a/n : Langsung baca saja, minna!

Rumor and Envy in Luxe by Bunga Sharesputri

Disclaimer : Kamichama Karin CHU Koge Donbo

Warning : OOC, Typo, Gaje, alur super cepat, dll

Don't like! Don't read!

Happy Reading, Minna! ^^

Himeka POV

Perkenalkan, namaku Himeka Kujyo. Aku dibesarkan di keluarga bangsawan Kujyo dengan peraturan super ketat mereka. Aku masih berusia 16 tahun dan sekarang bersekolah di sekolah khusus bangsawan dan orang-orang kaya. Sakuragaoka International Senior High School.

Kini, aku sudah duduk manis di bangku kelasku. Menunggu bel masuk berbunyi sambil menatap seorang pemuda yang diam-diam kusukai. Dia bukan keturunan keluarga bangsawan, tapi dia dilahirkan dikeluarga yang lumayan kaya. Dia juga tidak begitu pandai. Hanya saja, dia selalu tersenyum ceria dan itu benar-benar membuat pipiku memerah. Dia, Michiru Nishikiori.

Sayangnya, impianku agar bisa bersamanya harus dimusnahkan seperti kertas yang dibakar oleh api membara. Aku jelas tidak bisa bersamanya. Sebagai seorang bangsawan, aku pasti dijodohkan. Entah berasal dari keluargaku juga atau mungkin dari keluarga lain yang notabene-nya merupakan keluarga bangsawan juga. Dan aku tidak akan pernah dijodohlan dengannya. Kenapa tidak melawan saja? Aku tidak akan kecuali aku mau marga Kujyo dicabut dari namaku. Lagipula aku tdak ingin seperti mereka berdua.

Ya. Mereka berdua. Kazune Kujyo dan Karin Hanezono. Hubungan mereka harus kandas ditengah jalan. Bukan. Karin bukan berasal dari kelas rendah seperti cerita dongeng. Bahkan, Karin adalah putri tunggal dari bangsawan Hanezono. Hubungan mereka sudah direstui oleh keluarga kedua belah pihak. Tapi, siapa sangka karena iri hati dan rumor tak berdasar, hubungan mereka berakhir. Menyisakan retakan besar diantara keduanya.

Kazune Kujyo adalah sepupuku yang lebih tua 2 tahun dariku. Ia memiliki saudari kembar. Kazusa Kujyo. Oke, membicarakan Kazusa sepertinya membuat dadaku kembali sesak. Tapi, tak apa. Aku adalah seorang gadis bangsawan yang selalu diajarkan agar melatih emosi. Kazusa, dia seorang perempuan dengan surai pirang panjang dan iris Blue Saphirre-nya yang menawan. Tak dapat dipungkiri, dia terlihat sangat cantik dengan kombinasi dua warna cerah itu. Terlihat bersinar seperti matahari di langit biru.

Dia seseorang yang tidak suka terikat akan aturan. Diumurnya yang sekarang 18 tahun, pikirannya masih terlihat kekanakan bagiku. Dia suka merajuk ketika hal yang ia inginkan tidak dapat ia miliki dan segala hal lain yang selalu membuatku muak. Itu bukan alasan utamaku untuk membencinya. Dia adalah orang yang akan bertunangan dengan orang yang kusukai. Catat! Orang yang kusukai. Siapa yang tidak muak dan merasa rapuh mendengarnya. Dia bahkan terlihat biasa saja. Toh, ia juga tak bisa menolak sama sepertiku.

Michi yang dikabarkan begitu juga tak menolak. Dia bahkan memperlihatkan cengiran khas seorang Michiru Nishikiori. Oh, tuhan! Rasanya aku ingin meledak saat ini juga ketika mengingatnya. Rasanya hidupku benar-benar hancur. Ya, kupikir begitu. Siapa sangka kalau hidupku akan semakin hancur setelahnya. Siapa sangka?

Normal Pov

Karin menatap pantulan dirinya didalam cermin tanpa ekspresi. Tampilannya kali ini benar-benar berbeda. Surai Brunette-nya digelung keatas dan disanggul. Tidak lupa sebuah tusuk konde ikut menghiasi sanggul surai Brunette miliknya. Tusuk konde khas keluarganya. Tusuk kondenya tidak berbentuk seperti sumpit. Melainkan berbentuk bunga mawar berukuran mini di pangkal tusuk kondenya.

Karin menghela nafas jenuh. "Aku lelah sekali menghadapinya," gumam Karin nyaris tak terdengar. Kedua tangannya mencoba merapikan bagian bawah gaun A-line silvernya.

"Karin-sama.. Apakah anda sudah siap? Nyonya dan Tuan besar sudah menunggu."

"Tolong katakan pada mereka, aku akan segera datang," balas Karin tenang. Memastikan bahwa seluruh hal yang ia perlukan sudah siap, ia bergegas keluar kamar. Menuju ruang tamu dimana Kaa-san dan Tou-san-nya menunggu.

"Ya ampun! Coba lihat siapa yang datang? Kau benar-benar terlihat cantik dengan gaun itu. Seakan-akan kau adalah sang Putri dari negeri dongeng."

"Hihihi.. Kaa-san bisa saja," ucap Karin tertawa geli. Senyumannya benar-benar mengembang sempurna. Sang ayah hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Sudah. Nanti kita terlambat lagi. Ini pesta para bangsawan. Ayo!"

"Ha'i, tou-san."

Dahi Karin sedikit mengerut melihat penampakan kedua mobil mewah keluarganya terpampang jelas didepannya.

"Ne, kenapa ada 2?"

Hazuki tertawa pelan mendengar pertanyaan polos putrinya yang masih berusia 16 tahun itu.

"Kaa-san dan Tou-san mu akan naik mobil Porsche Carrera GT warna silver itu," tangan Hazuki kemudian menunjuk mobil yang ia maksud. "Kamu naik Rolls-Royce Phantom Drophead Coupe itu."

"Oh.. Baiklah."

Lain keluarga, lain pula kegiatannya. Seperti keluarga Hanezono, keluarga bangsawan Kujyo pun sibuk sendiri. Himeka sudah siap dengan gaun berwarna Dark Blue persis seperti rambutnya itu. Ia dengan anteng menuju mobil Bugatti Veyron yang akan ia naiki bersama kedua sepupunya. Tidak peduli ada banyak teriakan dari dalam rumah yang diperuntukkan pada Kazune Kujyo. Dia sama sekali tidak mau ikut campur dan sama sekali tak peduli.

"Kazune! Berapa kali kamu harus dihukum agar kau bisa menurut layaknya saudara dan sepupumu, hah?!" Kazuto membentak putra sulungnya itu kesal. Kazune menunduk mendengarnya. Sang ibu mencoba menenangkan suaminya tersebut.

"Kamu pikir mencari kehormatan keluarga itu segampang menjatuhkannya?! Jawab aku, Kazune Kujyo! Apa perlu aku mencabut marga Kujyo dari namamu?!" bentak Kazuto lagi. Kazusa membelalakkan matanya.

"Tou-san! Apa yang Tou-san lakukan?!" Kazusa balas membentak sang ayah. Suzuka terkejut mendengar teriakan Kazusa.

"Kazusa! Tidak baik seperti itu. Apa Kaa-san pernah mengajarkanmu begitu?" Kazusa cuek. Matanya masih menatap tajam sang ayah.

"Tou-san sudah janji padaku kan? Kalau aku mau melangsungkan pertunanganku dengan keluarga Nishikiori, ayah janji tidak akan memarahi Nii-san lagi!" Kazuto menghela nafas mendengarnya.

"Baiklah. Tou-san minta maaf Kazusa. Kalian berdua cepat menyusul Himeka. Dia pasti sudah menunggu. Aku dan Kaa-san mu akan menyusul nanti."

Tanpa basa-basi lagi, Kazusa segera menarik sang kakak kembarnya pergi. Kazune menghela nafas melihat kelakuan Kazusa. Sesampai didepan mobil, Kazune segera mengeluarkan kunci mobilnya.

"Kazusa, apapun yang terjadi, jangan membelaku begitu. Kalau Tou-san benar-benar marah, bukannya tidak mungkin Tou-san akan melukaimu."

"Ya, mungkin akan kulakukan.." sahut Kazusa asal sambil di bagian tengah mobil bersama Himeka. Tidak menyadari, pemilik iris Hazel yang ada disampingnya tengah menatapnya dengan perasaan benci.

Pesta yang baru dimulai setengah jam yang lalu itu benar-benar ramai. Para bangsawan sudah bercampur dan memulai pembicaraan. Semuanya terlihat sibuk. Berbeda dengan Karin yang tengah duduk di salah satu meja sembari mengumbar senyuman manis setiap ada bangsawan lain yang melewatinya. Tidak ada yang menemaninya dan ia juga sama sekali mencari teman bicara.

"Kau putri dari bangsawan Hanezono, bukan?"

Karin menatap orang yang bertanya padanya. Seorang pemuda dengan surai hitam dan iris kuning keemasan. Lumayan tampan menurut Karin. "Ya. Namaku Hanezono Karin."

"Karin? Nama yang cantik," ucapnya sambil memamerkan senyumnya. "Aku Jin Kuga. Salam kenal."

"Arigato atas pujiannya, Kuga-san. Salam kenal juga," balas Karin. Jin segera duduk disamping Karin. Karin membiarkan Jin yang terus mengoceh disampingnya. Ia akan menanggapinya dengan ringan jika Jin bertanya.

Tak jauh dari tempat duduk Karin, Himeka tengah terjebak. Terjebak diantara orang yang ia benci dan yang ia sukai. Dia berada dalam lingkaran dengan ia diantara Kazusa dan Michi. Didepannya ada Kazune dan tunangannya, Rika Karasuma. Kazune tampak risih dengan sikap Rika yang terus bergelayut manja padanya.

"Minggir, aku mau ambil minuman.." ucap Kazune kesal sambil mendorong Rika pelan. Rika mendesah manja.

"Aku ikut, ya?"

"Tidak! Diam dan duduk disana."

"Uuhh..

Kazune beranjak pergi dari sana. Himeka yang melihatnya langsung mengikuti Kazune. Kazusa menoleh.

"Mau kemana, Himeka?" tanya Kazusa ramah.

"Tidak perlu tahu. Matahari yang bersinar di tengah padang rumput kelihatan bagus. Tapi, jika ditambah kegelapan malam, hasilnya akan jelek, kan?" Himeka beranjak pergi dari sana. Kazusa heran.

"Michi, menurutmu ada yang salah tidak dengan Himeka?"

"Umh, i-iya ku-kurasa.."

Kazune berjalan menjauh dari tempat ia mengambil Sampagne di gelas tinggi yang sekarang ia genggam di tangannya. Himeka terus mengikutinya. Tangan kanannya juga menggenggam gelas tinggi berisi Sampagne. Tiba-tiba, Kazune berbalik menghadap Himeka.

"Himeka, kenapa kau mengikutiku?"

"Kalau aku duduk disana aku kan tersiksa, Kazune," jawab Himeka seadanya. Alis Kazune terangkat. "Orang yang kusuka direbutnya," lanjut Himeka sedikit mabuk. Pengaruh Sampagne yang ia teguk beberapa saat yang lalu.

"Kau mabuk."

"Hu'um.." Himeka menganggukkan kepalanya. Bibirnya sedikit mengulum senyum.

"Atau pura-pura mabuk berat."

"Ah, tahu saja. Aku jelas tak akan mabuk berat karena segelas Sampagne. Kalau aku mabuk, jangan sebut aku Himeka Kujyo!"

"Hhh.. Ayo kembali. Mereka akan mencari kita, terutama Rika si tukang bikin risih," ujar Kazune sembari berjalan menuju tempatnya berasal. Himeka menggeleng.

"Tidak mau. Kan sudah aku bilang tadi. Kalau disana, aku akan menderita sakit hati tingkat akhir nanti. Oh' ya, Kazune-kun! Kau itu suka tidak sih dengan Rika-san?"

"Tidak."

"Lalu, kenapa bertunangan dengannya?"

"Karena itu aturan yang tak bisa kulawan."

"Oh," respon Himeka pendek. Iris Hazel mulai diedarkannya keseluruh penjuru ruangan. Matanya menangkap sesosok gadis dengan surai Brunette yang tengah tertawa anggun disebelah pemuda beriris kuning keemasan. "Kalau dia?"

"Apa?"

"Kalau dia, kau suka tidak dengannya?" tanya Himeka sambil menunjuk Karin. Kazune tertegun melihat gadis yang ditunjuk Himeka. Itu jelas Karin. Mantan kekasihnya. "Halo, Kazune-kun? Jangan melamun!"

"A-ah, maaf."

"Jadi?"

"Entahlah. Aku tidak tahu aku suka dengannya atau tidak," jawab Kazune datar. "Tepatnya, aku tidak tahu aku masih menyukainya atau tidak."

"Himeka! Kazune!" Kazune menoleh melihat si pemilik suara. Itu Michi yang tengah berjalan kearahnya-tepatnya kearahnya dan Himeka.

"Kenapa?"

"Tidak. Kazusa menyuruhku mencarimu dan Himeka. Zusa-chan bilang, dia tidak tahan dengan Rika yang terus mengoceh tentangmu, Kazune," ujar Michi tenang. Sekilas ia melirik Himeka yang tidak menatapnya. Hanya memandang kosong salah satu sudut ruangan. "Himeka, kau baik-baik saja?"

Himeka terkejut. Tidak menyangka pertanyaan itu akan dilontarkan padanya. "Aku jelas tak baik-baik saja, Nishikiori-san," jawab Himeka sedikit sinis.

"Eh? Apa yang terjadi, Kazune?" tanya Michi ketika Himeka berjalan pergi. Sekedar untuk mengitari ruangan.

Kazune mengendikkan bahunya pelan. "Entahlah, mungkin karenamu."

"Lah, aku salah apa, coba?"

"Bagi Himeka, semuanya terlihat salah. Ia salah jatuh cinta padamu, yang malah akan bertunangan dengan orang lain. Tepatnya sepupunya sendiri. Tapi bagiku, Himeka sama sekali tak salah mencintaimu," Kazune berucap sendu. Ia tak mau Himeka menjadi sepertinya. Dalam keluarga bangsawan, jika kau salah dalam berucap dan bertingkah, hidupmu bisa hancur lebur dalam sekejap.

"Himeka.. Mencintaiku?"

"Tepatnya, dia sangat mencintaimu."

"Tidak salah bila kau mencintai seseorang. Itu tak pernah salah. Kalau hidupmu hancur karena mencintainya, mungkin takdir benar-benar iri dengan kehidupanmu. Aku tak perlu memilikimu dalam nyata, aku hanya perlu milikimu dalam mimpi."

Review~~