.

.

.

.

Will You Be My Husband?

.

.

.

Pair: Haehyuk

Rate: T

Warning: GS/Romance/Humor(sedikit)

Summary: Sungguh, janji itu terucap dua puluh tahun yang lalu saat Donghae baru berumur tujuh tahun, ingusan dan polos tak tertolong. Jadi normal bukan jika ia kebingungan saat tiba-tiba wanita ini menagih janjinya, minta dinikahi olehnya.

.

.

.

"Menikahlah, Donghae! Menikahlah! Harus berapa kali Eomma katakan, nikahi wanita baik-baik lalu berikan Eomma cucu."

Kepala Donghae langsung berdenyut mendengarnya. Migrain yang tadi hampir sembuh karena setengah hari bekerja sekarang kembali menyerangnya.

"Kau ingat Yunho teman SD-mu dulu? Istrinya yang cantik itu akan melahirkan bulan depan. Lalu kau kapan?"

Donghae meraih gelas berisi air putih di dekatnya meneguknya hingga habis untuk mengganjal perutnya sebelum kembali melihat ibunya yang masih membahas hal yang sama hanya berganti subjek menjadi teman SMP-nya yang katanya kini sudah punya tiga anak. Iris cokelat Donghae melirik meja disebelahnya. Perutnya berbunyi saat melihat sepasang kekasih yang sedang menyantap jajamyeon hangat dengan lahap.

Donghae sangat lapar. Dari pagi perutnya belum terisi apa-apa dan ibunya terus menceramahinya tanpa memberi kesempatan untuknya memesan sesuatu sejak mereka duduk direstoran ini. Tidakkah ibunya melihat jika ia sudah pucat karena kurang nutrisi? Ingin anaknya yang paling tampan ini mati kelaparan? Tahu begini ia tadi menolak ajakan ibunya dan makan siang dengan teman-teman kerjanya saja.

Tapi seperti Donghae bisa menghentikan ibunya saja, yang ada dia hanya bisa diam mendengarkan meski tentu saja segala yang dikatakan ibunya hanya numpang lewat. Toh ini bukan yang pertama kalinya, yang perlu Donghae lakukan tinggal mengangguk-angguk dan mengiyakan. Masalah selesai.

Perhatiannya justru kini tertuju pada televisi layar datar yang dipasang di sudut dinding restoran yang ramai itu. Menampilkan sebuah acara talk show dengan bintang tamu yang sangat tak asing.

"Jadi Hyukjae -shi, berapa kali anda berpacaran?"

Wanita cantik di televisi itu tersenyum salah tingkah dengan pipi memerah setelah MC menanyakannya, membuat semua orang terpesona dengan perilakunya yang begitu imut.

"Belum pernah sama sekali." Jawabnya malu-malu.

Donghae mencibir mendengarnya, sama sekali tak percaya. Artis jaman sekarang memang begitu menutupi hubungan demi karir. Takut kehilangan fans. Tapi coba jika dilogika, mana mungkin tak ada namja yang menolak artis sekelas Lee Hyukjae. Seorang artis yang sedang naik daun, entah sudah berapa puluh drama yang ia bintangi selama hampir 7 tahun karirnya di dunia acting. Seluruh orang Korea mengenalnya, bahkan atasan Donghae begitu mengidolakannya dan sangat berharap wanita itu menjadi menantunya.

Parasnya cantik bercampur imut dengan mata bulat, hidung kecil, dan bibir gemuk yang mengundang. Rambutnya yang panjang dibiarkan hitam tanpa sentuhan pewarna berbeda dengan artis kebanyakan. Begitu asian, sebuah kecantikan khas Korea. Belum lagi perilakunya yang manis dan polos. Tak heran semua orang menyukainya.

Donghae?

Dia biasa saja, tapi cukup bangga karena Korea dapat memproduksi wanita secantik itu. Donghae tersenyum sendiri lalu mangut-mangut membenarkan pikiran bijaknya namun tubuhnya langsung terlonjak saat ibunya tiba-tiba saja menggebrak meja. Sepertinya Ia kesal karena ternyata anak lelakinya satu ini tidak mendengarkannya sejak tadi.

"MENIKAHLAH!"

"Ne ne ne, Eomma."

.

.

.

Mobil van hitam itu melaju dengan kecepatan sedang di tengah jalanan Seoul yang sibuk. Di dalamnya hanya berisi dua wanita cantik jika supir tak dihitung. Dua wanita dengan paras yang tak bisa disandingkan karena mempunyai ciri khas yang berbeda meski sama menawannya.

Kibum bersedekap lalu menyilangkan kakinya dengan anggun. Mata tajamnya menatap Hyukjae di sampinya yang sibuk melihat keluar jendela.

"Ibu rumah tangga?"

Kibum mendapatkan satu lirikan dari Hyukjae saat mengucapkannya.

"Dari seluruh profesi yang ada dan kau malah menjawab ibu rumah tangga? Astaga Hyukjae, apa yang kau pikirkan?"

Sang artis langsung menengok dengan bibir cemberut karena kesal ke arah sang manager, coba Kibum memotretnya dan mengunggahnya di media sosial pasti ratusan namja langsung terkapar sekarang.

"Apa yang salah dengan ibu rumah tangga? Mengurus suamimu dan anakmu. Bukankah itu hal paling mulia?"

"Hyuk, jawabanmu memang mulia. Tapi imagemu jadi tambah terlihat polos. Setidaknya jawablah seperti business women, atau arsitek mungkin. Sesuatu dimana menunjukkan bahwa kau juga wanita yang ambisius sehingga imagemu juga akan sedikit demi sedikit berubah."

"Kenapa aku harus mengubah image? Aku suka diriku apa adanya."

"Tapi orang-orang akan bosan, Hyuk. Kau harus terlihat tumbuh dimata mereka."

"Aku tidak peduli."

Kibum menghela nafas, ia sangat hafal jika sudah begini artis asuhannya ini akan jadi sangat keras kepala. Jadi ia tak melanjutkannya, tak ingin memperpanjang perdebatan mereka karena percumah saja. Orang di sampingnya itu sedang dalam mode batu.

Percakapan mereka sebenarnya mengarah pada recording sebuah acara talk show yang baru saja mereka lakukan, orang-orang itu tiba-tiba saja menanyakan perihal apakah menjadi artis memang impian Hyukjae sejak kecil. Ia tersenyum saat Hyukjae menjawab tidak, ia pikir Hyukjae akan menjawab profesi yang terkesan sexy dan ambisius sebagai usaha artis itu untuk mengubah imagenya perlahan seperti yang sudah mereka bahas dengan management mereka minggu lalu. Tapi dengan polosnya Hyukjae malah menjawab begitu jauh dari harapannya.

"Aku hanya ingin menjadi ibu rumah tangga biasa. Mengurus suami dan anakku dengan sebaik-baiknya."

Begitulah, Lee Hyukjae yang polos menjadi semakin terlihat polos dimata masyarakat.

Bukannya Kibum tidak suka image Hyukjae selama ini, ia sangat suka karena tak ada kebohongan di baliknya. Hyukjae memang seperti yang masyarakat kenal. Polos dan baik hati.

Hanya saja jaman perlahan berubah dan persaingan di dunia hiburan semakin ketat. Banyak muncul artis-artis muda berbakat dengan segudang kepribadian unik mereka yang sangat mengancam. Para artis seangkatan Hyukjae sendiri mengimbangi hal ini dengan menaikan rate image mereka, untuk menguatkan posisi mereka dan tak tenggelam oleh jaman.

Sebenarnya karir Hyukjae belum terpengaruh dengan hal ini. Tawaran drama, iklan, pemotretan masih memperebutkannya. Fansnya pun masih sangat banyak. Kepopulerannya masih di puncak. Hanya saja mereka tak tahu ini akan bertahan berapa lama. Karena itu pihak management dan Kibum menginginkan Hyukjae untuk mengikuti arus, bukan melawannya. Sebagai antisipasi.

Toh pada akhirnya hal ini untuk Hyukjae juga.

Mereka sampai di gedung apartement tempat Hyukjae tinggal. Kibum pun tak berlama-lama disana, setelah memastikan artisnya pulang dengan aman ia pergi meninggalkan tempat itu.

"Jangan lupa 2 hari lagi kita ke London, jadi jangan kemana-mana dan istirahat." Katanya sebelum benar-benar mengilang dari balik pintu apartement Hyukjae.

"Hyukjae-shi, ada paket untuk anda."Itu bibi Kim, pengurus apartement Hyukjae.

Wanita itu memberikan sebuah amplop cokelat berukuran sedang pada Hyukjae lalu kembali ke dapur untuk beres-beres sebelum ia pulang kerumahnya. Hyukjae menatap amplop itu heran, namun saat membalik amplop itu dan melihat nama sang pengirim Hyukjae langsung melotot tak percaya. Wanita itu dengan cepat berlari ke kamarnya. Menutup pintu rapat dan menguncinya. Tangannya dengan cepat merobek amplop itu tanpa peduli jantungnya berdetak semakin cepat sekarang.

Isi amplop itu langsung berceceran di ranjangnya karena ia terlalu terburu membukanya. Iris matanya langsung menangkap satu benda diantara sekian benda di dalamnya. Tangannya perlahan meraih lembar tipis yang tercetak gambar seseorang disana.

Seseorang yang memiliki banyak arti untuk Hyukjae. Seseorang yang begitu sering hadir di mimpinya karena terlalu ia rindukan. Seseorang yang meski sekarang telah banyak berubah tapi Hyukjae masih bisa dengan mudah mengenalinya.

"KYAAAAAAAAAA!"

Teriakan itu begitu keras hingga membuat bibi Kim yang berada di luar terlonjak kaget. Hyukjae memeluk erat foto di tangannya sebelum sekali lagi melihatnya dengan senyum yang begitu bahagia. Jantungnya berdetak semakin keras dan tubuhnya serasa merinding karena jutaan kupu-kupu mengelitikinya dari dalam.

Akhirnya setelah sekian lama, Hyukjae berhasil menemukannya.

Air mata itu mengalir tanpa bisa dicegah, bukan air mata kesedihan tapi air mata luapan kebahagianya yang tiada tara.

.

.

.

"Oh, Hai tetangga! Pagi Donghae-shi!"

Seruan ibu satu anak itu terdengar saat Donghae baru saja mengunci pintu depan rumahnya dan akan berjalan mendekati mobilnya. Donghae hanya menunduk sopan sambil membalas salam wanita itu.

"Pagi, Heechul-shi."

"Bersemangat seperti biasa ya, Donghae-shi."

Donghae hanya tertawa garing mendengarnya. Bersemangat apanya, jelas-jelas tubuhnya lemas dengan kantung hitam di matanya karena kurang tidur. Semalam ia lembur hingga pulang tengah malam karena pekerjaannya menumpuk. Iris cokelat Donghae menangkap sosok kecil yang berdiri di samping wanita cantik yang menyapanya ini. Anak itu memakai seragam TK lengkap dengan ransel dan tempat minum bergambar pororo yang tersampir di tubuhnya. Matanya melihat Donghae tak bersahabat.

"Pagi Taemin." Sapa Donghae akan mencoba mengelus kepala anak itu, namun anak itu menghindarinya seperti Donghae adalah wabah. Bersembunyi di balik kaki ibunya masih sambil mengintai Donghae waspada.

"Dia sepertinya masih malu-malu, maklum saja ya Donghae-shi."

Lagi-lagi Donghae hanya bisa tertawa garing menanggapinya. Malu-malu? Jelas-jelas anak ini membencinya.

"Kau keliatan semangat sekali hari ini, Donghae-yah!"

Donghae mendongak melihat seorang pria bersetelan rapi dengan senyum lebar padanya. Suami istri sama saja.

"Ne, Hankyung Hyung."

"Sayang, aku berangkat ya."

"Usahakan pulang cepat."

"Tentu, apapun untuk istriku."

Mata Donghae menyipit saat melihat suami istri didepannya saling memeluk mesra sebelum tanpa sungkan saling berciuman di depannya. Dia jadi pihak keempat setelah Taemin yang tak dianggap. Bola matanya memutar jengah saat suami istri di depannya kini malah saling melempar rayuan dan kata-kata manis. Ini masih pagi demi Tuhan, mereka harusnya malu! Batin Donghae sebal. Sirik sebenarnya, sirik tanda tak mampu.

Yah, ini sudah menjadi hal biasa yang Donghae lihat setiap pagi sejak sebulan yang lalu. Tepatnya setelah ia ditarik perusahaannya dari kantor cabang di Mokpo ke kantor pusat di Seoul. Ia memutuskan untuk membeli sebuah rumah berukuran sedang di sebuah kompleks perumahan di pinggir kota. Meski cicilannya harus Donghae bayar hingga lima belas tahun kedepan tapi lingkungan tempat ini masih asri dan nyaman.

Kepindahannya ke tempat itu membuatnya bertemu dengan pasangan suami istri Hankyung dan Heechul beserta anak laki-laki mereka yang membencinya karena Donghae salah mengira jenis kelamin Taemin saat pertama kali mereka bertemu. Taemin langsung menangis begitu keras saat Donghae mengiranya anak perempuan.

Jangan salahkan Donghae! Salahkan anak itu yang berparas feminim layaknya perempuan. Harusnya Taemin seperti dirinya dulu, sudah tampan dan manly sejak lahir jadi orang tak akan salah mengenalinya.

Donghae langsung membungkuk mengucapakan salam sebelum masuk kemobilnya dengan cepat saat ingat bahwa ia hampir terlambat, meninggalkan keluarga bahagia tanpa masalah itu. Ponselnya berbunyi saat ia sedang mencoba mengebut untuk sampai di kantornya.

"Ya?" Ia menjawab setelah dering kesekian kali.

"Oppa, kenapa lama sekali menjawab!"

Donghae kenal suara ini. Pacarnya. Kekasihnya yang ia tinggal di Mokpo.

"Aku sedang menyetir."

"Ck, jangan lupa aku akan ke Seoul siang nanti. Kita bertemu dimana?"

Mwo? Astaga, kenapa Donghae bisa lupa!

"Oppa, kau ingatkan?"

"N-ne, tentu aku ingat. Mana mungkin aku melupakannya."

Dapat Donghae dengar dengusan kesal di seberang sana.

"Jadi kita bertemu dimana?"

"Kita bertemu di restoran saja sekalian makan malam."

"Kau tak bisa menjeputku di stasiun?"

"Maafkan aku. Kirimkan alamat restorannya saat kau sudah di Seoul nanti padaku."

Lagi-lagi helaan nafas terdengar dari kekasihnya.

"Baiklah."

Sambungan terputus. Sama sekali tidak memberikan kesempatan Donghae untuk mengucapkan salam. Begitu dingin.

Ini bukan hal baru, hubungan mereka memang bermasalah. Mereka jarang bertemu karena Donghae sibuk bekerja. Membuat hubungan mereka tak ada kemajuan sejak tiga bulan lebih masa pacaran. Begitu datar dan membosankan.

Ponselnya kembali berbunyi, tapi kali ini langsung ia matikan saat tahu itu dari ibunya. Ibunya itu masih saja terus menerornya, tak bosan-bosan menyuruhnya menikah meski sekarang mereka sudah pisah rumah. Tidak lihat apa anaknya yang paling tampan ini sedang berusaha?!

Menyebalkan.

Sudahlah, yang terpenting adalah ia ada janji di restoran nanti. Janji direstoran. Donghae harus pastikan ia terus mengecek ponselnya untuk melihat pesan berisi alamat restoran tempat janjian ia dan kekasihnya. Ia tidak boleh melupakannya. Tidak boleh!

.

.

.

Donghae melupakannya.

Ia merutuki kebodohannya yang sama sekali tak sadar jika ponselnya mati kehabisan daya, 6 panggilan serta 12 pesan dari kekasihnya terbengkalai.

Ia dimarahi habis-habissan oleh bosnya begitu sampai di kantor tadi pagi dikarenakan perhitungan Donghae yang sedikit meleset. Membuatnya harus mengulang pekerjaan dengan tenggang waktu yang begitu sempit. Melupakan apapun selain pekerjaan.

Ia baru ingat saat menyalakan ponselnya sambil mengisi daya. Laki-laki 27 tahun itu segera berlari ke parkiran mengambil mobil dan memacunya secepat mungkin. Menekan gas dalam-dalam sambil menggerakan setir mobilnya, menyelip beberapa kendaraan di depannya tanpa peduli sumpah serapah orang-orang itu padanya. Namun hal itu tak bertahan lama saat tiba-tiba saja mobilnya berhenti dan mesinnya mati, untung Donghae sempat menepikannya. Ia mencoba menyalakannya namun percumah. Iris cokelatnya menangkap tanda daya bahan bakar di mobilnya.

Mobilnya kehabisan bensin.

Bagaimana mungkin ia juga melupakan mengisi bahan bakar!

"Aish!" Umpatnya lalu keluar dari mobil dan melanjutkan perjalanannya dengan berlari secepat yang ia bisa. Lari terjauh setelah ia lulus SMA mungkin, hingga hampir membuatnya kehabisan nafas.

Saat matanya menangkap restoran itu dari kejahuan Donghae mempercepat langkahnya. Ia lega luar biasa saat melihat sosok wanita yang masih berdiri di depan restoran meski jelas-jelas di pintu kaca restoran itu bertengker kata "Tutup" mengingat ini sudah pukul sebelas malam lebih.

"Maafkan aku, maafkan aku."

Donghae mengatakannya sambil membukuk mencoba menetralkan nafasnya yang terengah. Asataga lari sejauh itu benar-benar penyiksaan untuknya. Donghae menengakkan tubuhnya untuk melihat eskpresi datar kekasihnya.

"Maafkan aku, kau pasti sudah menunggu lama. Aku tidak bermaksud melupakannya, hari ini pekerjaanku begitu banyak jadi aku tak tahu jika ponselkun mati. Sungguh aku tidak sengaja. Dan-"

"Oppa." Wanita itu memotong perkataan Donghae.

"Ya?"

"Kita berpisah saja."

Donghae langsung terdiam. Terkejut tentu saja. Apa kekasihnya ini baru mengatakan putus darinya? Donghae tak salah dengarkan?

"W-wae?"

"Oppa tahu sendiri hubungan ini tak sehat. Kurasa ini jalan satu-satunya."

Mwo? Apa-apaan wanita ini?! Batin Donghae memprotes keras tapi tubuhnya hanya diam saja.

"Itu saja yang ingin aku katakan, aku pergi."

Donghae langsung mencekal tangannya saat wanita itu akan berbalik.

"Suhe-yah, jangan begini. Aku tahu aku salah. Maafkan aku."

"Oppa tahu kenapa aku rela menunggu berjam-jam disini?"

Donghae terdiam melihat mata wanita itu. Tak ada kasih sayang lagi disana.

"Karena sejak awal aku memang hanya ingin mengatakan ini. Aku hanya ingin berpisah dan mari jalani hidup masing-masing."

Donghae masih diam, ia tak bisa melakukan apa-apa dan tak bisa berkata apa-apa. Ia selalu tak bisa menangani hal seperti dengan baik meski sudah terjadi berkali-kali.

"Aku pergi, jaga diri Oppa baik-baik."

Tubuh Donghae sudah akan beranjak mencegah wanita itu pergi namun berhenti di tengah jalan. Membuatnya hanya bisa melihat kepergiannya tanpa bisa berbuat apa-apa.

Lee Donghae dicampakan, lagi.

Tak lama rintik air dari langit turun dan berubah menjadi hujan lebat. Membuat namja itu basah kuyup tanpa bisa menghindar. Donghae menghela nafasnya sambil menunduk pasrah.

Ia membenci hidupnya.

.

.

.

Hyukjae meremas tangannya sendiri dengan cemas. Dari tadi ia sama sekali tak mendengarkan apa yang dikatakan managernya yang duduk tepat di sebelahnya. Ia sibuk berfikir, membuatnya melihat luar jendela mobil dengan pandangan tak fokus.

Apa yang harus ia lakukan?

Bagaimana ini?

Hanya itu yang berputar di kepala kecilnya. Sesuatu terjadi diluar rencananya. Medan tiba-tiba saja berubah tanpa disangka-sangka. Tadi saat mereka begitu masuk ke dalam mobil menuju bandara, Kibum tiba-tiba saja mengatakan hal yang begitu mengejutkannya.

"Rencana di ubah, Hyuk. Kita akan sebulan di London, kebetulan Mr. Parker sedang ada di London jadi pelatihan actingmu akan dilakukan di sana sekalian."

Kepergian ke London yang seharusnya hanya tiga hari untuk pemotretan malah diperpanjang sebulan hanya untuk pelatihan acting Hyukjae sebagai persiapan debut di kacah internasional. Membuat rencana wanita itu berantakan, ia tak boleh berada di London selama itu. Tidak Boleh! Hyukjae tidak mau!

Ia punya rencana sendiri.

Rencana masa depannya yang telah ia impikan sejak dulu.

Tapi sekarang ia malah terjebak disini. Bimbang antara ikut Kibum atau ...

"Hyuk, kita sudah sampai. Kenapa kau diam saja? Ayo keluar sebelum kita ketinggalan pesawat."

Perkataan Kibum membuat Hyukjae tersadar dan terbelalak kaget melihat bandara dari dalam mobil. Kenapa cepat sekali mereka sampai? Hyukjae belum selesai berfikir!

Ottohke! Ottohke!

Wanita itu semakin panik saat Kibum menariknya keluar mobil dan berjalan memasuki bandara. Sesekali ia menggigiti jarinya karena cemas luar biasa. Dengan sedikit diseret ia mengikuti Kibum menuju pintu keberangkatan. Kenapa mereka bisa tepat waktu sih? Begitu sampai bisa pas saat pesawat akan berangkat. Sama sekali tidak memberi Hyukjae kesempatan dan tenggang waktu sedikit saja.

Apa yang harus ia lakukan sekarang! Ia ingin sekali lari diri sini!

Hyukjae mengehentikan langkahnya saat pemikiran itu datang.

Benar juga, kenapa ia tidak lari saja?

Sejak awal Hyukjae tidak pernah menginginkan ini, apalagi debut di luar negeri itu semua keinginan managementnya. Yang Hyukjae inginkan dan impikan bukan itu. Jadi untuk apa ia teruskan? Bukankah akan lebih bagus jika ia mengejar mimpinya sendiri sekarang.

"Hyuk! Kenapa kau berhenti? Ayo cepat!" Kibum yang sudah ada beberapa meter di depannya terlihat menahan kesal saat memanggilnya, tapi Hyukjae hanya diam melihatnya.

"Hyukjae?!" Panggilnya namun Hyukjae justru perlahan melangkah mundur membuat Kibum keheranan. Ia sama sekali tak tahu bahwa artisnya sekarang sedang memikirkan hal yang mengerikan.

"Eonni..."

Perasaan Kibum tiba-tiba saja langsung tak enak.

"Maafkan aku."

Dengan itu Hyukjae membungkuk dalam-dalam sebelum berbalik dan berlari pergi dari sana. Meninggalkan managernya yang terbengong-bengong sebelum realitas menyadarkannya.

"HYUKJAE! Kau mau pergi kemana, kembali!"

Kibum langsung mengejarnya membuat kedua wanitan itu berlarian di bandara. Sesekali Hyukjae menengok kebelakang memastikan jaraknya dengan Kibum terlampau cukup jauh hingga membuatnya tak sadar ada seorang laki-laki sedang mendorong tumbukan koper menuju kearahnya. Tubuh artis itu sempat menabraknya namun berhasil kembali berlari, membuat tumpukan itu hilang keseimbangan sebelum akhirnya roboh menimpa Kibum yang melewatinya. Benar-benar pas sekali.

Hyukjae berhenti saat melihat nasip managernya yang malang, ia jadi bimbang antara ingin lanjut lari atau menolong managernya yang tertimbun tas dan koper. Tapi Hyukjae sekali lagi menunduk penuh rasa menyesal.

"Maafkan aku Eonni, maaf!" Serunya lalu kembali berlari maninggalkan Kibum yang masih terkapar tertimpa koper dan tas.

"YAH! LEE HYUKJAE! JANGAN LARI!"

Seruan murka itu tak menghentikan langkah Hyukjae hingga sampai di depan bandara. Ia langsung mempercepat langkahnya saat melihat taksi yang berhenti didepan seorang laki-laki membawa koperdan sedang membuka pintu masuknya. Dengan tega gadis itu mendorong orang itu, menyerobot masuk taksi orang lain sebelum menutup pintunya rapat-rapat

"Cepat pergi dari sini, ahjussi! Cepat! Cepat!" Perintahnya heboh saat melihat sosok Kibum dari kejauhan.

Hampir tangan Kibum menjangkau pintu taksi yang dinaiki Hyukjae tapi ia belum beruntung taksi itu meluncur meninggalkannya. Wanita itu mengumpat tertahan dengan nafas terengah. Hyukjae lolos.

Hyukjae benar-benar lolos darinya.

Kenapa Hyukjae melakukannya? Saat mereka akan berangkat ke London pula. Kibum benar-benar tak percaya apa yang baru saja terjadi.

Dengan cekatan ia mengeluarkan ponselnya dan dengan cepat mendial kantor pusat. Begitu tersambung ia langsung beseru dengan emosi.

"Artisku melarikan diri!"

.

.

.

Hyukjae merebahkan tubuhnya, nafasnya masih terengah tapi ia lega luar biasa sekarang. Senyum manisnya perlahan terukir lalu berubah menjadi kekehan.

Ia berhasil. Ia berhasil lari, dan itu membuatnya sangat bahagia.

Tangan pucatnya membuka tas selempangnya. Mengeluarkan secarcik kertas kecil dan segera memberikannya pada sang supir taksi.

"Antarkan aku kesini ahjussi." Pintanya manis sebelum kembali duduk santai sambil mengeluarkan foto dari dalam tasnya.

Senyumannya semakin lebar saat melihat foto yang selalu ia bawa kemana-mana sejak dua hari yang lalu. Sebentar lagi impiannya akan terwujud. Sebentar lagi janji itu akan terpenuhi. Seperti yang selalu Hyukjae bayangkan selama ini. Seperti yang selalu Hyukjae impikan selama ini.

Masalah karir? Hyukjae tak peduli!

Hyukjae hanya ingin menikmati hidupnya sekarang. Dengan cara yang ia inginkan.

Ia memeluk foto itu erat.

"Donghae-yah, tunggu aku!"

.

.

.

Kaki itu melangkah dengan pelan tanpa semangat, ia lupa mengambil mobilnya yang diderek akibat berhenti sembarangan di pinggir jalan, membuatnya harus pulang pergi dengan bus umum. Aura kehidupan Donghae sedang buram sekarang. Pekerjaannya menumpuk, dimarahi atasan, mobil ditahan, ibunya terus menyudutkannya, dan dicampakan. Lengkap bukan?

Dicampakan, mungkin itu yang mendominasi suasana buruk hatinya. Ini entah sudah hubungan keberapa yang ia jalin namun seperti biasa, tak bertahan lama.

Donghae adalah lekaki yang tampan sebenarnya, setiap perempuan yang melihatnya pasti akan langsung tertarik karena parasnya. Namun jika sudah melihat sifat lelaki itu para wanita akan langsung malas karena kerajinan, keteraturan, serta batasan yang di junjung tinggi pria itu. Belum lagi ia begitu mengutamakan pekerjaan diatas segalanya.

Donghae yang membosankan.

Kriteria lelaki baik-baik yang dimilikinya membuatnya dianggap membosankan oleh lawan jenisnya. Donghae selalu menghargai seorang wanita selayaknya ibunya, ia tak akan pernah berani berlaku kurang ajar. Terlalu kaku dalam sebuah hubungan. Sedangkan wanita sekarang begitu mendamba sosok bad boy yang agresif dan menggoda, begitu berbanding terbalik darinya.

Tak heran ia begitu mudah memiliki kekasih tapi juga begitu mudah dicampakan dengan alasan yang tak jauh beda. Bosan, sibuk, atau kurang perhatian.

Donghae kembali menghela nafas, ia lelah. Fisik dan mental. Mungkin ia akan menyerah mencari pasangan dan membiarkan ibunya menjodohkan entah dengan siapa yang ibunya inginkan. Biar saja, Donghae sudah tak mau lagi berfikir tentang asmara.

Masih dengan langkah pelan Donghae memasuki pekarangan rumahnya, matanya menyipit saat melihat seseorang duduk di depan pintu rumahnya.

Temannya kah?

Ia mendekati sosok itu, terlihat kecil dengan hoodie biru yang menutupi kepalanya. Orang ini diam tak bergerak, mungkin tertidur.

Tangan Donghae terulur lalu mengguncang tubuh sosok asing itu pelan.

"Chogiyo? Kau baik-baik saja?" Tanya Donghae tenang. Satu nilai plus dari Donghae, ia tak mudah panik.

Sosok itu bergerak, merenggangkan badannya dan dengan lucu mengucek matanya yang tertutup hoodie sebelum mendongak dan melihat Donghae.

Donghae dapat melihat parasnya sekarang, yang mengejutkan adalah sosok ini perempuan dengan paras yang tak asing untuk Donghae.

"Donghae?" Panggilan itu mengalun saat Donghae masih memproses siapa orang di depannya.

Iris hitam itu berbinar saat melihatnya dan perlahan senyum cantiknya terukir. Ia langsung bangkit dan melihat Donghae dengan pandangan yang begitu takjub membuat lelaki itu kebingungan.

"Cho-"

"Donghae!"Seruan itu memotong perkataan Donghae, lengan kurus itu melingkar di lehernya dan menekan tubuh lembut itu kearahnya. Memeluknya begitu erat.

"Akhirnya ketemu! Ketemu!"

Serunya girang tanpa peduli Donghae yang kini mematung.

.

.

.

TBC

Ya ya aku tahu ini membosankan, aku sendiri ragu waktu mau pos. Kalo jelek dan gak suka bilang aja ya ...

Ini masih perkenalan karakter Haehyuk dengan latar belakang kehidupan mereka. Cerita ini nantinya gak terlalu berat dan mungkin sedikit humor. Ini memang bukan TREESHOOT tapi gak panjang juga mungkin 4 sampai 5 chapter aja. Maklum aku masih skripsi.

Sekalian aku ingin mengucapkan SELAMAT IDUL FITRI yaaaaaaaa

Maafin kesalahan saya sebagai author selama ini. Maaf soal waktu update, typo dan kesalahan penulisan lainnya.

Chapter 2 minggu tou senin ya, klo masih ada yang minta lanjut sih.

See you next chapter :D