Tepat tengah malam, ponsel Chouchou menjeritkan melodi panggilan masuk. Gadis berkulit gelap itu hanya menilik sebentar, lalu mengabaikannya. Setelah dering ponsel Chouchou mati, kini gantian ponsel Himawari yang berbunyi. Himawari mengerjapkan matanya setengah sadar, namun ketika melihat nama penelpon yang muncul, ia langsung mengangkatnya.
"Moshi-moshi," sapa Himawari sambil mengucek matanya. "Eh?! H-ha'i aku kesana sekarang,"
Entah apa yang disampaikan lawan bicaranya di telepon, ekspresi Himawari berubah seketika. Gadis bersurai indigo itu menyingkap selimutnya dengan tergesa-gesa.
"Chou-nee! Chou-nee, bangun!"
Chouchou hanya menggeliat sebentar lalu menggerutu karena tidurnya terganggu. "Ada apa, sih?"
"Bolt-nii dan Hibari kecelakaan."
.
.
.
.
disclaimer : Naruto is Masashi Kishimoto's
[BoruSara, AU, tidak mencamin IC, crackpair]
.
.
DLDR, don't waste your time for something you don't like
.
.
.
Thank You, Sarada (c) an nahl/biya
.
.
Chapter 3 [END]
Himawari sudah berganti pakaian dan masih sibuk menyeret Chouchou agar bisa berdiri tegap. Bukannya Chouchou kebo, tapi gadis gemar makan itu memang mencoba tidak peduli dengan Bolt yang telah menyakiti sahabat karibnya. Dengan susah payah, akhirnya Himawari berhasil membawa Chouchou keluar kamar mereka. Diluar, sudah ada Sarada yang menanti mereka dengan mata sembab. Di punggungnya juga tersampir tas gemblok.
"Sarada-nee, kau bawa apa?"
"Buku. Besok aku masih final test." jawab Sarada datar. Bagi yang tidak terlalu mengenalnya, mungkin itu adalah jawaban normal dari Sarada. Tapi tidak untuk Himawari, ia tahu dibalik jawaban datar itu, Sarada mencoba menyembunyikan kesedihannya.
Setelah mengunci pintu dan semua jendela, mereka bergegas memasuki mobil. Himawari yang mengambil tempat dibalik kemudi, karena ia sadar betul ialah yang paling 'normal' saat ini.
"Sarada! Kau pindahlah ke depan!" Lagi-lagi Chouchou mengacau. Putri bungsu keluarga Uzumaki itu hanya bisa menghela nafas.
"Hn. Kau saja di depan."
"Sudah, Chou-nee, kau saja yang di depan." putus Himawari yang dibalas gerutuan Chouchou.
Gadis gempal itu terpaksa duduk di sebelah Himawari. Alasan Chouchou ingin duduk di belakang karena ia ingin melanjutkan tidurnya yang tertunda. Sementara Sarada ingin menyendiri tanpa ada yang tahu kalau diam-diam selama perjalanan ia sibuk menyeka airmatanya.
Rumah sakit masih saja ramai meski malam mulai larut. Himawari mau tak mau menyeret Chouchou masuk, karena Chouchou rupanya betul-betul enggan bertemu Bolt dalam situasi apapun. Sejak masih di perjalanan, Chouchou terus merapal kutukan untuk Bolt. Sementara Sarada sudah berlari keluar sejak mobil mereka tiba di area parkir rumah sakit.
Di unit gawat darurat sudah ada Shikadai dan Inojin. Himawari terlonjak ketika mendapati kedua orangtuanya berada disana, sedikit kecewa karena harus bertemu disaat seperti ini. Adik dari Bolt itu tidak dapat mencegah kerisauannya untuk bertanya mengenai sang kakak.
"Bagaimana Bolt-nii?"
"Bolt luka parah. Hibari-san... Ngh... Dia meninggal di tempat." Jawab Shikadai yang sudah lebih dulu tiba di rumah sakit.
"Mampus!" maki Chouchou.
"Ja-jangan begitu, Chouchou-chan... Sebaiknya kita berdo'a untuk Bolt." tegur Bibi Hinata, ibunda dari kakak beradik Uzumaki. Jari jemarinya saling bertautan dan air wajahnya keruh, nampak jelas kekhawatiran di parasnya yang mulai dihiasi kerutan.
Merasa tidak mendapat pembelaan, Chouchou melangkah ke pojok ruangan lalu mendudukan dirinya di lantai karena tidak terdapat kursi di ruangan tersebut. Shikadai hanya menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya itu, namun ia ikut duduk menemani.
"Hima-chan," sapa Inojin "Sarada ada di dalam. Dokter sudah melarangnya, tapi ia tetap masuk."
"Biarkan saja." Himawari menyenderkan punggungnya ke dinding yang didominasi warna putih.
Inojin yang biasanya selalu nampak tenang, kini terlihat sedang berpikir keras. Walaupun sejak kecil ayahnya sudah sering bilang kalu cinta adalah hal yang rumit, tapi ia baru tahu kalau masalah hati bisa sebegini kompleks. Dirinya sendiri belum tahu pasti bagaimana rasanya mencinta, mungkin itulah yang membuatnya merasa cinta begitu rumit.
Tiba-tiba saja Inojin terpikirkan oleh sesuatu. "Aku tidak tahu apa yang membuat Sarada sangat mencintai Bolt. Padahal menurutku, Mitsuki lebih cocok dengannya."
"Mitsuki? Maksudmu Mitsuki teman SMA kalian?"
Inojin mengangguk. "Dia menyukai Sarada, tapi Sarada menolak, kupikir karena ia tidak mau berpacaran dengan sahabat sendiri. Maka itu, aku kaget sekali saat Bolt dan Sarada berkencan."
"Hima..." suara parau itu sontak membuat kepala indigo dan pirang itu menoleh.
"Bolt-nii bagaimana?" tanya Himawari sekedar memastikan, tapi Sarada tidak menjawab.
Gadis Uchiha itu mengeluarkan buku catatan dari dalam tas gembloknya dan mulai membaca. Ini memang jam belajar Sarada. Ia sendiri yang membuat jadwal tersebut, dan berusaha menaatinya dalam kondisi apapun. Himawari yakin, Sarada keluar bukan karena dokter mengusirnya, tapi karena ia tahu ini jam belajarnya.
"Kalau begitu kita pulang saja, belajar di rumah kan lebih fokus," ajak Himawari. Sarada hanya menggeleng tanpa suara.
Ternyata keadaan Bolt lebih dari sekedar 'luka parah'. Kaki kanannya retak, tiga tulang rusuk patah dan memar hampir di sekujur tubuh. Kabar ini tentu saja mengguncang Sarada, namun gadis itu mencoba terlihat tetap tegar dan tidak peduli, meskipun itu hanya membuat dirinya terlihat menyedihkan.
Sampai akhirnya hari ini datang juga, hari kelulusan Sarada, yang berarti hari kelulusan juga bagi Chouchou, Inojin, dan Shikadai. Malang, tidak bagi Bolt, ia harus menunda kelulusannya hingga ia benar-benar sembuh total.
Seluruh murid dan orang tua berkumpul di aula yang sangat besar. Beragam macam ekspresi didapati dalam aula tersebut, tegang, gembira, bangga, bahkan mengantuk. Kendati kelulusan kakaknya tertunda, Himawari tetap datang sebagai undangan, ia duduk di samping orang tua Sarada. Sebenarnya ia agak gugup berhadapan dengan ayah Sarada—Paman Sasuke.
"Himawari-chan, rasanya kau sekarang bertambah tinggi, ya?" sapa Bibi Sakura mencairkan suasana.
"Benarkah? Aku rasa Bibi Sakura yang tidak berubah sama sekali," timpal Himawari, lalu keduanya tertawa bersama.
Acara pun dimulai, sambutan, kata pengantar dan inti acara dilewati dengan antusias. Hingga tibalah pada saat pengumuman lulusan terbaik tahun ini, seluruh aula disekap ketegangan. Namun ketika saat itu datang, yang mereka dapati adalah Sarada duduk dibalik sebuah grand piano.
Kemudian jari-jarinya dengan lincah menekan tuts-tuts gading itu, dan aula itu pun dipenuhi irama yang begitu rumit, begitu kaya, mustahil hanya dimainkan dengan sepasang tangan. Hampir semua yang mendengarkan terkesima mendengar permainan Sarada.
"Lagu untuk orang-orang yang kucintai, Papa, Mama, Chouchou, Himawari, dan tentu saja, Bolt. Terima kasih, aku akan melakukan yang terbaik." Sarada nampak cantik disana, mengangkat trofi sebagai lulusan terbaik, kacamatanya juga nampak berembun.
Himawari dan Sakura, kedua perempuan beda generasi itu sama-sama menatap Sarada berkaca-kaca, menahan air mata agar tidak turun. Sungguh, Sasuke dan Sakura selaku orang tua tidak menuntut lebih dari Sarada, tapi balasan yang putri mereka berikan begitu mulia. Betapa Sarada begitu istimewa.
Sarada kembali memainkan grand piano tersebut, kali ini melodinya melembut, dan tanpa seorangpun sadari, tuts-tuts itu basah oleh airmatanya. Ketika lagu itu selesai, aula dipenuhi oleh gemuruh tepuk tangan dan pekikan bahagia. Seseorang yang berdiri di pintu ruangan tersebut menyusut air matanya. Dia ada di situ sejak tadi, mendengarkan setiap kalimat yang Sarada ucapkan.
Acara kelulusan itupun resmi berakhir. Sarada, Chouchou, dan Himawari keluar aula diikuti Shikadai dan Inojin. Mereka semua begitu gembira sekaligus bangga, sahabat mereka menjadi lulusan terbaik, meskipun menjelang kelulusan keadaan Sarada kacau balau. Inojin dan Shikadai berceloteh dan sesekali menggoda Sarada, namun rupanya gadis cerdas itu belum bisa tertawa.
"Sarada."
Yang dipanggil menoleh ke sumber suara, lalu menahan nafas. "Bo-bolt? Kenapa kau ada disini? Kau belum sembuh benar..."
Bolt mendekat. Himawari bersusah payah menahan Chouchou agar tidak menghajar Bolt lagi. Mungkin jika situasi biasa, ia akan membiarkan kakaknya menjadi bulan-bulanan, tapi saat ini, lebih baik tidak. Kondisi kakaknya sangatlah memprihatinkan. Berjalan saja kepayahan hingga harus dibantu tongkat.
"Aku datang untuk melihatmu. Dan aku ingin mengucapkan sesuatu."
"Apa yang ingin kau katakan?"
Bolt menghela nafas berat. "Sarada, aku berterima kasih padamu. Sungguh, terima kasih. Terima kasih, Sarada."
"Maksudmu?" jelas Sarada bingung. Apa yang telah ia lakukan hingga Bolt berterima kasih?
"Aku baru menyadarinya saat aku mengalaminya. Terima kasih sudah menjagaku. Aku paham kenapa kau selalu menolak ajakanku untuk 'minum', dan selalu mengingatkanku untuk memakai sabuk pengaman saat berkendara."
"Bo-bolt..."
"Aku mengalami kecelakaan karena aku mabuk berat malam itu, tapi aku tetap menyetir. Sungguh sebuah keberuntungan untuk terbiasa memakai sabuk pengaman saat bersamamu, sementara Hibari tidak memakai sabuk pengaman. Terima kasih, Sarada."
Dengan tertatih-tatih Bolt mendekat dan mendaratkan kecupan untuk Sarada. Selang beberapa detik kemudian, teriakan Chouchou menggema dan agaknya mampu merusak berpasang-pasang telinga. Sementara Sarada, dengan wajah memerah sempurna, hanya mendecih.
"Huaaaaa... Aku tidak akan menyerahkan Sarada kepadamu, anak musang!" oceh Chouchou ramai hingga menuai tawa mereka.
"Bagaimana kalau kita rayakan ini?" ajak Shikadai. "Aku yang traktir. Keluargaku mempunyai langganan restoran yang bagus."
"Benarkah?! Aku mau!" mata Chouchou seketika penuh binar. Makan-makan dan restoran, dua kata itulah kelemahannya.
Mereka semua berjalan beriringan menuju area parkir. Himawari, Shikadai, dan Chouchou memimpin jalan sambil sibuk berceloteh tentang restoran yang akan mereka tuju lalu sesekali tertawa bersama. Inojin berjalan agak lambat, ia sedang memperhatikan ukiran, bahan, sampai teknik pembuatan trofi yang Sarada dapatkan sebagai lulusan terbaik.
Sementara Bolt dan Sarada berjalan paling lambat dan terbelakang. Tanpa ada yang menyadari, sejak tadi Bolt mengalungkan satu tangannya yang tidak memegang tongkat ke bahu Sarada, sambil sesekali mengecup pucuk kepala bermahkotakan hitam legam itu.
"Aku mencintaimu."
a/n:
COMPLETED. YES. Maaaaaaffffff sekali atas keterlambatan update yang keterlaluan, aku sibuk banget soalnya tahun ini aku UN. Nanti Insya Allah aku kasih epilog/side story gitu, tapi yang penting completed dan gak ada utang yeayyyy!
THANKS TO :
Tough Biscuit, Miina Cherry, Babyponi, LYBP HiNa SaSa, k1ller, Byakugan no Hime, berithslies, Uchiha Iggyland, Lily Uzumaki, Namika-chan, Cutty Cat, rmrm, Atika723, Rofie komile, Guests
Makasih banyak, kalian baik banget udah sempet baca/review/favs/follow :''D
hugs and kisses,
Biya.