A Wild Ride (Biker Billionaire #1)
Cast: Park Chanyeol and Byun Baekhyun
Length : Chapther
Rate : M
Genre : Smut, Romance, NC!
Remake novel romane erotika karya Jasinda Wilder
Warning : Its Genderswitch! dont like? dont read!
Aku melengkungkan punggungku dan tersentak, menggigit selimut, dan aku merasakan getaran sudah terjadi, meskipun pada kenyataannya aku sebenarnya masih merasakan gempa susulan dari orgasme terakhirku.
Dia meletakkan tangannya di pantatku, awalnya hanya bergerak beberapa inci masuk dan keluar, dan dengan setiap gerakannya aku terkesiap, mendorong pantatku ke arah dirinya. Dia mencengkeram satu pinggulku dan meningkatkan temponya, sekarang lebih yakin pada dirinya sendiri karena ia tahu aku bisa menerimanya tanpa terbelah menjadi dua. Selusin dorongan kemudian, aku merasakan orgasmeku terbangun dan pinggulku mulai berputar terhadap miliknya, yang ia bergerak pada setengah kecepatannya sekarang.
Ketika aku mengerang lupa daratan, dia menggapai ke bawah, mencondongkan tubuhnya ke arahku, dan menemukan clitku dengan jari tengahnya, berputar- putar dalam lingkaran lebar.
"Oh Tuhan, oh Tuhan," teriakku.
Aku orgasme dengan keras. Aku melihat bintang-bintang lagi, dan merasa kejang di tubuh bagian bawahku. Tapi dia tidak berhenti, dan aku menyadari bahwa dia baru saja mulai. Jarinya masih bergerak di sekitar clitku, dan kemaluannya masih menyodok ke dalam diriku, dan aku menjerit dan mengerang di atas selimut, berusaha untuk menggerakkan pinggulku tapi aku tak bisa bergerak karena posisi yang tak seimbang dan orgasme terus meroket melandaku, terbangun dan terbangun ke puncak yang lebih tinggi.
Ia mulai mendengus, hembusan napas yang panjang dan serak, dan ia mendorong lebih keras lagi ke arahku, memutar jarinya pada tonjolan basahku bahkan lebih cepat, mengubah orgasme keduaku menjadi klimaks yang liar. Aku orgasme lagi, dan milikku mengetat mencengkeram, menjepit miliknya, kemudian ia klimaks dan semua kendali menghilang.
Dia menghentak ke dalam diriku, dan aku merasakan bolanya menampar dan berdenyut. Klimaksnya seperti banjir panas di dalam diriku, mengisi setiap ruang yang tak tersentuh dirinya dengan cairan kental. Aku orgasme untuk ketiga kalinya dan kemudian aku kehilangan kemampuan untuk menghitung atau berpikir ketika orgasme bergulir satu demi satu, bukan lagi gelombang kenikmatan atau ekstasi tapi suatu badai sensasi yang menderu, orgasme demi orgasme, hanya datang dan datang dan aku bahkan tak bisa untuk merengek, hanya bisa menempelkan bibirku yang terus gemetar di atas selimut yang beraroma bersih dan membiarkan dirinya memperlakukanku sekehendaknya.
Dia membungkuk di atasku sekarang, napas terengah-engah di atas rambutku yang masih basah, napas kasar dan putus asa mencari udara. Seluruh tubuhnya gemetar, menjalar ke arahku, denyutan tak terkendali miliknya ke dalam diriku.
"Jika aku orgasme sekali lagi aku pasti mati," bisikku.
"Kalau begitu sebaiknya aku memberimu istirahat, ya?" Balas Chanyeol berbisik.
Dia mengangkat tubuhnya dariku, tapi aku sudah seper jelly, tak bisa bergerak dan ia harus mengangkatku, membaringkanku ke tempat tidur.
"Yah, hanya… hanya untuk beberapa menit," kataku.
"Berapa kali kau orgasme?" Chanyeol bertanya.
Aku menggeleng kepala. "Aku bahkan tak tahu. Tiga? Setelah tiga aku tak bisa menghitung lagi. Mereka datang begitu berdekatan bersama-sama hingga aku tak bisa bergerak ataupun berpikir."
"Aku tak pernah klimaks sebegitu hebat seumur hidupku," kata Chanyeol.
"Itulah yang kau bilang terakhir kali."
Chanyeol menyeringai. "Yah, sepertinya lebih baik lagi."
Kami melakukannya lagi malam itu, dua kali, sebelum jatuh tertidur setelah fajar. Setiap kali lebih baik dari sebelumnya. Ketika Chanyeol dan aku akhirnyajatuh ke pelukan masing-masing, kami berdua kehabisan tenaga dan kelewat lelah.
Seluruh badanku sakit, dan tak pernah menikmati begitu banyak rasa sakit. Aku terbangun oleh cahaya sore yang tertuju padaku dari jendela, dan Chanyeol duduk di tempat tidur di sampingku dengan secangkir kopi di kedua tangan, aroma kopi telah membangunkanku.
"Pagi, tukang tidur," katanya, menyodorkan kopi saat aku duduk, aku tak mau repot-repot menutupi tubuhku dengan selimut.
"Kau adalah seorang santa," kataku. "kau bahkan menghidangkan kopi di tempat tidur."
Dia hanya tersenyum dan kami meneguk kopi masing-masing dalam keheningan. Aku tergoda untuk menciumnya, tapi aku tahu bagaimana mulutku,dan aku merasa sesuatu keluar dariku dan diperlukan dibersihan.
Aku hampir selesai berendam di kamar mandi yang lama dan nyaman ketika hal ituterjadi. Aku merasakan dengan jelas datang bulanku sudah tiba, dan kemudian sesuatu membasahi pahaku.
Aku merosot ke lantai kamar mandi, air mata lega membakar mataku. Chanyeol mendengar suaraku dan berlari datang.
"Apakah kau baik-baik saja? Apa yang terjadi? Apakah kau – sial, kau berdarah."
Aku menggeleng kepala dan menerima uluran tangannya untuk membantuku berdiri.
"Tidak, aku baik-baik saja, itu hanya datang bulanku."
"Lalu kenapa kau menangis?"
Aku terisak dan bersandar di dadanya. "Aku – karena kupikir…" Aku tak bisa mengeluarkan kata-kataku, entah bagaimana seakan mengatakan itu akan menempatkanku dalam bahaya karena mengatakan yang sebenarnya. Mata Chanyeol menyempit dan tatapannya mengeras saat ia meletakkan potongan-potongan teka-teki menjadi utuh. Lengannya tidak memelukku dengan erat, tapi berubah jadi kaku. "Kau pikir kau sudah hamil. Dan kau membiarkan aku-"
"Bukan milikmu, Chan Tapi Key. Itulah sebab pertengkarannya. Aku bilang padanya aku terlambat, dan dia hanya duduk diam. Dia tidak bereaksi sama sekali. Tidak marah, tidak takut, tidak bereaksi apapun. Dan aku marah seketika. Aku begitu muak karena dia begitu tenang sepanjang waktu… dan lalu aku bertemu denganmu dan aku sadar bahwa aku tak harus menjalani hidup seperti itu. Dan aku tidak bohong padamu. Ketika aku bilang padamu aku ingin kau keluar dalam diriku, aku tahu aku akan segera datang bulan atau aku sudah hamil, jadi tidak masalah."
Dia melunak. "Oh. Yah… mulai sekarang katakan yang sebenarnya, oke. Ada satu hal yang aku tak bisa tahan, dengan cara, kondisi, atau bentuk apapun, itu adalah tentang kebohongan, dan itu termasuk menyembunyikan kebenaran."
Aku mengangguk. "Aku tak ingin memikirkan masalah itu, ketika aku bertemu kau, aku ingin melupakannya dan berharap masalahnya akan menghilang. Dan memang benar." Aku menatapnya. "Maafkan aku."
"Tidak perlu."
"Yah, aku juga minta maaf karena ini berarti kita tak bisa melakukan apapun selama beberapa hari. Dan kau sepertinya memicu sesuatu dalam diriku. Kau membuatku menyadari betapa frustrasinya aku secara seksual…"
Chanyeol terkekeh. "Yah, tidak apa-apa, karena kita punya penerbangan yang
panjang menunggu kita."
Aku melangkah mundur dan menatapnya dengan alis terangkat. "Penerbangan panjang? Kemana kita akan pergi?"
"Aku sudah melakukan riset padamu, saat kau sedang tidur aku bicara dengan supervisormu di rumah sakit, aku bicara sebagai CEO dan pendiri Rescue Medic Enterprises. Mereka semua bilang kau sangat tangguh di bawah tekanan, bahwa kau adalah seorang Paramedis bersertifikat dan kau punya pengalaman yang luas dengan teknik triase lapangan. Mereka juga mengatakan bahwa mereka melakukan pengurangan pegawai di rumah sakit dan kau masuk daftar yang akan dilepas."
Aku terguncang. Aku sudah menduga pekerjaanku ada dalam bahaya, itu salah satu elemen lain yang membuatku stres dan mungkin menyebabkan aku terlambat. Tapi apa yang dia katakan? Aku tetap diam dan membiarkan dia yang bicara.
"Maksudku adalah, jika kau bersedia, aku ingin menerimamu sebagai anggota terbaru Rescue Medic Enterprises."
"Kau mempekerjakan aku?" aku tidak yakin bagaimana perasaanku tentang hal itu.
"Jika kau ingin mencoba sesuatu yang baru, ya. Perang sipil telah pecah lagi di Sudan, dan saudara-saudaraku sudah ada dalam perjalanan. Aku sudah memesan tiket dua kursi dari Metro."
Kepalaku berputar. "Sudan? Afrika?"
Chanyeol mengangguk, tangannya ada di lenganku menjaga agar tidak terjatuh.
"Ya. Jadi berpakaianlah, singa seksi kecilku. Hidupmu akan segera dimulai."
Aku menarik napas dalam. "Kalau begitu, jika kita pergi ke Afrika, aku akan membutuhkan sesuatu untuk keperluan wanita."
Chanyeol tertawa. "Itu baru gadisku. Ada sebuah kotak kecil di lemari obat. Ini milik adikku. Ia banyak bepergian, dan setiap kali dia lewat Detroit dia menginap di sini, jadi dia meninggalkan beberapa barang. Lacinya memiliki segala macam barang-barang feminin di dalamnya. Ambil saja sendiri."
Dia menciumku cepat, meremas pantatku, dan pergi, menarik ponsel dari saku celananya dan menekan tombol panggil cepat.
Lacinya memang memiliki persediaan yang sangat lengkap produk kebutuhan wanita. Dia memiliki apa yang aku butuhkan untuk mengurus tamu bulananku,ditambah beberapa kosmetik, sisir – berharap aku tahu tadi malam – dan pelurus rambut terkemuka. Aku memegang pelurus rambut di tanganku, menimbang-nimbang. Aku tak pernah benar-benar peduli untuk meluruskan rambutku. Aku telah mencoba beberapa kali, tapi Key tampaknya tidak pernah peduli sama sekali. Sekarang, akan memulai hidup baru dengan orang asing, aku memutuskan untuk melakukan sesuatu yang tidak biasa.
Aku meluruskan rambutku, memakai sedikit make-up, dan meninggalkan kamar mandi dengan perasaan seksi dan segar. Rambutku sekarang turun melewati bahuku, halus dan mengilap dan tidak seperti biasanya. Chanyeol sudah menaruh bra dan celana dalamku, sudah dicuci dan dikeringkan, dan sepasang jeans dan bustier dari kulit. Pakaian itu tampak mahal, dan tepat sesuai ukuranku. Aku mencoba memakainya, dan ternyata memang sangat pas. Aku tidak mengenali cewek biker pirang di cermin, tapi aku menyukainya.
Chanyeol muncul di belakangku dan bersiul "Sialan, Baek. Lihatlah dirimu."
Aku berbalik. "Aku juga tidak mengenali diriku sendiri." Aku menelusuri bustier kulit dengan tanganku, yang agak kekecilan, membuat payudaraku yang sudah penuh meluap keluar. "Punya siapa bustier ini?"
"Punyamu." Chanyeol menyeringai, sombong dan jahat. "aku menebaknya dari ukuran gaunmu. Aku sudah bangun sejak jam enam, jadi aku pergi keluar dan membeli beberapa pakaian untukmu saat kau tidur."
Hatiku luluh sedikit. Butuh keberanian yang serius untuk membeli pakaian seorang gadis, dan bakat untuk melakukannya dengan benar.
"Kau sudah bangun dari jam enam?" Ini sudah lewat tengah hari, dan aku masih merasa pusing.
"Kebiasaan lama," kata Chanyeol, mengangkat bahu.
Aku merasa seperti aku menelan semangka dengan organ bawahku. Aku sedikit sakit, tapi aku menikmati perasaan itu, dan menunggu dengan tak sabar membuat diriku sakit seperti ini sekali lagi, secepat yang aku bisa. Pandanganku mengembara ke tonjolan milik Chanyeol, dan itu bertambah besar bahkan ketika ia menatapku. Aku ingin dia sekarang dan di sini, dan hanya ada satu cara untuk mendapatkannya.
Aku mendekatinya dengan goyangan pinggulku, merasa wanita sepenuhnya dan siap untuk menghadapi dunia. Aku menyentuh ritsleting dengan kuku jariku.
Dia mundur, menyeringai. "Tidak, tidak bisa. Aku harus berkemas, dan kau harus foto untuk paspormu. Aku tahu seorang pria yang bisa mengurusnya dengan cepat. Penerbangan kita berangkat jam delapan malam."
Aku mengejarnya melintasi ruangan sampai aku membuat dia terpojok. Dia menatap ke arahku, mata terbakar.
"Kupikir kau… tahu kan…"
Aku berlutut di depannya, membuka ritsleting dan menarik celananya ke bawah sehingga kemaluannya yang memanjang melompat bebas. Dia tersentak ketika aku membawanya jauh ke dalam tenggorokanku tanpa banyak peringatan.
"Memang. Itu bukan berarti aku tidak bisa melakukan hal ini," kataku, menyebarkan air liurku padanya, dengan kedua tangan.
Dia terasa bersih dan enak, seperti garam dan kulit dan manusia. Dia klimaks dengan keras, dan cepat. Aku menyelipkan kembali miliknya ke dalam celananya dan berdiri, menyeka bibirku dengan punggung tanganku sambil bersandar ke dinding, terengah-engah.
Aku belum pernah naik pesawat sebelumnya, dan aku merasa gugup, mencengkeram lengan kursi dengan erat ketika jet tergoncang dan tersentak karena turbulensi yang kuat.
Chanyeol mengelus kakiku, santai, membaca buku. "Tidak apa-apa. Ini hanya sedikit goncangan."
Aku melirik Chanyeol, bertanya-tanya, bukan untuk pertama kalinya sejak naik pesawat ini, apa yang sebenarnya yang aku pikirkan, naik pesawat ke Afrika dengan seorang pria yang baru aku kenal dua hari.
Seperti apa perjalanan liar ini nantinya.