Di layar besar menampilkan beberapa cuplikan konser sukses band ternamaan semalam. Ada beberapa pejalan kaki berhenti sebentar untuk melihat dan ada beberapa lainnya tidak peduli atas apa yang sedang di tampilkan di layar besar itu. Semua berjalan lancar seperti biasanya. Tenang dan damai dalam kehidupan masyarakat jepang hari itu hingga sebuah cuplikan yang menayangkan dua pemuda sedang berduet menghentikan hampir beberapa para pejalan kaki itu. Suara lembut dan petikan gitar yang di pandu pandankan menjadi satu, menjadi sebuah penampilan yang cukup menarik minat bagi setiap yang melihat maupun mendengarkannya.

Bisik-bisik mulai terdengar, beberapa di antar pejalan kaki mengkorfimasikan jika mereka ada di acara tersebut dan menyaksikan sendiri bagaimana penampilan menakjubkan dari salah seorang penggemar dengan salah satu idola mereka. Di antara lainnya malah mempertanyakan siapa sosok pemuda bersuara emas itu.

Dengungan itu masih saja meramaikan jalanan di tengah kota itu. Seorang pemuda berjalan melalui sekumpulan orang-orang tersebut. Surai peraknya bergoyang seirama dengan langkah-langkah kaki yang membawanya ke sebuab gedung tinggi tak jauh dari tempat kerumunan itu. Kaki jenjang pemuda itu membawanya masuk menuju meja kantor yang selama ini di tempatinya beberapa tahun bekerja di perusahaan itu. Beberapa orang berjalan mondar-mandir menyambutnya saat pintu lift terbuka. Tak terlalu kaget melihat beberapa orang tergesa-gesa mondar-mandir, pemuda itu tetap melangkahkan kakinya ke meja kerjanya. Dapat terlihat dalam perjalanan menuju mejanya, beberapa orang sibuk dengan telepon di meja kerja masing-masing, ada juga yang berteriak-teriak memaki ketika hasil karyanya tak di hargai oleh beberapa atasan di perusahaan itu. Selain dengan kebisingan itu dapat terlihat beberapa orang berdiam diri dengan earphone tergantung di telinganya masing-masing mungkin memikirkan sebuah ide yang mungkin akan mendapatkan sebuah pengakuan dari sang atasan.

Pemuda bersurai perak itu berhenti pada barisan di tengah beberapa barisan di lantai itu. Pemuda itu menepuk seorang gadis bersurai merah gelap yang sedang fokus pada layar komputer di depannya. Tubuh mungil berbalut kaos kebesaran berwarna abu-abu itu berbalik mengikuti tangan yang menepuknya. Mata segelap malam itu berubah malas mengetahui siapa yang menepuknya. Kepala gadis itu bergerak malas di ikuti oleh badannya yang di putarkan kembali menghadap layar komputer di meja kerja kecil itu.

"Ohaiyou Tayuya."

"Hmm.. Ohaiyou Kabuto san." Sapa gadis itu malas.

"Hei kenapa kau menyapaku malas-malasan seperti itu?"

"Aku hanya sibuk sekarang Kabuto san, tidak bisakah kau jangan menganggu hari ini?"

Kabuto tertawa kecil mendengar keluhan gadis yang beberapa tahun lebih muda darinya ini.

"Baiklah aku tidak akan menganggumu." Kabuto mengedarkan pandangannya ke segala penjuru mencari seseorang "Dimana boss?"

"Dia di ruangannya dan sedang menunggumu, mungkin ingin memintamu menulis berita tentang konser Akatsuki semalam."

Kabuto memutar matanya, bosan untuk selalu menulis band ternamaan itu. Sudah seringkali dia menulis tentang band itu bahkan Kabuto begitu mengetahui detail band itu.

"Kau tahu, Tayuya? Aku kadang bosan untuk selalu menulis artikel tentang Akatsuki itu."

"Bosan? Tapi hanya kau saja yang mampu mendapatkan berita menarik tentang mereka."

"Aku tersanjung atas pujianmu, Tayuya." Ucap Kabuto meninggalkan Tayuya tanpa memberikan gadis itu untuk mengelak atas ucapan pemuda itu barusan menuju ruangan bossnya. Di ketuknya ruangan berpintu kaca yang sudah di buramkan itu dan begitu mendapatkan ijin untuk masuk, Kabuto pun masuk dan melihat raut wajah kesal Tayuya sebelum pintu itu tertutup.

Kabuto berjalan ke depan dimana seorang pria sudah cukup tua dengan rambut hitam legam panjang di sertai tatapan tajam pria itu menyadari keberadaan pemuda bersurai perak tersebut.

"Kau sudah kembali?"

Kabuto mengangguk.

Pria itu menaitkan kedua tangannya menjadi satu dan menjadikannya sandaran bagi kepalanya. Kulit putih pucat itu semakin pucat ketika sinar matahari menyinari dari balik jendela di belakang pria itu.

"Aku ingin kau menulis artikel tentang konser Akatsuki semalam terutama ketika bagian seorang penonton berduet dengan Sasuke."

Pernyataan berupa perintah itu tidak bisa di tolak oleh Kabuto.

"Tapi aku tidak menonton konser mereka semalam darimana aku bisa menulis jika aku saja tidak ada disana."

"Tanyakan saja pada Kadomaru yang menggantikan dirimu akibat menghilang tiba-tiba semalam."

Ucapan dingin itu begitu datar, seolah menyalahkan Kabuto yang semalam tidak melaksanakan tugas jurnalisnya dengan baik.

'Jadi ini hukuman untukku, heh?' Pikir Kabuto.

Sebagai jurnalis untuk menulis artikel dimana bukan dia yang merasakan ataupun melihat langsung akan terasa sulit dan hal ini akan terjadi pada Kabuto segera mungkin.

"Aku menghilang semalam karena mempunyai sebuah informasi yang mungkin akan menguntungkan anda boss."

Alis pria itu terangkat, penasaran atas pernyataan anak buah terbaiknya itu. Kabuto tersenyum kemenangan melihat kilatan rasa penasaran terlukis jelas di mata emas serupa mata ular tersebut. Di rogoh cepat saku celananya untuk memberikan hal menarik tersebut ketika menemukannya segera saja Kabuto menaruh sebuah amplop di atas meja. Pria itu mengambil amplop tersebut dan membukanya. Terlihat beberapa foto keluar menampilkan dua orang tengah berpelukan. Senyum terukir di wajah pucat pria itu.

"Kau memang selalu tak terduga Kabuto."

Kekehan puas itu keluar juga, Kabuto merasa senang telah membuat bossnya itu puas seperti sekarang.

"Tentu saja, Orochimaru san."

.

.

Disclaimer : Masashi Kishimoto.

Rate : T.

Pair This Chapter: ItaNaru.

Genre : Romance, Drama, Family and bit Hurt/Comfort.

Warning : There is content Slash, Yaoi, BoyxBoy, Boys Love, AU, Ooc, Oc, and Typo so don't blame me cause I have warned you.

.

.

Suara cicit burung mengiringi pagi seorang pemuda berisik di tengah-tengah perjuangannya dalam memasuki gedung besar banyak jendela di depannya. Nafas tersengalnya tidak hiraukan, keringat bercucuran pun di biarkan oleh pemuda itu demi sebuah gerbang yang hampir tertutup itu.

"Tunggu..."

Teriakan itu sempat menghentikan seorang petugas penjaga gerbang dalam menutup gerbang besar tersebut. Kesempatan itu tak di sia-siakan oleh pemuda blonde itu, secepat kilat kaki-kaki jenjangnya berlari melalui gerbang itu tanpa berhenti dan kini tujuannya menuju kelas yang ada di lantai dua di sekolah tersebut itu.

Kiba hanya seorang pemuda biasa dan hidupnya begitu biasa. Dia hanya anak terakhir dari keluarga Inuzuka. Dia begitu di sayang oleh keluarga itu akibat statusnya sebagai anak bungsu keluarga itu namun sifatnya tidak menjadi anak manja hanya karena hal itu. Kiba cukup dewasa dan sangat setia kawan terutama terhadap sahabat karibnya yang bernama Uzumaki Naruto yang kini telah mengambil nafas di samping pemuda Inuzuka itu.

Keringat terus bercucuran akibat berlarian mengejar waktu. Merasa kasihan melihat keadaan mengenaskan Naruto, Kiba menawarkan setumpuk tissu yang selalu di bawanya kepada Naruto tapi langsung di tolak secara halus oleh sang Uzumaki.

"Kita tidak boleh sering-sering memakai tissu, Kiba."

Begitu penolakan Naruto terhadap penawaran tissunya. Kiba mengerti sahabatnya ini begitu peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Sahabat karibnya ini lebih memilih membawa sapu tangan berwarna putih di saku celananya daripada memakai tissu akibat kepedulian Naruto.

"Hei Naru."

Naruto menoleh setelah selesai mengelap keringat di wajahnya.

"Apa?"

"Tumben kau telat, biasanya kan Menma selalu membangunkanmu pagi-pagi agar tidak telat."

Raut Naruto berubah kesal.

"Menma ada piket hari ini makanya dia meninggalkanku."

Pemuda Inuzuka itu hanya bisa membentuk mulut 'o' lebar. Kiba kembali melanjutkan aktifitasnya yakni mengerjakan pekerjaan rumah sedangkan Naruto mulai mengeluarkan beberapa alat tulis di atas meja padahal sensei mereka belum datang. Mereka berdua sibuk atas aktifitasnya masing-masing.

"Nar, apa benar kamu yang berduet bersama Sasuke di konser Akatsuki semalam?"

Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari teman sekelas mereka yang selalu memakai pakaian serba hijau itu. Wajah penasaran Lee begitu terlihat, Kiba menghentikan kegiatannya dan menunggu jawaban Naruto.

"Iya, emangnya kenapa?"

Lee langsung menunjukan wajah berseri-seri "Berarti rumor itu benar ya.."

"Rumor apa?"

Kali ini Kiba ikut menyahut, rasa penasaran juga membuat pemuda Inuzuka ini menjadi Kepo.

"Kalian tidak tahu?"

Kedua pemuda bersurai berbeda warna itu kompak menggeleng. Wajah Lee berubah horor.

"Hellooo... Kalian tinggal dimana sih selama ini?"

"Di Konoha." Jawab Naruto jujur.

Lee menepuk jidat berponi rata itu, Kiba menahan kekehan geli atas jawaban jujur sahabatnya ini.

"Sudahlah itu tak penting sekarang yang pasti Naru..." Lee mendekatkan kepalanya ke arah kedua pemuda itu "Kudengar Sasuke sedang mencari seseorang untuk menyanyikan lagu ciptaannya dan orang-orang mengira bahwa kau lah orang itu."

"Aiissh.. Itu tidak mungkin." Elak Kiba tidak percaya atas segala ucapan Lee.

"Mungkin saja karena orang-orang menyukainya bahkan video yang menampilkan penampilan Naru semalam sudah di lihat ratusan ribu pasang mata di Yutub."

Mata Naruto membulat mendengar penjelasan Lee "Yutub?"

Lee menggangguk mantap, memberikan pose terbaik di hadapan mereka "Iya videomu sudah di lihat oleh seluruh dunia."

Raut Naruto pucat basi mendengar hal itu. Kata-kata dari seorang pemuda langsung terngiang di otaknya.

'Berjanjilah padaku kau tidak akan pernah bernyanyi lagi.'

'Baik, aku berjanji.'

Kilatan kata-kata itu segera membuat Naruto mengirimkan sebuah pesan pada seseorang tanpa menghiraukan keberadaan Lee dan Kiba.

'Aku ingin kita bertemu nanti setelah aku pulang sekolah.'

.

.

Sasuke begitu lihai mengendalikan kemudi mobil kesayangannya. Gedung-gedung tinggi terasa seperti pengawal perjalanan pemuda tampan itu. Langit begitu cerah tampak mendukung rencana Sasuke menyambangi seseorang. Sedikit senyum tersungging. Sesekali mata onyx itu melirik kaca yang tergantung di mobil untuk meyakinkan penampilan dirinya.

Sasuke tak menyangka jika semalam dia bisa berduet dengan seseorang yang memang sudah membuat sang Uchiha tertarik. Tak akan pernah di lupakan moment-moment tadi malam, masih sangat teringat bagaiman aroma Naruto di dalam indra penciuman Sasuke tadi malam ketika Uchiha muda itu mengambil kesempatan dalam kesempitan. Biarlah orang-orang mengatainya mesum atau apapun itu namun Sasuke tak peduli.

Sebuah deringan sedikit mengalihkan perhatian Sasuke namun sang Uchiha kembali fokus sambil memencet sebuah benda yang kaitkan ke telinganya.

"Ya?"

Sasuke langsung bertanya tanpa ada tata krama karena pemuda itu begitu yakin yang meneleponnya saat ini hanyalah orang-orang terdekatnya.

'Sasuke, Ini kakek.'

Sasuke diam menunggu perkataan ayah sang kepala keluarga Uchiha.

'Kau dimana?'

"Aku di jalan menuju sekolah Naruto."

'Bagus, pastikan pemuda itu mau menandatangani kontrak dengan kita.'

"Hn."

Setelahnya sambungan itu terputus, Sasuke sedikit berdecak kecil. Dia memang dengan setulus hati mau menemui Naruto tapi apakah kakeknya tidak bisa berterim kasih pada Sasuke?

Memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan sikap sang Kakek, Sasuke kembali melajukan mobil kesayangannya ke jalan raya.

.

.

Pria separuh baya itu memutuskan sambungan telepon dengan Sasuke. Madara sibuk memainkan laptop di depannya, sebuah dering notif muncul di ponsel hitam pria itu. Di buka notif yang ternyata berisi sebuah pesan dari sahabat lama atau bisa di bilang termasuk saingannya dulu.

From : Orochimaru

To : Madara

Subjek : Cek Email

Apa kau sudah mengecek emailmu? Aku mengirimkan 'hadiah' untukmu.

Madara menaikan alisnya, bingung atas isi pesan Orochimaru. Tanpa pikir panjang lagi, pria berumur 70 tahunan itu segera membuka email miliknya di laptop hitam di depannya ini.

1 New Message

Madara membuka isi pesan dari Orochimaru dan begitu terkejut mengetahui isi pesan itu. Isi pesan dari wartawan yang kini sudah menjadi pemilik sebuah media cetak maupun online itu berisi beberapa file foto yang mungkin akan menggemparkan bisnis Uchiha. Tangan Madara terkepal keras, dia tak menyangka bahwa cucu kesayangannya itu akan melakukan hal ini di depan publik.

Ponsel di samping Madara segera di sambar untuk menghubungi seseorang. Cukup lama Madara menunggu orang yang di teleponnya menjawab panggilan darinya itu.

'Moshi-mos..'

"Apa maumu, Orochimaru?"

Sebuah desisan kesal di lontarkan Madara untuk orang di seberang jaringan. Sebuah kekehan terdengar semakin membuat emosi Madara melonjak.

'Kekekeke.. Cepat sekali kau menghubungiku, Madara.'

"Tidak usah basa-basi lagi Orochimaru, apa maumu memberikan foto itu padaku?"

Tidak ada suara di seberang line itu.

'Hmmm.. seperti biasa Madara dan mungkin sedikit penambahan karena ini berkaitan dengan cucu kesayanganmu.. dulu.'

Madara memijat pelipisnya, tahu pasti apa yang di inginkan mantan wartawan inj.

"Baiklah akan ku transfer ke rekeningmu tapi foto itu harus kau hancurkan secepat mungkin."

'Heh.. Siapa bilang aku akan memusnahkan foto itu?'

"Apa maksudmu?"

Kembali suara kekehan khas Orochimaru terdengar.

'Kau tahu berita ini akan menggemparkan dunia hiburan jika mereka tahu siapa Uchiha yang selama ini bersembunyi itu.'

"Orochimaru kau jangan pernah macam-macam pada keluargaku."

'Tenang saja untuk saat ini aku tidak akan membocorkan hal itu asal kau terus mentransfer uangmu ke rekeningku, aku ini terlalu baik hati Madara makanya aku memberikan sedikit waktu untukmu menyelesaikan masalah ini.'

Suara tawa senang terus saja berkumandang dari ponsel pria itu. Madara sudah tak bisa untuk bersabar menghadapi Orochimaru. Dia pasti akan mencari jalan keluar dalam masalah ini.

"Ooh terima kasih atas kebaikanmu itu, Orochimaru." Jawaban sinis dari Madara menghentikan segala percakapan itu.

Pria tua dengan sedikit rambut putih itu menggebrak meja kerja dengan keras, menghilangkan segala rasa kesalnya. Menarik nafas dalam-dalam merupakan cara yang tepat untuk menenangkan emosi Uchiha tua itu.

'Berpikirlah yang jernih, Madara.' Seru Madara untuk dirinya sendiri.

Butuh beberapa menit sebelum emosi Madara benar-benar reda. Segera ia mengetikan sebuah pesan untuk menyelesaikan masalah ini bersama seseorang.

'Aku ingin kau segera datang ke kantorku, sekarang karena ini menyangkut tentang dirimu.'

.

.

Sejak dari pagi, Itachi selalu saja sibuk menyiapkan diri bertemu dengan Naruto. Senyum lebar selalu terlukis di wajah Itachi. Mood Itachi begitu baik hari ini, lihat saja apartemen yang biasanya itu selalu berantakan kini telah di rapikan. Pemuda Uzumaki itu memang membawa dampak positif bagi Itachi.

Memandang tampilan di cermin besar, Itachi semakin percaya diri. Dia memakai celana jeans skinny berwarna biru muda dengan sedikit robekan di daerah lutut. Rambut panjangnya di ikat rapi ke belakang, kaos v-neck warna hitam terlihat kontras dengan warna kulit putih Itachi. Sebuah kalung salib kecil di pakai Itachi hanya untuk sebuah hiasan bersama beberapa gelang di pergelangan tangan kanan yang di tambah jam warna hitam. Penampilan Itachi begitu sempurna.

Ponsel Itachi bergetar, segera Itachi membaca sebuah pesan masuk itu. Dahi Itachi berkerut, setelah membacanya. Pemuda itu pun mengambil tas kecil selempangnya untuk di bawanya pergi. Langkah Itachi terburu-buru keluar dari apartement minimalis itu untuk segera menyelesaikan sebuah masalah.

Jari-jari panjang Itachi mengetikan sebuah kalimat untuk sang kekasih karena mungkin dia agak sedikit untuk menyelesaikan sesuatu. Seusai mengirimkan pesan itu, Itachi meluncur menuju ke tempat orang itu berada.

.

.

Sasuke bersender di mobil kesayangannya. Menunggu seseorang keluar dari gedung di depannya ini. Beberapa orang ada yang terdiam dan berteriak untuk mengagumi sosok pemuda Uchiha itu. Sasuke tak peduli. Tujuan Uchiha muda itu hanya satu yaitu bertemu Naruto yang menurut informasi bersekolah disini.

Sasuke sedikit tersenyum bangga atas seberapa cepat keluarga Uchiha mendapatkan informasi tentang pemuda blonde itu padahal baru semalam saja pemuda menunjukan diri pada dunia dan sekarang perusahaan kakeknya tertarik pada Naruto.

Mata Onyx itu sedikit menyipit, melihat dari jauh sosok pemuda blonde. Kacamata coklat milik Sasuke terlepas begitu Naruto berjalan melewatinya. Di hentikan lah langkah Naruto.

"Hei, Lepaskan." Seru Naruto siap untuk memaki orang yang telah menghentikannya ini tapi di hentikan begitu melihat Sasuke lah orang tersebut.

"Bisa kita bicara berdua Uzumaki san?" Tanya Sasuke begitu sopan.

"Untuk apa?"

Sasuke tak menjawab hanya membuka pintu mobil hitam itu sambil sedikit tersenyum tulus "Naiklah."

Naruto menghela nafas, dia mengira kalau bintang idola ini tidak akan melepaskannya jika belum menuruti apa maunya. Secara terpaksa Naruto berjalan masuk ke dalam mobil yang tentu saja sudah menyuruh Kiba untuk pulang hari ini sendirian saja. Pintu mobil tertutup, Sasuke naik di sebelah Naruto dan mulai mengendalikan kemudi agar segera meninggalkan daerah itu.

Selama perjalanan kedua pemuda itu hanya bisa diam, tak tahu harus membicarakan apa.

"Hei, darimana kau tau dimana aku berada?"

Tak ada jawaban.

"Hei.."

"Rahasia."

Naruto mempoutkan bibir merahnya.

"Kemana kita akan pergi? Dan kenapa kau datang menemuiku?"

"Aku akan membawamu ke direktur Uchiha, dia tertarik untuk merekrutmu menjadi salah satu artis asuhannya."

Naruto menatap tak percaya.

"Bohong, bagaimana mungkin aku akan menjadi artis, hah?"

"Bisa saja karena kau sudah menarik perhatian semua orang berkat duet kita tadi malam."

Naruto tak menyangka duet tadi malam itu akan berakibat seperti ini. Sejujurnya Naruto senang bisa menjadi salah satu artis di bawah manajemen Uchiha yang kata orang banyak berisi berbagai bintang besar tapi janji dirinya pada seseorang membuat dia tidak bisa menikmati hal itu.

Tunggu, bicara soal janji Naruto baru mengingat kalau dirinya mempunyai janji bertemu dengan Itachi.

"Hei, hentikan mobil ini."

Permintaan Naruto di abaikan oleh Sasuke.

"Kalau kau tidak menghentikannya maka aku akan loncat dari mobil ini."

Sasuke mendengus geli mendengar ancaman Naruto "Silahkan saja."

"Kau menantangku, hah?" Tanya Naruto yang sudah mempersiapkan diri dengan memegang pintu di sampingnya, bersiap untuk benar-benar melakukan ancamannya.

"Iya jika kau berani."

Naruto geram di tantang seperti itu. Tangannya pun bergerak membuka pintu mobil tersebut.

Cklek

Suara itu memang terdengar tapi pintu tetap tidak bisa terbuka. Naruto menatap horor pada pintu itu sebelum beralih pada pemuda di sampingnya yang kini tengah menahan tawa.

"Dobe."

"Yaakk bukakan pintu ini sekarang."

"Tidak akan."

"Kau telah menculikku." Tuduh Naruto dan Sasuke malah masih tertawa geli mendengar segala teriakan panik Naruto. Merasa tak mendapatkan respon dari Sasuke, pemuda blonde itu menoleh ke arah kaca mobil di sampingnya sambil menggetok-getokan kaca tersebut dan berteriak-teriak tidak jelas.

"Toloooong.. Aku di culik."

Sasuke malah tertawa melihat segala perilaku Naruto tersebut sepanjang perjalanan.

Sekitar satu jam perjalanan, kedua pemuda itu akhirnya sampai. Naruto masih merengut di dalam mobil bahkan ketika Sasuke keluar dan menarik tangan Naruto, wajah tidak suka tetap di perlihatkan oleh Naruto. Sasuke tidak memperdulikan hal tersebut saat ini dia hanya ingin Naruto menemui kakeknya terlebih dahulu.

Dengan tarikan paksa Sasuke, tubuh Naruto di bawa kemana pun sang Uchiha muda membawanya bahkan harus masuk ke dalam gedung yang terkenal itu.

.

.

Itachi menatap datar Madara dari awal pemuda itu memasuki ruang kerja tersebut. Pria tua yang tengah duduk di sebuah kursi nyaman itu menyuruh Itachi untuk duduk di hadapannya namun Itachi menolak. Rasa curiga memaksa Itachi menolak segala hal tentang penawaran Madara untuknya. Itachi tahu jika kakeknya ini hanya akan mementingkan materi daripada keluarganya sendiri.

"Tidak perlu, aku akan berdiri saja."

Madara mendengus kasar mendapati Itachi masih memandang buruk dirinya.

"Terserah saja."

Tidak mau memperpanjang masalah dengan Itachi, madara melemparkan beberapa foto yang baru saja di print olehnya ke atas meja tepat di hadapan Itachi.

"Apa itu?"

Madara mengeluarkan senyuman sinis.

"Lihat saja sendiri."

Tangan Itachi mengambil beberapa foto itu. Matanya membulat kaget melihat apa yang terpampang di dalam foto itu.

"Ini tidak seperti yang terlihat."

"Memangnya aku peduli." Madara menyenderkan bahunya ke kursi nyaman hitamnya.

"Kalau begitu apa yang kau inginkan?"

"Aku ingin kau mengakui jika dirimu adalah Uchiha."

Brak

Beberapa foto di lemparkan kembali ke atas meja oleh Itachi.

"Aku tidak akan pernah mengakui itu."

"Sayangnya kau tidak punya pilihan Itachi, orang yang mempunyai foto-foto itu mengetahui tentang dirimu dan dia mengancam akan menyebarkannya bersamaan dengan identitas aslimu sebagai pencipta lagu-lagu Akatsuki."

"Bukannya kau bisa menghentikan orang ini?"

Madara menghela nafas "Tidak bisa, aku hanya bisa menahan dia untuk tidak menyebarkannya sekarang."

"Kenapa kau memberitahuku hal ini? Bukannya kau senang melihat semua itu akan terjadi?"

Madara tertawa pahit "Aku memang menginginkan kau untuk kembali tapi tidak seperti ini."

"Kalau begitu seperti apa?"

"Bukannya kau sudah tau, Itachi?"

Tangan Itachi terkepal "Jangan pernah kau melakukan hal itu, Sasuke akan hancur."

"Bukankah kau yang sudah menghancurkannya? Kau sudah membuat dia pergi dari hidup adikmu itu."

"JANGAN PERNAH KAU BERKATA SEPERTI ITU LAGI." Teriakan Itachi begitu menakutkan tapi Madara tetap tak bergeming.

"Apa? Memang benar bukan?"

Amarah Itachi benar-benar berada di puncaknya, Itachi mengambil nafas dalam-dalam untuk menenangkan amarahnya. Dia tidak boleh terlalu larut dalam amarahnya, bisa jadi kacau jika dia melakukan segalanya dengan hati panas. Dia harus mendingikan pikirannya terlebih dahulu baru memutuskan apa yang akan di lakukannya nanti untuk masalah ini.

"Terserah, aku pulang."

Itachi berjalan menuju pintu dan akan segera keluar namun kata-kata Madara menghentikannya.

"Ingatlah Itachi walaupun kau berusaha mengikarinya tapi tetap saja di dalam tubuhmu mengalir darah Uchiha, kau adalah pewaris Uchiha yang sebenarnya."

Itachi tidak memperdulikan kata-kata itu, baginya nama Uchiha adalah sebuah nama bencana di hidupnya dan dia tidak akan sudi mengakui apalagi memakai nama itu lagi.

Di tariknya pintu itu sampai terbuka namun langkah Itachi kali ini tidak bisa untuk melangkah ketika melihat dua orang di hadapannya. Adik tercintanya dan seseorang yang saat ini tidak pernah di harapkan Itachi untuk mendengar semua hal itu.

"Naruto."

.

.

.

TBC

Thanks To : Sabaku No Dili, Choikim1310, Kuma Akaryuu, Saphirepl, Yuki akibaru, Black Army 1995, Guest 1, Jasmine DaisynoYuki, Hyunnie02, Aiko Vallery, Cinya, Nadzaaiko, Kyutiesung, BlackCrows1001, Hamano Hiruka, mariaerisa, Elysifujo, Narulober, Revhanaslowfujosh, Xhavier rivanea huges, Guest 2, hime lebay, Uchihaizu, Jonah Kim, Guest 3, Yanchoco and seluruh para followers serta favoriet.

Akhirnya bisa saya update ini fanfic... Oiya kemarin saya belum menjawab review kalian semuanya yaa.. di chapter ini akan saya jawab.

Review 1 : Apa disini akan ada ItaKyuu? Tidak karena ItaKyuu disini paling hanya saling sebatas hubungan sang calon kakak pacar dengan pacarnya yang mungkin akan sedikit bersitegang.

Review 2 : Apa disini calon tunangan Itachi dulu adalah salah satu dari sang Uzumaki terutama Kurama? Hehehehe saya tidak akan membuat cerita yang akan segampang itu di tebak.

Review 3 : Apa pair Ending disini? Belum di tentukan namun saya pendukung Seme yang akan selalu berkorban demi sang Uke so.. liat aja dari awal cerita hingga akhir nanti siapa Seme yang akan rela berkorban demi Naruto.

Review 4 : Siapa yang meliat ItaSaku? Kalau membaca secara jelas sudah ketahuan siapa yg melihat bukan? Kekekeke..

Review 5 : Apa Naru tidak merasa bersalah telah melanggar janjinya dengan Itachi? Tentu saja dia merasa bersalah buktinya mengajak Itachi untuk ketemuan bukan?

Semuanya terima kasih atas segala dukungan kalian selama ini, jujur saya sungguh terharuh melihat sampai sejauh ini saya bisa membuat fanfic ini. Semua ini tentu berkat dukungan kalian semuanya.