Ten Thousand Love

.

Another KyuMin Story with Genderswitch Fanfiction

.

Remake Of The Novel "Selaksa Cinta Manda" By RK. Tirta

.

.

an: saya hanya mengganti cast-nya saja dan sedikit pengurangan atau penambahan untuk menyesuaikan

.

Sorry for typo(s)

.

.

.


.

From: Cho Donghae

Date: Tue, 17 March 2014 19:45:31

[Fresh from the oven]

Berkenaan dengan masa purna Direktur utama EverLasting Company II, Kang Doojin tiga bulan ke depan, santer berhembus isu, telah terpilih tiga kandidat potensial yang digadang-gadang akan menempati pergantian posisi tersebut. Dan kabar baiknya, saudaraku nan tampan, disebut-sebut sebagai salah satu kandidat terkuat.

Kyuhyun duduk lebih tegak, penuh antusias membaca serangkaian informasi yang disampaikan saudara sekaligus sahabatnya, Donghae melalui e-mail pribadinya. Donghae menjabat sebagai wakil kepala bagian bidang SDM di kantor pusat EverlastingFriend Corporation atau biasa disebut ELF Corp, yaitu sebuah perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri, farmasi, dan perdagangan, dengan jaring usaha tersebar di seluruh Korea Selatan melalui belasan anak perusahaan dan puluhan afiliasi, mengoperasikan sepuluh kantor cabang dan dua belas unit produksi. Sementara Kyuhyun adalah Direktur keuangan yang menjabat disalah satu anak perusahaan ELF Corp yang bergerak di bidang produksi gula. Everlasting Company II, yang berlokasi di Mokpo, Provinsi Jeollanam-do.

Posisi menjanjikan yang diraihnya setelah bekerja keras di perusahaan tersebut selama kurun waktu lebih dari sebelas tahun mengabdi.

From: Cho Kyuhyun

Siapa dua lainnya, Hae? [Lanjutkan chatting saja]

Kyuhyun mengirim e-mail balasan pada sahabatnya.

Chatting antara Kyuhyun & Donghae

Donghae: Lee Sooman & Kim Youngmin. Lumayan berat.

Kyuhyun: Aku optimis. Keduanya punya cacat di masa lalu.

Donghae: Pertimbangan lain dari desas-desus yang aku dengar, mereka bilang kau masih terlalu muda, Kyu.

Kyuhyun: Sebelas tahun, Hae, aku bekerja sepenuh hati, nyaris tanpa cela.

Donghae: Mereka membahas beberapa syarat kelayakan. Salah satunya terdengar sedikit mengada-ngada, menurutku.

Kyuhyun: Apa?

Donghae: Dewan Komisaris ingin seseorang yang lebih dewasa dan matang secara psikologi. Sosok yang mumpuni dan disegani di lingkungan cabang Mokpo, seorang figur panutan, begitulah kurang lebihnya.

Kyuhyun: Bulshit! Kau sedang mencari alasan menginaku kan? Dasar bedebah!

Donghae: No, Sir. It's really. Aku serius. Saat ini hubunganmu dengan Ryeowook sedang jadi sorotan. Entah bagaimana ceritanya skandal keretakan rumah tanggamu sampai juga ke telinga orang-orang di sini. Kabar yang kudengar, kau sudah tak serumah dengannya, benar begitu, Kyu?

Kyuhyun terpekur diam oleh serbuan pertanyaan Donghae, jari-jemarinya mengambang apatis di atas tuts keyboard-nya. Diam-diam Kyuhyun menghela napas berat, lalu memutuskan memberi jawaban abu-abu untuk keingintahuan Donghae.

Kyuhyun: Entahlah, kau sendiri tahu bagaimana kerasnya watak Ryeowook, juga peliknya situasi kami. Saat ini aku memilih membiarkannya mengalir apa adanya saja, dan tak tahu sampai kapan.

Donghae mungkin termenung sejenak sebelum menjawab balasan yang Kyuhyun tulis. Itu tergambar dari lamanya jeda balasan darinya di seberang sana.

Donghae: Aku selalu di belakangmu untuk mendukungmu, aku yakin kau lebih tahu apa yang terbaik untuk rumah tanggamu. Jangan segan-segan untuk menelepon kami, jika perlu bicara, apapun!

Kyuhyun: Oke, Hae, Thanks.

Donghae: Semua ini sudah masanya, Kyu. Jangan kau kira semua hal akan sempurna seperti yang kita mau. Ini ujian. Setidaknya aku jadi tahu hidupmu tak sesempurna apa yang kupikir.

Kyuhyun: Maksudmu?

Donghae: Hehehehe... Sebenarnya, dulu aku sering merasa iri padamu. Kau tahu pasti maksudku. Kita berangkat dari rumah tinggal yang sama, terpilih sebagai dua saudara di keluarga yang sama, dan selalu bersaing dalam banyak hal. Tapi kau selalu saja satu langkah di depanku, dan aku kesal dengan itu. Mian. Terutama tentang piala juga medali siapa yang paling banyak dipajang di ruang keluarga?

Kyuhyun: Bicara apa kau ini? Itu sudah lewat, kita sudah sama-sama 'bangkotan' sekarang. Lagipula, selama ini Abeoji dan Eommoni memperlakukan kita sama adil. Aku juga tak merasa aku lebih baik darimu. Tapi bicara tentang iri, kurasa wajar. Aku juga pernah iri dengan keberuntunganmu.

Donghae: Tentang apa?

Kyuhyun: Eunhyuk. Hahaha... jangan cemburu... ini hanya cerita lama. Kau tahu kan kalau sejak pertama kita tinggal bersama Abeoji dan Eommoni, aku sangat menyukai Eunhyuk? Atau jangan-jangan kau sengaja mencuri start dan menang satu langkah dariku, heh!

Kyuhyun mengalihkan pembicaraan tentang kenangan masalalu itu dengan kelakar dan candanya. Sekali lagi dia tak ingin terjebak dalam kesedihan, segala kekecewaan itu biarlah dirinya saja yang merasakannya.

Donghae: Brengsek! Sumpah aku benar-benar tak tahu tentang itu, kupikir kau terlibat 'cinta monyet' dengan si Bunny, kalian berdua kan lengket sekali. Eh, bagaimana kabar dia? Belum menikah, masih bekerja di devisimu, kan?

Kyuhyun: Iya masih, sudah empat bulan ini menggantikan Sooyoung asistenku yang resign itu, bekerja serasa menyenangkan belakangan ini semenjak ada si Bunny, serasa masih main Gongginori di latar depan rumah, apa-apa teriak, apa- apa marah hahaha...

Kyuhyun terbahak, begitupun Donghae di seberang sana. Keduanya paham benar bagaimana tabiat manja dan songongnya Sungmin atau si Bunny ini. Gadis mungil itu, kini menempati posisi Asisten Kyuhyun di kantornya.

Lalu pembicaraan menjadi semakin seru ketika beberapa hal konyol di masa kanak-kanak keduanya mulai bermunculan di sela chatting mereka.

Sampai Kyuhyun kembali lagi dengan topik keluarga.

Kyuhyun: Oh, iya, bagaimana kabar Eunhyuk dan Chaerim, Hae?

Donghae: Mereka baik, berkunjunglah ke Seoul, sekalian ajak Yoobi jalan-jalan ke Lotte World, kapan terakhir kali kita bertemu? Sudah delapan bulan, ya? Tidak terasa.

Kyuhyun: Kamu saja yang pulang, sekalian mengunjungi Abeoji dan Eommoni.

Donghae: Eunhyuk sedang 'isi' lagi, susah untuk pergi jauh kalau masih trimester pertama, nanti saja kalau sudah agak membaik kondisinya, aku usahakan pulang, kalau tidak bulan depan, ya bulan depannya lagi.

Kyuhyun: Janji tidak pasti begitu, biasanya bisa sampai tahun depan Hae, seringnya begitu.

Sindir Kyuhyun.

Donghae: Kkkkk... biasanya. Maklum saja kita kan, kuli saudaraku...

Kyuhyun: Yang benar-benar kuli itu aku, Hae, jam delapan malam masih di kantor.

Donghae: Jadi masih di kantor? Rajinnya saudaraku, silahkan dilanjutkan, aku sudah duduk manis di rumah, ini sedang menunggu hasil masakan istri tercinta.

Kyuhyun: Sialan! Aku mendadak lapar. Baru ingat belum makan malam, sudah dulu ya? Salam saja untuk Eunhyuk.

Donghae: Oke, salam juga untuk si Bunny.

Tulis Donghae untuk terakhir kali, sebelum menutup jendela Chatt-nya. Begitupun Kyuhyun, segera melakukan hal yang sama.

.

Kyuhyun menyandar santai pada kursi kerjanya. Masih di ruang yang sama semenjak pukul sembilan pagi tadi. Ia dan beberapa orang di devisinya berusaha menyelesaikan pekerjaan akhir bulan mereka malam ini. Maklum saja ini adalah dua hari menjelang akhir bulan, dan seluruh karyawan harus menerima upah tepat waktu di awal bulan.

Berdiri, Kyuhyun melepas ketegangan di otot punggungnya, dengan menggerakkan sedikit pinggang ke kiri dan kanan seraya berdiri di depan jendela kaca berkerai untuk mengawasi suasana di bagian depan ruang kantornya, di mana meja-meja stafnya berjajar membentuk pola berbanjar-banjar.

Semua orang tampak tekun di mejanya masing-masing. Suara perangkat kantor yang sedang dioperasikan terdengar cukup jelas sampai ke dalam ruang kantornya, terutama bunyi printer di sudut ruangan tak jauh darinya.

Sungmin tengah mencetak beberapa laporan, sambil bersandar santai nyaris duduk di tepian meja kerjanya, kedua tangan menggenggam mug kopi bergambar karakter kartun Stich di depan dada, sesekali mendekatkan mug ke bibir, menyecap kopi dengan gayanya yang khas, dan itu mempengaruhi Kyuhyun. Antara gemas, juga ingin.

Melirik sekilas cangkir kopinya yang kosong. Kyuhyun tersenyum sendiri karena menemukan alasan untuk menjahili sahabatnya. Dan sepertinya Sungmin adalah orang yang sangat ia butuhkan untuk membuatkan kopi terlezat buatan tangannya, walau untuk itu ia harus menebalkan telinga dan sedikit menarik urat bahkan berdebat dengan sahabatnya.

Ya, Sungmin-Lee Sungmin, atau ia biasa memanggilnya "Ming". Bahkan, si Bunny panggilan olok-oloknya sejak kecil. Gadis itu adalah sahabat Kyuhyun juga Donghae. Dulu keluarga mereka bertetangga dan tinggal di lingkungan yang sama, di perumahan pegawai dan staf pabrik gula. Mereka tinggal bersama kurang lebih sembilan tahun, sebelum akhirnya Kyuhyun dan keluarganya pindah ke rumah mereka sendiri.

Belasan tahun lalu Kyuhyun dan Donghae adalah dua anak yatim piatu yang sengaja diadopsi oleh pasangan suami istri keluarga Cho yang tidak mempunyai keturunan.

Awalnya hanya Kyuhyun, namun tiga bulan kemudian mengadopsi Donghae. Mungkin karena Kyuhyun terlihat pemurung dan kesepian. Jadi, keinginan untuk mengadopsi seorang anak sekali lagi mengusik dua orang yang sangat baik hati itu.

Mereka sama-sama duduk di kelas satu Junior High School saat itu. Keduanya tumbuh dalam kasih yang tulus dari kedua orang tua angkat mereka. Yang kemudian mengantarkan mereka ke jenjang pendidikan layak dan karier mapan. Bahkan menikahkan keduanya dengan wanita-wanita baik dan cantik, menyempurnakan kehidupan dua anak malang itu sebagai bentuk tanggung jawab yang terus mereka emban hingga akhir hayat mereka nanti.

Mengingat itu, Kyuhyun merasa terhimpit beban berat yang seketika menekan dadanya kuat-kuat. Serta merta dia berusaha mengalihkan fokusnya ke arah lain, membuang jauh kesedihan itu dan memandang kegiatan kecil Sungmin di luar pintu beberapa meter darinya.

Gadis itu meneguk lagi kopi dari mug bergambar di tangannya, kali ini ia benar-benar duduk seraya mengayun-ayunkan kaki dengan santai, sesekali mengamati baris-baris tulisan yang keluar dari printer-nya. Sungguh sangat santai, seolah hidupnya begitu ringan tanpa beban sedikitpun.

Dan lihatlah! Mungkin hanya Sungmin yang begitu nyaman dengan penampilannya yang serba asal, namun harus Kyuhyun akui Sungmin tetap terlihat manis dan lucu.

Blouse lengan panjang yang sebenarnya adalah seragam, telah disingsingkannya sampai siku, jelas terlihat kusut, sepatu kerjanya bahkan telah berganti sandal jepit warna biru yang lumayan usang dan entah di mana dia menemukannya. Wajahnya polos tanpa sedikitpun make-up yang tersisa, dan di saat lembur seperti ini gadis itu bahkan tak terlihat ingin memperbaiki penampilan seperti rekan-rekan kerja wanita lainnya.

Sungmin tampak menyesap kopinya lagi, menahannya di mulut, membuat gerakan berkumur kecil dengan cairan kopi tersebut. Kyuhyun tahu Sungmin adalah penikmat kopi kelas satu, sama seperti dirinya, hanya saja Sungmin lebih memilih espresso, sedangkan Kyuhyun lebih suka kopi hitam, tanpa campuran. Kopi hitam berkualitas dengan takaran gula dan cara penyajian yang pas. Atau tidak sama sekali.

Kyuhyun berdecak tanpa sadar, sedikit terganggu dengan perilaku sahabatnya itu. Bagaimana mungkin wanita berusia nyaris tiga puluh tahun, tapi berkelakuan layaknya ABG labil dan selengean?

Kyuhyun menjangkau handel pintu, menyeret langkahnya keluar ruangan untuk menghampiri Sungmin.

"Mana kopiku?" Ucapnya pelan, namun mampu mengejutkan wanita itu.

"Bukankah tadi sudah, Sajangnim?" Jawabnya acuh.

"Sudah tidak ada orang masih saja memanggil Sajangnim. Kau memanggil Sajangnim sekali lagi, kugigit telingamu." Geram Kyuhyun.

"Sudah benar aku memanggil Sajangnim! Yang salah itu kalau aku memanggil Seonsaengnim, aneh! Lagipula bukankah tadi kau sudah minum kopi, kenapa sekarang minta lagi, mendadak amnesia?"

"Jam lima Ming... Jam lima, lihat jam sekarang jam berapa? Tentu saja sudah habis... Ayo buatkan lagi!"

"Eit... Saya asisten Anda Sajangnim, bukan Office Boy. OB menganggur, tuh di pantry, saya sibuk!" Dengus Sungmin mengabaikan permintaan Kyuhyun. "Kau ini, Appa saja kopi segelas tahan untuk setengah hari, kopinya kau minum atau-"

"Untuk dipakai campuran tinta printer juga," tukas Kyuhyun memutus kalimat sahabatnya. Sering dia dengar ungkapan itu, sehingga dia hapal betul apa yang akan Sungmin ucapkan selanjutnya.

"Jebbal Ming, kau tega melihat sahabatmu ini minum kopi buatan OB, kau pasti tau bagaimana rasa air kobokan, kan? Please... Ming... Please!" Rengek Kyuhyun dramatis, bahkan melengkapinya dengan lipat kedua tangannya di depan dada.

"Oh, jadi sekarang kau menuduhku pernah minum air kobokan, begitu?"

"Mulai... marah, tidak punya teast humor sekali." Cela Kyuhyun.

Sungmin menghentak kakinya, bibir mungilnya berdecak kesal, namun baiknya gadis mungil itu bergerak sigap melalui sisi tubuh Kyuhyun, melaksanakan apa yang ia inginkan.

Kyuhyun sendiri terkekeh geli penuh kemenangan. Sungmin tidak pernah berubah dari waktu ke waktu, begitu juga hubungan persahabatan mereka. Menyenangkan juga menurutnya, berada dalam situasi kerja santai seperti ini. Selalu saja beradu mulut untuk hal-hal remeh. Walau tak jarang dia kesal pada sifat membangkang juga anarkis Sungmin yang kadangkala memperlakukannya semena-mena.

.

.

.

Pukul sepuluh malam, ketika akhirnya seluruh pekerjaan selesai, satu per satu pegawai yang lembur mulai meninggalkan mejanya masing- masing. Sebagian besar adalah pegawai laki-laki, walaupun ada beberapa gelintir pegawai perempuan juga, dan baiknya telah tersedia mobil dinas perusahaan untuk mengantar mereka sampai ke rumah masing-masing.

"Aku pulang dulu ya, Kyu?"

Kepala cantik dengan rambut sewarna malam, menyeruak di pintu ruangan Kyuhyun yang memang sengaja tak ia tutup rapat. Sungmin telah siap untuk pulang.

"Pulang denganku saja." Jawab Kyuhyun, melirik lagi sekilas pada gadis berkulit putih dengan rambut hitam lurus di ambang pintu. Diam-diam semakin mengagumi kecantikan sahabatnya itu. Belakangan ia sadari Sungmin memang tumbuh sebagai gadis cantik dan mempesona. Rasanya kulit seputih susu, rambut hitam lurus nan lebat juga mata foxy beningnya, adalah aset Sungmin yang cukup layak dikagumi lawan jenisnya.

Kecuali sifatnya yang masih sama sebengal belasan tahun lalu, Sungmin memang nyata-nyata banyak berubah. Batin Kyuhyun sedikit melantur.

"Sudah tak ada yang tertinggal?" tanya Kyuhyun memastikan, sementara matanya kembali ke monitor di depannya, mouse-nya bergerak menutup dan memindah beberapa file ke masing-masing folder.

"Sudah, tapi aku benar-benar tidak usah pulang bersamamu, kita kan beda arah."

"Tumben berpikiran seperti itu, biasanya paling senang merepotkanku."

Balas Kyuhyun pada penolakkan Sungmin.

"Yak! Seperti anda tidak suka merepotkan saya saja?" Sungmin mencibir, "Sudah ya? Aku pulang duluan, kasihan yang lain sudah menunggu." Katanya bersiap pergi.

"Aku lapar Ming, kau tidak kasihan, malam-malam begini aku makan sendirian?" Kyuhyun selesai mematikan perangkat komputernya.

"Anda yang lapar, kenapa jadi saya yang repot?" Ketusnya acuh, menyandar di kusen pintu dengan malasnya.

"Yak! Stop bicara saya-anda. Tidak enak sekali di telinga, sudah jangan rewel, kau pulang bersamaku, titik."

"Bukan begitu Kyu, aku tidak enak dilihat orang lain, kau tidak dengar gosip buruk tentang kita? telingaku panas asal kau tahu!"

Sungmin menekuk wajah, bibirnya berkerut. Sungguh bukan pemandangan yang sedap untuk dipandang, namun hal itu justru sukses membuat Kyuhyun tersenyum geli.

"Hidup mengurusi mulut orang, tak akan ada habisnya." Nasihatnya, "asal tidak bicara didepanmu, abaikan saja. Tidak semua orang tahu asal-usul kita, kita ini keluarga, kalau mereka tahu ya mereka sendiri yang akan malu, lain kali kalau ada yang nyinyir, bilang saja kau adik angkatku, beres." Kyuhyun menyambar kontak mobil dan tas kerjanya.

Sungmin tertegun oleh kata-kata Kyuhyun, dia bingung bagaimana mesti menjawab. Benaknya bergumul dengan pikirannya sendiri. Lalu ia teringat untuk mempertanyakan apa yang menjadi teka-tekinya belakangan ini.

"Tentang skandal perceraianmu dan Ryeowook eonni... itu benar tidak?" tanya Sungmin ragu.

Kyuhyun diam, dan tak langsung menjawab. "Sudah seperti selebriti saja, digosipkan, kurang kerjaan sekali orang-orang." Jawabnya acuh. "Anniya, itu hanya rumor saja... Untuk apa mengurusi hal itu, tidak jadi pulang?"

"Hahaha... iya benar juga." Sungmin tertawa keki, "Palli kajja! Ini sudah malam sekali."

"Kau diam didepan pintu seperti itu, bagaimana aku bisa lewat?"

Sungmin tersadar, buru-buru melangkah mundur. "Mian."

Kyuhyun menutup pintu, tak lupa menguncinya. Berjalan beriringan meninggalkan kantor, sesekali melakukan percakapan ringan di sepanjang perjalanan keluar dari devisi mereka, hingga ke halaman parkir di bagian depan gedung.

.

.

.

.

.

Setelah pulang cukup larut, Sungmin sungguh merasa malas pagi ini. Ah... andai saja hari ini adalah akhir minggu. Pikirnya penuh harap. Duduk sesaat sambil mengusap matanya yang terasa berat.

"Ireona, Aegi, kau tidak ke kantor? Ini sudah siang..." Tegur Ayahnya yang kini tengah berdiri di ambang pintu kamar. Pria itu menatap penuh kasih pada putrinya yang masih bergelung setengah mengantuk.

"Ne, Appa." Jawabnya singkat, menoleh sesaat pada tubuh renta sang Ayah yang dia sadari semakin hari semakin kurus termakan oleh usia.

"Pulang pukul berapa? Appa menunggu sampai pukul sembilan kau belum pulang juga, sambil menonton pertandingan bola, belum selesai Appa sudah tertidur."

"Aku sampai dirumah pukul sebelas. Gwaenchana, Appa, kebetulan di antar Kyuhyun."

"Oh Kyuhyun." Youngwoon tersenyum. Ia mengenal Kyuhyun dengan baik, putra Cho Hankyung yang dulu tinggal berseberangan rumah dengan mereka.

"Palli, ireona, Appa mamasak nasi goreng kimchi, kalau dingin tidak enak."

Perintahnya menarik ujung selimut Sungmin.

Walau enggan, Sungmin bangun juga, membawa langkahnya ke kamar mandi, sekedar mencuci muka, lalu berkumur. Setelahnya menyeret langkah malasnya kembali ke meja makan, duduk dengan tenang, dan mulai menikmati suap demi suap nasi goreng kimchi dengan citarasa khas, buatan ayahnya. Hanya saja kali ini rasanya luar biasa asin, namun Sungmin memaksa dirinya tetap menghargai hasil jerih payah ayahnya tersebut dengan terlihat bersemangat menghabiskan isi piringnya. Lalu meneguk air tawar sebanyak-banyaknya.

"Kau ingat Siwon putra Tuan Choi?" tanya ayahnya tiba-tiba, di sela suapan terakhir.

Sungmin mengernyit, mengingat-ingat. Lalu tersenyum tipis. Mengingat sosok kecil bermata coklat dengan rambut yang juga berwarna sama.

Huh! Siapa yang bisa lupa sosok tengil, sombong dan gemar sekali mengusilinya ketika kecil? Untungnya tak berlangsung lama, sebab Siwon dibawa ibunya ke Amerika, Kakak sulungnya sedang dalam masa study di sana. Jadi, ibu beserta dua anak itu tinggal dan menetap di Amerika, hanya sesekali mengunjungi ayahnya di Korea. Dan tak sekalipun Sungmin pernah bertemu bocah itu lagi. Karena semenjak ibunya meninggal, ayahnya tak pernah mau terlibat dalam acara sosial yang diadakan pabrik gula tempatnya bekerja.

"Iya, Appa ingat."

Ayahnya tertawa sedikit melihat rona merah yang menghiasi pipi putih putrinya. "Hahaha... kau dulu pernah menangis meminta pulang dari acara bazar bersama Ibumu, gara-gara di cium Siwon, kan?" kenang ayahnya, terkekeh lagi.

"Ish Appa." sungut Sungmin. Kenangan lama itu kembali hadir, hari-hari ceria di mana masih ada belaian kasih ibunya, namun ia terpaksa kehilangan kehangatan itu di usianya yang kesepuluh tahun.

"Baru sekali itu Appa bertemu dia, padahal seingat Appa dulu Siwon itu masih setinggi ini." Ucap Ayahnya membuat pola tinggi anak sejajar pinggulnya. "Hampir sepantaranmu kalau tidak salah. Sekarang sudah menggantikan Abeojinya memimpin perusahaan."

Sungmin ikut tersenyum melihat sedikit binar di mata ayahnya, apakah kenangan masalalu penyebabnya? Sungmin hanya terpaku menatap ekspresi menerawang ayahnya itu dalam diam.

Sesaat kemudian ayahnya telah kembali ke dunia masakininya lagi.

"Dan anehnya Siwon memanggil Appa hanya untuk menanyakan kesehatan Appa, dan kabarmu, juga keadaan rumah." Jelas ayahnya.

"Menanyakanku? Memang bocah songong itu masih ingat padaku?" tanya Sungmin heran.

"Sepertinya masih, justru langsung menyebut namamu, dan juga sedikit pertanyaan pribadi, tentang apakah kau sudah menikah, atau dekat dengan seseorang. Dia juga menyampaikan salam, dan berencana main ke mari untuk bertemu denganmu langsung, kalau kau ada waktu."

Tambah Youngwoon, lagi-lagi termenung, tapi kali ini Sungmin melakukan hal yang sama, merasakan sesuatu keganjilan dari pertemuan ayahnya dan atasan barunya itu.

.

.

.

Percakapan singkat bersama ayahnya pagi tadi terus terbawa ke dalam benak Sungmin sesampainya di kantor. Berkali-kali gadis itu tampak termenung, mengigit ujung pulpen yang dipegang, seraya memandang kosong monitor di hadapannya atau ke arah lain.

Hal itu tak luput dari perhatian Kyuhyun yang kebetulan sedang melintas, beberapa kali, di antara aktifitasnya mondar-mandir ke divisi lain. Sebenarnya bisa saja ia menyuruh Sungmin, tapi selama ini selagi ia tak terlalu sibuk ia lebih suka melakukannya sendiri. Kyuhyun lebih memilih menggerakkan kaki, selain membantu tugas sahabatnya, juga demi alasan kesehatan. Dan anehnya itu cukup mengganggu konsentrasinya. Berkali-kali matanya meninggalkan pekerjaan hanya untuk melayangkan pandangan pada sikap Sungmin di luar.

Dering interkom membuat Sungmin terlonjak, lalu dengan tergagap mengangkat horn telepon dan mendekatkannya langsung ke telinga. Sesaat kemudian Sungmin menjulurkan kepala ke arah jendela ruang Kyuhyun, di mana pria itu tengah melakukan hal yang sama dengannya.

"Kenapa Kyu?" tanya Sungmin, setelah mengetahui siapa yang menghubunginya.

"Ke ruanganku sebentar!" Belum sempat Sungmin menjawab, Kyuhyun menutup sambungan.

Sungmin mengangkat pinggul dari kursi kerjanya, memenuhi permintaan Kyuhyun. Masuk ke ruangan dan duduk dengan ekspresi penuh tanda tanya yang tergambar jelas di raut wajah mungilnya. Tak urung Kyuhyun tersenyum menyaksikan alis Sungmin yang berkerut dan foxy jernihnya semakin menyipit. Seolah semua itu telah cukup mewakili keingintahuan Sungmin.

"Tidak ada apa-apa, hanya merasa tidak enak melihatmu gelisah sepanjang pagi ini, ada masalah?"

Sungmin terdiam, tak menyangka kalau ternyata Kyuhyun seperhatian itu padanya.

"Oh, kukira ada apa? Jadi bukan pemberitahuan kenaikan gaji? ya sudah aku kembali saja, ya?" bersiap berdiri, menanggapi pertanyaan Kyuhyun dengan candaan seperti biasanya.

"Ming..." tegur Kyuhyun, dengan nada peringatan lunak, agar tak terpancing menjadi kesal seperti harapan gadis itu.

"Hehehe... kenapa ya? Sepertinya lapar, atau sedang ada tamu bulanan?" kelakar Sungmin lagi, masih belum mau membagi masalahnya.

Kyuhyun diam. Menatap Sungmin lekat-lekat. Dan gadis itu justru balas menatapnya dengan ekspresi menantang. Lama hingga kesekian detik, pipi Sungmin merona jengah sampai memilih untuk membuang muka ke arah lain.

"Kau menyimpan rahasia, matamu tak bisa berbohong." Tegas Kyuhyun.

Dan kalimat itu terasa bagai pisau bermata dua yang menusuk jantung sekaligus hati Sungmin.

Gadis itu tertunduk, menghirup persediaan oksigen yang rasanya semakin menipis di ruangan itu.

"Ming..." Tegur Kyuhyun lagi. Menjangkau ke seberang meja, mencubit gemas hidung Sungmin.

Sungmin memekik terkejut, menarik kepala ke belakang secara reflek, lalu buru-buru menutup mulut dengan tangan, ketika tersadar di mana mereka berada saat ini.

"Sudah sadar?"

"Huh! Pedas hidungku." Keluhnya. Menggosok-gosok hidungnya yang tidak terlalu mancung, kecil dan aneh menurut Kyuhyun.

"Ceritakan!" Paksa Kyuhyun, melotot.

"Cerita apa?"

"Argh... Yang kau pikirkan sedari tadi, kau pikir cerita Siluman Gumiho!"

Sentak Kyuhyun kesal, menunggu sambil bersedekap.

Setelah menghela napas kesal, dan sedikit cemberut, Sungmin mulai berturur tentang percakapannya dengan ayahnya pagi tadi, dan meminta pendapat Kyuhyun, kira-kira hal apa sebenarnya, yang Siwon inginkan darinya.

Bukannya menjawab, Kyuhyun malah terdiam. Menatap lurus ke arah sahabatnya itu dengan pikiran berkecamuk, mencoba mengingat-ingat apakah ia juga mengenal sosok Siwon.

"Kyuhyun!" Sungmin mengetukkan buku agenda Kyuhyun ke meja cukup keras.

Wajah Kyuhyun datar, mengangkat salah satu alisnya, gaya khasnya yang susah untuk ditiru.

"Itu terdengar seperti sebuah lamaran seorang pria, yang coba ia utarakan kepada ayah sang gadis."

Sungmin melotot, mendengar kesimpulan Kyuhyun. "Ish~ Ah sudah! Malas bicara denganmu, bukan membuat otak jernih malah semakin kusut."

Sungmin mendorong kursi ke belakang. Meninggalkan Kyuhyun yang kini tak sedikitpun berusaha menghalangi kepergiannya bahkan, sahabatnya itu masih terlihat apatis sampai terakhir kali Sungmin menutup pintu.

.

.

.

TBC/END?