I wish it's fairytale

Copyright © Mayonice8

2013

A Haehyuk Fic

Romance, Angst, Hurt!comfort

Yaoi, AU, mpreg, OOC

.

Kamu berharap.

Ketika esok, kamu membuka perlahan kelopak mata, ia menjadi sosok yang pertama kali hadir dalam pandanganmu.

Kamu berharap.

Ketika malam kelabu tanpa bintang di angkasa, ia menjadi sosok terakhir yang kamu pandang, sebelum menutup kelopak matamu.

Kamu berharap …

.

.

a/n: Mpreg, bayangkan adalah hal lumrah yang terjadi di dunia. Perhatikan setting waktu di awal paragraf. Nama marga tokoh aku ganti sesuka-ku. Membosankan, terlalu banyak deskripsi. Untuk membuat mudah pemahaman, di setiap plot ada pov yang dipakai tokoh. Ini merupakan fc jadul yang kulanjutkan lagi. Semoga kalian menikmati :D

.

Part 2

.

22 September 2010

Donghae's centric

Donghae tak pernah merasa semangat seperti ini. Setelah pagi tadi ketika ia muncul di mini market, tempat dimana Hyukjae bekerja serta mereka pertama kali bertemu. Donghae tak pernah melepaskan sekejap saja detiknya terlewati tanpa memikirkan pemuda manis bersurai hitam itu.

Selayaknya seorang ABG yang sedang dilanda penyakit yang membuat hatinya berdebar seratus kali lebih keras dari biasanya, Donghae menyempatkan datang menemui si penjaga kasir manis itu. Pemuda kurus yang berpenampilan sederhana. Surainya hitam jatuh menutupi separuh lehernya. Helaian poni yang cukup tebal dipotong miring menutupi dahinya.

Manik bulat indah yang berbinar itu dipadu dengan hidung kecil mbangir dan bibir gemuk merah delima yang menggoda. Kulit pemuda itu yang seputih susu tampak begitu indah tanpa cela. Bagi orang lain, Hyukjae hanyalah pemuda biasa. Namun untuk Donghae, pemuda itu mempunyai daya tarik yang begitu besar. Seolah Hyukjae itu magnet kutub selatan yang bertemu dengan magnet kutub utara. Begitu menarik.

"Kau masih menungguku?" ucapan Hyukjae yang tiba-tiba membuat Donghae terkaget.

Pemuda tampan itu segera melayangkan senyum. Tampak tak sesuai dengan imagenya yang berapa saat lalu terlihat dewasa. Senyuman itu berganti cengiran, membuat Donghae cengengesan seperti anak kecil.

Childish.

"Iya. Pembicaraan kita belum selesai, kan?" Donghae segara menyahut.

Hyukjae melengos, tak ingin menjawab.

"Kita bicara sebentar," pinta si tampan.

Hyukjae tak bergeming sedikitpun. Melirik Donghae saja tidak.

"Sebentar saja."

Masih saja tanpa jawaban. Donghae seolah bicara dengan manekin di toko pakaian. Hyukjae membuatnya gemas dan semakin terpikat.

"Hyukjae, bagaimana dengan tawaranku mengajakmu makan diluar, apa kau mau?"

Hyukjae mengeratkan jaketnya. Bukan menjawab pertanyaan Donghae. Ia malah berjalan meninggalkan pemuda tersebut.

"Hyukjae-ah, kau mau kemana? Jawab aku dulu."

Donghae yang ditinggalkan sendiri, segera bergerak mengikuti Hyukjae. Ia melebarkan langkahnya agar dapat mengejar Hyukjae.

"Hyukjae-ah~" panggilnya.

Hyukjae terus berderap tanpa membalikkan badan. Membuat Donghae mau tak mau semakin mempercepat langkahnya untuk mengejar Hyukjae. Donghae meraih lengan pemuda tersebut. Menariknya pelan.

Ekspresi kesal tertampil di wajah Hyukjae. Donghae sejujurnya tahu. Tapi, ia tak bisa pelan-pelan mengejar pemuda tersebut. Baru seminggu mengenal Hyukjae, Donghae rasanya takut jika ia melewatkan waktu terlalu lama untuk mendekati Hyukjae. Donghae ingin Hyukjae dekat dengannya dalan waktu singkat. Donghae tak ingin melepas pemuda ini.

"YA! Kau tak sopan," hardik Hyukjae.

"Kau boleh menolak ajakan makanku, tapi biar kuantar kau pulang. Kau pasti lelah setelah seharian bekerja. Biar kuantarkan saja, aku bawa mobil," tawar Donghae.

"Tak usah," sahut Hyukjae cepat.

"Oh, ayolah Hyuk―"

"Tidak!"

"Ayolah."

"Tidak!"

"Oh kumohon, ayolah."

Donghae terdengar konyol dan bodoh. Ia tak pernah merengek dan memohon seperti ini pada orang lain. Lantas, untuk pemuda dengan bibir keriting yang cemberut manis di depannya ini, kenapa Donghae mau melakukannya, hm?

"Kubilang tak usah. Kau mau aku semakin kesal padamu?" ancam Hyukjae. Ia membulatkan maniknya. Wajah kesalnya tampak imut dengan bibir menekuk, cemberut. Donghae malah gemas menatapnya.

Donghae masih saja bersikukuh. "Jangan kesal padaku, Hyuk-ah. Kau tahu? Aku khawatir jika kau berjalan pulang. Biarkan aku mengantarmu, kumohon," ujarnya tak menyerah.

Hyukjae menahan rasa gemasnya. Dia ingin mencubiti Donghae saking gemasnya. Lelaki di depannya ini membuatnya kesal. Sepertinya kata 'tidak' itu tak pernah terdaftar di dalam kamus Lee Donghae.

"Tak usah, kau mengerti kan?" Nada bicara Hyukjae terdengar menurun.

"Kuantar ya?"

"Tidak."

"Oh, ayolah. Kau lihat langitnya mendung. Nanti kalau kau kehujanan bagaimana? Lagipula kita masih belum selesai berbicara tentang hal tadi kan? Kau belum menjawab pertanyaanku. Kuantar saja," kekeh Donghae. Ia bahkan asal mengucap langit terlihat mendung, padahal langit malam itu cerah bertabur bintang.

"Ya Donghae! Kau pikir aku buta? Langitnya cerah seperti ini, sudah aku mau pulang," kesal Hyukjae. Ia berusaha menepis tangan Donghae. Tapi, Donghae tetap mengeratkan genggamannya.

"Kuantar saja."

"Tidak."

Senyuman miring terbentuk dari sudut bibir Donghae. Ia memandang hangat ke arah almond Hyukjae.

"Hyuk-ah, semakin kau menolak. Semakin aku takkan melepaskanmu," ucapnya yakin.

Hyukjae yang mendengar perkataan itu, terpaku di tempat sesaat.

.

.

15 Oktober 2013

Hyukjae's Centric

Hyukjae menangkup kedua pipinya. Ia merasa kesal, senang, ah campur aduk. Donghae, pemuda yang mendekatinya masih saja berusaha mengejar Hyukjae. Hyukjae sudah mengatakan puluhan penolakan pada pemuda itu. Termasuk menegaskan gender Hyukjae yang seorang lelaki, sepertinya. Tapi, entah Donghae tuli, buta atau bodoh, pemuda itu tetap saja bersikukuh kalau itu tak penting. Gender tak menjadi patokan pada siapa cintamu berlabuh.

Hari ini ia mengambil cuti kerja, sebenarnya bolos sih. Karena Hyukjae merasa lelah dikejar-kejar Donghae. Walau sejujurnya, ada perasaan senang juga sih dalam hati Hyukjae. Ia terkesan melihat Donghae yang tak sakit hati dan tak pantang menyerah untuk mendekatinya. Baru satu bulan, tapi jika dia menjadi Donghae. Hyukjae akan mundur kalau ia mendekati seorang yang tipikalnya seperti dirinya.

Hyukjae sadar, dia biasa, sederhana, dan tak ada yang menarik. Secara fisik dia bukanlah pemuda yang tampan yang mampu membuat semua orang takluk sekali lihat. Secara sikap, keramahan Hyukjae yang menjadi daya tarik. Namun, entah kenapa keramahan itu tak berlaku pada Donghae. Pada Donghae, Hyukjae akan terus cekcok dan kesal. Beradu mulut, meski nanti Hyukjae kesal sendiri, dan memilih diam. Sikap Donghae yang sangat persisten dan menuntut menjadi salah satu alasan Hyukjae mengapa ia menolak didekati Donghae.

Selain itu, status sosial mereka. Tanpa bertanya pun, Hyukjae bisa mengidentifikasikan siapa Donghae. Kelas apa pemuda itu tergolong. Hyukjae hanyalah penjaga kasir mini market, bukan kalangan berkelas. Bisa saja kan Donghae hanya mempermainkannya?

"Hyukkie, makan siang sudah siap," Ibu Hyukjae berseru. Lelaki yang memasuki usia 40an itu menyembulkan wajahnya dari balik pintu kamar Hyukjae.

"Umma, kenapa tak bilang jika tengah memasak, aku kan bisa keluar kamar untuk membantu Umma," sahut Hyukjae. Ia beranjak bangkit dari kasurnya yang terbuat dari futon. Lengan Hyukjae segera mengalung pada tubuh Ibunya.

Lelaki itu menatap sayang pada anak semata wayangnya. Mencubit gemas ujung hidung Hyukjae. "Tak apa sayang, tak biasanya kan kita makan siang bersama. Lagipula hari ini kau libur kerja, kau istirahat, makan dan duduk diam saja. Biar Umma memasak untuk anak Umma yang paling manis," ucap Ibunya. Mengulas senyum dari bibir merahnya.

Tampak jelas, darimana bibir Hyukjae itu menurun. Ibunya yang hampir paruh baya itu masih sangat err-cantik. Kata yang pantas untuk menggambarkannya. Kulit putihnya yang sebersih susu pun menurun pada Hyukjae. Hanya hidung kecil mbangir dan mata kecil yang nyaris sama dengan Ayahnya. Meski manik Ayah-nya, Yunho lebih tajam berbeda dengan manik kecil Hyukjae yang tampak sipit tapi membulat lucu dengan satu lipatan mata.

"Tampan," celetuk Hyukjae mengoreksi ucapan Ibunya.

"Jika kau tampan, seharusnya mirip dengan Appamu, Hyukkie. Lihat, kau saja mirip dengan Umma," kata Ibu Hyukjae sambil tergelak.

Jaejoong-Ibu Hyukjae sempat berharap anaknya kelak akan menjadi karbon kopi Yunho, namun ternyata Tuhan menciptakan Hyukjae tak begitu mirip dengan sang Ayah. Bahkan bisa dikatakan jauh dari mirip. Hal itu, tak menyurutkan kasih sayang Jaejoong pada anaknya ini. Satu-satunya yang ia miliki di dunia.

Hyukjae cemberut. "Umma masih memanggilku seperti itu, aku sudah sebesar ini jangan di panggil Hyukkie," celoteh Hyukjae. Mengingat cara Ibunya memanggilnya dengan panggilan sayang yang begitu imut.

"Aigoooo, bayi besar Umma," Jaejoong tertawa. Rasanya ingin menggendong dan menimang Hyukjae seperti bayi.

Ia pun mencapit hidung Hyukjae dengan gemas.

"Sudahlah, ayo kita makan Umma. Aku tak sabar menyantap masa―," ucapan Hyukjae terpotong.

TINGTONG

Suara bel berbunyi. Ia memandangi wajah Ibunya. "Siapa yang datang, Umma?" tanya Hyukjae.

Jaejoong menggeleng tak tahu. "Entahlah, tak biasanya siang-siang begini ada yang bertamu. Hyukkie, kau ke dapur saja menyiapkan piring, Umma saja yang membuka pintu," suruhnya. Hyukjae menurut. Ia mengecup pipi Ibu-nya sebelum berjalan ke arah dapur.

Hyukjae menyiapkan meja makan dengan cekatan. Aroma masakan Ibunya begitu harum mengundang selera. Manik Hyukjae bahkan tak berhenti menatap masakan Ibunya. Tergoda untuk menyicipinya.

Hyukjae duduk melipat kakinya. Jari Hyukjae mengetuk-ngetuk meja kayu tersebut. Mulai tak sabar menunggu Ibunya.

Apa tamu yang datang ada keperluan yang sangat penting? Sampai-sampai hampir sepuluh menit Ibunya tak juga muncul, batin Hyukjae.

Pemuda itu memutuskan untuk menyusul Ibunya. Ia beranjak dari duduknya dan melangkah ke luar dapur yang menyatu dengan ruang makan.

Hyukjae mengernyitkan dahi ketika Jaejoong menyerbunya dengan peluka. "Hyukkie, kenapa kau tak bilang pada Umma jika kau punya kekasih setampan ini?"

Perkataan Ibunya segera membuat bola mata Hyukjae membulat. Di hadapannya bukan hanya Ibunya saja yang tengah berdiri. Di belakang Jaejoong seorang pemuda yang cukup Hyukjae kenal melempar senyum padanya.

"Kekasih?" Hyukjae tergugu. "Mwo? Apa yang Umma maksud?" tanyanya cepat.

Belum sempat Jaejoong menjawab. Pemuda yang ada di belakang Jaejoong segera memajukan langkah, telapak tangannya yang lebar melambai pada Hyukjae.

Dengan bibir mengulum senyum. Ia berucap manis, "Hyukkie, sayang. Annyeong."

.

.

Lenght ff ini tiap chapternya dikit ya xD Sejujurnya aku lebih suka tiap chapter sampai 2k lebih hehe

Terima kasih lho yang udah mampir review ngefavo taupun follo ff ini. Peluk untuk kalian: nurul. P. Putri, Miss Chocoffee, FN, rani. Gaem. 1, RianaTrieEdge, eunhyukuke, minmi arakida, Guest, jewELF, fan, Lee Haerieun, Wonhaesung Love, haehyuk86, nemonkey, elfishy09, HAEHYUK IS REAL, serra, elfrida, yhaJewel, dan haeri Lee.

Gomawo xxxx