My Sweet Maid

.

Cast : Xi Luhan, Oh Sehun

Genre : School, Romance, Genderswitch, dll

Rating : T

Adapted : Kaicho wa Maid-sama (Manga/Anime)

.

Chap.1#

.

Tahun ini merupakan tahun neraka bagi para siswa laki-laki di Sungji High School. Tahun lalu, sekolah itu mendapat predikat sekolah paling berandalan karena berisikan 80% siswa laki-laki. Selain itu, sekolah itu lumayan bau dan kotor, belum lagi majalah dewasa yang berserakan dimana-mana. Yang lebih parahnya, para berandal disana menggunakan salah satu ruangan klub tak terpakai untuk dijadikan tempat merokok.

Semenjak perempuan itu datang, suasana SMA Sungji berubah total. Yeoja itu, Xi Luhan, memiliki prestasi yang tinggi di bidang akademik maupun non akademik. Ia selalu mencari perhatian Kepala sekolah dan guru-guru. Sehingga ia mendapat kepercayaan penuh dan berhasil meraih jabatan Ketua OSIS di tahun ajaran baru. Karena sikapnya yang galak dan fisiknya yang kuat seperti laki-laki, semua orang tunduk padanya.

Para siswa perempuan tertolong dengan adanya Luhan sebagai Ketua OSIS, namun beda halnya dengan siswa laki-laki.

Peraturan yang Luhan buat terlalu ketat, sehingga tak sedikit laki-laki yang membencinya.

Sejak pagi-pagi sekali, Luhan sudah stand by didepan gerbang bersama anggota OSIS lain. Mereka memeriksa setiap murid yang datang, apakah kondisi kerapiannya sudah layak atau belum.

Dan lagi-lagi, Luhan bertemu tiga laki-laki berandalan itu. Jinyoung, Baro, dan Sandeul.

"Sudah berapa kali kuperingatkan! Jinyoung, jangan memirangkan rambut dan memakai anting! Baro, jangan mengeluarkan seragam dan mengecat kuku! Sandeul, sisir rambutmu, jangan pakai sepatu warna-warni! Sekolah bukan pasar! Contohlah anak ini!" seru Luhan sambil menunjukkan salah satu anggota OSIS yang berpakaian rapi, berkacamata, dan berambut klimis. "kembali jika sudah rapi! Dan jangan lupa buat surat permintaan maaf!"

Tiga lelaki itu menatap Luhan jengkel. Dengan santainya Luhan menutup gerbang dan meninggalkan mereka diluar. Namun itu bukan masalah besar. Gerbang sekolah hanya setinggi pinggang dan tidak ada pengaman apapun. Sehingga tiga anak berandalan itu tinggal meloncatinya saja jika Luhan sudah pergi.

.

.

Seperti biasa, Luhan berpatroli di seluruh koridor pada jam istirahat. Matanya melebar saat dilihatnya tiga berandalan yang ditegurnya pagi tadi kini sedang mengganggu seorang gadis di depan kelas.

"gantikan piket kami,"

"ta-tapi aku ada urusan,"

"ayolah, ini yang terakhir,"

"kau tau akibatnya kan jika tidak mau menuruti kami?"

"kerjakan sendiri, anak-anak idiot!" seru Luhan, lalu memberi isyarat pada gadis itu untuk segera pergi.

"lagi-lagi kau," kata Jinyoung.

"seharusnya aku yang bilang begitu! Dan juga, sudah kuperingatkan untuk jangan memakai anting! Lepas antingnya!"

"ara ara. Nanti kulepas," kata Jinyoung malas.

"tidak ada penundaan. Lepas sekarang,"

"Nanti pasti kulepas, ketua sialan!" Jinyoung mengarahkan tangannya untuk meninju Luhan. Namun Luhan berhasil menghindar dan mencabut paksa dua anting Jinyoung sampai telinga lelaki itu memerah dan bengkak.

"JIKA KUBILANG SEKARANG YA SEKARANG!"

Ketiga lelaki bandel sekaligus idiot itu langsung berlari ketakutan.

"JANGAN LARI DIKORIDOR!" teriak Luhan. Saat ia hendak berlari mengejar mereka bertiga, samar-samar didengarnya suara isakan seorang gadis.

Luhan berjalan menghampiri sumber suara, dan menemukan dua orang siswa berada didepan gudang. Satunya seorang perempuan, dan satunya seorang laki-laki. Luhan kenal mereka berdua. Tidak salah lagi, itu Sehun dan Sulli.

Melihat Sulli yang menangis, Luhan tak segan-segan datang menghampiri mereka berdua. Sulli menghampiri Luhan sambil menangis, "Ketua, aku ditolak,"

Lalu Sulli dengan dramatisnya berlari meninggalkan Sehun dan Luhan. Luhan memicingkan matanya pada Sehun. Sedangkan Sehun hanya menatap Luhan dengan wajah tak tahu menahu.

"ini sudah ratusan kali aku melihatmu membuat perempuan menangis, Oh Sehun!"

"apa? Aku hanya menolak mereka,"

"Pakai kata-kata yang halus! Jika aku mendapati ini terjadi lagi, kuhabisi kau!" bentak Luhan menatap Sehun tajam, kemudian pergi untuk kembali berpatroli.

"Sehun-ah, tidakkah kau penasaran kenapa Luhan benci laki-laki?! Ayo kita cari tau!" ujar Sanghyuk yang tiba-tiba datang entah darimana.

Sehun memutar bola matanya, lalu beranjak memasuki kelas. "lakukan sendiri. Aku tidak mau,"

.

.

Sore itu, Luhan pulang lebih awal. Ia berjalan menelusuri komplek dan sampai didepan rumahnya yang terbuat dari kayu. Luhan terlonjak saat kedua gerbang rumahnya tiba-tiba roboh saat hendak dibukanya.

Luhan mendengus, kemudian dengan gontai masuk ke dalam rumahnya. Lalu ia tanpa sengaja menginjak koran diruang tengah dan kakinya terperosok masuk kedalam lubang.

"YAK! JIMIN, KENAPA KAU MEMBUAT JEBAKAN DISINI!"

Jimin, adik perempuannya lalu mengintipnya dari pintu kamar. "itu bukan jebakan. Tadi kakiku menginjak itu. Kayunya mungkin sudah tua dan lapuk,"

"jadi kau tutup dengan koran?" Luhan menatap Jimin datar.

"kau sengaja injak?"

"aku tidak sengaja!"

Jimin hanya menatap Luhan tanpa dosa dan kembali menutup pintu kamar.

Setelah Luhan pergi ke kamar dan berganti pakaian, dihampirinya kamar ibunya. Dilihatnya ibunya sedang mengecat beberapa barang aksesoris yang hendak dijual.

"eomma ada shift malam dirumah sakit kan? eomma seperti tidak sehat. Jangan memaksakan diri,"

"gwenchana. Aku tidak ingin terlalu membebanimu. Jika tabungan sudah terkumpul, berhentilah bekerja," kata ibunya.

"jika saja ayah tidak menghilang meninggalkan hutang, kita pasti kaya raya," timpal Jimin yang tiba-tiba muncul dibelakang Luhan.

"jangan bilang begitu, Jimin-ah," kata Luhan.

"ah, tadi managermu menelpon. Katanya ada pegawai yang tidak masuk jadi kau disuruh menggantikan," kata Jimin.

Luhan mendengus, "ara. Kalau begitu aku pergi sekarang,"

"eonnie, bisa titip ini ke kotak surat?" tanya Jimin sambil menyodorkan selembar note.

"surat undian lagi?" tanya Luhan.

Jimin mengangguk, setelahnya memandang Luhan yang berlari terburu-buru keluar rumah. "kami miskin. Tapi eonnie pasti memerlukan hp,"

.

.

"Selamat datang, tuan,"

Tiga pelayan berpakaian maid itu membungkuk pada pelanggan pria yang baru saja datang. Lalu salah satu Maid mengantar pria itu menuju meja yang kosong.

"maaf ya, Lulu, aku menyuruhmu datang tiba-tiba," kata Minah, sang manager kafe.

"gwenchana. Aku juga punya waktu luang," kata Luhan.

"baguslah. Ah, tolong buang sampahnya ke belakang ya,"

"baik," Luhan membungkuk kecil dan melangkah menuju dapur. Mengambil kantung plastik besar berisikan sampah dan membawanya keluar kafe lewat pintu belakang. Lalu diletakkannya kantung sampah disebelah pintu Kafe.

Sebenarnya, banyak hal yang harus Luhan kerjakan, mengingat dia adalah Ketua OSIS disekolah. Namun karena alasan ekonomi ia harus bekerja dan mendapat lowongan sebagai Maid dikota sebelah.

"jika seseorang dari sekolah melihatku bekerja disini, habis riwayatku," gumam Luhan sambil mengusap peluh pada keningnya.

Disaat yang sama, seorang lelaki berpakaian casual tanpa sengaja lewat disana dan berhenti tepat didepan Luhan.

Mendengar langkah kaki itu, Luhan menoleh, spontan membelalakkan matanya melihat lelaki itu.

Oh Sehun. Namja terpopuler disekolah.

"ka-kau..."

"mengejutkan sekali, ketua," kata Sehun datar.

Luhan meneguk ludah, kemudian bergegas memasuki Kafe dan membanting pintu belakang. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya. "matilah aku,"

"ada apa, Luhan-ah?" tanya Yuna terheran.

"a-aniyo. Gwenchana," Luhan tersenyum paksa.

"sebentar lagi kafe tutup. Kau bisa pulang lebih awal jika kau tidak enak badan," kata Minah. Luhan mengangguk cepat dan bergegas menuju ruang loker untuk mengganti pakaiannya.

Kini Luhan sudah tidak tenang. Pikirannya campur aduk, sibuk memikirkan reputasinya sebagai ketua osis di hari esok. Bagaimana jika Sehun menyebarkan rahasianya sebagai pekerja Maid di sekolah dan membuatnya dipermalukan seluruh siswa disana?

Selama ini, tidak ada satu siswa pun yang tidak mendengarkan omongan Sehun, si pangeran sekolah itu. Jika semua orang tunduk pada Luhan karena takut, maka semua orang tunduk pada Sehun karena ketampanan dan sikap kalemnya.

Luhan dan Sehun bagaikan kutub utara dan kutub selatan.

Luhan menutup pintu loker dengan kasar. "si albino itu. Awas saja jika dia berani membocorkan aib ini,"

Setelah mengambil tas dan berpamitan dengan semua Maid, Luhan pergi keluar Kafe melewati pintu belakang, tempat ia biasa menaruh kantung sampah. Ketika pintu belakang itu dibukanya, dilihatnya Sehun yang bersandar diseberang, sekitar 1 meter.

"kau masih disini?! Mau apa kau?!"

Sehun hanya menatap Luhan dengan tatapan matanya yang arogan. "kenapa memangnya? Mau melaporkanku ke polisi?"

"dengar ya, oh sehun. Jangan berani datang ke tempat ini lagi. Kau menggangguku,"

"begitu?"

Luhan menyipitkan matanya. Jika dipikir-pikir, dibalik wajahnya yang tidak punya ekspresi, Sehun bisa saja adalah namja yang licik. Kalau Luhan memperlakukan Sehun dengan kasar seperti namja lain, bisa-bisa Sehun malah mengancamnya.

"pelayan lain masih ada didalam. Jangan bicara disini," Luhan menarik hoodie jaket Sehun dan menyeretnya pergi dari gang kecil itu. Takut-takut maid lain menemukan mereka berdua dan malah salah paham.

.

.

"ah~jadi alasan keluarga," Sehun mengangguk paham. Sambil sesekali menyesapi kopi kaleng sambil memandang aliran sungai dibawahnya. "lantas, kenapa kau tidak bekerja di Seoul? Disana juga banyak lowongan kerja,"

"aku cuma tidak mau murid-murid lain melihat ketua osis mereka bekerja part time. Itu memalukan,"

Sehun membuang kaleng kopinya ke sungai, lalu melipat kedua tangannya di pagar pembatas jembatan, "seharusnya kau bangga pada dirimu sendiri."

"jangan buang sampah disungai, bodoh!" Luhan memukul keras kepala Sehun.

"itu sakit," kata Sehun datar sambil merapikan rambutnya, "jadi, kau juga bersekolah di SMA Sungji karena biayanya murah?"

"eum. Aku juga prihatin karena kaum sejenismu mendominasi sekolah itu dan memperlakukan tempat menuntut ilmu dengan brutal. Aku berjanji akan menjadikan sekolah itu menjadi akademi yang elit seperti sekolah lain," jelas Luhan panjang lebar. "ayo pulang," lanjutnya sambil kembali menyeret Sehun dengan menarik hoodie belakangnya.

"kau mengajakku tidur dirumahmu?"

"TIDAK LAH, BODOH!"

.

.

.

Ini sudah 3 hari semenjak kejadian itu. Dan Luhan sama sekali tidak menemukan desas-desus tentang pekerjaan sampingannya sebagai Maid. Membuatnya berhalusinasi dengan kata yang mirip 'maid'. Setiap ada siswa yang mengatakan kata yang mirip 'maid', Luhan tak segan-segan menegur orang itu dan mengintrogasinya habis-habisan.

"si Sehun itu. Jangan bilang dia merahasiakan ini untuk mengancamku," gumamnya gelisah.

Baru saja Luhan hendak membuka pintu Ruang OSIS, terdengar suara Baekhyun yang memanggilnya dengan riang. "Luhannie!"

Luhan menoleh dan mengangkat kedua alisnya, "waeyo?"

Disebelah Baekhyun, berdiri Minseok yang membawa rangkaian bunga dengan raut seriusnya.

Minseok membenarkan kacamatanya, "Luhan, kami butuh bantuan,"

.

.

"ini kan..." Luhan menatap aneh tangga diluar gedung yang terhubung ke Klub Bunga. Di tangga yang terbilang sempit itu, terdapat karung tinju besar yang membuat siapapun tidak bisa lewat.

"ini pasti dari Klub Boxing sialan itu," kata Minseok jengkel.

Tanpa mereka sadari, terdapat sosok Oh Sehun yang berdiri bersandar pada pohon yang berada tak jauh dari tempat mereka. Dari sana, Sehun dapat menonton Luhan yang kini sedang mengangkat karung tinju sendirian dan melemparkannya ke depan pintu ruang Klub Boxing yang berada didekat tangga.

Tak lama pintu dari ruang Klub Boxing dibuka. Beberapa anggota dari Klub itu sontak ketakutan saat melihat karung tinju didepannya. Ah bukan. mereka ketakutan saat melihat Luhan yang mengeluarkan aura hitam.

"BAWA MASUK ATAU ANGGARAN KLUB KALIAN DICABUT,"

"BA-BAIK!" sahut anggota klub itu bersamaan, lalu menggotong karung tinju mereka bersama-sama dan membawanya masuk ke ruangan mereka.

"dia itu perempuan atau apa," kata Sehun datar.

Dengan berbunga-bunga Baekhyun melompat-lompat dan memeluk Luhan sambil memekik. "saranghamida, Luhannie~"

"seperti biasa, ini hadiah untuk tenaga bajamu," Minseok menyodorkan sebuket rangkaian bunga ditangannya kepada Luhan.

Sambil mengambil bunga itu, Luhan menyunggingkan senyum manis, "gomawo,"

Sehun mengerjap. Baru kali ini melihat Luhan tersenyum. Jika diperhitungkan, peluang Luhan tersenyum hanya 0,1:365, lebih tepatnya satu kali dalam satu tahun, itupun hanya beberapa detik. Ini fenomena yang langka.

"dia benar-benar perempuan ternyata," Sehun tertawa kecil.

"Luhan, Sehun melihat kesini," kata Baekhyun sambil menarik-narik ujung kemeja Luhan.

Luhan menoleh ke arah pandang Baekhyun, mendapati sosok Sehun yang menatapnya angkuh dengan mata sayu, seperti biasanya. Ditatapnya Sehun dengan tajam. Namun Sehun malah memalingkan wajahnya dan beranjak pergi dengan senyum mengejek.

"APA-APAAN ORANG ITU!" seru Luhan kesal.

Minseok memberikan pandangan curiganya. "jadi kalian sering bertatap-tatapan,"

"Luhan, Sehun itu pacarmu?" tanya Baekhyun.

"tidak. Dan aku tidak akan mau menjadikannya pacarku,"

"tapi Sehun itu keren ya. Dia belajar kempo saat SMP dan menjuarai banyak kompetisi. Dia juga anak berprestasi dengan nilai-nilai ujian yang sempurna. Dia menguasai semua bidang olahraga dan ramah pada semua orang," kata Baekhyun.

"RAMAH APANYA? KAU BUTA YA? DIA SOMBONG BEGITU,"

"Luhan, jangan membentak Baekhyun," kata Minseok.

"a-anu..mian, Baekkie," kata Luhan pada Baekhyun yang kini menatapnya berkaca-kaca.

.

.

.

"ke-kenapa..." Luhan menatap gugup pelanggan yang baru saja memasuki Kafe.

Pelanggan itu, Sehun, hanya menatapnya sedatar mungkin. "ah, ketemu,"

Sementara itu, Luhan ricuh dalam pikirannya. 'KENAPA IBLIS ITU ADA DISINI?! INI PERNYATAAN PERANG? PASTI PERNYATAAN PERANG! LIHAT BAIK-BAIK PEMBALASANKU OH SEHUN...'

"Selamat datang, Tuan," kata Luhan dengan eyesmile dan nada manisnya.

Sehun memandang Luhan cukup lama. Ia yakin wajah manis yang ditujukan Luhan padanya pasti hanya dibuat-buat saja. Sehun tidak menyukai sesuatu yang tidak alami seperti itu.

Sedangkan Luhan masih menahan senyum manis buatannya dihadapan Sehun. Sebenarnya ingin meninju namja itu karena Sehun terus menatap wajah dan tubuhnya dengan sombong.

Dan ujung-ujungnya, Sehun memalingkan wajah sambil menahan tawa.

"bi-biarkan aku mengantarmu ke meja yang kosong, tuan," kata Luhan mencoba bertahan oleh penghinaan itu. Lalu ia berjalan menuntun Sehun untuk duduk ke kursi yang kosong. "sebutkan pesanan anda, tuan,"

"air putih,"

"eh?"

"tuli ya? Aku mau air putih,"

"ba-baik," Luhan tersenyum paksa, menyembunyikan kepalan tangannya dibalik punggungnya. "tunggu sebentar, tuan,"

.

"Luhan, itu pacarmu?!" seru Minah excited. Pasalnya, setiap Luhan mondar-mandir bekerja, Sehun tidak melepaskan pandangannya dari Luhan, kecuali jika Luhan pergi ke dapur.

"bukan," jawab Luhan mantap. Ia lalu kembali berjalan menuju dapur membawa nampan berisi piring kotor. Diletakkannya nampan itu ke westafel cucian piring dengan wajah emosi.

'Sehun sialan. Dia berjam-jam duduk disana dan hanya memesan air putih? Dia juga terus menatapku dengan mata mesumnya. Dasar bocah albino,'

.

.

.

'dia datang lagi,' batin Luhan jengkel. Terutama para maid yang mengintip dari dapur dan terus-terusan menggosipkan Sehun. Yah, setidaknya hari ini lebih baik karena Sehun memesan segelas es krim, bukannya air putih.

"sudah kuduga dia menyukaimu, Luhannie," bisik Minah.

"eh? tidak, itu tidak benar," Luhan mengibaskan tangannya.

"dia terus melihatmu penuh kekhawatiran,"

"hah?" Luhan mengeryit, lalu melirik ke arah Sehun yang ternyata kini tengah menatapnya. Tiba-tiba muncul rona merah dipipi Luhan. Namun ia dengan cepat tersadar. Sehun itu kan populer, pasti dia hanya laki-laki bejat yang suka gonta-ganti pacar.

'dia pasti cuma mempermainkanku, bukan khawatir. Jangan terkecoh, Xi Luhan..'

.

.

.

Siang itu, Luhan berjalan dikoridor menuju papan mading yang dikerumuni para siswa. Disana, terdapat Baekhyun yang memanggilnya sambil melambaikan tangan. "Luhannie, kau dapat peringkat dua!"

"mwoya?!" seru Luhan tak terima, lalu berlari menghampiri papan Mading. Namun ia tidak bisa melihat kertas pengumuman karena banyaknya kerumunan siwa. "siapa peringkat pertama?"

"Oh Sehun,"

Tanpa berkata sepatah kata pun, Luhan melongos pergi. Baekhyun dan Minseok sudah tahu apa penyebab Luhan menjadi seperti itu. Luhan selalu mendapat peringkat pertama. Sudah pasti ia tak puas meski peringkatnya hanya turun satu.

Luhan menaiki tangga menuju atap, tempat dimana ia menemukan anak-anak bolos jam pelajaran dan bersantai disana. Namun yang ia temukan malah namja yang sama sekali tak ingin ia lihat.

"kembali ke kelas, oh sehun. Jam keempat akan dimulai,"

"aku tahu,"

Luhan menatap Sehun penuh dendam, lalu menuruni tangga menuju ruang OSIS. Baru saja ia membuka pintu, terlihat Gongchan yang berlari menghampirinya sambil menangis.

"ketua, ini gawat,"

"apa?"

"sebentar lagi bel masuk. Masih banyak yang belum dikerjakan. Leo juga bilang jurnal bulan lalu ada yang salah. Padahal batas waktu penyerahannya saat pulang sekolah hari ini,"

"APA KATAMU?! KAU INI WAKILKU! MASA YANG BEGITU SAJA KAU TIDAK BISA?!" bentak Luhan, membuat Gongchan makin ketakutan dan terisak-isak. Luhan menepuk keningnya, kemudian menghampiri meja dimana masih berjejer tumpukan kertas. "kau ke kelas lah duluan. Biarkan aku yang urus,"

Sebenarnya, Luhan tidak berniat menjadikan Gongchan sebagai wakilnya, karena ingin wakil ketua OSIS juga perempuan. Namun melihat sikap Gongchan yang sopan dan pendiam, Luhan tertarik menjadikan namja itu sebagai wakilnya. Selain itu Gongchan juga tak kalah pintar, meski kadang-kadang ia bertingkah ceroboh. Gongchan adalah laki-laki berhati perempuan. Karena itu Luhan sama sekali tak membenci namja cengeng itu,

Luhan merasakan otaknya yang panas dan mungkin saja akan mengeluarkan asap jika ia tak kunjung berhenti. Masih banyak surat-surat yang belum ia urus namun harus diselesaikan hari ini juga. Sebagai ketua OSIS, Luhan tidak bisa melepas tanggung jawabnya meski sedang tak enak badan seperti sekarang.

"menikmati kesibukan rupanya,"

Mendengar suara menyebalkan itu, Luhan menoleh dan mendapati namja berwajah papan sedang bertengger didepan pintu yang terbuka. Ditatapnya Sehun tajam. Sedangkan Sehun malah menatap Luhan seolah mengatakan, 'apa? aku melakukan apa?'

"Pergi ke kelasmu, Oh Sehun,"

"lalu kau?"

"jangan banyak tanya. Aku sibuk," kata Luhan sambil terbatuk.

"jangan memaksakan diri. Menurutku kau harus sedikit istirahat," Sehun lalu berjalan menghampiri Luhan. Ia membungkukkan badannya serta menarik dagu Luhan dan menatap intens yeoja itu. "melihatmu yang sekarang, membuatku khawatir,"

Luhan melebarkan matanya, lalu menepis tangan Sehun dari wajahnya. "jangan menggangguku! Kembalilah ke kelas!"

Dengan acuh, Sehun mengangkat bahu sekilas dan pergi keluar ruangan meninggalkan Luhan. Padahal ia hanya ingin mengingatkan Luhan apa akibatnya jika bekerja terlalu keras. Namun sepertinya akan sulit untuk membujuk gadis keras kepala itu.

.

.

.

Seperti biasa, Minah menyuruh Luhan untuk membawa kantung sampah ke belakang Kafe. Sebenarnya hari ini Luhan sangat tak enak badan. Tapi demi uang, ia harus tetap bekerja.

Luhan meletakkan sampah itu di dekat tong sampah disebelah pintu. Lalu ia bersandar pada dinding saat merasakan pandangannya yang berkunang-kunang.

"eoh, bukannya itu Luhan?"

Luhan menoleh ke sumber suara. Pandangannya memang sedikit kabur, namun ia bisa menebak siapa tiga orang yang kini berjalan ke arahnya. Trio idiot, Baro, Sandeul, dan ketuanya, Jinyoung.

Baro dan Sandeul sudah mengeluarkan ponsel mereka untuk mengabadikan gambar Luhan yang berpakaian Maid. Sedangkan Jinyoung kini menahan pergelangan Luhan agar yeoja itu tidak kabur.

"kau menyiksa laki-laki di sekolah dan ternyata kau seorang Maid? Mengejutkan," Jinyoung tertawa menyeringai.

"le-lepaskan," Luhan mencoba menyingkirkan cengkraman tangan Jinyoung. Namun karena kondisinya yang lemah, ia tak bisa menghajar tiga berandal itu seperti yang biasa ia lakukan.

"kau ini sudah membuat telingaku hampir robek. Tak kusangka kau benar-benar perempuan," Jinyoung mengulurkan tangannya, hendak meraih bahu Luhan yang terekspos.

Namun seseorang tiba-tiba menepis tangan Jinyoung. Jinyoung menoleh, spontan membelalak saat mengetahui jika orang itu adalah Oh Sehun.

Sehun merangkul Luhan ke dalam dekapannya lalu menatap Jinyoung tajam. "Jangan menyentuhnya,"

"S-se-sehun!" tiga bocah idiot itu sontak mundur beberapa langkah, saking mereka tunduk kepada Sehun. Ketika tatapan Sehun semakin menusuk, tiga bocah itu lalu berlari ketakutan.

Sehun mengusap peluh di kening yeoja itu. "gwenchana?"

"maaf,"

"hm?"

"maaf, aku sering membentakmu,"

Sehun tertawa kecil, lalu mengelus pelan rambut Luhan. "tak apa. istirahatlah,"

.

.

.

Luhan mengerjap. Merasakan kepalanya yang sedikit pusing dan berdenyut. Ia mendudukkan dirinya di ranjang, sambil mengarahkan pandangan ke segala penjuru ruangan, menyadari jika kini ia sedang terbaring dikamarnya.

Pintu kamarnya terbuka, memperlihatkan sosok Jimin yang membawa semangkuk bubur. "oh, eonnie, kau sudah bangun,"

"eum. Jimin, siapa yang.."

"managermu tadi menelfon. Katanya kau pingsan. Tapi saat aku ingin menyusul, ada namja yang mengantarmu kesini,"

"si-siapa?"

Jimin bergidik, "entah. Aku tidak kenal. Ah, jangan-jangan dia pa_"

"bukan," potong Luhan, sudah menebak apa yang akan Jimin tanyakan.

"Lalu dia siapa? Tidak mungkin pelangganmu kan?"

"mu-mungkin kenalan manager yang disuruh untuk membawaku pulang. Yah, kau tahu kan Kafe sangat sibuk,"

"begitu. Kalau begitu, ini makan sendiri," kata Jimin sambil meletakkan mangkuk ke atas meja nakas.

Ketika Jimin sudah benar-benar keluar dari kamarnya, Luhan hendak meraih bubur yang Jimin buat. Namun niatnya terhenti saat melihat lipatan syal biru di atas meja nakasnya. Luhan teringat kembali. Meski sedikit samar, tadi ia melihat Sehun mengenakan syal dengan warna itu.

.

.

.

Luhan menaiki tangga menuju atap, melihat Sehun yang sedang duduk membelakanginya. Sudah ia duga jika namja itu berada disana sekarang. Dihampirinya Sehun dengan tas kertas berisi syal ditangannya. "Sehun, ini_"

"tenang saja. mereka tidak bilang siapa-siapa jika kau adalah maid,"

"baguslah. Padahal aku sudah siap. Apa yang kau lakukan ke mereka?"

"tidak ada. Aku hanya menyuruh mereka merahasiakannya,"

"kenapa? Kau diam-diam mempermainkanku, kan?"

Sehun menoleh dengan senyum menyeringai, "aku tidak mau laki-laki lain jatuh cinta saat melihatmu berpakaian seperti itu,"

"jangan menggodaku, bodoh!"

Sehun tertawa kecil, "bercanda. lagipula, menurutku tak masalah jika satu sekolah tahu. Toh job part time tidak buruk kan. Meski kau berpakaian Maid, kenyataannya kau ketua osis yang kuat. Dan kau tidak pernah ragu melakukan hal yang benar meski itu membuat semua orang membencimu. Berbanggalah,"

"kenapa?"

"huh?" Sehun menatap Luhan tak paham.

"kenapa? kenapa kau begitu menyebalkan?!" seru Luhan sambil memukul kepala Sehun dengan kantung kertas yang dibawanya. Lalu disodorkannya kantung kertas berisi selendang itu kepada Sehun, "ini selendangmu, kan? Aku tidak ingin berhutang padamu yang telah menolongku kemarin. Apa yang harus kulakukan untuk membalasmu?"

Sehun menatap Luhan beberapa saat, kemudian ia bangkit dan berdiri tepat dihadapan Luhan. Sehun meletakkan tangan kanannya ke puncak kepala Luhan, lalu tersenyum menyeringai.

"aku mau kau menjadi maid pribadiku satu hari,"

.

.

TBC or END /lol

.

.

Ciee yang satunya belum selesai ini ngepost ff lain lagi-_-

Dan lagi-lagi ini adaptasi anime, ah author gak kreatip huu -3- ada sih yang ide sendiri tapi belum bisa nentuin endingnya hik ;-; takutnya digantung ditengah jalan.

Maunya pake Chanbaek buat ff yang ini tapi kan lagi marak ya waktu itu ff Chanbaek yang tentang maid, jadi HunHan aja. Baru tiga sih ff di lepi author yang adaptasi. Pengennya juga ngepost yang adaptasi Nisekoi pake Kaisoo, tapi takut humornya kurang T,,,T

Kalau yang ini kurang menarik, bahal dihapus ya~

Dadaaah :v