum simpul. Kyungsoo ikut tersenyum bersamanya. Senyuman Jongin seakan memiliki mantra aneh yang membat Kyungsoo mau tidak mau ikut tersenyum.

"Katakan saja, seandainya aku benar – benar datang, kau ingin aku membuatkanmu makan siang seperti apa?"

Jongin berdeham pelan, pria itu terlihat menimbang – nimbang. "Apapun sepertinya, aku bahkan tidak keberatan jika kau membawa kudapan yang ada di kafe sekalipun." Jawabnya beberapa saat kemudian.

"Baiklah kalau begitu." Jawabnya singkat.

Sepanjang sisa perjalanan tidak ada topik lain yang dibicarakan, Kyungsoo seakan tenggelam dalam pikirannya sendiri, mencoba mengingat – ingat, masakan korea yang dulu pernah diajarkan neneknya.

"Sampai."

Kyungsoo baru saja sadar telah sampai di depan kafe saat Jongin mengintrupsi lamunannya. "Sepertinya kau sibuk memikirkan sesuatu." Gumam Jongin saat Kyungsoo hendak melepaskan seatbeltnya.

"Well... aku sedang memikirkan makanan seperti apa bisa aku bawa untukmu nanti," jawab Kyungsoo ragu – ragu.

"Jadi kau sudah memutuskan?" tanya Jongin seakan mengulur waktu. Kyungsoo mengangguk saat sebuah ide terlintas di benaknya.

"Mungkin aku akan membawakanmu sebungkus ramen, nanti pastikan kau menyuruh seseorang untuk menyiapkan air panas." Candanya, Kyungsoo pikir Jongin tidak akan tertawa dengan lelucon garing itu tapi nyatanya, lihatlah pria itu kini tertawa lepas.

"Oh... kau benar, aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali memakan ramen." Ujarnya setelah puas tertawa. Kyungsoo mengerutkan dahu mendengarnya.

"Benarkah? Aku pikir ramen dan masyarakat Korea tak bisa dipisahkan."

"Well... kau juga salah satu masyarakat Korea bukan? Kapan terakhir kali kau makan ramen?" Jongin balik bertanya, Kyungsoo hendak menjawab tapi ponselnya berdering. Dia meronggoh ponselnya dari dalam tas. Seperti perkiraanya Luhan yang menelphone.

"Minggu lalu bersama Luhan dan sepertinya aku harus turun sekarang sebelum benar – benar membuatmu terlambat."

Jongin mengangguk, Kyungsoo mengusap layar ponselnya "Sebentar" ujarnya pada Luhan di ujung telphone. Dia melangkah keluar dan sedikit mencondongkan tubuhnya agar bisa kembali menatap Jongin, "hati – hati." Ujarnya yang disambut dengan anggukan pelan. Dia menunggu disana beberapa saat sampai mobil Jongin menghilang di persimpangan jalan. Sudah lama sekali sejak dia dan Jongin terlibat dalam percakapan yang penuh candaan seperti barusan. Terakhir kali mereka bercanda dan tertawa itu saat...

"KYUNGSOO!" suara teriakan Luhan dari seberang telphone membuatnnya mengerjap dan menempelkan ponselnya di telinga.

"Kau dimana?" tanya Kyungsoo sambil menatap ke dalam kafe yang terlihat masih sepi, hanya ada Yixing disana.

"Apartemen, aku sepertinya akan terlambat, aku baru tidur beberapa jam."

"Apa yang kau lakukan semalaman?" tanya Kyungsoo sambil mendorong pintu kafe. Yixing bergumam menanyakan siapa, Kyungsoo menjawabnya tanpa suara sebelum menunjuk ke arah dapur.

"Aku malas menceritakannya, mungkin nanti. Sekarang berikan aku setidaknya 3 jam untuk tidur dan aku janji dalam tiga jam aku akan datang kesana."

"Baiklah-"

Kemudian tidak terdengar lagi suara wanita itu, Luhan memutuskan panggilannya sepihak membuat Kyungsoo hanya bisa menggelekan kepala. Kyungsoo hendak memakai celemeknya ketika Yixing masuk.

"Aku lihat Jongin mengantarmu pagi ini." Ujarnya seraya mengambil persediaan berbagai macam kue di lemari pendingin.

"Ya, Luhan mengatakan dia akan terlambat dan Jongin menawarkan diri untuk mengantarkanku." Jawab Kyungsoo sambil lalu tapi tidak kunjung ada respon dari temannya itu membuat dia menengok ke samping dan Yixing hanya berdiri dengan nampan penuh kue, menatapnya dengan tatapan penuh arti.

"Aku akan menceritakannya nanti saat pulang." Ujar Kyungsoo menghela nafas panjang. Yixing tidak menjawab, sahabatnya itu hanya mengangguk puas dan pergi meninggalkannya sendiri di dapur.

Kyungsoo mulai pekerjaanya membuat kudapan seperti pagi – pagi biasanya. Dia mencoba untuk melupakan percakapan singkatnya bersama Jongin tapi tak bisa dipungkiri percakapan singkat itu membuat paginya terasa lebih menyenangkan, Kyungsoo bahkan memutar sebuah lagu dari ponselnya dan bersenandung pelan. Dia tidak sadar dua temannya menatap dengan pandangan heran.

Jam makan siangpun tiba, tapi kafe sudah penuh bahkan dari sebelum itu. Kyungsoo dan Luhan perlahan mulai kewalahan membuat banyak kudapan itu. Terkadang mereka menyuruh Yixing atau Minseok untuk membantunya di dapur.

"Aku pikir kita membutuhkan personil tambahan, kawan." Ujar Kyungsoo yang sedang mengistirahatkan dirinya diatas kursi tinggi. Luhan mengangguk, wanita itu menegak satu gelas air putih dalam sekali teguk.

"Setuju, mungkin kita butuh beberapa pekerja muda untuk membantu." Timpalnya menyetujui. Kafe perlahan mulai terkendali, hanya ada beberapa pelanggan yang datang untuk sekedar membeli tart – tart kecil atau satu mangkuk pudding dingin.

"Aku akan pergi sebentar," ujar Kyungsoo saat menatap jam mungil yang melingkar di tangannya. Dia melepaskan celemeknya dan merapihkan sedikit pakaiannya. "Oh- kunci mobil?"

Luhan menunjuk tasnya dengan gerakan kepala, menatap Kyungsoo dengan kening berkerut. Tapi Kyungsoo sudah membalikan badan dan membuka kotak besar dengan logo kafenya yang biasa digunakan untuk membungkus kudapan – kudapan atau kue ulang tahun, dia mulai memasukan beberapa tart, muffin, cupcake dan kudapan lainnya kesana. Dia mendengar Luhan bertanya tapi pikirannya sedang sibuk dengan hal lain sehingga dia hanya bisa bergumam tak jelas.

Kyungsoo keluar membawa kotak penuh kudapan itu namun langkahnya tiba – tiba terhenti, pandangannya bertemu dengan Luhan tapi dia tak mempunyai waktu untuk berbicara. Dengan cepat dia meraih kotak yang lebih kecil dan kembali melesat keluar meninggalkan dapur dengan Luhan yang kebingungan dengan tingkah lakunya.

Kyungsoo membungkus cinammon roll dan sepotong red velvet kedalam kotak yang lebih kecil itu. Dia bergumam bahwa dia tidak akan pergi lama pada Minseok yang menatapnya dengan pandangan sama seperti Luhan. Kyungsoo berlari kecil keluar dari mobilnya dan menaruh dua kotak itu di jok belakang kemudian langsung masuk ke belakang kemudi dan melesat membawa mobilnya.

Dalam waktu lima belas menit dia sudah sampai di rumahnya. Dia memasukan kuncinya dengan tergesa – gesa dan langsung berlari menuju dapur, dia menggulung rambutnya asal dan memaki celemek detik berikutnya sida sudah sibuk dengan masakannya.

Setengah jam kemudian dia selesai dengan masakannya. Dia membuat Kimbab, karena waktunya yang tidak banyak dan dia tidak memiliki ide lain jadi mungkin untuk hari ini, kimbab mungkin cukup. Setelah memastikan makannya sudah masuk ke dalam box makan, dia bergegas menuju kamarnya untuk merapikan diri, sebelum pergi mengantarkan makan siang untuk Jongin seperti apa yang dijanjikannya tadi pagi.

Kyungsoo membasuh wajahnya dan kembali menggunakan make up tipis, tak ada yang spesial dari penampilannya karena mungkin dia memang tidak akan pernah mengharapkan apapun hari ini. Lagi pula apalah arti sebuah makan siang yang dibawanya hari ini, lagi pula Jongin masih mengharapkan Baekhyun. Namun dia sudah memutuskan apa yang harus dilakukannya. Dia hanya akan mencoba menjadi teman serumah-ya Kyungsoo sudah memutuskan hubungannya dengan Jongin- yang baik, dia hanya akan berusaha membuat Jongin bahagia. Sederhana.

.

Entah kenapa Kyungsoo menjadi begitu gugup saat masuk ke gedung tinggi milik Jongin ini. Tiba – tiba saja dia merasa canggung dan entah harus pergi kemana, ini pertama kalinya dia mendatangi kantor Jongin dan bodohnya dia tidak mau menelphone Jongin saking gugupnya.

Kyungsoo mau tidak mau mendekati meja resepsionis untuk bertanya. Entah kenapa dua paper bag di tangannya membuat dia semakin canggung bahkan hanya untuk bertanya ke reseptionis.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita berseragam navy dengan senyuman ramah yang terlihat palsu. Kyungsoo membalas senyumannya dan menengok ke samping kiri dan kanan sebelum menjawab.

"Apakah aku bisa bertemu dengan Jongin?"

Ekspresi wanita itu langsung berubah saat Kyungsoo menyebut – nyebut nama Jongin.

"Ada perlu apa nyonya dengan Tuan Jongin?"

Kyungsoo berdeham pelan saat wanita itu mulai menatapnya dengan tatapan mencurigakan. "Ada sesuatu yang perlu aku berikan." Jawabnya singkat. Wanita itu terlihat sedikit meragukannya. Kyungsoo mulai ragu dengan dandanannya hari ini, apa dia terlihat seperti orang mencurigakan ataukah dia terlihat seperti kurir pengantar barang.

"Anda bisa menitipkannya disini." Jawabnnya.

Kyungsoo mengigit bibirnya, dia perlu memberikannya sendiri pada Jongin bukan menitipkannya pada wanita dengan senyuman palsu ini. "Tapi saya harus memberikannya sendiri-"

Wanita itu mulai meninggikan suaranya. "Maaf tapi Tuan Jongin sedang tidak dapat diganggu-"

"Ada apa ini?" Suara itu mengintrupsi perdebantan kecil diantara mereka. Kyungsoo melirik pria yang baru saja datang itu, Jaewoon. Dia masih ingat dengan postur tinggi yang selalu terlihat rapi itu.

"Wanita ini ingin bertemu dengan Tuan Jongin, walau saya sudah mencoba mengatakan kalau-"

"Nyonya Kyungsoo?" Jaewoon langsung menyela pembicaraan wanita itu.

"Oh Tuhan, syukurlah kau masih ingat. Aku pikir kau sudah lupa denganku." Ujar Kyungsoo yang merasa lega sedangkan wanita di balik meja resepsionis itu mengerutkan dahinya heran.

"Tentu saja saya tidak akan lupa. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan sopan membuat Kyungsoo sedikit merasa tak nyaman.

"Tadinya aku ingin mengantarkan ini pada Jongin tapi dia mengatakan kalau Jongin sedang tidak bisa diganggu, apa dia sedang rapat?"

"Tidak, Tuan Jongin sudah selesai rapat sejak satu jam yang lalu." Jaewoon menatap wanita dibelakang resepsionis itu dengan tatapan tajam. "Kau tau siapa wanita ini?" tanya Jaewoon. Wanita itu langsung menundukan wajahnya dan menggeleng pelan. "Dia istri bos besarmu!" ujarnya dengan tegas.

"Sudahlah, mungkin dia tidak tau." Lerai Kyungsoo merasa tak enak dengan wanita yang sekarang wajahnya sudah memerah itu.

"Maaf nyonya, dia orang baru disini." Ujar Jaewoon kembali mengalihkan pandangannya. Kyungsoo langsung menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa, tidak usah dipikirkan."

"Jeosonghabnida" ucap wanita itu sambil membungkuk rendah padanya. Kyungsoo menepuk pundak wanita itu dengan tangannya yang tidak memegang paperbag.

"Tenang saja. Tidak perlu cemas seperti itu." Ujarnya kemudian memalngkan wajah pada Jaewoon."Jaewoon-sii, bisakah kau mengatarkanku ke ruangan Jongin?" tanyanya.

"Oh tentu, biar saja bantu bawakan." Jaewoon membantunya membawa kotak berisi kudapan itu dan berjalan beberapa langkah di depannya.

Sementara itu Kyungsoo masih sibuk memperhatian gedung tempat Jongin bekerja ini. Memang bangunan ini tidak jauh berbeda dengan milik ayahnya dan Chanyeol di New York sana, namun dia merasa ada hal yang aneh saat kakinya melangkah semakin jauh memasuki bangunan ini. Entah apa yang membuatnya seperti itu, tapi perasaan di hatinya membuat dia tidak bisa menahan diri untuk tersenyum.

"Menikmati pemandangan nyonya?" tanya Jaewoon sopan saat mereka menunggu lift terbuka. Kyungsoo mengalihkan pandangannya dan menatap pria tinggi dihadapannya itu.

"Begitulah," jawabnnya. "Ini pertama kalinya aku datang, jadi aku merasa sedikit aneh." Katanya, jujur.

Tepat saat itu pintu lift berdenting, Jaewoon menahan pintunya dan sedikit menggeser tubuh agar dia bisa masuk lebih dulu. Hanya ada dua orang karyawan disana, yang langsung membungkuk saat melihat Jaewoon. Pria itu membalas sapaan mereka dengan ramah dan ikut masuk ke dalam lift. Dia menekan tombol 7 kemudian terlibat percakapan dengan kedua karyawan itu, sampai akhirnya salah satu dari mereka membawa dirinya masuk ke dalam percakapan.

"Siapa wanita cantik ini? Apakah dia kekasihmu?" tanya seorang pria yang terlihat beberapa tahun lebih tua dari Jaewoon. Kyungsoo hanya tersenyum menatap Jaewoon, dia bingung bagaimana harus menjawabnya.

"Jangan bicara sembarangan, hyung. Dia istri dari pemilik gedung ini."

Kedua karyawan itu langsung terkesiap kaget dan membukuk sambil mengucapkan maaf. "Maafkan kami nyonya, kami tidak bermaksud-"

"Tidak apa – apa." Kyungsoo langsung menyela sambil mengibaskan tangannya. "Kalian bisa bersikap biasa. Jangan terlalu formal seperti itu." Kyungsoo merasa tidak enak saat pria yang jauh lebih tua darinya itu membungkuk formal.

"Ini pertama kalinya saya melihat istri Tuan Jongin." Ujar pria yang terlihat beruban itu dengan senyuman ramah.

"Ya, ini pertama kali saya datang ke kantor ini." Jawab Kyungsoo ramah.

"Membawakan Tuan Jongin makan siang?" tanyannya menatap paper bag di tangannya. Kyungsoo tersenyum canggung dan mengangguk.

"Ya," jawabnya singkat, dia terlalu malu jika harus melanjutan percakapan ini. Bersyukurlah karena di saat yang sama, pintu lift terbuka. Jaewoon menahan pintu lift dan membiarkan Kyungsoo berjalan duluan. Sebelum pintu lift tertutup Kyungsoo membungkuk pada dua karyawan di lift dan tersenyum tipis.

"Maaf karena sikap mereka." Ujar Jaewoon saat mereka berdua berjalan melewati lorong yang begitu terang dengan sinar matahari.

"Tidak apa – apa, aku tidak keberatan." Ujar Kyungsoo menyela. Sejujurnya mungkin ini memang salahnya yang tidak pernah menunjukan batang hidungnya di kantor Jongin, tida salah jika banyak sekali karyawan penasaran padannya.

Dia menebar pandangan pada lantai tujuh tempat Jongin bekerja. Terlihat lebih megah dari pada kantor milik ayahnya di New York, pantas saja perusahaan Jongin bisa membantu ayahnya.

Mereka sampai di satu pintu dengan warna silver yang tenang dengan aksen minimalis yang entah mengapa membuat Kyungsoo menjadi gugup. Dia penasaran dengan ekspresi Jongin saat melihatnya membawa makan siang.

"Seseorang membawakanmu makan siang." Ujar Jaewoon sambil tersenyum tipis menatapnya.

"Kyungsoo?" sahut – sahut suara Jongin terdengar. Jaewoon mendorong pintu itu dan bergeser agar tidak menghalangi pandangannya. Dia menemukan Jongin tengah duduk di kursinya dengan dokumen yang menumpuk di meja. Pria itu terlihat lelah namun ekspresinya berubah saat menatap Kyungsoo di pintunya.

"Oh my God! You made it!" ujarnya riang. Kyungsoo terkekeh pelan berjalan masuk, Jaewoon menyusul dibelakangnya.

"Yeah, kafe bisa teratasi dengan baik dan aku pikir tidak ada salahnya mengunjungimu disini." Jawabnnya tak kalah riang. Jaewoon menaruh paper bag di meja yang berada di sisi ruangan sebelum pamit pergi.

"Tunggu sebentar," cegah Kyungsoo sebelum Jaewoon melangkah pergi. Dia mengeluarkan tiga box sedang dengan logo kafenya. Dia sengaja membawa beberapa kudapan ekstra yang hendak dia berikan pada beberapa staff di kantor Jongin.

"Ini ambilah untuk penutup makan siang." Ujarnnya menyodorkan kotak itu pada Jaewoon. Pria itu terlihat ragu, menatap Jongin.

"Ambil saja, aku tidak akan memecatmu karena cemburu." Canda Jongin membuat Kyungsoo mengerutkan keningnnya sambil terkekeh.

"Aku membawa banyak tapi sepertinya tidak cukup banyak untuk dibagikan pada karyawan lain jadi mungkin ini hari keberuntungmu." Timpal Kyungsoo.

"Terima kasih banyak nyo-"

"Panggil aku Kyungsoo atau aku akan semakin canggung setiap kali datang kemari."

Jaewoon tersenyum dan mengangguk. "Kyungsoo. Terima kasih banyak untuk kudapannya."

Kyungsoo mengangguk membiarkan pria tinggi itu meninggalkan ruangan, menyisakan dia dan Jongin disana.

"Well... jadi kau berhasil meningglakn kafe?" tanya Jongin sambil duduk di sofa yang ada di sudut ruangan. Kyungsoo ikut duduk di hadapannya sambil mengeluarkan makanan yang telah dia siapkan.

"Ya, semua begitu terkendali jadi aku pikir tidak ada salahnya membawakanmu makan siang." Jawabnnya menyodorkan kotak makan siang berserta sumpitnya. Jongin menyambutnya dengan senang hati.

"Oh ini pertama kalinya seseorang mengantarkan makan siang ke kantor seperti ini."

Gerakan tangan Kyungsoo terhenti, bagaiman dengan Baekhyun? Apakah wanita itu tidak pernah sekalipun datang membawakan Jongin makan siang atau semacamnya? Namun Kyungsoo tentu saja tidak bisa bertanya mengenai hal ini, terlebih lagi dengan apa yang terjadi semalam.

"Kau membuat Kimbab?" tanya Jongin terkejut. Kyungsoo meringis sambil terkekeh pelan.

"Ya, dan aku ragu dengan rasanya." Jawab Kyungsoo tidak yakin.

Jongin seakan tidak mendengarkan, pria itu langsung menyantap makan siangnya dengan lahap membuat Kyungsoo tersenyum. Jongin membulatkan mata, menatapnya.

"Aku siap menjadi percobaan untuk apapun yang akan kau masak." Ujar Jongin membuat Kyungsoo terkekeh.

"I take it a complement."

"It's definitely a complement. Ini enak sekali."

Kyungsoo kembali terkekeh. Dia merasa begitu puas setiap kali melihat ekspresi Jongin saat menyantap masakannya. Kyungsoo bangkit membawakan segelas air putih dan mengeluarkan kudapan yang telah dibawannya.

"Aku membawakan beberapa kudapan lainnya, incase you're hungry or else." Ujarnnya membuat Jongin mengalihkan pandangan.

"Oh! How should I pay for this?" tanya Jongin masih terlihat riang.

"Fifty dolar, please?" canda Kyungsoo membuat Jongin ikut terkekeh. "Aku sudah cukup dengan melihatmu menikmati makan siangmu." Tambah Kyungsoo.

Ponselnya bergetar lembut, sebuah pesan masuk dari Luhan yang menyuruhnya untuk cepat kembali. Dia mengangkat wajahnya dari ponsel dan ternyata Jongin tengah menatapnya.

"Kau harus pergi?" tebak Jongin. Kyungsoo hanya tersenyum menyesal.

"Maaf aku tidak bisa menemani makan siangmu." Ujar Kyungsoo merain tasnnya dan bersiap untuk bangkit. Namun ternyata Jongin ikut berdiri bersamanya.

"Biar aku mengantarmu." Ujar Jongin merapihkan pakaiannya. Kyungsoo membelakak dan menggeleng pelan.

"Tidak perlu, aku bisa turun sendiri dan kau bisa melanjutkan makan siangmu." Tolak Kyungsoo halus.

"Tidak, bagaimana bisa aku membiarkan orang – orang berpikir aku membiarkan istriku turun sendiri?" timpalnya sambil berlalu menuju cermin di sisi lain ruangan.

Kyungsoo terdiam di tempatnya. Tentu saja. Tentu saja. Saat keluar dari ruangan ini, saat semua mata memandang, saat itulah mereka harus memainkan peran. Kyungsoo menundukan wajahnnya tersenyum miris, berpura – pura mengecek sesuatu di dalam tas.

Dia tau mereka hanya berpura-pura, dia tau ini hanya sandiwara, namun entah fakta yang sudah jelas ini tetap membuat derit ngilu dalam hatinya. Tapi yang membuatnya benar-benar tertegun adalah kata 'istri' yang baru saja terucap dari bibir Jongin.

"Jadi ini pertama kali kau datang kemari, bagaimana?" tanya Jongin saat mereka tengah menunggu lift.

Kyungsoo menghela nafasnya perlahan. "Canggung mungkin, rasanya tak seperti kantor milik Dad dan Chanyeol. Disini terasa lebih..." Kyungsoo kehabisan kata-kata untuk melanjutkannya.

"Mengerikan?" tanya Jongin sambil terkekeh.

Kyungsoo menggelang, "Berbeda, itu lebih tepatnya. Budaya, kebiasaan, sikap dan lainnya berbeda dengan saat aku ada di New York, kau mungkin tau apa maksudnya."

Tepat saat ini lift berdenting pelan bertapatan dengan membukanya pintu. Disana ada beberapa karyawan yang sedikit terkejut dan langsung membungkuk dengan hormat pada Jongin dan Kyungsoo. Dia merangkul pinggang Kyungsoo lembut dan menariknya masuk.

"Aku rasa kalian sudah tau siapa wanita disampingku ini." Ujar Jongin tanpa melepaskan rangkulannya.

"Ya." Jawab para karyawannya bersamaan. Kyungsoo sedikit membalikan badannya untuk menatap meraka dan memberika senyuman. "Kalian tampak serasi." Ujar seorang pria dengan rambut kecoklatan yang terlihat baru saja di semir.

"Terima kasih." Ujar Kyungsoo sopan.

Mereka berhenti di lantai 3 dan membungkuk sebelum lift pintu kembali tertutup. Sekarang hanya ada Kyungsoo dan Jongin dalam lift, dan wanita itu penasaran kapan Jongin akan melepaskan rangkulan di pingganya. Namun hingga mereka sampai di basement tempat dia memarkirkan mobilnya, barulah Jongin melepasnnya.

"Aku pamit." Ujar Kyungsoo hendak membuka pintu mobilnya, tapi sebelah tangan Jongin menghentikannya. Kyungsoo menelan ludahnya dan membalikan badan.

"Apa aku sudah mengucapkan terima kasih untuk makan siangnya?" tanya Jongin, wanita itu mengangguk sambil tersenyum.

"Dan apakah kau memiliki waktu malam ini?"

Kyungsoo tak bisa untuk tidak tersenyum mendengarnnya.

.

.

.

.

To Be Continued

Hallo guys! It's been almost 3 years! T.T

Aku tau, aku sudah membuat kalian menunggu cerita ini terlalu lama. Maafkan. Aku semakin ragu apakah masih ada yang mau baca atau engga. Tapi setidaknya aku udah berusaha buat kembali dari Hiatus yang terlalu lama ini.

Maaf karena 2 tahun terakhir kehidupan sebagai manusia yang tengah mencari arti kehidupan ini begitu sulit, ada banyak tugas yang harus diselesaikan, rapat yang harus dihadiri, project yang harus dikerjakan dan berbagai macam masalah yang perlu diselesaikan. Terlebih lagi semester depan harus berurusan langsung dengan skripsi, supaya bisa lulus 3,5 tahun, doakan guys!

Mungkin setelah lama tidak dilanjutkan, kalian harus kembali membaca chatper-chapter sebelumnya, tapi yaaa... mau gimana lagi T.T karna baru punya waktu buat nulis belakangan ini disela-sela magang yang sebenernya cuman gitu-gitu aja.

Pokonya permintaan maaf yang sebesar-besarnya buat kalian yang masih menunggu ff ini dengan sabar dan buat temen-temen yang sering DM atau komen buat sekedar ngingetin makasih banyak kalian :*

Kalian yang bikin aku mencari – cari celah buat nulis dan lanjutin cerita ini. Terima kasih banyak. I love you

Untuk yang terakhir, sekali lagi terima kasih karena masih setia menunggu FF ini dan terima kasih banyak karena telah meluangkan waktunya untuk memberikan komentar di kolom review. Juga terima kasih pada mereka yang selalu hadir menyapa saya di kotak pesan, ataupun twitter. Salam hangat untuk kalian semua.

See you on the next chapter

Bye

xoxo