"Aku adalah segalanya," kata Lord Sheene. "Kebaikan bukan bagian dari segalanya itu."

Naruto tidak punya alasan untuk tidak mempercayai kata-kata itu. Bagaimanapun juga, dia diculik, diam-diam dibawa kerumah mewah dipinggiran daerah terpencil, dan diperintahkan untuk memuaskan setiap hasrat lekaki... atau kehilangan nyawanya. Tetapi, Naruto bukanlah seorang pelacur. Maka ia mempertaruhkan segalanya untuk menyelamatkan dirinya dengen membuat rencana pelarian yang beresiko, meskipun kemudian dia tergoda dengan laki-laki tampan yang berbahaya itu. Ada sesuatu dalam mata lelaki itu yang membuat Naruto percaya bahwa ia memang kejam.


Naruto © Masashi Kishimoto

Uchiha Sasuke & Uzumaki Naruto

DLDR

Happy Reading

.

.


BAB 1


Somerset, 1822

"Perempuan muda ini tidak tampak seperti pelacur mana pun yang pernah kulihat." Aksen Yorkshire yang kental dari laki-laki itu bagaikan tusukan menyakitkan yang menyelimuti Naruto yang perlahan-lahan sadar. Dengan nyeri yang berdenyut-denyut dikepalanya, ia mengenali suara dari kampung halamannya.

Jika ia sudah berada di lahan pertanian itu di Ripon, mengapa perutnya kaku karena sakit? Mengapa ia tidak dapat menggerakkan tangan maupun kakinya? Rasa takut membuat darahnya membeku, membekukan suara ditenggorokannya.

Ingatlah, Naruto, ingat.

Ketika ia mencoba mengingat-ingat, yang ditemuinya hanyalah didinding kegelapan yang menakutkan..

"Pasti dia pelacur!" suara laki-laki lainnya dari sisi yang berbeda tempat Naruto berbaring meyakinkan laki-laki yang pertama. "Untuk apa dia ada di dok kalau ia bukan pelacur? Kamu dengar dia menanyakan arah ke Cock and Crown. Apalagi alasannya ke tempat itu kalau tidak untuk menggoda laki-laki beruang?"

Pelacur? Tidak mungkin mereka sedang membicarakannya. Rasa bingung berputar-putar menembus kabut yang menyelimuti benaknya. Bagaimana mungkin mereka menyangka Naruto yang terhormat adalah orang yang menjual dirinya dijalan?

Naluri menghentikan protesnya, seperti ada yang mengingatkannya bahwa yang terpenting adalah membiarkan dua laki-laki asing yang menakutkan itu menganggap dirinya masih belum siuman. Sambil tetap memejamkan matanya, Naruto berusaha malawan rasa sakit dikepalanya yang menusuk-nusuk dan memaksa pikirannya yang lamban untuk bekerja.

Potongan-potongan ingatan berserak, yang satu lebih membingungkan daripada yang sebelumnya, perlahan-lahan mengembalikan kesadarannya. Hari masih terang. Cahaya menerobos kelopak mata Naruto yang tertutup. Ia terikat pada semacam bangku panjang dengan bantal diatasnya, dengan tubuhnya yang terlentang dan kedua lengan pada sisi-sisi tubuhnya. Eratnya ikatan tali mencengkram pergelangan tangan dan kakinya. Dadanya dibebat tali yang tebal, membuatnya susah untuk bernafas.

Saat kesulitan bernafas tali yang lebar itu semakin erat menekannya. Naruto merasa kesadarannya hilang karena kekurangan udara. Peluh keluar dari kulitnya, membuat tulang-tulangnya terasa dingin, meskipun ruangan ini sama sakali tidak sejuk.

Ia pun masih membatu.

Ingatan yang membungungkan akan kekerasan dan ancaman timbul tenggelam di antara rasa mual dan pening. Kepalanya dipenuhi kekacauan. Kekacauan dan kecemasan menusuk yang berputar-putar.

Sambil berusaha mengatasi kepanikan yang menyelimutinya, Naruto memaksakan dirinys untuk bernafas. Dimanakah dirinya kini? Karena matanya yang tertutup, Naruto hanya dapat menyusun perkiraan-perkiraan yang campur aduk. Tidak ada hiruk-pikuk lalu-lalang kendaraan. Sebuah ruangan dipedesaan. Atau paling tidak disisi kota yang tenang. Bau menyengat tubuh laki-laki yang tidak mandi bercampur dengan tanda-tanda udara musim semi yang mengejutkan sarat aroma bebungaan.

Laki-laki yang pertama, mengeluarkan suara penuh keragu-raguan dalam-dalam dari tenggorokannya. "Tidak akan ada lady terhormat berpakaian hitam compang-camping. Dan ia pakai cincin kawin"

Kawannya mengeluarkan tawa yang mengejek. "Mungkin saja ia orang baru dibidang ini, sobatku Filey. Mungkin cincin itu juga sandiwara, sama seperti obrolan-lady nya itu. Kalau ia masih baru, justru bagus sekali. Kata Lord Madara, kita harus mendapatkan pelacur muda yang cantik bukan sundal tua yang sudah rongsokan."

Rasa tidak percaya yang mengerikan memenuhi diri Naruto. Ia adalah seorang lady, meskipun lady yang ini pakaiannya usang dan ada lubang disepatunya. Orang-orang memperlakukannya dengan hormat. Apakah mereka memperkosanya saat dia tidur? Ya Tuhanku, aku tak sanggup membayangkan mereka menyentuhku ketika aku terbaring tak sadarkan diri. Tapi jika mereka memang sudah menyentuhku, aku pasti sudah ketahuankan. Sepertinya belum terjadi apa-apa. Syukurlah.

Tapi apa ini? Bayangan bagai mimpi buruk mencekam dirinya, bergundal-bergundal itu memperkosanya lagi dan lagi. Mulutnya dipenuhi rasa pahit empedu. Naruto berusaha sekuat tenaga untuk tetap diam ketika saraf-sarafnya berteriak untuk menjerit, memberontak dan melawan. Seperti saat ia berontak dan melawan kedua begundal yang menculiknya di Bristol.

Ya, sekarang ia ingat. Semuanya.

Sepupu Vere telah menawarkan tempat tinggal dan pekerjaan untuk Naruto untuk menyelamatkannya dari kemelaratan, tetapi Vere tidak menjemputnya dari kereta pengirim surat. Setelah menunggu berjam-jam, Naruto berjalan dikegelapan malam untuk mencari Vere. Naruto tidak menemukan sepupunya itu. Sebaliknya, ia bertemu dengan iblis dalam wujud manusia ini.

Monks dan Filey.

Dengan susah payah Naruto berusaha keras mengingat-ingat perjumpaan singkat yang mengerikan itu dalam kegelapan. Ia menanyakan arah kepada kedua begundal bagur itu. Karena merasa tenang mendengar aksen Yorkshire mereka yang akrab ditelinganya, Naruto menerima tawaran mereka untuk menemaninya menuju penginapan tempat transit untuk pengirim surat. Saat itu Naruto betul-betul ketakutan tersesat ditengah jalanan daerah dok yang seperti labirin gelap tak berujung sehingga bantuan apapun diterimanya dengan gembira.

Bodoh. Bodoh. Bodoh,

Meraka menjebaknya disuatu gang sempit. Filey memegangi dirinya sementara Monks menjejalkan laudanum kedalam kerongkongannya. Bau Filey yang busuk, amis, menjijikan, tidak bisa dilupakan, masih melekat dilubang hidung Naruto. Kini bau beracun itu semakin kuat ketika Filey mendekatinya.

"Aye, ia kelihatan segar. Ia cukup cantik dan sehat untuk memikat merquess. Tetapi, kupikir ia sama sekali tidak mirip seperti pelacur"

Monks menggerutu. "Terserah, dia akan berperan sebagai pelacur sampai tuanku bosan padanya. Moga-moga ia tahu satu atau dua muslihat untuk mengembirakan laki-laki muda itu. Atau perempuan ini tidak akan bertahan satu bulan."

"Kita harus mencicipi dia ketika ada kesempatan." Pikiran-pikiran penuh sesal Filey menguji kendali Naruto yang lemah atas isi perutnya yang bergejolak.

"Kita yang mengawasinya. Nanti kamu dapat giliran kalau tuan sudah puas. Ayo pergi. Laudanumnya akan segera habis khasiatnya. Jika ia bangun dan melihat tampangmu yang jelek itu, ia sudah siap untuk sang marquess."

"Aku tidak peduli." Ujar Filey. "Perempuan ini payudaranya besar. Berani taruhan pasti enak dicoba." Nafas bau minuman keras terembus kewajah Naruto. Jantung Naruto berdegup kencang seperti seekor kuda yang terluka yang hendak dibunuh. Jeritan Naruto tertahan dibalik giginya.

Naruto tetap diam tak berani bersuara. Tidak mungkin ini terjadi. Tak mungkin. Tak mungkin terjadi padaku .

"Lepaskan dia, Filey" sambar Monks. "Kalau marquess tau kau sudah mencicipinya duluan, ia pasti marah besar."

"Dia gak perlu tahu" Tangan yang berkeringat itu mulai mencengkram kerah gaun Naruto. Melihat hal itu Monks menggerutu sebal. "Ia bisa tahu kalau perempuan ini ngomong. Aku tidak pernah melihat perempuan bisa tutup mulut."

"Ah, kamu benar" kata Filey. Menyesali kebenaran kata-kata kawannya itu. Setelah saat yang terasa lambat dan sangat memuakkan itu, Filey menyeret langkahnya pergi. Lamat-lamat Naruto mendengar pintu dibanting keras. Akhirnya ia sendirian. Naruto terisak pelan dan membuka matanya.

Ia berada diruangan yang nyaman dengan dinding-dinding berwarna putih dan dua buah pintu. Pintu yang pertama tertutup dan yang kedua terbuka dan ke arah taman yang cerah akan sinar matahari. Rasa tidak percaya nya menyeruak. Tidak mungkin rasanya ia diculik dari jalanan umum dan dibawa kesini untuk melayani orang-orang yang tak dikenalnya.

Pengaruh laudanum berkurang. Seorang aristokrat bejat hendak menggaulinya sebelum menyerahkannya ke antek-anteknya yang menjijikkan.

Naruto harus segera lari, sebelum para penanderanya kembali. Sebelum Lord Madara yang misterius yang memerintahkan anak buahnya untuk mencari pelacur muda yang cantik—Naruto merasa ngeri dengan ungkapan itu—datang dan melihat apa yang diperoleh kaki tangannya untuk memuaskannya.

Obat bius itu masih menyumbat kesadarannya dan rasanya yang busuk memnuhi rongga mulutya. Naruto betul-betul membutuhkan air minum sekarang.

Tidak, yang betul-betul dia inginkan adalah kembali ke Cock and Crown mengunggu sepupu Vere datang menjemputnya.

Terengah-engah dan terisak-isak. Naruto berusaha melepaskan ikatan dari tali kulit yang membelenggunya.

"Kamu tidak akan berhasil melepaskan ikatan itu." Seolah-olah sudah menduga apa yang ada dalam benak Naruto, seorang laki-laki berbicara dari pintu taman. "Aku tahu itu. Aku telah berulang kali berusaha lepas dari ikatan itu."

Naruto mengangkat kepalanya kearah suara itu. Sinar matahari menyilaukan matanya. Yang terlihat hanya sesosok tubuh tinggi dengan bahu yang lebar. Tetapi Naruto mendengar suara itu dengan jelas.

Suara yang dingin dan seperti sebuah es serut diatas tumpukan buah-buahan yang nikmat, yang sudah tidak pernah Naruto konsumsi lagi. Suara bariton yang dingin dan terpelajar itu lebih menakutkan bagi Naruto dibandingkan dengan omongan Monks dan Filey yang cabul.

Lalu Naruto menyadari apa yang laki-laki itu katakan. " Mereka juga mengikatmu ke meja ini?"

Laki-laki itu masuk keruangan. "Tentu saja," ujarnya kalem seolah-olah perkataannya itu tak berarti apa-apa.

Bayangan pantulan cahaya keemasan itu menjelma menjadi seorang laki-laki sekitar dua puluh lima tahunan dengan kemeja putihnya yang longgar dan celana warna tembaga. Tingginya sekitar enam kaki dan tampak terlalu kurus untuk orang setinggi dia, tetapi Naruto sadar betapa kuatnya laki-laki itu. Mungkin saja dia ramping, tapi ramping berotot.

Laki-laki itu cukup tampan. Naruto sangat ketakutan, tapi ia tak dapat menolak hasrat untuk mengamati setiap bagian dari laki-laki itu. Bukan karena ia tertarik, cam kan itu ya. Bukan karena ia tertarik.

Rambut hitam yang indah dikepalanya. Hidung panjang dan mancung. Tulang pipi yang kukuh, makin terlihat karena laki-laki itu kurus. Kedua matanya yang memandang dengan sorot datar tapi jauh didalam itu Naruto bisa melihat kesedihan yang mendalam. Kedua mata itu terletak dibawah alis tegap yang melengkung. Laki-laki itu tampak seperti salah satu Malaikat Tuhan yang dengan takzim menunggu perintah dari Sang Maha Agung. Namun, tidak ada malaikat yang mengamat-amati tubuh Naruto yang terbaring dengan keingintahuan seperti itu.

Pengamatan si malaikat yang makin memanas itu dilakukan perlahan dengan menikmati tubuh Naruto sepenuhnya. Pengamatan itu berlangsung berlama-lama dibagian payudaranya, yang membuat Naruto tesentak menyadari garis leher gaunnya yang sedikit terbelah. Otot-ototnya menegang karena rasa takut dan penolakan.

Sudah lama Naruto hidup dalam ketakutan sehingga mengahadapinya dengan kuat dan penuh keyakinan adalah satu-satunya strateginya. Naruto menatap laki-laki itu dengan perasaan bernyala-nyala, "Apakah anda Lord Madara?"

Mulut laki-laki itu membentuk senyuamn tanpa simpati. "Bukan. Lord Madara adalah pamanku."

"Jika anda bukan Lord Madara, maukah anda menolong saya? Paman anda membawa saya ke sini untuk.." Naruto kehilangan kata-kata, meskipun ia ragu penggambaran seperti apa pun yang ia pilih akan mengejutkan malaikat didepannya itu.

Senyuman samar itu lagi. Seperti tubuhnya, mulut laki-laki itu begitu sempurna, mebuat Naruto iri. Dengan lebar yang cukup untuk membuat ekspresif. Bibir atas yang tinggi. Bibir bawah yang melengkung penuh.

"Menghiburnya?" suara yang dalam itu terdengar penuh ironi ketika ia memilih kata yang tidak menyakitkan dan mereka berdua mengetahuinya. Ia bergerak mendekat sehingga bayangannya pun jatuh pada Naruto. Naruto menahan serangkaian rasa panik lainnya.

Jari-jari Naruto mencengkeram dibawah tali yang mengikat kuat itu. "Ya. Anda harus menolong saya untuk melarikan diri."

"Harus?" Lelaki muda itu mengulurkan satu tangan dengan jari-jarinya yang panjang untuk mengusap pipi Naruto yang memiliki tanda lahir seperti kumis kucing itu, meski sekarang tertutup oleh riasan. Sentuhan yang menyejukkan, tetapi Naruto tersentak menghindar seolah-olah terluka oleh belaian itu. Laki-laki itu mengangkat, memegangu dan memerikasa dagu Naruto. "Hmm, Cantik."

Lelaki itu membuat Naruto jujur saja. Tetapi, ia satu-satunya kesempatan bagi Naruto untuk melarikan diri sebelum Lord Madara yang belum pernah dikenalnya itu datang. Naruto memperlunak suaranya. "Tolong, tuan. Tolonglah saya."

Naruto memejamkan matanya. Meskipun demikian Naruto tahu bahwa senyum sepintas itu sekali lagi tersungging lalu lenyap. "Lebih baik. Jauh lebih baik."

Monster itu mempermainkannya. Ia mempermainkan Naruto sejak awal. Dengan gugup Naruto menelan ludah. "Saya mohon demi kehormatan Anda, tuan. Anda tidak bisa..." Tidak. Bersikeras tidaklah berguna. "Saya mohon bantuan anda."

"Nah, aku tahu kamu bisa menggunakan nada yang tepat. Saya tergerak oleh permintaan anda, nyonya. Nada merendahmu betul-betul sentuhan seorang ahli. Selamat."

Kedua mata Naruto menyentak terbuka. Sungguh aneh rasanya merasa jengkel dan begitu ketakutan disaat yang bersamaan. "Saya tidak setuju, tuan. Anda berbicara seolah-olah saya ini seorang.. seorang pemain sandiwara yang sedang memainkan bagiannya."

"Sungguh?" Ia menelan kata-katanya. Dengan menjentikkan jari-jari tangannya, laki-laki muda itu melepaskan Naruto seolah-olah menyentuh perempuan itu sama dengan menghina dirinya sendiri. "Betapa teledornya diriku padahal jelas-jelas kamu sudah pernah memainkan peranan ini."

Ia melenggang pergi meninggalkan Naruto dengan rasa risau yang tampak nyata bagi Naruto meskipun dia sedang ketakutan. Setelah tidak berhasil, Naruto mencoba kesempatan terakhirnya untuk mendapatkan pertolongan lelaki muda itu. "Paman anda hendak memperkosa saya. Anda tidak bisa meninggalkan saya begitu saja."

Laki-laki itu memutar badannya dan kembali mengahadap ke arah Naruto, dengan wajah luar biasa tampan yang menyembunyikan cibiran dengan sopan. "Kegalauan yang memukau,nyonya. Dan hampir-hampir meyakinkan. Tetapi kita berdua sama-sama tahu kamu ada disini untuk ku dan bukan untuk paman ku. Kecuali ada yang membubarkan tujuanmu seperti cakaran kucing."

Nauto mengulum lidahnya yang kering. "Anda gila." Lelaki itu mengeluarkan tawa kegusaran yang singkat untuk pertama kalinya bertatapan dengan Naruto. Mata laki-laki itu hitam legam, mata indah yang menghipnotis, jarang ditemui, lebih dingin dari apapun yang ditemui Naruto.

Dengan lembut laki-laki itu berbicara sembari menatap mata Naruto. "Memang betul, sayang. Sungguh-sungguh gila dan tidak bisa disembuhkan."

.

.

TBC

Story ini berasal dari novel yang sama berjudul "Untouched" dengan perubahannya saya ingin berbagi kepada readers sekalian salah satu Novel favorite saya. Hehehe, menurut kalian ini dijadikan yaoi atau straight aja? Saya cukup bingung soalnya. well, mind to review?

With Love,

Hikari Kireina