Betrayal

Disclaimer : Naruto Selalu menjadi milik Masashi Kishimoto, Saya hanya memiliki plot cerita dalam fanfict ini saja.

Warning : Gaje, abal, OOC, Typo dan Miss Typo seperti biasa nya mereka masih enggan meninggalkan saya sendirian.

Itachi's Uchiha private residence, Paris, France

Ia menghela nafasnya, dering jam weaker mengusik tidurnya. Satu lagi hari melelahkan penuh dengan rapat, conference call, dan perjanjian bisnis yang harus di tanda tangani harus ia lalui. Sulung Uchiha itu menekan tombol diatas jam weakernya membuat dering bisik jam berwarna silver itu berhenti. Pria itu lalu meraih remote control lain di sisi tempat tidurnya dan menekan tombol hijau, tirai kamar tidurnya bergerak terbuka secara otomatis.

Itachi bangkin dari tempat tidurnya, enggan merapihkan tempat tidurnya dan memutuskan Gretchen, buttlernya yang merapihkannya, pria itu langsung bergerak kearah kamar mandi. Ia seharusnya mengajak Hana, ia seharusnya tahu jika ia selalu butuh bantuan untuk memilih pakaian apa yang akan ia gunakan untuk rapat dengan Bill Mark hari ini.

Itachi mengambil ponsel pintarnya, menekan dengan cepat tombol panggilan cepat dilayar ponselnya. Tidak sampai dua menit, suara familiar seorang wanita menyapanya.

"Kau baru pergi kemarin, sayang dan kau sudah merindukanku?" Itachi terkekeh geli,

"Hana, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku pakai untuk pergi ke meeting pagi ini dan ya, aku merindukanmu." Ujarnya,

"Hmm, kau akan meeting dimana? Kantor? Atau restaurant seperti biasa?" Itachi meletakkan ponselnya diatas display jam tangan dan dasi mahalnya, menekan tombol lound speaker sebelum kembali fokus pada deretan jas dan setelah kerjanya.

"Kantor HallMark Industries, ini proyek penting Hana." Ujarnya,

"aku tahu. Hmmm coba kita lihat, apakah setelan hitam Armany mu ada disitu?" Itachi menelusuri deretan jas berwarna hitam bermerk mahal itu,

"Hn... masalahnya adalah aku punya banyak sekali setelah Armany berwarna Hitam, sayang." Ujarnya,

"Aku tahu, tapi hanya ada satu yang memiliki motif stripe ke bawah dan ada vest nya." Itachi menarik keluar setelan kantornya.

"Aku menemukannya." Ujarnya,

"Kau bisa pasangkan dengan kemeja putih manapun yang kau punya dan dasi berwarna gelap, jangan yang bermotif." Itachi tersenyum konyol,

"Aku tahu. Bagaimana kabar Kei?" Tanyanya,

"Dia baik dan kau tidak mau tahu kabarku?" Itachi memutar bola matanya lalu bergerak ke kamar mandi,

"Aku sedang berbicara dengan mu dan kau baik-baik saja." Ujarnya,

"Dasar menyebalkan. Tutup telfonnya, kau bisa terlambat jika terus-terusan menggodaku." Itachi terkekeh pelan,

"Aku tahu. Aku akan segera kembali ke Jepang. Je'taime." Ujarnya,

"Jet'aime." Ujar Hana sebelum menutup telfonnya. Itachi terkekeh geli, berjalan keluar dari dalam Walk in closetnya, pria itu menggantung pakaiannya di rak khusus di tengah ruangan dan menyambar handuknya, masuk kedalam kamar mandinya dan bersiap-siap untuk satu lagi hari melelahkan yang monoton dalam hidupnya. seandainya Hana dan Keiko ikut dengannya, semuanya akan terasa lebih baik.

Sakura's Apartement, Tokyo, Japan

Sakura tersenyum dan mengucapkan terimakasih pada asisten Sasuke ketika pria itu muncul didepan pintu apartementnya pagi ini mengantarkan setelah kerja kekasihnya itu. Sakura mengundang pria itu untuk ikut sarapan dengan mereka namun ia menolak dengan halus dan bergegas pergi ke kantor. Wanita itu menutup pintu apartementnya dan mengangkat pakaian Sasuke dan kotak sepatunya ketika pandangannya bertemu dengan ibunya.

"Dia lupa membawa setelan kantornya, Okaa-san." Mebuki menggeleng pelan dan tersenyum,

"Dia benar-benar sedikit ceroboh kalau tentang mengurus dirinya ya?" Sakura mengangguk setuju,

"Dia masih tidur?" Mebuki melirik pintu kamar Sakura,

"Yeah, mungkin akan bangun lima menit lagi." Ujar Sakura,

"Sakura, aku tahu untuk anak-anak jaman sekarang itu normal 'tidur' dengan pacar mereka tapi, aku hanya berharap kalau kau tidak hamil sebelum menikah, oke?" Sakura melebarkan sepasang iris emeraldnya,

"Okaa-san..." Mebuki menghela nafasnya,

"Aku hanya berpesan." Sakura mengangguk,

"Aku tahu, aku meminum pill ku secara rutin dan kami tidak segila itu untuk urusan seks." Mebuki memutar bola matanya,

"Melihat yang kalian lakukan kemarin membuatku ragu." Sakura mendengus kesal,

"Okaa-san..." Mebuki mengangkat kedua tangannya,

"Fine. Aku percaya pada kalian berdua, kau mau sesuatu untuk sarapan?" Sakura tersenyum dan mengangguk,

"Aku yang akan memasak hari ini, Okaa-san bisa bersiap-siap untuk bertemu klien dari Osaka." Mebuki tersenyum dan mengangguk,

"Aku akan bertemu dengan Mikoto juga hari ini." Sakura tersenyum,

"Sampaikan salamku pada Mikoto-kaasan aku akan mengunjunginya setelah skripsi sialan ini selesai." Mebuki mengangguk, Sakura berlalu dan masuk kedalam kamarnya.

Sasuke masih disana, tertidur diranjangnya. Nafasnya terdengar teratur dan damai. Sakura melangkah kearah jendela kamarnya, membukanya membiarkan sinar matahari masuk kedalam kamarnya sebelum kembali memanjat naik keatas ranjangnya dan mengusik Sasuke yang masih di alam tidurnya.

"Sakura..." Pria itu mengerang kesal ketika Sakura memainkan jemarinya diatas dada bidangnya,

"Kau benar-benar harus bangun Sasuke, anak buah mu sudah datang dan mengantar pakaian kerjamu." Sasuke tak berbicara apapun, menarik Sakura kedalam pelukannya dan memeluknya,

"Lima menit." Sakura mendengus kesal,

"Sasuke, bukankah kau seharusnya baru masuk minggu depan?" Sasuke bergumam,

"Sasuke..." Pria itu menghela nafasnya,

"Shizui bilang Itachi sudah berangkat ke Paris hari ini dan aku harus menghandle dua rapat dengan pemegang saham dan client dari UK, belum lagi Conference call dengan beberapa pimpinan cabang di Irlandia dan Italia." Sakura menghela nafasnya,

"dan kau masih tidak membiarkanku masuk kerja?" Sasuke menghela nafasnya, masih belum melepaskan Sakura dari pelukannya, pria itu mengecup puncak kepalanya,

"Sakura, kau bisa bekerja dari rumah dan menyelesaikan skripsimu. Aku akan kembali padamu sebelum jam 10 malam." Sakura mendongak, iris hijaunya bertemu dengan onyx milik kekasihnya,

"Okaa-san akan pergi ke Osaka, malam ini sampai satu minggu kedepan." Sasuke melepaskan pelukannya, dan berbaring telentang, Sakura menjadikan dada bidang pria itu sebagai alas kepalanya,

"Kau bisa tinggal di penth houseku seperti biasa, sayang. Kau tahu passwordnya." Sasuke beranjak dari tempat tidur Sakura dan meraih pakaiannya yang tergeletak sembarangan di lantai kamar Sakura,

"bukan begitu, aku tidak mau Okaa-san berfikir yang tidak tidak." Sasuke mengerutkan dahinya, ia sudah berhasil menggunakan celana piamanya tapi belum memakai kaus nya,

"Maksudmu?" tanya pria itu,

"okaa-san khawatir kalau kau akan menghamiliku sebelum kita menikah?" Sasuke tergelak tertawa,

"Sakura, kau fikir kalau itu terjadi aku akan kabur seperti seorang bajingan?" Sakura menaikkan kedua bahunya, Sasuke tersenyum geli dan berlutut dihadapan wanita itu,

"Aku tidak akan melakukan itu. Kalau itu terjadi aku malah akan berda di surga tingkat ke tujuh." Sakura menaikkan alisnya,

"Kau gila." Sasuke tertawa,

"Kau tidak perlu takut okay? Kau tahu aku selalu berniat menikahimu." Sakura mendengus,

"Tidak sebelum aku lulus dan menjadi designer seperti kemauanku." Sasuke tersenyum dan mengecup bibir ranum kekasihnya itu,

"Okay, Just eat your pill properly then." Sakura meraih bantal dan memukul tubuh pria itu ketika ia menghilang di balik pintu kamar mandi sambil tergelak,

"Jerk!" teriaknya,

"I love you even more, honey." Sakura mendengus dan tertawa di menit berikutnya, Sasuke benar-benar bajingan sialan yang tahu bagaimana caranya memainkan moodnya, sialan.

Darui and Karui's apartement, Tokyo Japan

Kisame menaikkan sebelah alisnya. Pria itu mengetuk sekali lagi namun tak ada jawaban dan tanda-tanda keberadaan seseorang didalamnya. Pria itu memeriksa sekali lagi alamat yang ia dapatkan dari salah satu rekannya yang melacak keberadaan karui dan alamatnya persis disini. Pria itu mengambil pistol yang tergantung di pinggangnya, mengangkatnya dengan posisi siaga sebelum kakinya menedang dengan keras pintu apartement Darui dan Karui. Pria itu melangkah masuk melewati genkan dan berhenti. Tubuhnya menegang, jemarinya memegang erat pistolnya dan berjalan mendekati tubuh wanita bersurai merah yang terkapar di ruang tengah.

"Nona Karui!" Kisame meletakkan pistolnya di tempat awal dan mendekati tubuh wanita itu, memasang sarung tangan karetnya dan Kisame membalik tubuh ramping wanita berkulit gelap itu. Kisame mencoba memeriksa denyut nadinya tapi nihil, tubuh wanita itu juga sudah dingin dan beberapa memar dan luka tembak terdapat di kepala dan sekujur tubuhnya.

"Brengsek!" Umpatnya, Kisame meraih ponselnya dan menekan tombol panggilan cepat,

"Izumi, aku butuh team forensik sekarang. Akan aku kirimkan alamatnya nanti." Ujarnya, Kisame menutup telfonnya, mengirim lokasi dan memotret tubuh tak bernyawa karui sebelum mengirimkannya ke sesama rekan polisi dan team forensiknya,

"Sial, seseorang pasti berhasil mengetahui jika ia menyelidiki kasus ini diam diam. Kakuzu, ia yakin 100% polisi korup itu mengetahui sesuatu tentang ini. Tapi siapa? Siapa orang dibalik ini semua?" Kisame memandang tubuh tak bernyawa karui sekali lagi dan mengidentifikasi seluruh ruangan, pria itu berhenti untuk sesaat, pintu balkon kamar utama terbuka dan sepuntung rokok tertingga disana. Kisame mengambil kantung dari dalam saku jaketnya dan mengambil rokok itu pelan-pelan dengan penjepit. Mungkin ini bisa menjadi petunjuknya.

HallMark Industries building, Paris, France

"Itachi, aku harus mengakui jika gen jenius itu diturunkan pada keluargamu." Itachi tertawa rendah mendengar penuturan Bill Mark,

"Well, aku harus berterimakasih kepada ayahku kalau begitu. Jadi, bagaimana?" Tanya Itachi,

"Harus ku akui, penawaran yang diberikan Sasuke benar-benar menarik. Aku suka dengan caranya dan team nya bekerja. Aku rasa adikmu melakukan riset habis-habisan." Itachi tersenyum dan mengangguk,

"Dia memang bukan seorang engineer sipil, Bill. Dia hanya arsitek tapi harus ku akui dia memiliki kemauan kuat untuk belajar banyak melalui riset yang dilakukan teamnya dan selalu mencoba inovasi baru untuk kemajuan perusahaan." Bill tersenyum puas,

"Aku bisa melihatnya dari caranya saat meyakinkan ku di conference call terakhir kami. Pemerintah Perancis jarang sekali mau mengambil resiko sebesar ini jika berhubungan dengan infrasturktur jalan dan kota. Aku harus akui adikmu benar-benar luar biasa saat meyakinkan walikota kami." Itachi mengangguk,

"Sasuke bilang dia mempelajari semuanya ketika masih belajar di German, jadi dia meminta team nya untuk melakukan riset tentang infrastruktur jalan yang kalian inginkan. Aku senang jika pada akhirnya kalian menerima tawaran kami." Bill Tersenym dan mengangguk,

"Dia punya masa depan yang cerah, Itachi. Aku sedikit kecewa karena dia tidak bisa hadir dan bertemu langsung denganku." Itachi menyesap wisky nya,

"Ada satu dan lain hal tidak menyenangkan terjadi belakangan ini. Sasuke juga sedang tidak dalam kondisi yang sehat untuk pergi ke paris, aku harap kau bisa mengerti." Bill mengangguk,

"Well, aku sudah mendengarnya dari Guilliana. Saingan bisnis eh?" Itachi tersenyum kecut,

"Akan selalu ada kotoran yang berusaha menodai pakaian terbaikmu bukan, bill?" Bill tertawa rendah,

"oke, haruskah kita tanda tangani kontraknya?" Itachi mengangguk,

"Itu akan jauh lebih baik." Bill menekan tombol satu pada telfon kantornya dan memanggil Linda sekertarisnya, tak lama kemudian seorang wanita bersurai pirang strawberry masuk kedalam ruangan membawa map berwarna coklat. Itachi menandatangani kontrak itu begitu juga denagn Bill, keduanya berjabat tangan dan menyesap wisky mereka hingga tandas dan kembali berbincang sebelum akhirnya Itachi meninggalkan gedung itu.

Sasuke's Office, Tokyo Japan

Sasuke melonggarkan ikatan dasinya. Pria itu berjalan masuk kedalam ruangannya dan diikuti oleh Sizhui di belakangnya. Pria itu menghela nafasnya, menerima satu gelas wisky yang di berikan sepupunya sebelum duduk di kursi berlengannya dan membaca laporan keuangan yang di berika Sizhui padanya.

"Aku bertanya-tanya kenapa Itachi bisa tahan dengan pekerjaan ini." Sizhui menaikkan sebelah alisnya,

"Percayalah padaku Itachi sering sekali kabur dan membiarkan aku yang membereskan hal ini untuknya." Sasuke tersenyum kecut,

"Kau akan membunuhku kan kalau aku ikut-ikutan kabur sepertinya?" Sizhui tertawa,

"Sasuke, ini laporan penjualan precast beton kita di Osaka, dan Tokyo." Sasuke membacanya dan mengangguk mengerti,

"Kita masih punya project di Osaka bukan?" Tanya bungsu Uchiha itu,

"Ah... maksudmu hotel milik keluarga Namikaze?" Sasuke mengangguk,

"ya, Hotel yang kau design itu. Ada yang ingin kau ketahui?" Sasuke mengangguk,

"Sudah berapa persen?" Tanyanya,

"Kami sudah mulai dengan pemasangan precast minggu ini, sudah berjalan sesuai denga time Schedule yang kau buat." Sasuke mengangguk, menanda tangani laporan keuangan dan membuka laporan lainnya,

"bagaimana dengan proyek di paris?" Tanyanya,

"Itachi sedang meeting dengan bill, atau seharusnya sudah melakukannya kemarin." Sasuke mengangguk,

"dan Hotel juga resort milik keluarga Uchiha?" Tanya Sasuke,

"Ini." Sizhui menyodorkan dua buah map kepadanya,

"Ayahmu ingin kita membangun resort di Alpen dan beberapa hotel di Soul dan maldive, dia meminta mu untuk membuat designnya?" Sasuke menaikkan sebelah alisnya,

"Aku fikir ayaku sudah pensiun dan Itachi menggantikannya." Sizhui tertawa,

"Sebetulnya, ayahmu memberikan saran ini pada kakakmu dan kakakmu menyetujuinya. Kau tahu, semakin banyak design luar biasamu yang di gunakan perusahaan kita, namamu akan semakin naik." Sasuke memijit keningnya,

"Tapi bukankah ini terdengar gila? Kita masih dalam proses pengerjaan hotel milik keluarga Namikaze, lalu proyek di paris akan segera di jalankan, lalu ini? Ayahku benar-benar kehilangan akal sehatnya." Ujarnya, Sizhui mendengus,

"Sasuke, aku tidak pernah meragukan rencana bisnis ayahmu. Dia selalu memperhitungkan sesuatu." Sasuke tersenyum kecut,

"Kalau aku sesibuk ini lalu kapan aku punya waktu untuk Sakura." Sizhui menaikkan sebelah alisnya,

"Bukankah kalian tinggal bersama sekarang?" Sasuke menggeleng pelan,

"Dia hanya menginap jika ibunya ada urusan diluar kota." Ujarnya,

"Berbicara tentang Nyonya Haruno, aku bertemu dengannya di rumah sakit pusat perawatan kanker kemarin." Sasuke menghentikan jemarinya, mendongak menatap sepupunya itu,

"Rumah Sakit pusat kanker?" Tanya Sasuke,

"Aku mengantar Ibuku, kau tahu jadwal kemo nya." Sasuke mengangguk,

"Bibi sehat bukan?" Sizhui tersenyum

"Dia membaik, aku bersyukur tentang itu. Tapi, ibunya Sakura dia beberapa kali mengunjungi tempat itu dan menghindariku." Sasuke menaikkan alisnya,

"Begitu? Sizhui, bisa kau hubungi pihak rumah sakit dan cari tahu apa yang terjadi pada Mebuki-kaasan? Aku tahu ini bukan hakku tapi, aku hanya ingin tahu jika dia baik-baik saja. Dia sama pentingnya bagiku seperti Sakura." Sizhui tersenyum tipis dan mengangguk,

"kau sudah melamarnya?" Sasuke tersenyum dan menggeleng,

"Aku memilih menunggu saat yang tepat dan tak terburu-buru." Sizhui mengangguk

"nikmati saja waktu kalian berdua eh? Jangan terlalu hiraukan bibi Mikoto. Demi Tuhan, dia bahkan memaksaku menikahi kekasihku dalam waktu dekat." Sasuke tergelak,

"Aku rasa kita bisa mulai Conference call nya sekarang, jika kau tidak keberatan." Ujarnya, Sizhui mengangguk lalu meninggalkan Sasuke, Sasuke terdiam sesaat. Melamar ya? Apakah ia dan Sakura benar-benar sudah seharusnya melangkah kesana?

Sakura's Apartement, Tokyo Japan

Sakura menatap layar laptopnya bosan, wanita itu menatap layar ponselnya tapi Sasuke belum juga menghubunginya. Wanita itu menghela nafasnya. Ia tidak tahu kalau sakit bisa menjadi sangat membosankan. Sakura berjalan kedapur, membuka kulkas dan menemukan beberapa bahan sederhana untuk membuat sup miso kesukaan Sasuke. Wanita itu tersenyum, tidak ada salahnya kan ? kalau ia datang mengunjungi Sasuke dan membawakan makan siang untuk pria itu?

Sakura menggelung surai merah jambunya lalu menggulung lengan sweaternya sebatas siku. Setelah itu wanita bersurai merah jambu itu mulai mengeluarkan semua bahan makanan dari dalam kulkas, mencucinya, memotong beberapa sayuran dan mengolahnya. Ini bukan pertama kalinya Sakura memasak untuk Sasuke, tapi hatinya selalu berdebar kencang dan pertanyaan "apakah dia akan menyukainya?" selalu mampir dalam benaknya, jadi selama memasak wanita itu berusaha fokus dan memastikan ia tidak memasukkan hal yang salah.

Darui and Karui's apartement, Tokyo Japan

Izumi tiba satu jam yang lalu. Wanita itu tidak menunggu perintahnya dan langsung memasang masker dan sarung tangannya. Izumi melihat memar ditubuh korban dan dua buah lubang tempat peluru itu bersarang di kepala karui. Izumi terlihat terkejut dan menahan teriakannya ketika meraba bagian perun Karui yang memar.

"Ada apa?" Kisame mendekat, berlutut disebelah tubuh tak bernyawa Karui,

"prediksi ku, dari luka memarnya Karui sempat di beturkan kepalanya ke tembok, aku rasa di..." wanita itu berdiri dan mengikuti jejak kaki yang terlihat menggunakan sinar UV,

"Di sini." Izumi berhenti di depan kamar Karui,

"Tidak cukup di benturkan wanita itu juga di tendang bagian perutnya hingga jatuh dan berusaha untuk lari..." Izumi kembali keluar dari ruangan,

"Dan tertembak dan mati disini." Ujar Izumi ketika tiba kembali ketempat dimana Jenazah Karui di temukan,

"Pelaku menganiaya korban sebelum menembaknya." Izumi mengangguk, matanya menatap sendu Karui,

"Ada apa?" Kisame menatap aneh dokter forensik kepolisian Tokyo itu,

"Dia hamil. Aku rasa. Aku belum bisa memastikannya kecuali kita membawanya untuk di autopsi. Aku yakin masih ada hal lain yang bisa kita selidiki yang tertinggal ditubuh korban." Kisame mengangkat sebelah alisnya,

"kalau dia hamil besar kemungkinan pasangannya yang membunuhnya disini." Ujar Kisame,

"Aku tidak mau menduga-duga sebelum memeriksa semuanya, Kisame. Ada bukti lain yang kau ingin ku selidiki?" Tanyanya, Kisame mengangguk pria itu memberikan kantung berisi puntung rokok kepadanya,

"rokok biasa?" Tanya Izumi,

"Aku rasa ini ganja atau semacamnya. Bisa kau cek DNA dari saliva yang tertinggal?" Karui mengangguk,

"Serahkan padaku." Ujarnya,

"Aku butuh batuan Unit Medis disini untuk mebawa jenazah Karui." Ujar wanita itu melalui Walky talky nya

"Sampai bertemu di kantor eh, Kisame?" Pria itu mengangguk, Ia meninggalkan Izumi di tempat kejadian ketika beberapa polisi dari departement forensik datang membawa kantung jenazah, pria itu menuruni tangga gedung apartement di pinggiran kota itu dan menyesap rokoknya, mengambil ponselnya dan menghubungi Itachi.

Uchiha's industries inc France, Paris, France

Itachi tengah membaca beberapa dokumen dalam bahasa perancis dan melakukan rapat dengan anak buahnya ketika ponselnya berdering. Ia mengabaikan panggilan pertama, namun menyerah ketika ponselnya berdering untuk keempat kalinya dan melihat nama Kisame dilayar ponselnya,

"Kita lanjutkan nanti. Aku butuh lima belas menit untuk mengangkat telfon ini." Ujarnya dalam bahasa perancis sebelum keluar dari ruang kaca kedap suara itu dan mengangkat telfonnya,

"Kisame, bagaimana?" Ia bisa mendengar pria itu menghela nafasnya,

"Aku sudah berhasil mendapatkan siapa pelakunya dan bermaksud akan menahannya untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kasus ini tapi, sepertinya musuhmu itu punya mata-mata di kepolisian dan mencurigai gerak gerikku." Itachi memijit keningnya, ia tahu ini tak akan mudah sekalipun pamannya adalah kepala polisi Tokyo,

"Lalu?" Itachi menyandarkan tubuhnya ke dinding kaca dan memejamkan matanya,

"Seluruh bukti mengarah pada Karui, aku akan menahannya pagi ini tapi ketika aku tiba di apartementnya, aku menemukannya sudah tak bernyawa, tergeletak di lantai ruang tengah apartementnya." Karui? Itachi tak pernah mendengar nama itu sebelumnya,

"Karui?" tanyanya,

"Aku rasa musuhmu kali ini memiliki hubungan kerja sama yang bagus sekali dengan Yakuza, Karui adalah salah satu kurir dan mata-mata industri terbaik milik salah satu kelompok Yakuza di Tokyo. Dia buron pada salah satu kasus penyelundupan Narkotika tingkat international." Itachi memijit keningnya,

"Dan menurut mu mereka menyewa kelompok itu untuk membunuh Sakura dan Sasuke juga mensabotase boutique istriku?" tanya Itachi,

"Ya, ini bukan perampokan Itachi. Aku bisa jamin ini murni percobaan pembunuhan. Target mereka bukan istri atau anakmu, bahkan bukan adikmu, aku rasa target mereka adalah nona Haruno." Itachi menaikkan sebelah alisnya, Sakura?

Dari semua orang yang ada dikeluarganya orang ini menargetkan kematian Sakura? Tapi kenapa? Sakura bukanlah family, ia hanya anak dari sahabat ayahnya dan kekasih Sasuke, wanita itu bahkan belum resmi menjadi seorang Uchiha dan seseorang sudah berniat untuk membunuhnya? Siapa ?

"Tapi, Sakura adalah penyebab Sasuke hampir mati." Sepasang iris onyxnya membulat sempurna begitu mengingat kata-kata Hinata, jangan-jangan dia Hinata.

"Kisame, aku memintamu menyelidiki putri kedua keluarga Hyuga bukan?" Kisame menghela nafasnya,

"Itachi, kau tahu betul jika itu tidak bisa dilakukan dengan bukti jelas. Kau tidak bisa menuntut Hinata dan mengatakan ia terlibat, tidak ada satupun bukti yang mengarah padanya." Itachi menghela nafasnya,

"Baiklah, jadi kita tidak punya pilihan lain selain menutup kasusnya?" Kisame terdiam sesaat sebelum berbicara,

"Man, aku tahu kau mengkhawatirkan keluargamu. Tapi, aku tak bisa melanjutkannya karena kasus ini buntu. Hal terakhir yang ku dapatkan adalah Karui menyewa mobil yang digunakan saat pembunuhan itu, dan wanita di video itu memiliki tinggi badan dan postur yang mirip dengannya. Itachi, kita tidak punya pilihan lain selain menutup kasus ini." Itachi menghela nafasnya dan bergumam mengerti,

"Kau boleh menutupnya. Terimakasih banyak, Kisame." Ujarnya,

"Dengar, jika sesuatu seperti ini terjadi lagi itu berati Karui bukan pelaku utama, dan jika itu terjadi, aku akan membantumu mencari siapa pelaku utamanya." Itachi mengangguk dan bergumam pelan,

"Aku tahu, terimakasih dan maaf sudah membanimu." Ujarnya sebelum memutus sambungan telfon, Penjelasan Kisame terdengar masuk akal, namun entah kenapa hatinya menolak untuk berhenti, firasatnya mengatakan sesuatu yang lebih berbahaya mungkin akan terjadi setelah ini. Itachi menggeleng pelan, semoga saja tidak. Pria itu menghela nafasnya sebelum berbalik dan kembali masuk kedalam ruang rapat.

Sasuke's office, Uchiha Industries Tokyo Branch, Tokyo Japan

Sasuke mendongak ketika pintu ruangannya dibuka tanpa di ketuk terlebih dahulu. Senyum mengembang diwajahnya begitu melihat siapa yang datang. Ia meletakkan dokumennya, melepas kacamatanya dan berjalan medekat kearah wanita merah jambu yang datang berkunjung di jam makan siangnya.

"Hai." Ujar wanita itu, Sasuke tersenyum dan mengecup bibir ranumnya,

"Tidak biasanya kau datang?" Sasuke menggenggam jemari lentik Sakura dan menuntunnya ke sofa ditengah ruangan dan mereka duduk disana.

"Aku befikir kau pasti lupa dengan makan siangmu jadi, tada... aku memasak makan siang untukmu." Sasuke tersenyum dan mengecup puncak kepala wanita merah jambu itu,

"Terimakasih." Ujarnya, Sakura tersenyum dan membuka kotak bento yang dibawanya, mengambil nasi dan sup miso untuk Sasuke, ia juga membuat beberapa potong ikan bakar untuk pria Uchihanya,

"jangan bilang kau menelfon ibuku untuk membuatnya?" Sakura mengangguk malu-malu,

"Aku pernah memasak Miso tapi aku rasa akan lebih baik kalau aku tanya resep ibumu kan?" Sakura menjawab dengan malu-malu,

"Astaga Sakura! Kau benar-benar sulit dipercaya, kau benar-benar tidak mau menikah denganku bulan depan?" Sakura memukul pelan lengan atas pria itu,

"aku bilang tunggu aku menyelesaikan kuliahku." Sasuke tergelak,

"Aku tahu, aku kaget sekertarisku tidak menahanmu dulu?" Sakura menaikkan kedua bahunya dan ikut makan dengan Sasuke,

"Sepertinya satu kantor ini sudah tau tentang kita." Sasuke tersenyum dan mengangguk,

"Tentu saja, ibuku pasti biangnya." Sakura tertawa pelan,

"bagaimana rasanya?" Tanya Sakura,

"Persis seperti buatan ibuku hanya saja ini lebih enak, kau keberatan memasaknya untukku setiap hari?" Sakura tertawa dan menggeleng pelan,

"Aku akan menginap malam ini di penth house mu jika kau tidak keberatan, okaa-san sudah bersiap siap untuk ke Osaka malam ini." Sasuke menghentikan gerakkan tangannya, membuat Sakura menatapnya heran,

"Sasuke, ada apa?" Tanyanya, pria itu menolak menatap iris hijau emerald milik kekasihnya, tak yakin apa yang harus ia katakan, haruskah ia memberi tahu Sakura tentang ibunya yang belakangan ini mengunjungi rumah sakit pusat riset kanker di Tokyo atau tidak,

"Tidak apa-apa, aku hanya berfikir bukankah lebih baik jika kita tinggal bersama? Kau sering menginap di penth house ku dan aku merasa akan lebih mudah menjagamu kalau aku bersamamu." Sakura menghela nafasnya,

"Sasuke kita sudah bicarakan ini." Sasuke meletakkan mangkuknya,

"Sakura, aku benar-benar serius kali ini. Aku bukan pria yang akan main-main dengan pasanganku ketika aku berniat serius untuk berkomitmen dengannya. Dan aku serius tentang ini semua, tentang hubungan ini, tentang kau, tentang kita.

Untuk pertama kalinya selama dua puluh dua tahun aku menginginkan sesuatu separah ini dan hal itu adalah dirimu. Aku ingin kau ada disampingku ketika aku membuka mataku di pagi hari, aku ingin melihatmu, setiap pagi di dapurku, tanpa alas kaki, memakai kausku dan memasak didapurku, aku ingin setiap aku pulang dari kantor kau ada dirumahku dan makan malam bersama, aku ingin memelukmu ketika kita terlelap dan memastikan kau akan baik-baik saja.

Aku serius untuk kali ini dan aku tidak main-main, sayang. In the first moment I saw you, in the first moment I asked you to be mine and loved you, I know that i ready to settled my heart down for you. Let's move into my apartement and live together with me, I know I always ready to put wedding ring in your finger and make it official everytime you want it, but I know you not ready yet, untill you ready and untill I can make you believe that I'm the right man for you, lets living together with me, be mine Sakura, all you need to do is just to say yes. Would you?" Sakura kehilangan kata-kata, sepasang iris emerald greennya berkaca-kaca,

"Sasuke, aku..." Pria itu masih menatapnya, menatapnya tepat ke sepasang iris emeraldnya, Sakura menunduk dan pada akhirnya menyerah, tersenyum diantara tangis bahagianya,

"I do. But, I hope you won't mind to wait untill I'm ready." Sasuke tersenyum dan menariknya kedalam pelukannya,

"I will and I always will." Sakura melepaskan pelukkannya dan membiarkan Sasuke mengecup bibir ranumnya,

"Aku akan membeli Promise ring setelah ini, kau mau memilihnya sendiri?" Sakura mengangguk,

"kita akan ke Tiffany's setelah ini." Sakura tersenyum dan menghapus air matanya, Sasume merankulnya dan membawanya kembali kedalam dekapannya lalu mengecup keningnya,

"...In the first moment I saw you, in the first moment I asked you to be mine and loved you, I know that i ready to settled my heart down for you. Let's move into my apartement and live together with me, I know I always ready to put wedding ring in your finger and make it official everytime you want it, but I know you not ready yet, untill you ready and untill I can make you believe that I'm the right man for you, lets living together with me, be mine Sakura, all you need to do is just to say yes. Would you?" itu suara Sasuke, Hinata menangkupkan sebelah tangannya di dadanya, please Sakura, jangan katakan ya.

"I do." Dan dunianya hancur, Hinata terdiam, sebelah tangannya memegang erat paperbag berisi kotak bento yang di buatnya untuk Sasuke, seharusnya ia tahu ketika sekertarisnya mengatakan jika Sasuke sedang ada tamu, tamu itu adalah Sakura, ia seharusnya berbalik saja dan pergi dari sini daripada mendengar pernyataan cinta Sasuke untuk wanita itu secara langsung.

Hinata menghela nafasnya, menahan mati-matian air matanya dan melangkah pergi. Ia menabrak tubuh seseorang ketika ia akan masuk kedalam lift,

"Hinata?" Hinata mendongak, Mikoto Uchiha menatapnya bingung,

"Ah... Mikoto-baasan, apa kabar?" ujarnya, Mikoto menatapnya dan pintu ruang kerja anaknya yang tertutup bergantian,

"Hinata ada apa? Sasuke mengatakan sesuatu yang menyakitimu?" Hinata menggeleng dengan cepat,

"Aku bahkan belum sempat bertemu dengannya bibi. Sakura sedang ada didalam dengan Sasuke, aku takut mengganggu." Ujarnya,

"Ah... aku mengerti, kau ingin aku membawakan itu untuk Sasuke?" Mikoto melirik kotak bento yang di bawa Hinata,

"Bibi tidak keberatan?" Mikoto menggeleng dan memberikan senyum keibuannya,

"Tidak sama sekali, kau sudah repot-repot memasaknya tapi, Hinata keadaannya sudah berbeda sekarang. Sasuke sudah memiliki Sakura yang pasti sering membuatkannya makan siang. Aku tidak bilang kalau aku keberatan kau dekat dengan putraku, kalian berteman sejak kecil, aku hanya ingin kau tahu jika, Sasuke sudah menjadi milik seseorang sekarang. Sayang, banyak pria yang lebih baik dari putraku yang pantas mendapatkan cintamu. Oke? Jangan buang waktumu untuk seorang pria yang sudah memilih orang lain dalam hidupnya." Hinata mengangguk mengerti,setelah memberikan kotak bento itu ia masuk kedalam lift.

Mikoto menghela nafasnya dan menggeleng pelan, ia melihat kotak bento itu dan memberikannya kepada sekertaris Sasuke.

"Kau boleh memakannya." Ujarnya sebelum berlalu dan masuk kedalam ruangan putranya itu.

TBC. Weeee, udah berapa lama gak update ini? Udah lama banget, maafkan u,u karena laporan dan tugas yang menumpuk, fict fict saya agak terbengkalai hehehe. So, ini chapter terbarunya, aku berharap kalian suka, pelase review dan coment ya, biar aku tahu kalian suka atau enggak sama chapter ini.

Andddd mau tanya ini, haruskah fict My Dear, Gream Reaper dan Perfect in Imperfection saya post di FFN juga? Minta comentnya ya.

Love, Aphrodite girl 13