-Happy Reading-

Allow Me to Say : Confession

Naruto Masashi Kishimoto

Allow Me to Say Rin Mizuki

Genre : Romance and Hurt

Rate T

Cast :

Uzumaki Naruto x Haruno Sakura

.

.

.

.

.

Kota Savannah, Georgia, Amerika

Sakura POV

.

"Aku mencintaimu senpai."

.

Aku terbangun dari tidurku. Dimana ini? Ah, aku ingat. Lagi-lagi yang kulakukan hanya menghela napasku berat. Mimpi itu juga selalu mendatangiku. Mimpi tentang aku yang menyatakan perasaanku pada Naruto-senpai. Apa yang sedang ku pikirkan sekarang? Lagi pula aku sudah tidak bisa menemuinya lagi. Dia pasti sudah bahagia dengan Hinata-senpai. Aku mulai mengacak rambutku kesal.

.

.

.

Hari ini aku ke rumah sakit dimana Sobo di rawat. Hm, bagaimana ya kabar Naruto-senpai? Aku bodoh sekali. Bisa-bisanya ponselku hilang, aku jadi tidak bisa membaca pesan-pesan yang ku simpan darinya dan juga pasti Ino sangat marah kalau tahu dimana aku saat ini. Sudahlah. Saat ini aku harus merawat Sobo. Aku kemudian membuka kamar dimana Sobo dirawat tapi tak ku temukan beliau dimanapun.

"Heh? Apa hari ini ada jadwal pemeriksaan? Tapi, kenapa tidak ada yang memberitahuku?"

Aku pun pergi ke tempat telepon umum yang disediakan di rumah sakit. Aku pikir aku harus membeli ponsel baru. Aku mulai mendial nomor yang biasa digunakan Sobo. Hm, tidak diangkat. Aneh. Sobo tidak mungkin tidak mengangkat panggilan dariku. Ah. Ponselku kan hilang. Astaga, dasar bodoh. Ka-san? Ah. Tidak-tidak aku tidak mau menghubunginya.

"Sakura?"

Sakura POV End

"Dokter? Kebetulan apa hari ini ada pemeriksaan untuk Sobo?"

"Tidak. Kenapa?"

"Hanya saja, aku tidak bisa menemukannya."

"Mungkin dia sedang jalan-jalan. Kalau begitu, aku permisi dulu Sakura."

"Iya, silahkan."

.

.

.

Senja tengah menghiasi langit dan matahari pun mulai meninggalkan singgasananya. Seharian ini Sakura sudah mengelilingi seisi rumah sakit dan tidak menemukan neneknya dimanapun. Lelah mencari, Sakura pun kembali ke kamar neneknya dan mendapati neneknya sudah kembali. Sakura lantas menghampiri neneknya.

"Sobo kemana saja? Aku khawatir. Sobo bahkan tidak mengangkat panggilan dariku?" Ucap Sakura setelah mendudukkan dirinya disamping neneknya.

Tsunade mengusap pelan kepala Sakura. "Apa kau senang kembali kemari?"

"Tentu saja. Kenapa bertanya seperti itu?" Sakura memandang neneknya heran.

"Rasanya kau jauh lebih pemurung saat kembali dari Jepang. Apa Ibumu memaksamu untuk kembali kesini?" selidik Tsunade.

"Ya, Sobo benar. Ka-san memang sempat memaksaku. Tapi aku sendiri yang memutuskan untuk kembali."

"Begitu. Lalu bagaimana dengan anak itu?"

"Anak itu? Maksud Sobo?"

"Itu yang selalu kau ceritakan padaku. Bagaimana hubunganmu dengannya? Apa kau sudah mengatakan padanya kalau kau ada disini?"

"Hm. Rasa-rasanya seperti sedang diinterogasi." Sakura tersenyum.

"Lalu bagaimana?"

Sakura berdiri dan mendekat ke arah jendela dan melihat langit yang sudah berubah gelap. "Sepertinya, dia sudah punya kekasih."

"Bagaimana kau tahu?"

"Entahlah. Mungkin hanya itu alasan yang bisa kupikirkan saat ini Sobo. Memang terdengar seperti aku sedang mencoba mencari-cari alasan agar aku tidak terluka."

"Memang terdengar seperti mencari-cari alasan."

Keheningan pun menghampiri keduanya. Taka da yang membuka percakapan hingga beberapa menit kemudian sampai jam menunjukkan pukul Sembilan malam. Sakura sudah bersiap untuk pulang saat tiba-tiba neneknya memanggilnya.

"Sakura. Apa kau tidak ingin bertemu dengannya lagi?"

"Bertemu siapa Sobo?"

"Anak itu."

"Oh. Itu tidak mungkin. Lagi pula Ka-san tidak akan pernah mengijinkanku pergi lagi. Aku, pulang dulu ya Sobo. Besok aku akan datang lagi."

"Tidak perlu. Sepertinya besok kau akan sibuk. Jadi tidak usah datang. Lagipula, ada yang ingin Sobo kerjakan besok."

"Baiklah, kalau begitu."

.

.

.

Ting Tong

Ting Tong

Ting Tong

Suara bel pintu itu sangat mengganggu. Sakura melihat jam yang ada dikamarnya, jam lima pagi. Siapa kira-kira yang mengganggu paginya yang damai ini? Pengantar susu? Tidak mungkin, biasanya pengantar susu hanya akan meletakkan susunya di depan pintu setelah membunyikan bel sekali.

Ting Tong

Ting Tong

Ting Tong

Bel itu kembali berbunyi. Sakura keluar dari gulungan selimutnya dengan malas. Sakura tidak langsung membuka pintunya tapi memeriksa intercomenya, tapi tak ada seorangpun disana. Sakura hendak kembali ke kamarnya saat ia kembali mendengar belnya kembali berbunyi.

Ting Tong

Ting Tong

Ting Tong

Sakura langsung membuka pintu itu dengan kesal dan mendapati seseorang sedang berdiri dihadapannya. Orang itu berpakaian seperti pakaian untuk berolah raga dan dengan rambut pirang yang tidak tertata rapi. Sakura tidak langsung mengundang masuk orang itu tapi hanya memandanginya dengan tatapan kosong.

"Kau tidak akan mempersilahkanku masuk?" Makhluk pirang itu langsung masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu Sakura.

"Apa yang kau lakukan disini Ino?"

"Jadi itu yang kau katakan padaku setelah menghilang tanpa kabar?"

"Bukan itu maksudku."

"Lalu kenapa kau tidak memberitahuku?"

"Aku akan mengatakannya saat pertunjukan selesai tapi tidak sempat mengatakannya, tiba-tiba saja Ka-san menjemputku dan disinilah aku sekarang."

"Lalu kenapa tidak mengabariku?"

"Ponselku hilang saat aku menjenguk Sobo dirumah sakit dan terus terangg saja aku tidak hapal dengan nomormu ataupun alamat e-mailmu."

"Alasan. Bukankah ada sosial media?"

"Kau kan tahu, aku sering mengganti passwordku, bahkan aku sendiri sudah lupa password terakhir yang kugunakan. Karena aku terbiasa membukanya dari ponsel lamaku dan sekarang ponsel itu hilang, otomatis aku jadi tidak bisa membukanya. Aku bahkan belum membeli ponsel baru."

Ino hanya mendecih saat mendengar penjelasan Sakura. "Kalau begitu cepat ganti bajumu."

"Memangnya kita mau kemana?"

"Kita akan lari pagi. Jadi cepat. Sebelum matahari naik."

"Baiklah. Hm. Tapi Ino, memangnya kau tahu daerah sekitar sini? Dan bagaimana kau bisa tahu aku tinggal disini?"

"Hn. Itu. Nanti saja, yang penting cepat ganti bajumu dan aku akan menunggumu diluar."

"Ya, baiklah."

.

Sakura POV

Aku masih sangat terkejut melihat kedatangan Ino kemari. Tapi, ada yang lebih menggangguku. Aku rasa ada yang disembunyikannya dariku. Dia bahkan mengajakku ke Taman Forsyth dimana banyak pohon eklumut tumbuh disepanjang kiri dan kanan jalan. Bagaimana dia bisa tahu tempat ini? Dan yang lebih penting lagi, bagaimana bisa dia tahu jalan ke tempat ini? Aneh. Ini benar-benar aneh. Aku yakin, kalau aku beertanya tentang hal ini pasti dia tidak akan menjawabnya. Dan lagi sepertinya dia terus saja melihat jam tangannya sedari tadi.

"Kau tunggu sebentar disini Sakura. Aku mau pergi dulu." Ucapnya yang langsung pergi menjauh sebelum sempat aku menjawabnya.

"Mau kemana dia? Bagaimana kalau dia tersesat disini? Anak itu. Pasti dia merencanakan sesuatu." Aku baru saja ingin mengejar Ino saat seseorang menepuk pundakku.

Aku berbalik. Seseorang tengah berdiri dihadapanku. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena hari masih lumayan gelap, selain itu orang itu menutupi wajahnya dengan sebuah balon yang ia letakkan tepat di depan wajahnya.

"Apa kau ingin membeli balon ini Nona?" Eh orang ini bisa bahasa Jepang?

"Tidak, maaf." Tolakku, tapi orang itu terus saja memaksa.

"Kalau begitu, maukah kau menerimanya sebagai hadiah dariku?" apa-apaan orang ini?

"Tidak, terima kasih." Aku bermaksud menghindar dengan pergi meninggalkan orang itu secepat mungkin tapi orang itu berhasil mendahuluiku.

"Kau tidak perlu takut. Ini hadiah untukmu, Sakura." Sakura? Dia. Tahu namaku?

Aku sempat ragu untuk mengambil balon itu, tapi entah kenapa tanganku bergerak begitu saja dan tanpa aku sadari balon itu sudah berpindah ke tanganku. Dengan tidak adanya balon itu, aku kini dapat melihat sosok tersebut dan entah kenapa orang ini mengingatkanku pada orang itu.

"Kau tidak mengenaliku Sakura-chan? Kejam sekali. Baru saja kita tidak bertemu beberapa hari dank au sudah melupakanku." Orang itu kemudian perlahan mendekatiku.

"Tidak mungkin. Aku pasti sedang bermimpi."

"Ini bukan mimpi." Pria itu mendekat dan meletakkan kedua tangannya dipipiku dan kemudian menekannya sehingga mulutku kini terlihat seperti ikan.

"Wwenwaai*? [baca:senpai]" dia kemudian melepaskan tangannya dari pipiku dan kemudian berganti mengusap rambutku.

"Apa kau tidak merindukanku?"

"Bagaimana bisa senpai ada disini?"

"Berkat seseorang." Seseorang?

Naruto-senpai kemudian melangkah pergi, tapi karena dia menyadari aku tidak mengikutinya diapun berbalik dan menggenggam tanganku dan mengajakku pergi. Kami hanya berjalan di sepanjang taman itu tanpa ada yang membuka percakapan. Aku masih sedikit terkejut melihat keberadaannya disini.

"Kenapa diam saja? Apa kau tidak senang aku ada disini?"

Dan jujur saja aku senang dia ada disini. Aku, sebenarnya tidak ingin bertemu dengannya karena aku takut, aku akan mendengarnya mengatakan bahwa dia sudah berkencan dengan Hinata-senpai.

"Aku masih tidak percaya kalau kau ternyata menyukaiku, Sakura."

"Aku? Mana mungkin. Memangnya kapan aku mengatakannya?" Kilahku.

"Benarkah? Lagi pula aku sudah memiliki seseorang yang aku sukai." Aku terkejut mendengar ucapannya berusan sampai aku tidak sadar sudah menghentikan langkahku. Jadi itu benar? Dia dan Hinata-senpai. Naruto-senpai kemudian berbalik menatapku, ia kemudian tersenyum kearahku.

"Kau tidak penasaran siapa yang kumaksud?" aku tidak tahu harus mengatakan apa. Yang aku tahu, air mataku mulai berjatuhan tanpa sempat aku tahan.

"Hey Sakura! Kau menangis?" Naruto-senpai baru saja akan mengelap air mataku saat aku menghentikannya.

"Kalau begitu selamat senpai." Aku berusaha menampilkann senyumanku tapi itu tidak ada gunanya dan aku pun pergi meninggalkan tempat itu secepat yang aku bisa.

Sakura POV End

.

.

.

Naruto POV

Aku melihat Sakura menangis dan kemudian pergi meninggalkanku. Aku ingin mengejarnya tapi seseorang memukul kepalaku dengan sebuah koran.

"Dasar bodoh! Aku memintamu kemari bukan untuk membuat cucuku menangis dasar anak bodoh!" aku mendapati nenek Sakura tengah berdiri di hadapanku sambil menggenggam Koran yang jujur saja sudah tidak berbentuk.

"Aku tidak bermaksud seperti itu Obaa-san." Belum sempat aku menjelaskan pada nenek Sakura ada orang lain yang memukulku kembali.

"Dia ini benar-benar bodoh Obaa-san." Ino malah bergabung menyalahkanku. Gadis ini, bahkan tidak menghargaiku sebagai seniornya.

"Hei tunggu dulu, dengarkan dulu penjelasanku."

"Ck. Kau bahkan terlalu beruntung mendapatkan cucuku."

"Obaa-san. Dengar dulu-"

"Aku tidak butuh penjelasanmu, yang aku butuhkan aku ingin melihat senyum di wajah cucuku. Jika kau tidak bisa melakukannya aku akan memulangkanmu sekarang juga." Wah nenek Sakura benar-benar menyeramkan. Setelah berhasil menculikku dan menyekapku kemarin. Aku bahkan tidak ingin mengingat kejadian kemarin. Aku ragu. Apa benar dia ini sedang sakit?

"Apa lagi yang kau tunggu? Kejar dia." Perintah nenek Sakura.

"Baiklah, kalau begitu permisi." Aku pun bergegas mengejar Sakura.

Naruto POV End

.

Naruto kemudian menemukan sosok berambut merah muda yang tengah duduk sendirian. Sakura kemudian menghampiri sosok itu tapi sosok itu hanya menunduk.

"Sakura, maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih. Harusnya aku langsung saja bilang padamu kalau aku sebenarnya juga menyukaimu." Tapi sosok itu tetap diam saja.

"Senpai? Kau menyukaiku?" terdengar suara dari belakang Naruto.

Naruto berbalik dan mendapati Sakura tengah berdiri dibelakangnya dan kemudian memastikan siapa yang ia ajak bicara sebelumnya. Sosok yang ia ajak bicara yang ia pikir adalah Sakura kemudian mendongak dan menatap Naruto.

"Dasar tidak tahu malu! Pagi-pagi sudah menggoda nenek-nenek." Nenek-nenek itu pun pergi meninggalkan tempat itu dengan diiringi gelak tawa Sakura.

"Jadi senpai mengira nenek-nenek itu tadi adalah aku? Sepertinya senpai harus mulai memakai kacamata."

"Sepertinya moodmu sudah membaik." Naruto kemudian mendudukkan dirinya di bangku dimana nenek-nenek tadi duduk.

"Katakan lagi senpai."

"Katakan apa?"

"Yang baru saja."

"Memang apa yang sudah aku katakan." Sakura memandang sebal ke arah Naruto dan kemudian memukul pria pirang itu.

"Kau orang ketiga yang memukulku pagi ini."

"Ketiga?"

"Ah. Sudahlah, lupakan!"

"Sejak kapan?"

"Hm?"

"Sejak kapan senpai menyukaiku?"

"Aku tidak akan mengatakannya."

"Kenapa?"

"Kau sendiri. Kenapa tidak mengatakannya langsung padaku dan malah mengatakan kalau kau menyukai temanku? Apa agar bisa lebih dekat denganku?"

"Kau pede sekali senpai."

"Yah, itu sudah menjadi resiko untuk orang tampan sepertiku."

Sakura tidak tahan mendengar jawaban Naruto dan kembali menghadiahi seniornya itu dengan bogemnya. "Aku kira kau dan Hinata-senpai-"

"Aku dan Hinata? Ah. Jadi kau mendengarnya waktu itu."

"Apa itu artinya senpai menolak Hinata-senpai?"

"Kami sudah bersama sejak kecil. Tapi, aku menyayanginya-" wajah Sakura berubah masam.

"Tapi bukan seperti menyanyangi lawan jenis. Aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri. Apa itu menjawab pertanyaanmu nona?" wajah Sakura kembali cerah.

"Dengarkan aku Sakura, mungkin ini sedikit terlambat. Tapi jujur aku juga menyukaimu. Mungkin ini akan sulit jika kita menjalin hubungan saat ini."

"Kenapa?"

"Karena aku akan kembali ke Jepang dan selain itu bukankah Ibumu sudah memindahkan sekolahmu kemari?"

"Aku tidak keberatan jika harus menjalin hubungan jarak jauh."

"Kau yakin?"

"Meskipun jika itu hanya berlangsung selama sehari dan kemudian kita berpisah, itu tidak masalah. Setidaknya kita sudah mencoba."

"Itu terserah padamu Sakura."

.

.

.

7 tahun kemudian…

Sakura dan Naruto hingga saat ini masih bersama. Mereka masih saling menghubungi satu sama lain. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Amerika, Sakura bergegas pergi ke Jepang setelah mendapatkan ijin dari Ibunya meski itu tidak mudah. Keadaan neneknya sudah membaik dan bisa kembali melakukan aktivitasnya. Sebelumnya Sakura tidak memberitahukan kedatangannya ke Jepang kepada Naruto. Diam-diam Sakura menyelinap ke kantor polisi dimana Naruto bertugas saat jam makan siang.

Sakura kemudian menemukan Naruto sedang memarahi beberapa bawahannya yang sedang melakukan kesalahan. Sakura kemudian menyelinap dan berdiri di belakang Naruto, kemudian menirukan gerakan-gerakan Naruto yang sedang memarahi bawahannya tanpa sepengetahuan pria itu yang sontak mengundang gelak tawa seisi kantor tersebut. Merasa ada yang janggal Naruto pun berbalik dan mendapati Sakura yang tengah tersenyum jahil kearahnya. Dengan segera Sakura menarik lengan Naruto dan membawa pria itu pergi.

"Kita mau kemana?"

"Kau sudah lupa? Hari ini kan pernikahan Ino dengan Shikamaru-senpai."

"Aku lupa."

"Cepat, aku tidak mau terlambat."

"Kau ini, apa kau bahkan tidak merindukanku?"

"Aku sudah bosan padamu senpai." Sakura menjulurkan lidahnya, mengejek Naruto.

.

Akhirnya Sakura dan Naruto tiba di acara pernikahan Ino dan Shikamaru yang diadakan di Sekolah lama mereka.

"Kenapa mereka menggelar acara pernikahan disini?" sahut Naruto.

"Sudahlah. Kita sudah terlambat. Cepat." Sakura langsung menarik lengan Naruto.

.

Sakura dan Naruto langsung menemui Ino dan juga Shikamaru yang juga sedang menyapa para tamu. Sakura langsung menghambur ke pelukan Ino dan mengucapkan selamat padanya.

"Selamat atas pernikahanmu."

"Kupikir kau tidak akan datang Sakura. Oh iya kapan kau kembali?"

"Hm, satu jam yang lalu."

"Heh? Jadi kau langsung kemari setelah dari bandara?"

"Tidak. Aku harus menculik Naruto-senpai terlebih dahulu, agar dia mau mengantarku kemari." Ucap Sakura sembari menunjuk Naruto yang kini sedang berbicara dengan Shikamaru.

"Kau ini sampai kapan akan memanggilnya dengan sebutan senpai?"

"Kenapa? Ada yang salah?"

"Tentu saja itu salah. Kalian kan sudah menikah. Jadi kau harus meninggalkan panggilan itu."

"Jadi menurutmu aku harus memanggilnya apa?"

"Anata. Panggil dia dengan sebutan itu."

"Tidak bisa."

"Kenapa?"

"Lihat ini." Sakura kemudian menghampiri Naruto dan kemudian membisikkan sesuatu ke telinga pemuda itu. Tiba-tiba wajah pemuda itu langsung berubah merah padam setelah mendengar apa yang baru saja Sakura katakan.

Sakura kembali menghampiri Ino. "Lihatlah wajahnya akan berubah seperti itu saat aku memanggilnya dengan sebutan itu." Sakura dan Ino kemudian tertawa bersama.

.

Upacara pernikahan Ino dan Shikamaru baru saja selesai, Sakura kemudian menarik tangan Naruto ke suatu tempat. Sakura membawa pria itu pergi ke halaman belakan Sekolah dimana sebuah pohon Sakura tumbuh.

"Bukankah ini tempat dimana kita pertama kali bertemu?" tanya Sakura.

"Ya, lalu?"

"Besok, adalah peringatan satu tahun pernikahan kita, kan?"

"Ya."

"Tanggapan macam apa itu? Jadi kau tidak senang aku ada disini? A-na-ta?" lagi-lagi wajah Naruto berubah merah padam.

"Aku senang kau disini? Apa kau menginginkan sesuatu?"

"Aku, sudah memutuskan untuk tinggal disini, jadi kau tidak perlu lagi pulang-pergi ke Amerika setiap bulannya. Dan juga aku punya kado special untuk pernikahan ini. Tada." Sakura mengeluarkan sebuah amplop.

"Apa ini?"

"Buka saja."

Naruto kemudian membuka amplop itu dan kemudian membaca isinya. Sakura sedang menunggu tanggapan Naruto, tapi pria itu tidak bereaksi sama sekali dan hanya terdiam memandangi isi surat itu.

"Kenapa? Kau tidak senang akan menjadi seorang Ayah?"

"Aku senang."

"Kalau senang, kenapa ekspresimu seperti itu? Ini pasti gara-gara kau terlalu sering bergaul dengan Sasuke-senpai."

Naruto kemudian memeluk gadis itu. "Terima kasih. Ini kado terbaik yang pernah aku dapatkan. Anata."

Sakura terkejut mendengar Naruto baru saja memanggilnya dengan sebutan itu dan langsung melepaskan pelukan pria berambut pirang itu dan langsung menatap wajah pria itu sudah berubah merah karena malu. Sakura terkikik melihat tingkah suaminya.

"Sepertinya kau harus lebih membiasakan diri dengan panggilan itu, Anata." Keduanya pun berciuman di bawah mekarnya bunga Sakura.

.

.

.

.

.

-The End-

.

.

.

#Author's Corner

Akhirnya tamat juga…. Cerita yang penuh dengan drama…. Benar-benar drama…. Typo yang bertebaran…. Kalimat-kalimat yang membingungkan…. Tapi Rin ngerasa ada yang kurang. Tapi apa ya..? sudahlah… semoga kalian suka dengan endingnya meski terkesan maksa…

Saatnya mencari inspirasi baru….

Dan terima kasih atas dukungannya untuk fic ini… semoga kalian menyukai endingnya….

Dan untuk balasan review kemaren…

Guest : Nice. Ceritanya udah mw klimaks nih. Sorry yah gk ada saran, tp yg pasti sbg NSL gw slalu mengharapkan happy ending buat NaruSaku :)

Rin : Thanks buat reviewnya. Semoga puas dengan endingnya…

.

Uni-chan552 : yaahh.. saku koq pergi ? naru sama siapa kalo saku pergi ? ah mending naru sama aku aja :D udah mau end yaa ? saran aku sih happy end itu aja hehehe :D ditunggu last chap nyaa.. keep writing !

Rin : hehe iya.. tapi Naruto nyusulin tuh…

.

yassir2374 : Wow, sasuke pengertian sekalee, hehe, yeah ternyata saku pergi ya? Tsunade kek jd mak comblang gitu?, lanjuuut,,,,,

Rin : Iya, tsunadenya berasa jadi mak comblang…

.

guest : nenek sakura nelpon? mending naruto dibikin dapat ceramah dulu deh dari tsunade karna udah bikin sakura sedih dan tsunade menganggap penyebabnya adalah naruto, plus minta naru tanggung jawab hehehe

Rin : hehe.. naru kena marah sama tsunade. Nakal sih.

.

fannyc : Lanjut... wah, Rin-san rajin buat jawabnya ya... Knp Tsunade nelepon Naruto?
Di tunggu ya terima kasih atas updatean nya... GANBATTE!

Rin : hehe jadi malu…

.

SR not AUTHOR : Kenapa Saku pergi ke amrik kan Naru jadi galau tuh TT-TT ayo Naru nyusul ke amrik juga naik kurama airlines :v
keep write! semangat! '0')9

Rin : iya2 mumpung ada promo kalo naik kurama airlines

.

Guest : Ditunggu endingnya thor. happy end yach!

Rin : Makasih udah nungguin fic ini