Title: Rubik's Curse

Author: kyoonel1220

Main Casts: HunHan

Genre: Mystery, Horror

Length: Chapter

Disclaimer:Sehun milik Luhan, Luhan milik Sehun. Titik.

A/N: Ada salah satu adegan yang author ambil dari cerita urban legend, tapi ini lebih dikembangkan.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jika kau berpikir Luhan akan mengenyahkan rubiknya akibat kejadian tempo haripada dirinya terhadap rubik itu, maka kau salah. Luhan bukannya—bisa kita bilang—menghindar dari rubik itu, namun Luhan seakan-akan malah semakin diperdaya. Ya, semenjak kejadian tak terduga itu, Luhan memilih untuk berpikir positif dalam artian ia secara tak langsung mengekang akal sehatnya. Ia sudah menutupi relung hati terdalamnya dengan kabut yang mengatakan bahwa 'Itu sama sekali tak pernah kulakukan! Gila saja, aku meletakkan rubik itu diatas meja makan pada pukul tiga dini hari, mengacaknya dan jelas-jelas malam sebelumnya aku menaruhnya didalam lemari.' Namun Luhan berusaha sebisa mungkin untuk mengelak, ia meyakinkan dirinya sendiri—walau sepenuhnya tak yakin— bahwa benar ia yang ada dalam cerita Sehun dan perihal 'rubik didalam lemari' serta 'bayang-bayang rubiknya saat ia dan Sehun sedang bercinta' hanyalah halusinasi gila tingkat akutnya. Ya, Luhan berusaha seperti itu.

.

Kamis,

29-01-15 (07.30 AM)

Apartemen 133

"Bangun, ish rusa ini." Sehun terus saja mengganggu Luhan yang masih setia bergelung dibawah selimutnya. Ia mulai mencubiti dan sesekali meremas bokong Luhan. Luhan yang kesal pun berteriak,

"RUSAMU MENGANTUK, SEHUUUNNNN!" Sehun terkekeh mendengar teriakan Luhan. Ia pun menjatuhkan dirinya diatas tubuh Luhan dan dengan cekatan ia menarik selimut tersebut lalu mencubiti pipi Luhan kencang.

"BANGUN, RUSA!" Seru Sehun tegas dan semakin gencar melakukan kegiatannya mengganggu Luhan saat ini. Luhan mendelik tak suka kearah Sehun.

"Iya, ini aku sudah bangun, bodoh." Ketusnya sembari mendorong kuat Sehun hingga Sehun terjatuh dari atas ranjang mereka. Luhan tertawa puas melihat Sehun yang sedang mengusap-usap bokongnya dan dengan cepat ia langsung melesat menuju kamar mandi agar tak mendengar rengekan menyebalkan dari Sehun.

BRAK!

Mendengar bantingan pintu kamar mandi oleh Luhan membuat Sehun harus mengelus dadanya sabar untuk menghadapi kekasih imutnya itu.

Tak lama kemudian, ponsel Sehun bergetar. Ternyata ada pesan masuk dari Chanyeol.

Hei, man. Buku tulismu terbawa olehku. Bisakah kau mengambilnya dirumahku sekarang?

Sehun pun memutar bola matanya malas, lalu membalas

Aku akan tiba lima belas menit lagi, man.

Sehun pun bangkit dari duduknya, lalu berjalan menghampiri kamar mandi untuk memberitahu Luhan.

TOK TOK TOK

"Sayang, aku pergi dulu ya sebentar, aku ingin mengambil buku tulisku di rumah Chanyeol. Lima belas menit lagi aku kembali, tunggu aku." Seru Sehun. Luhan yang sedang sikat gigi pun jadi tersedak karena kaget dengan ketukan pintu oleh Sehun.

"Iya, aku menunggumu." Sahut Luhan balas berteriak setelah kumur-kumur. Tak lama setelah itupun Sehun langsung melesat keluar apartemen mereka.

Tak lama setelah Sehun pergi, Luhan pun sudah keluar dengan handuk yang melingkari pinggangnya. Ia pun berjalan menuju lemari guna memilih pakaian yang akan ia kenakan, saat ingin mengambil celana jeansnya, tangannya tak sengaja menyenggol rubik disebelahnya. Rubik dengan keadaan masih teracak itupun tergeletak begitu saja dilantai.

Seluruh perhatian Luhan seakan-akan telah tertuju pada rubik itu sepenuhnya. Entah mengapa setiap kali melihat rubiknya itu, ada perasaan ingin selihai mungkin menaklukannya. Perlahan ia pun mengulurkan tangannya guna meraih rubiknya. Dapat. Luhan tak tahan lagi, tak mengindahkan celana jeansnya, ia malah duduk ditepi ranjang dengan handuk yang masih melingkar dipinggangnya. Lalu Luhan mengambil ponselnya dan membuka aplikasi stopwatch.

Tiga

Dua

Satu

Luhan mulai mengotak-atik rubik kesayangannya itu. Ia begitu cekatan. Ini bukan hanya perasaan semata, namun Luhan memang menyadari bahwa jari-jarinya semakin ringan setiap kali mengotak-atik rubiknya. Dan setiap kali ia mengotak-atik rubik kesayangannya itu, perasaan tentang 'bukan aku yang mengacak rubik itu tempo hari' pun seolah sirna.

"Selesai!" Seru Luhan girang.

Delapan menit lewat lima detik

Itulah yang Luhan lihat dilayar ponselnya. "Semakin berkembang." Gumamnya senang setelah mengetahui kemampuan bermain rubiknya semakin lihai. Tak lama setelah ia meletakkan rubiknya diatas ranjang,

BRAK!

BRAK!

BRAK!

Terdengar suara bantingan pintu yang sangat keras. Luhan pun sontak terkejut. Dengan perasaan was-was, ia segera menuju lemari pakaiannya dan langsung mengenakan kaos putih polos dan boxernya asal. Darimana asalnya suara-suara gaduh itu? Batinnya bingung. Sekarang ini degupan jantungnya tengah terpompa cepat, ia berusaha untuk tenang dan tak berpikir macam-macam. Sebelum keluar kamar, Luhan benar-benar memastikan terlebih dahulu bahwa rubiknya ada diatas ranjang. Setelah itu ia keluar dengan membawa raket listrik. Apakah ada maling? Tapi, bagaimana bisa? Apartemen ini kan menggunakan sistem sandi, atau mungkin binatang, seperti kucing? Luhan terus menerka-nerka.

CKLEK!

HUSH~

Dirinya diterpa angin setelah menutup pintu kamar. Aneh, pikirnya. Luhan meneguk ludah gugup. Luhan pun mulai berjalan dengan pelan menyusuri bagian tengah apartemennya. Luhan tak mungkin salah dengar, bahkan ia masih mendengar suara bantingan pintu tersebut samar-samar. Luhan masih berjalan, dan kini ia telah sampai di dapur.

Sepi dan dingin.

Sama seperti biasanya, namun entah mengapa seperti ada aura dingin yang tengah menyelimuti dapurnya saat ini. Setelah memastikan dapur aman, Luhan kembali berjalan. Kini ia menuju balkon kamarnya. Siapa tahu suara-suara gaduh itu berasal dari luar. Namun ketika Luhan melihat, tidak ada apa-apa. Ia semakin gugup. Kemudian ia manyempatkan melihat bahwa rubiknya masih ada diatas ranjang. Tak lama setelah itu, ia kembali keluar.

'Perpustakaan Cinta'

Luhan kini telah berada tepat di depan pintu dengan titel seperti itu. Ya, ruangan ini adalah tempat khusus mereka mengerjakan tugas-tugas kampus, terdapat banyak buku layaknya perpustakaan sungguhan, ruangan ini juga menyimpan alat-alat untuk seks.

Luhan menghela napasnya gugup. Tak ada tanda-tanda bahwa ada penyusup di ruangan ini—lebih tepatnya— apartemennya. Luhan pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya lagi guna bersiap untuk berangkat ke kampus. Ia pun berbalik, dan ketika ingin melangkah,

BRAK!

Sangat jelas. Suara bantingan pintu tersebut. Tepat dibelakangnya. Jantung Luhan terpompa semakin cepat, keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhnya. Luhan berusaha sebisa mungkin untuk tenang,

BRAK!

Lagi. Luhan memutuskan untuk menoleh ke belakang. Dan memang, pintu ruangan khusus mereka telah terbuka dengan lebar. Seketika bulu kuduk Luhan meremang. Dengan telapak tangan yang sudah basah karena keringat dingin, ia tambah mencengkram kuat pegangannya pada raket. Luhan menarik napasnya pelan dan membuangnya perlahan.

Kalau aku memeriksa kedalam, kemungkinan besar aku bisa menangkap oknum penyusup tersebut. Ya, aku harus masuk, dan melayangkan jurus taekwondoku agar ia kapok, pikirnya berusaha mengiyakan bahwa memang ada seorang penyusup yang memasuki apartemennya.

TAP

TAP

TAP

Hanya terdengar suara langkah Luhan yang hanya menggunakan sandal rumah saat ini. Suasananya hampir sama seperti dapur. Dingin. Ia pun mengitari ruangan tersebut. Perlu diketahui, ruangan ini juga didesain agar terlihat seperti perpustakaan sungguhan. Rak-rak yang terdapat banyak buku sesuai dengan judulnya. Bisa dibilang ini adalah sebuah perpusatakaan mini bergaya klasik. Luhan yakin betul bahwa hanya ada dirinya di ruangan ini. Ia telah mengitari seluruh bagian ruangan ini, namun nihil. Ia tak menemukan sang penyusup.

Luhan berhenti didepan rak buku bernamakan 'Novel Misteri'

Luhan berusaha melupakan kejadian yang baru saja ia alami dengan memilah-milih salah satu novel. Luhan ini pecinta novel misteri.

WRASH~

Luhan tak buta. Ia tak mungkin salah liat. Ketika ia tengah asyik memilih novel mana yang akan ia baca, ia menangkap sekelebat bayangan hitam yang lewat dengan sangat cepatnya disertai angin yang menerpa kembali dirinya melalui celah-celah deretan novel tersebut.

Ingin rasanya Luhan teriak dan meminta pelukan hangat dari Sehun. Ia pun meneguk ludahnya gugup. Debaran jantungnya semakin menggila. Perlahan dirinya mundur, namun sialnya ia malah menabrak dinding. Langkahnya otomatis terhenti. Luhan pun berusaha meraih ponselnya guna menghubungi Sehun dengan tangan yang bergetar serta licin tersebut. Namun, saat akan menekan tombol call,

"AAAARRGGHHH!" Luhan berteriak kencang. Bagaimana tidak? Saat ini ia melihat pemandangan yang sangat mengejutkan tepat dihadapannya.

Terdapat helaian rambut panjang yang tengah menjuntai dari atas rak novel misteri hingga menyentuh lantai.

Dan tak lama setelah itu,

BRAK!

Terdapat sebuah potongan tangan yang terjatuh dari atas rak tersebut dengan kuku-kuku yang sudah tak ada, dan potongan tangan itu sangatlah pucat, namun bisa dilihat ada bekas-bekas darah yang sudah mengering disekitar jari-jari serta ujung tangan yang telah terpotong itu.

Luhan membekap mulutnya tak percaya. Raket yang tadi digenggamannya kini telah terjatuh begitu saja. Wajahnya pucat pasi sekarang, apalagi potongan tangan pucat itu tepat didepan kakinya.

Luhan menggeleng-gelengkan kepalanya kacau, "A-apa..apaan, i-ini" Suaranya pelan dan tercekat. Luhan pun berjalan menyamping guna menjauh dari hal tak terduga dihadapannya kini. Dan tiba-tiba saja,

GREB!

Ya. Akhirnya. Dekapan hangat seseorang ini yang sedari tadi ia butuhkan. Luhan pun meraung ketakutan didekapan seseorang ini.

"Aku mencarimu sedari tadi, ternyata kau disini." Ya, orang itu adalah Sehun. Luhan bisa merasakan bahwa napas Sehun tersenggal, sepertinya ia habis berlari.

"Apa yang terjadi, sayang? Mengapa kau sangat kacau seperti ini? Aku memanggil-manggil namamu dua puluh menit yang lalu, namun tak ada sahutan berarti. Aku mengelilingi apartemen kita dan aku mempunyai firasat bahwa kau ada disini, namun pintu ruangan kita terkunci, sehingga aku harus mendobraknya. Seingatku, aku belum mengunci ruangan ini, dan, bagaimana bisa kau ada disini?"

Kepala Luhan terasa ingin meledak ketika mendengar semua pertanyaan serta pernyataan Sehun. Ia sangat kacau saat ini. Tubuhnya semakin bergetar hebat, dan ia bisa merasakan bahwa Sehun mendekapnya semakin erat.

"Se-Sehun.." Panggil Luhan lemah, diiringi dengan isakan kecilnya.

"Kenapa, sayang?" Tanya Sehun lembut sembari terus mengecupi pucuk kepala Luhan guna menenangkan. Ia juga sangat bingung mengapa Luhan menangis seperti orang ketakutan seperti ini. Dan Luhan tak menjawab satu pun pertanyaan dan memberikan satu pun tanggapan atas pernyataannya.

"K-kau…sudah melihatnya, kan?" Tanya Luhan tercekat. Sehun mengernyit, ia semakin bingung dengan Luhan. Sebenarnya apa yang terjadi pada Luhan? Apa maksud pertanyaannya? Pikir Sehun.

"Melihat apa, Lu?"

Tiba-tiba Luhan melepaskan diri dari Sehun dan memegangi kedua bahu kekasihnya itu serta menatap Sehun tak percaya.

"BUKA MATAMU! JUNTAIAN RAMBUT ITU! POTONGAN TANGAN ITU! APAKAH KAU IDIOT, HUH?!" Jerit Luhan frustasi seraya mengguncang-guncangkan bahu Sehun. Sehun berusaha menghentikan guncangan Luhan pada bahunya, ia pun memegang kedua tangan Luhan lalu ia bawa pada genggamannya dengan erat. Ada sesuatu yang tidak beres, monolog Sehun dalam hati.

"Kau ini kenapa, huh?! Omong kosong apa yang tengah kau bicarakan saat ini? Juntaian rambut, potongan tangan, apa, hah?! KAU YANG HARUS MEMBUKA MATAMU, SADAR, LUHAN!" Suara Sehun meninggi berupaya menyadarkan Luhan, ia bisa melihat bahwa wajah Luhan semakin memucat. Lalu Sehun membalikkan tubuh Luhan hingga kembali menghadap rak novel misteri tersebut.

"Lihat? Tidak ada hal yang menunjukkan sesuatu apa yang telah kau katakan, Lu! Kau ini kenapa, huh?!" Sehun berusaha menyadarkan Luhan. Apa Luhan melantur? Juntaian rambut apa? Potongan tangan apa? Pikir Sehun frustasi.

Saat ini Luhan dihadapkan kenyataan, bahwa memang tak ada hal yang tadi memang ia lihat secara jelas dan nyata. Luhan pun terduduk. Tubuhnya seketika lemas. Ia pun menyembunyikan wajahnya diantara lututnya dan menangis menjerit.

"SIAPA YANG BEGITU TEGA MEMPERMAINKANKU?! AKU BUKANLAH SEORANG IDIOT DENGAN HALUSINASI TINGKAT TINGGI YANG MENGATAKAN BAHWA HAL YANG MEMANG SECARA JELAS DAN NYATA AKU LIHAT DENGAN MATA KEPALAKU SENDIRI ADALAH BUALAN SEMATA, SIALAN!"

Sehun mengacak rambut pirangnya frustasi. Ia telah salah langkah menanggapi sikap Luhan yang sedang kacau ini. Kemudian ia pun ikut terduduk serta memeluk Luhan erat, dan tentu saja Luhan meronta keras. Namun Sehun tetap merengkuhnya tak peduli seberapa kuat Luhan meronta.

"KATAKAN SAJA, SEHUN! KATAKAN BAHWA AKU GILA, KATAKAN BAHWA AKU TAK BEROTAK, KATAKAN—" Makian Luhan terhenti karena dengan cepat Sehun langsung mempersatukan bibir pucat Luhan dengan bibirnya. Ia pun melumat bibir Luhan selembut mungkin guna menenangkan dan menyalurkan perasaan bersalah karena sudah membuat Luhan semakin kacau seperti ini. Luhan terdiam. Ia tak bisa berkutik karena saat ini kedua pegelangan tangannya tengah dikunci dengan kuatnya oleh Sehun. Saat dirasa Luhan sudah mulai tenang, Sehun pun melepaskan tautannya.

"Maafkan aku, sayang." Ucap Sehun lembut sambil kembali mendekap Luhan dan sesekali mengecupi pucuk kepalanya.

Hanya terdengar suara isakan Luhan di ruangan itu. Dan mereka hanya tidak mengetahui, bahwa ada sesosok yang tengah menjentikkan jarinya sembari menampilkan seringaian di sudut atas ruangan.

.

.

.

.

09.15 AM

Sehun berusaha sekeras mungkin mencerna penjelasan Luhan. Saat ini mereka tengah berada di sebuah kafe disekitar apartemen mereka. Ya, Luhan memutuskan untuk tidak jadi masuk—alias— membolos karena memang sedang kacau sejak insiden yang baru saja ia alami. Sehun pun tentu mau tak mau ikut tak masuk juga. Ya, setelah kejadian beberapa jam yang lalu tersebut, Luhan sudah menghabiskan kurang lebih delapan gelas bubble tea dengan alibi untuk menjernihkan pikirannya. Dan kini, Sehun dibuat pusing olehnya karena telah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tadi.

"Apa kau yakin?" Tanya Sehun untuk kesekian kalinya. Luhan berdecak sebal lalu berkata, "Yasudah kalau kau tidak memercaya—" "Aku percaya." Potong Sehun cepat. Ia tak ingin membuat kesalahan lagi pada Luhan.

"Tapi, Lu. Kau tahu, ini sama sekali tak bisa diterima akal sehat. Aku percaya padamu, tapi disatu sisi aku jadi bertanya-tanya dan ingin rasanya menjadi dirimu untuk mengetahui kepastiannya." Sambungnya sembari memijat pelipisnya. Luhan menganggukkan kepalanya lemah, "Sebenarnya juga ada yang ingin aku ceritakan padamu, Sehun." Cicit Luhan pelan.

Sehun menaikkan sebelah alisnya, "Apa itu?"

Lalu Luhan pun menceritakan insiden rubiknya teracak tanpa diacak itu pada Sehun secara rinci. Sehun hanya bisa memasang wajah bodoh dengan mulut setengah ternganga selama Luhan bercerita. Ia sungguh tak habis pikir.

"Tadinya aku ingin merahasiakan hal ini padamu. Namun aku merasa, alangkah lebih baiknya kalau aku menceritakan saja padamu. Lagipula kau ini kekasihku." Ujar Luhan setelah mengakhiri ceritanya. Sehun pun menjambak rambutnya frustasi.

"Jadi, menurutmu, apa kesimpulan dari semua kejadian yang baru saja menimpa dirimu ini, Lu?" Tanya Sehun hati-hati. Seketika Luhan terdiam sembari berpikir keras.

"Mungkinkah…ini ulah dari makhluk halus?" Jawab—atau— tanya Luhan pelan. Sehun terlihat menerawang lalu membalas, "Kau tahu kan, aku tidak memercayai hal semacam itu?" Luhan mengangguk paham.

"Tapi menurutku, memang seperti ada yang mengganjal pada rubikmu itu." Ucap Sehun berargumen. Luhan mengernyit tak mengerti. Kenapa Sehun malah bawa-bawa rubik kesayanganku itu? Memangnya apa yang mengganjal? Pikir Luhan bingung.

"Kau jangan bercanda, Sehun. Kau tahu, rubik itu sangatlah berarti bagiku. Lagipula mana ada rubik yang diselingi hal berbau mistis?" Balas Luhan. "Walaupun aku sangat memuja mainan itu, aku juga tak menampik bahwa ada sedikit anggapan mengenai rubikku itu sejak insiden pertama, Sehun. Tapi, kau tahu kan, aku sangat menyukai rubik. Dan— Oh! Ngomong-ngomong tentang rubik, aku baru saja menyelesaikannya kembali sebelum insiden itu terjadi."

Sehun menghela napas dengan sikap Luhan yang kerap kali tak konsisten. Tak lama setelah, Luhan memerlihatkan rekor waktu yang berhasil ia peroleh tadi.

"Keren, bukan?" Tanya Luhan berbinar. Mau tak mau membuat Sehun tersenyum karena tingkah imut Luhan.

"Ya, kau pemain rubik terimut yang pernah kutahu." Jawab Sehun geli.

"Tentu." Balas Luhan pongah.

.

.

.

06.00 PM

Sehun dan Luhan tengah berjalan beriringan menuju apartemen mereka seusai acara kencan dadakan mereka. Kedua saling bertatapan bingung ketika menyadari bahwa ada seorang wanita berambut panjang dengan membawa seekor anjing yang terantai digenggamannya itu didepan pintu apartemen mereka.

Namun mereka seperti tak asing dengan wanita tersebut. Perlahan mereka pun menghampirinya.

"Permisi?" Sapa Sehun dan sontak membuat wanita tersebut berbalik. Dan ternyata dugaan mereka memang benar.

"Akhirnya kalian datang." Dengus wanita tersebut. Sehun dan Luhan hanya dapat terkekeh mendengarnya.

"Ada apa, Sic?" Tanya Sehun langsung. Wanita tersebut—Jessica— memberikan senyuman simpul pada Sehun dan Luhan.

"Bisakah kalian membantuku?" Pinta Jessica. Luhan menganggukkan kepalanya, "Lebih baik kita bicarakan didalam saja, Sic." Lalu mereka pun masuk kedalam apartemen.

.

"Jadi, ada apa, Sic?" Tanya Luhan seraya menaruh tiga cangkir teh diatas meja ruang tamu. Jessica menyeruput pelan teh buatan Luhan, lalu menjawab, "Tapi kalian harus berjanji agar tidak keberatan, ya?" Sehun memutar kedua bola matanya malas.

"Tak perlu bertele-tele. Langsung saja ke intinya." Ucap Sehun agak sebal. Jessica berdecak pelan, lalu matanya teralih pada anjing tersebut.

"Ini adalah Karlette, nama anjingku." Ucap Jessica sambil membelai mesra kepala anjing yang terlihat lebih mirip serigala itu. Bulunya berwarna putih bersih. Luhan pun pindah tempat duduk disamping Jessica, dan ia ikut mengelus sayang anjing itu.

"Aku ingin minta tolong pada kalian, aku ingin menitipkan Karlette pada kalian." Ucap Jessica. Luhan pun menganggukkan kepalanya antusias, "Tentu saja kami mau!"

Jessica terkekeh mendengar ucapan Luhan, dan ia melihat Sehun yang tampaknya ingin menghujani berbagai macam pertanyaan untuknya.

"Tapi kami baru saja melihat kau membawa anjingmu, Sic. Apa baru beli? Dan, kenapa kau ingin menitipkan anjingmu itu pada kami?" Tanya Sehun bingung. Jessica pun mengangguk singkat lalu menjawab,

"Jadi, Karlette ini sebenarnya adalah anjing adikku, Krystal, namun ia bilang ia lebih tertarik pada kucing, sehingga ia menyerahkan Karlette padaku. Aku baru merawatnya selama seminggu di rumah kami, akan tetapi aku memutuskan untuk tinggal di apartemen agar dekat dengan kantorku. Kebetulan, orang rumah sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Aku ingin menitipkan Karlette pada kalian karena aku akan pergi ke luar kota selama beberapa hari untuk projek baru kantorku." Jelas Jessica.

"Karlette ini jenis betina. Ia sangat cerdas dan sedikit pemalu menurutku. Dan intinya, aku harap kalian mau membantuku merawatnya selama aku pergi. Bagaimana?" Jessica menatap Sehun dan Luhan penuh harap.

"Tentu kami mau, Sic. Iya, kan, Sehun? Lagipula aku pecinta hewan." Jawab Luhan cepat. Sehun mendengus samar mendengarnya. Luhan berkata kami, itu berarti dirinya juga diikutsertakan dalam hal ini. Padahal Sehun ingin bilang 'Aku pikir-pikir dulu' namun semuanya kini telah terlambat.

Dengan sedikit berat hati, Sehun menganggukkan kepalanya pelan. Jessica dan Luhan pun tersenyum riang mendengarnya.

Jessica pun mengeluarkan berbagai jenis makanan untuk Karlette dari dalam tasnya lalu ia letakkan diatas meja, "Ini makanannya. Nafsu makan Karlette kerap kali berubah-ubah, tapi sekarang nafsu makannya sedang stabil." Jelasnya.

"Kalau begitu, aku permisi dulu, ya. Aku sudah ditunggu di bandara oleh rekan kerjaku. Terima kasih atas kebaikan hati kalian, aku pamit." Jessica pun pergi dari apartemen Sehun dan Luhan.

.

.

09.45 PM

Sehun tersenyum simpul melihat Luhannya kini tengah asyik bermain bersama Karlette. Ia juga membantu Luhan untuk memberi makan Karlette tadi.

"Ah, kau sungguh imut, lette." Gemas Luhan sambil mencubiti pipi Karlette dan Karlette hanya dapat menggonggong sebagai balasan. Terlihat sekali bahwa Karlette menyukai Luhan, karena wajah Luhan sedari tadi tak luput dari jilatannya.

Sehun yang sedang asyik membaca novel dan sesekali memandangi Luhan yang sedang bermain di karpet kamarnya pun teralih pada rubik Luhan yang masih tergeletak diatas ranjang mereka. Sehun bangkit dari kursinya lalu berjalan guna mengambil rubik Luhan.

"Lu, apa aku boleh mengacak rubikmu lagi?" Tanya Sehun hati-hati. Luhan yang sedang mati-matian menahan geli karena terus dijilati Karlette pun terdiam sejenak. Lalu ia menyingkirkan wajah Karlette dari wajahnya dan menjawab, "Silahkan saja, Sehun."

Sehun tersenyum simpul mendengarnya. Lalu ia pun mengacak rubik Luhan asal. Setelah selesai mengacak, ia pun melemparkan rubiknya kearah Luhan yang dengan sigap langsung menangkapnya.

"Ayo, raih waktu sesingkat mungkin." Ujar Sehun menantang. Luhan pun menaikkan sebelah alisnya lalu menyunggingkan senyuman pongah, "Siapa takut."

Luhan terus mengotak-atik rubiknya itu dan mengabaikan Karlette yang sedari tadi menggonggong disebelahnya karena merasa diabaikan.

Delapan menit

"Selesai!"

BRAK!

DAR!

Tepat sesaat setelah Luhan selesai menuntaskan rubiknya, suara pintu terbanting yang diikuti suara gemuruh yang amat menggelegar terdengar. Karlette yang nampaknya kaget pun langsung menggonggong keras. Sehun dan Luhan pun sama terkejutnya, namun mereka memilih membisu.

"Sehun." Panggil Luhan pelan.

"Kenapa, Lu?"

"Suara pintu terbanting." Cicitnya. Sehun mengangguk dan menghampiri Luhan serta Karlette yang sedang duduk di karpet.

"Apa kau sudah mengunci ruangan khusus kita?" Tanya Luhan pelan. Sehun pun mengangguk yakin, "Benar-benar sudah."

"Aku menyelesaikannya dalam waktu lima detik lebih cepat dari sebelumnya hari ini, Sehun." Ujar Luhan sembari bangkit dan melihat kearah balkon melalui pintu kaca.

"Langitnya sungguh suram. Hujannya pun sangat mendadak dan besar." Gumam Luhan.

"Luhan, izinkan aku memeriksa kembali ruangan khusus kita." Pinta Sehun. Luhan pun menoleh dan menatap tajam Sehun, "Jangan, Sehun. Lebih baik kita tidur. Karlette tampaknya juga sudah kelelahan." Balasnya dingin dan Karlette hanya menggonggong heboh sebagai jawabannya.

"Yasudah, kita tidur." Sehun pun mengalah dan ikut membaringkan tubuhnya disebelah Luhan. Karlette pun menempatkan dirinya dibawah yang beralaskan karpet.

"Selamat malam, sayangku. Esok hari akan lebih menyenangkan, kujamin." Ucap Luhan seraya mengusak sayang kepala Karlette lalu ia masuk dalam dekapan hangat Sehun.

.

.

.

11.50 PM

Posisi tidur Luhan sekarang membelakangi Sehun dengan tangan kiri yang terjatuh hampir mengenai lantai. Tidur Luhan sangatlah pulas, begitupun Sehun.

SLURP~

SLURP~

SLURP~

"Ngghh…" Keluh Luhan saat ia merasa bahwa tangannya yang terjulur kebawah dijilati oleh Karlette.

SLURP~

SLURP~

SLURP~

Rupanya tangan Luhan terus dijilati oleh Karlette. Luhan yang masih sangat mengantuk itupun dengan amat terpaksa membuka sedikit matanya.

Gelap.

Kamarnya dan Sehun ini hanya remang-remang oleh cahaya bulan saja. Dan ketika akan menyalakan lampu tidur,

GUK

GUK

GUK

Luhan yang masih setengah sadar pun heran karena gonggongan Karlette yang terdengar menggema dan sedikit jauh dari jangkauannya.

GUK

GUK

GUK

Luhan terpaksa membuka matanya selebar mungkin. Entah mengapa perasaannya menjadi awas.

SLURP~

Satu jilatan lagi. Luhan pun berhasil menyalakan lampu tidur disebelahnya. Lalu ia menarik tangannya yang tadi terjulur dan sekarang sudah basah oleh liur sepenuhnya. Ia pun mengendus tangannya sebentar.

Sebentar,

Jilatan Karlette. Mengapa tercium pula aroma anyir sepertidarah….?

Liurnya pun terasa lebih kental dan lengket.

Karena tak ingin beranjak dari ranjangnya guna menyalakan lampu kamar, Luhan pun mengambil senter pada laci nakas. Ia pun menyorot telapak tangan serta punggung tangan sebelah kirinya yang kini dipenuhi oleh liur.

GUK~

GUK~

Luhan yakin. Bahwa memang gonggongan Karlette terdengar menggema dan sedikit jauh. Dan sekarang, Luhan merasa bahwa gonggongan Karlette seperti melemah.

Ia pun menyorot senternya ke sekeliling rungan. Dan ia menyorot lantai dimana Karlette tadi tidur. Tepat disebelah kolong ranjangnya.

Tidak ada.

Luhan pun meneguk ludah gugup. Lalu ia menyorot senter kearah Sehun yang nampaknya sangat pulas.

"K-Karlette…" Panggil Luhan pelan.

GUK~

Semakin melemah. Luhan pun bangkit dari ranjangnya dan merasakan bahwa telapak kakinya terasa basah.

Apa ini?

Luhan memberanikan diri untuk menyorot kearah kolong ranjang mereka.

Oh, apa dunia sudah gila? Atau mungkin dirinya?

Ia mendapati rubiknya ada disana. Terlebih lagi, teracak (lagi). Luhan sangat pusing, ia bahkan sudah meletakkan rubiknya itu didalam lemari pakaian lahan Sehun. Tapi ini? Oh, Luhan khawatir apa yang akan terjadi selanjutnya.

G-GUK~

Pikiran Luhan kembali dibuyarkan oleh suara gonggongan Karlette yang kini ia yakin Karlette berada didalam kamar mandi. Luhan kembali menyoroti lantai yang dialasi karpet itu, dan ia melihat banyak bercak-bercak darah yang kalau dilihat-lihat arahnya ke kamar mandi kamarnya.

Luhan mengabaikan keberadaan rubiknya dikolong ranjang. Ia segera berjalan cepat menuju saklar lampu. Semuanya pun menjadi terang. Bahkan Sehun tak terbangun, mungkin saking lelapnya.

Mata Luhan membelalak ngeri melihat jejak darah yang bercecer diatas karpetnya mulai dari tempat Karlette tidur tadi hingga ke depan pintu kamar mandi. Perasaan Luhan menjadi takut dan awas. Wajahnya telah pucat pasi sekarang. Ia pun menjatuhkan senternya asal, lalu dengan cepat ia membuka pintu kamar mandinya,

BRAK!

"T-Ti..dak..m-mung…kin.."

Luhan terbata. Dirinya seperti baru dijatuhkan dari atas tebing. Ia memandangi pemandangan dihadapannya yang sungguh ironis dan mengerikan.

Ya, Luhan melihat.

Karlette yang sedang tergantung diatas bathup dengan seutas tali yang mengikat lehernya dan darah yang membasahi hampir seluruh tubuhnya yang dibaluti bulu putih kini menjadi merah.

G-GUK..~

Luhan membekap mulutnya tak percaya. Ia kini tengah menangis terisak. Dan yang Luhan ketahui, itu adalah suara gonggongan Karlette untuk yang terakhir kalinya. Karlette pun benar-benar menutup matanya saat Luhan berteriak memanggil namanya.

Luhan segera berlari ke dalam kamar mandi, mengabaikan tulisan besar-besar yang terdapat pada dinding kamar mandinya itu. Sehun pun terbangun dari tidurnya akibat suara teriakan Luhan. Ia mengucek matanya sebentar, lalu berkata

"Luhan, kenapa kau berteri—astaga!" Sehun membulatkan matanya kaget melihat keadaan kamarnya yang kacau. Ia bisa melihat terdapat darah dimana-mana diatas karpet kamarnya. Ia pun segera bangkit dan menyusul Luhan ke kamar mandi.

Pemandangan dihadapannya kini sungguh tragis. Ia melihat Luhan yang sedang berusaha menyadarkan Karlette—mendekapnya erat— yang bulunya sudah berwarna merah itu dengan menangis meraung. Ia juga mendapati seutas tali yang tergantung tepat diatas bathupnya. Dan yang lebih membuat Sehun terkejut adalah, adanya tulisan di dinding kamar mandi mereka yang ditulis dengan darah.

'AKU JUGA BISA MENJILAT.'

Dengan segera ia menghampiri Luhan yang sedang kacau dengan piyama tidur yang kotor akibat darah Karlette.

"K-Karlette..hiks…siapa yang tega membuatmu seperti ini, huh?" Sehun meringis mendengar isakan pilu Luhan. Luhan pun tersadar bahwa kini ada Sehun disebelahnya.

"Apa yang harus kita lakukan untuk menyadarkan Karlette, huh, Sehun?" Sehun kaget mendengar pertanyaan Luhan untuknya. Ia pun menggeleng pelan lalu memeluk Luhan lembut.

"Karlette telah tiada, Lu." Balas Sehu menyesal. Ia pun tak bisa membendung air matanya lagi.

"Hari apa ini? Kenapa begitu sial?" Racau Luhan tak fokus. Ia pun menjambaki rambutnya, dan ia baru sadar bahwa tangan sebelah kirinya terasa kaku.

"S-Sehun…tanganku…kenapa dengan tanganku?" Racau Luhan histeris. Sehun mengernyit lalu ia memeriksa tangan Luhan.

"KENAPA TANGANKU JADI KAKU SEPERTI INI, SEHUN?!" Luhan sebisa mungkin menggerakkan tangannya namun tetap tidak bisa.

"Siapa pula yang menulis kalimat dengan darah seperti itu?" Bisik Luhan pilu.

"Segeralah telpon ambulans, Sehun!" Seru Luhan sambil memandang ngeri keadaan kamar mandinya. Bathup yang sudah dibanjiri dengan darah Karlette, dan tulisan di dinding yang mau tak mau membuatnya berpikir ada hubungannya dengan keadaan tangannya yang kaku sekarang.

WIU

WIU

WIU

"Ambulansnya sudah datang, kau tunggu sebentar disini, aku akan menemui mereka." Sehun pun segera berlari keluar kamar.

Luhan membelai kepala Karlette hampa, "Kenapa harus seperti ini, Karlette?"

Tak lama kemudian tim medis pun berdatangan dengan membawa tandu dan langsung mengangkut tubuh tak bernyawa Karlette. Tak lama kemudian mereka pergi meninggalkan ruangan.

"Tanganku, Sehun." Bisik Luhan lemah. Yang Sehun lihat, tangan kiri Luhan tak apa-apa. Namun memang, pas Sehun coba menggerak-gerakkannya tangan Luhan seolah kaku.

"Kita akan menguburkan Karlette besok pagi, Lu. Dan kita juga akan ke dokter untuk memeriksakan tanganmu, bertahanlah sayang." Ucap Sehun lembut seraya merengkuh tubuh lunglai Luhan.

Mereka hanya tidak tahu, bahwa terdapat sosok yang menatap tajam serta seringai yang terpampang melihat kearah kamar mandi.

Mereka hanya tidak tahu, sesosok itu pula yang kini tengah mengotak-atik rubik Luhan dengan tempo lambat.

Dan tepat saat Luhan menoleh, ia melihat.

Sesosok yang tengah menatapnya menyala diantara juntaian rambut yang menutupi wajahnya. Sesosok yang berada tepat di kolong ranjang mereka.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC


WANNA REVIEW? Bisik sesosok tepat dibelakangmu.