Arc I: Uzumaki Naruto dan Klub Penelitian Ilmu Gaib

Prologue

.

[Masa SMA-ku Yang Menyenangkan]

Uzumaki Naruto, 1-C

.

Masa remaja adalah masa di mana setiap orang berbahagia. Saat aster dan mawar bermekaran di mana-mana bagi orang-orang.

Di cerita-cerita anime dan manga bertema sekolah yang kulihat, para tokoh utamanya adalah mereka yang selalu bersemangat dan menganggap setiap hati manusia adalah bibit bunga yang siap disiram untuk dijadikan hiasan di pojok ruangan.

Untuk kebanyakan orang, masa remaja adalah oasis di umur tua.

Maksudku, sudah jadi kebiasaan pad saat setiap orang yang berkumpul dalam acara reuni, mereka akan selalu bersemangat ketika mereka menilik kembali masa-masa remaja. Tak peduli, walau dulu mereka adalah manusia malang yang ditindas oleh orang yang sekarang tertawa bersama mereka.

Parahnya lagi, karena hukum karma, orang yang dulu menindas mereka kini bernasib lebih mengenaskan dari yang ditindas.

Hey, dendamlah sedikit!

Jika hanya dengan menilik kembali masa-masa remaja, dan rasa emosi ketika ditindas hilang, buat apa opera sabun pagi ada!

Jadi, kesimpulanku, masa remaja itu membosankan, penuh kebohongan, plus medan perang yang berbahaya.

Saat ulangan tiba, anak-anak populer akan mulai berkata: "Bro, bagi contekan yah!"

Begini, bagi mereka yang punya banyak teman, resiko untuk dimanfaatkan lebih besar. Ambil contoh saja: Ulangan Harian. Anak-anak populer brengsek yang berteman dengan murid SMA di bawah kastanya akan selalu meminta contekan dengan muka tanpa dosa sambil bilang: "Eh, kamu 'kan pintar. Bagi contekan dong!"

Nah, keadaan yang seperti ini, hukum ditindas dan menindas berlaku mutlak.

Saat ada embel-embel kamu 'kan pintar pasti selalu diikuti dengan kalimat paksaan bagi contekan dong!

Pada dasarnya, manusia akan selalu berusaha mendapatkan pujian. Tapi, pada suatu keadaan tertentu, untuk tujuan tertentu, sebuah individu akan mencoba meninggikan orang lain, dan merendahkan dirinya.

Dengan kata lain, si murid brengsek itu mencoba merayu si murid yang di bawah kastanya.

Di sinilah dilema benar-benar menyakitkan. Si murid di bawah kasta tadi hanya punya dua pilihan:

Pertama, menerimanya, dan merelakan jawaban mereka dicontek habis-habisan oleh si brengsek tadi. Resikonya, kalau ketahuan akan langsung disobek kertasnya. Efek berkelanjutannya, adalah dijadikan budak oleh si brengsek.

Kedua, menolaknya, dan tidak mengiraukan apapun yang brengsek tadi ucapkan. Keuntungannya, kau bisa lebih percaya dengan apa yang kau kerjakan. Resikonya, dibilang sombong, tak setia kawan, dan dijauhi. Efek berkelanjutannya, dipaksa untuk mejauhi ekosistem kelas, dan akhirnya dipaksa untuk mejadi penyendiri.

Maka, akhirnya, apapun argumennya, masa remaja benar seperti yang kukatakan. Sebuah medan perang penuh pilihan mutlak yang benar-benar berbahaya!

NB: Mati sana brengsek!