Setelah insiden itu—dimana kakaknya yang paling sabar membentaknya, Baekhyun enggan menukar tatapan atau sekadar menyapa Chanyeol. Meski ia ingat betul bahwa Ibunya pernah berpesan bahwa jangan sampai ada pertikaian diantara mereka, sekecil apapun bentuknya. Menurut Baekhyun, ia benar-benar sakit hati sekarang. Entah karena pola pikirnya yang masih kekanakan atau memang Chanyeol sudah keterlaluan.
"Cih, seenaknya saja membentakku," Ingatan tentang hari itu pun masih bersarang dikepala Baekhyun, membuatnya terpekur tak terima. "Memang apa salahnya mengatakan itu? Toh, Kyungsoo juga tidak paham."
Jongin hanya menghela nafas berat, ia tidak bisa merespon apa-apa terkait keluhan adiknya ini. Ia juga tidak bisa membela siapapun, karena menurut Jongin—yah, tidak ada pihak yang salah maupun benar.
"Ya, kan, Hyung?" Ketika mata sipit Baekhyun tertumbuk pada tatapan nyalangnya, Jongin merasa tersadarkan secara tiba-tiba. "Sudah kuduga, kau tidak menyimak semua omonganku,"
Baekhyun menyeruput minuman sewarna pelangi yang Jongin benci—karena rasanya terlalu manis—itu. Kemudian ia bersandar sambil melipat dua tangan didepan dada, kali ini tidak lagi memandang Jongin yang duduk kikuk didepannya. Baekhyun mengalihkan seluruh atensinya pada pemandangan diluar jendela, pada orang-orang yang berlalu-lalang di trotoar.
"Yah, tapi, tetap saja. Sampai kapan kalian membiarkan aksi mogok bicara ini berlarut-larut terus?"
Baekhyun mengedik, "Masa bodoh. Aku tidak akan bicara apapun sampai Chanyeol Hyung yang meminta maaf duluan,"
Jongin jadi mengulum senyumannya. Ia merasa gagal menjalankan misi ini. Ya, ia membentuk sebuah partner dengan Kyungsoo untuk mengembalikan keadaan seperti semula, mengembalikan dimana seharusnya kebersamaan mereka berada, mengembalikan hal berharga itu ketempat asalnya. Untuk saat ini, mungkin Jongin hanya bisa berharap, semoga Kyungsoo bisa membujuk Chanyeol untuk mengalah dan meminta maaf lebih dulu.
Jadi, pada dasarnya, mereka semua tetap manusia—yang punya sisi egois.
"Kau mau kue?" Jongin sengaja memberi topik baru. "Kau paling suka brownies, kan? Mau yang biasa atau yang fudgy?"
Baekhyun merasa tak percaya Jongin semudah ini memberinya ruang. "Apa uang saku Jongin Hyung lebih banyak dariku?"
"Tentu saja!" Jongin memekik, kegirangan entah berkat apa. "Aku 'kan sudah kuliah. Kau itu masih bocah ingusan di sekolah,"
Baekhyun memutar bola matanya, sudah terlalu malas menghadapi sikap Jongin yang ajaib. "Oh, kalau begitu, aku mau yang fudgy saja,"
Sepeninggal Jongin menuju etalase kafe, Baekhyun mengerling jahil pada ponsel hitam milik kakaknya itu. Tidak biasanya Jongin menaruh sembarangan barang-barang miliknya, apalagi sebuah ponsel—berbeda dengan Baekhyun, yang sudah empat kali ganti layar ponsel. Jadi, Baekhyun pikir, Jongin tidak akan marah kalau ia melihat sebentar foto siapa yang dipasang sebagai wallpapernya.
Namun, Baekhyun malah merutuk. Seharusnya, ia tak perlu melakukan ini. Mustahil. Baekhyun malah menaikkan dua alisnya disusul dengan kernyitan keningnya.
"Bukankah ini kakak cantik yang ada di kelas Star-A?"
Pacar Jongin Hyung pasti bukan Krystal Jung yang itu.
Baekhyun terus menyuarakan pikirannya dalam batin, ia masih asing dengan kenyataan ini. Wajah familiar itu, senyum magis itu—semuanya milik Krystal Jung yang satu akademi dengannya. Tidak salah lagi.
Ya, dia wanita yang Baekhyun taksir.
-ooo-
"Kakakmu itu sampai sebegitunya. Dia tidak mau pulang denganmu karena aku yang menjemput. Padahal, biasanya menempel terus seperti perangko."
Kyungsoo hanya mengamati dumelan Chanyeol itu sampai Paman Han akhirnya membukakan pintu pagar.
"Mungkin Baekhyun Hyung masih marah, Hyung." Kyungsoo lalu meraih tas ranselnya yang ada dibangku belakang, lalu, melepas sabuk pengamannya. "Apa Hyung tidak mau membicarakannya dengan Baekhyun Hyung?"
Chanyeol sudah memarkirkan Audi kesayangannya di garasi dan mencabut kunci mobilnya. Namun, ia tak ingin turun dulu karena Kyungsoo masih menunggu jawabannya. "Aku hanya kelepasan waktu itu,"
Dalih itu sebenarnya disesali Chanyeol.
"Hyung melakukan itu untukku, 'kan? Hyung membentak Baekhyun Hyung karena aku, 'kan?"
Chanyeol menoleh cepat pada Kyungsoo, adik bungsunya itu malah memainkan tali ransel sambil memandang lurus-lurus. "Sudah kubilang, aku hanya kelepasan membentak, Kyungsoo."
"Hyung hanya tidak ingin aku tahu lebih banyak tentang rahasia yang kalian sembunyikan."
Kyungsoo kemudian cepat-cepat menuruni mobil dan menutup pelan pintunya. Namun, Chanyeol segera menyusul Kyungsoo dan mencegah pergerakannya. Mereka tepat didepan pintu rumah sekarang.
"Kami tidak merahasiakan apapun darimu, Kyungsoo." Chanyeol berusaha menepis pikiran-pikiran buruk Kyungsoo. "Sungguh. Aku membentak Baekhyun, yah, karena dia memang keterlaluan. Dia membentak Appa lebih dulu, 'kan?"
Fakta itu memang benar. Tapi, fakta lain menyusul—mengapa Ayah mereka tidak menjelaskan lebih lanjut dan tahu-tahu saja memutus pembicaraan itu tanpa titik terang? Semuanya membuat Kyungsoo bingung.
"Aku percaya, Hyung. Kau melakukan itu karena Appa dibentak Baekhyun Hyung," Meski pada dasarnya masih ada janggal. Karena mereka—tiga kakaknya juga sering membentak Ayah mereka, tapi, kenapa baru sekarang Chanyeol merasa tidak terima? "Tenang saja, Hyung, aku tidak berpikiran macam-macam."
Jika Kyungsoo banyak pikiran, anak itu bisa kapan saja limbung. Semua anggota keluarganya hanya membiarkan Kyungsoo tak mengetahui apa-apa daripada membuatnya harus mengalami serangkaian pengobatan menyakitkan itu lagi.
"Ya sudah, ayo, pesan pizza saja. Aku tidak mau kau memasak lagi, Kyungsoo-ya."
Kyungsoo mengangguk sekali. "Kalau begitu, Hyung yang pesan, ya. Aku akan ganti baju sebentar,"
"Setuju! Kau mau tambahan keju atau yang biasa saja?"
Kyungsoo menimang sebentar, "Tambahan keju, Hyung," Ia lalu tersenyum, menularkannya juga pada Chanyeol. "Oh, apa Hyung punya uang? Mau patungan saja?"
Chanyeol tergelak, "Ya! Bocah sepertimu lain kali harus ganti mentraktir yang lebih tua, oke?"
"Pasti, Hyung! Jangan khawatir," Kyungsoo menerima tangan besar Chanyeol yang mengacak rambutnya, "Oh ya, belikan untuk Paman dan Bibi Han sekalian, Hyung,"
Dengan satu anggukan Chanyeol, Kyungsoo sudah berjalan menuju kamarnya.
Chanyeol masih berdiri disini. Tatapannya terpusat pada Paman Han yang sedang menyiram tanaman didepannya.
Keluarga Han memang sudah seperti keluarganya sendiri. Mereka selalu ada setiap kelima lelaki di rumah ini membutuhkan bantuan, mereka selalu sigap jika Kyungsoo tiba-tiba kambuh—apalagi Bibi Han—wanita senja itu selalu jadi orang pertama yang panik dan terburu melakukan CPR dadakan, sepengetahuannya, seadanya.
Maka, Chanyeol tidak perlu bertanya lagi mengapa Kyungsoo sangat peduli pada mereka.
-ooo-
Kris pulang dan mendapati anak-anaknya masih berkumpul di ruang keluarga—cih, keluarga apanya.
Tapi, ada atmosfer lain yang ia rasakan, mereka seperti punya dimensi baru, mereka terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing sampai tidak menyadari kehadiran Kris ditengah-tengah keempatnya.
"Ini, TV-nya yang menonton kalian?" Kris akhirnya meraih remote TV digenggaman Kyungsoo yang melonggar, kemudian mematikan acara reality show itu. "Kenapa wajah kalian kusut begitu?"
Namun, Baekhyun yang lebih dulu berdiri dari duduknya dan melirik Kris sinis. Ia lalu memilih untuk menuju ke kamar, enggan memancing perdebatan lagi jika pada akhirnya ia akan sakit hati. Tersisa Chanyeol, Jongin, dan Kyungsoo yang saling memandang bingung.
"Kalian ada masalah dengan Baekhyun?" Kris lalu duduk disebelah Kyungsoo, "Sepertinya dia sensitif sekali,"
"Sejak tadi Baekhyun Hyung duduk disini juga diam saja, Appa," balas Kyungsoo, tidak berani menatap mata dua kakaknya yang lain. Mereka pasti tidak suka interaksi semacam ini. "Uh, nanti biar aku ajak Baekhyun Hyung bicara baik-baik,"
Kyungsoo bahkan tidak berani menyalahkan Chanyeol.
"Ya, Hyung," Jongin menyikut Chanyeol, "Baek begitu karena ia kesal padamu, tahu. Kau itu tidak pernah membentaknya sekali pun,"
Chanyeol memajukan bibirnya dan balas meninju lengan Jongin, "Salah sendiri punya mulut tidak bisa diatur,"
"Tapi, Appa juga salah," Kris tiba-tiba menyumbang suara serak, "Baekhyun marah karena omongan Appa,"
Tidak ada yang berani menyahut lebih lanjut.
Sampai akhirnya, Chanyeol tiba-tiba berdiri karena bel rumah mereka berbunyi. "Itu pasti paketnya," Kemudian, ia melesat menuju pintu dan menerima paket dari si kurir pengiriman paket.
"Paket?" Kris memiringkan kepala, "Tumben sekali dia pesan-pesan paket,"
Jongin juga ikut terkejut, "Padahal biasanya Chanyeol Hyung paling malas belanja online, katanya nanti tidak sesuai gambar lah, tidak sesuai harga pasar, dan banyak alasan lain,"
Selanjutnya, Chanyeol sudah bergabung lagi dengan sekotak berbungkus kertas sewarna cokelat itu, ia melempar-lemparnya sebentar sambil tertawa. "Aku keatas dulu," Kemudian, si jangkung itu sudah pergi dari pandangan mereka dan ternyata, ia masuk kekamar Baekhyun.
"Dasar," Jongin mencibir, "Ternyata bisa menyentuh juga kelakuannya,"
"Ya! Hyung! Memang sudah seharusnya begitu, tahu," Kyungsoo adalah orang pertama yang tidak terima dengan cibiran Jongin, "Mana bisa Chanyeol Hyung tahan tidak bicara dengan Baekhyun Hyung?"
"Benar, sih," Jongin menyetujui, "Kalau begitu, kau yang harus tidur, Kyungsoo-ya."
Kyungsoo menggeleng, "Kan masih ada Chanyeol Hyung yang bicara dengan Baekhyun Hyung, aku tidak mau merusak momen itu, Hyung,"
Jongin baru ingat kalau Kyungsoo tidur sekamar dengan Baekhyun. Namun, "Appa," ia jadi ingin membicarakan ini.
"Ya? Kenapa Jongin?" sahut Kris, sesegera itu agar Jongin tak mengira ia sedang diabaikan.
"Uh, besok malam Appa pulang jam berapa?"
Bukan hanya Kris yang tercekat, tapi, Kyungsoo juga merasa aneh dengan pertanyaan itu. Mana mungkin Jongin peduli? Mana mungkin Jongin penasaran? Tidak ada yang menanyakan hal remeh itu pada Kris selain Kyungsoo.
"Jam delapan, mungkin," Kris memandang Jongin dalam-dalam, ia mencari-cari dimana letak pinta anak keduanya itu bermuara. Ia tak mungkin bertanya hal itu, tanpa ada maunya. "Appa bisa makan malam di rumah,"
Matanya berbinar dan wajahnya berseri, Jongin terlihat sangat senang? "Boleh kuajak—uhm, seseorang, makan malam dengan kita?"
Kris melempar tatapan bertanya-tanya pada Kyungsoo. Tapi, ternyata, Kyungsoo juga tidak mengerti hasil akhir dari perbincangan ini. "Yah, boleh saja. Tapi, siapa memangnya?"
Jongin menggaruk belakang kepalanya, agak tersipu. "Keka—"
"Pacar Jongin Hyung, ya?" Kyungsoo buru-buru memotong dengan ekspresi heboh dan Jongin jadi melemas tak bergairah. "Woah, daebak. Hyung benar-benar mengabulkan permintaan kami,"
"Permintaan apa?" Kris memandang penuh rasa ingin tahu.
"Jongin Hyung janji padaku dan Baekhyun Hyung untuk mengenalkan pacarnya pada kita, Appa." Kyungsoo menjelaskan seolah-olah ini cerita tentangnya, "Appa, jangan larang Jongin Hyung pacaran, ya?"
Kris terkekeh, "Siapa yang akan melarang?"
"Waktu terakhir kali Kyungsoo di rumah sakit, Appa bilang lebih baik tidak pacaran dulu sebelum masa sekolah kita selesai,"
Kris kembali tertawa, "Appa bilang sekolah, 'kan? Jongin 'kan sudah kuliah," Kyungsoo lalu mencebik, "Jadi, yang masih belum boleh pacaran itu Baekhyun dan kau, Kyungsoo,"
"Aku memang tidak mau pacaran dulu,"
Jongin memperhatikan pembicaraan semulanya yang berubah haluan. "Jadi, Appa? Janji pulang sebelum makan malam, oke?" Ia menyerobot cepat.
Kris mengangguk berkali-kali, "Appa akan pulang sebelum makan malam, Jongin." Ia lalu berdiri dan melanjutkan lagi, "Kalau sudah mengajaknya kemari, itu artinya kau harus serius. Laki-laki harus mempertanggung-jawabkan segalanya, ingat? Jangan pacaran yang aneh-aneh, ya."
Wejangan Kris itu hanya dibalas satu anggukan singkat oleh Jongin, "Aneh-aneh? Appa pikir aku akan menghamilinya?"
Kris menaikkan dua bahunya, "Mana tahu, apapun bisa terjadi," Kemudian, Kris menepuk bahu Jongin sekali. "Appa harus mandi, kalian cepat tidur, ya. Kyungsoo besok sekolah, Jongin besok kuliah. Ayo, sana, cepat tidur," Ia berujar sambil berlalu menuju lantai dua.
Tapi, langkah Kris terhenti, "Oh ya, Kyungsoo, sudah minum obat?"
Kyungsoo benci mendapat pertanyaan yang sama setiap hari. Orang-orang di rumahnya ini, apa tidak paham seberapa warasnya Kyungsoo untuk tidak melewatkan obatnya? Ya, Kyungsoo tahu sekhawatir apa mereka, tapi, tidakkah kau merasa jenuh harus menjawab pertanyaan yang hadir sejak saat kau mulai bisa bicara sampai saat ini?
"Aku masih ingin hidup, Appa,"
Balasan sarkastik itu disambut tawa oleh Jongin. "Memang obat itu yang membuatmu hidup, Kyung-a?"
"Sepertinya,"
Kris memandang Kyungsoo dari lantai dua, ada segurat lelah diwajah Kyungsoo. Kris tidak bisa mendefinisikan sebab lelah itu. Entah ia lelah karena aktivitas fisik atau malah lelah karena penyakit yang membuat jantungnya nyeri itu?
Kyungsoo tidak akan mengeluhkan apa-apa.
-ooo-
Tengah malam ini, Chanyeol dan Baekhyun sama-sama membiarkan kantuk tidak menyerang mereka. Meskipun keduanya harus beraktivitas sejak pagi buta sampai matahari menyisir menuju barat nanti, sampai sekarang mereka masih betah bermain video game.
"Hyung, omong-omong, sebenarnya aku tidak mudah disogok seperti tadi," Baekhyun melempar stiknya karena lagi-lagi ia kalah dari Chanyeol, "Apa-apaan itu, masa meminta maaf sambil cengengesan?"
Chanyeol mendengus, "Memang dasarnya kau saja yang tidak bisa lama-lama mendiamkanku. Ya, 'kan?" Ia lalu menyandarkan punggungnya disofa dan menjulurkan kakinya diatas meja. Permainan mereka sudah usai. "Tapi, kau suka album itu, 'kan? Itu album My Chemical Romance yang akhir-akhir ini sulit ditemukan, loh."
Baekhyun mengangguk-angguk, ia mengaku, ia memang sangat senang ketika Chanyeol masuk kekamarnya lalu menyodorkan kotak kecil yang ternyata berisi harta karun itu. "Ya, Hyung. Sampai kapan kau mau membahasnya terus?"
"Hah—yang penting, aku senang tidak punya masalah lagi dengan adikku, oho!"
Seruan Chanyeol itu mendapat cibiran halus dari Baekhyun.
"Memangnya kenapa waktu itu Hyung membentakku?"
"Kau tahu sendiri," Chanyeol memperhatikan Baekhyun menyilangkan kaki dan menatap padanya, intens. "Itu spontan,"
"Yah, maksudku, apa kita tidak sebaiknya memberi tahu Kyungsoo?"
Chanyeol meletakkan dua tangan untuk menyangga kepalanya, lalu menghela nafas, "Kau pikir dia akan percaya? Kau tahu sedekat apa Kyungsoo dengan Appa, sejak kecil sampai sebesar ini, ia selalu menerima fakta-fakta baik tentang Appa. Memang, bisa kau bayangkan kalau dia tahu satu kesalahan fatal Appa? Dia bisa syok,"
"Aku tahu," Baekhyun merenung sebentar, tapi, masih ada sebagian dirinya yang merasa pilihan mereka ini salah. "Tapi, bukankah lebih baik memberitahunya secara langsung daripada dia tahu dengan sendirinya? Lalu, dia bisa berpikir bahwa selama ini kita membohonginya, bukankah itu semua akan membuat semuanya semakin rumit?"
Chanyeol menggeleng, "Kita lihat dulu saja, waktunya belum tepat, Baek. Lagipula, Kyungsoo ternyata tidak tidur saat kita semua membicarakan itu di kamarmu, jadi, dia mungkin sedang menyimpan rasa terkhianati sekarang, meski sedikit, mollayo."
"Mwo?" Baekhyun mengusap wajahnya, "Astaga, apa dia tahu? Apa dia marah? Apa dia—"
"Kurasa, saat ini dia sedang menerka-nerka apa yang kita sembunyikan, sih." Chanyeol tiba-tiba menegakkan badannya dan sama sekali tidak peduli telah menyetop jalur ocehan Baekhyun. "Uh, apa kita beritahu saja, ya?"
"Hyung bilang, nanti dia bisa syok. Lagipula, tahun depan sudah jadwal Kyungsoo operasi jantung. Ya, 'kan? Kita bisa beritahu dia setelah operasinya selesai. Bagaimana, Hyung?"
Chanyeol menimbang sebentar, "Jadi, kita akan menyembunyikan rahasia ini setahun lagi?"
"Yah, Kyungsoo berusia tujuhbelas tahun itu 'kan tahun depan, Dokter bilang dia harus operasi saat umurnya menginjak tujuhbelas tahun. Itu tahun depan, 'kan?" Baekhyun terus bersikeras.
Chanyeol mengesah untuk kesekian kalinya, "Tidak seharusnya kita merundingkan ini dengan Appa, 'kan?"
"Ya! Mana mungkin mendiskusikan masalah ini dengan tersangkanya?"
Benar. Si pengkhianat itu sudah cukup memporak-porandakan kehidupan keluarganya sendiri.
Setidaknya, kalimat itu yang terus terngiang dikepala Chanyeol.
"Tapi, tunggu, memangnya kalau Kyungsoo sudah operasi, apa yang terjadi?"
Pertanyaan Chanyeol itu membuat tengkuk Baekhyun gatal, "Uh, aku juga tidak paham dengan penyakit bawaan Kyungsoo itu, sih. Tapi, kalau tidak salah, cacat lahir Kyungsoo itu namanya ASD, jelas, aku tidak tahu kepanjangannya, Hyung. Kemudian, singkatnya, jantung Kyungsoo bisa dibilang bocor itu karena adanya lubang didinding antara ruang-ruang atas jantung atau disebut atrium." Baekhyun berpuas diri dengan sunggingan senyum kelewat lebarnya. "Hyung sendiri pernah cerita kalau saat bayi dulu, Kyungsoo langsung dibedah, 'kan?"
Chanyeol mengangguk, lalu meminta Baekhyun kembali meneruskan.
"Eomma waktu itu pernah bilang, kalau kelainan jantung Kyungsoo agak rumit. Jadi, yah, waktu Kyungsoo bayi itu operasi penutupan ASD-nya hanya sebatas katerisasi—aw, aku tidak membayangkan bayi sekecil itu sudah dimasuki selang dari pangkal paha sampai jantung. Kenapa hanya katerisasi? Karena setelahnya, Kyungsoo menunjukkan gejala lain, tetap ada cairan yang keluar. Jadi, Dokter memutuskan untuk tidak mengambil resiko dan memilih untuk memantau terus perkembangan Kyungsoo sampai ia berumur tujuhbelas nanti, umur yang sudah matang bagi penderita ASD untuk melakukan operasi penutupan lubang."
"Daebak!" Chanyeol bertepuk tangan, "Kurasa kau bisa jadi Dokter suatu hari nanti," Ia berdecak, mengagumi adiknya yang ternyata benar-benar berotak cemerlang ini.
"Tentu saja! Aku akan jadi Dokter Spesialis Jantung dan akan mengobati Kyungsoo sampai sembuh total." Baekhyun mengingat kembali seberapa besar mimpinya ini. "Guru-guru di sekolah sering menyuruhku meriset beberapa penelitian tentang ini, Hyung, makanya, aku cukup—uhuk—memukau, 'kan?"
"Ya! Ya! Hentikan kesombongan itu, ouh." Chanyeol lalu mengusak rambut Baekhyun, mengacak-acaknya. "Oh, tapi, apa Kyungsoo tahu tentang penjelasan ini?"
Baekhyun memberi jeda dua detik sebelum akhirnya menjawab, "Aku sudah pernah menjelaskannya, Eomma dan Appa juga. Hyung dan Jongin Hyung saja yang tidak mau tahu,"
"Ya! Sembarangan!" Chanyeol meneguk sodanya sebentar, lalu kembali fokus pada Baekhyun. Ia memperhatikan lamat-lamat adik nomor duanya itu. "Selama ini kita selalu membahas Kyungsoo, bagaimana denganmu? Apa kau baik-baik saja?"
Baekhyun tertegun, ia terdiam beberapa saat mendengar pertanyaan yang sangat jarang ditanyakan padanya itu.
Tapi, ia malah tertawa. "Ya, apa-apaan, Hyung. Aku tidak punya penyakit mematikan seperti Kyungsoo, tentu, aku baik-baik saja."
"Baguslah," Chanyeol tersenyum, "Aku senang kau baik-baik saja, semoga seterusnya, selamanya, kau baik-baik saja. Kau tahu, Kyungsoo paling bergantung padamu, 'kan? Kuharap, kau tidak iri sama sekali dengan Kyungsoo—karena kami terlalu memperhatikannya. Ya?"
"Heol," Baekhyun tak memungkiri bahwa ia agak terenyuh sekarang, "Mana mungkin aku punya rasa iri pada adikku sendiri, Hyung?"
Hening dan hanya diisi oleh deru nafas mereka. Memang, Baekhyun tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia sempat merasakan ketidakadilan itu. Semua orang di rumah ini hanya mengkhawatirkan Kyungsoo, semua anggota keluarganya selalu memastikan Kyungsoo baik-baik saja, bahkan Paman dan Bibi Han.
Tapi, Baekhyun seharusnya lebih bersyukur. Setidaknya, Kyungsoo selalu menyayanginya sepenuh hati. Setidaknya, Kyungsoo selalu menomorsatukannya. Mana mungkin Baekhyun bisa membenci Kyungsoo?
"Ya! Kenapa jadi melamun? Ayo, main lagi! Kalau aku main dengan Jongin, dia yang selalu menang. Kalau denganmu, aku yang selalu menang. Hahaha!"
Baekhyun tersentak seketika dari lamunannya. Suara nyaring Chanyeol itu benar-benar memekakan telinga.
"Oi, Hyung! Jangan curang! Ya! Kau curi start!"
-ooo-
"Yeobo,"
Kris bergerak gelisah ketika suara lembut itu membelai telinganya, tapi, ia memutuskan untuk tetap memejamkan mata dan kembali menjelajah alam mimpi.
"Aku sudah meminta maaf pada mereka,"
Kris melihat siluet dirinya dan mendiang istrinya, dengan latar belakang warna putih, dengan pemandangan seputih kapas.
"Anak-anak kita begitu membenciku karena kesalahanku yang benar-benar bodoh,"
Violet—dengan rambut panjang terurai dan gaun tipis cerah selutut—berjalan perlahan dan menghampiri Kris. Ia membelai sisian wajah Kris sambil tersenyum penuh arti, lalu, mereka menyatukan tubuh. Sebuah pelukan hangat yang lama tak terjadi. Keduanya saling mendekap dan menikmati rengkuhan satu sama lain.
Dramatis.
"Aku merindukanmu, amat sangat."
"Aku tahu, Kris."
"Kau tahu seberapa besar rasa cintaku padamu, 'kan?"
"Kau tahu jawabannya, Kris."
"Apa akan terjadi sesuatu yang besar pada keluarga kecil kita?"
"Anak-anak kita hanya marah pada kenyataan, Kris. Tidak akan ada yang terjadi. Mereka baik-baik saja. Kau hanya perlu memperhatikan mereka lebih intens lagi, Chanyeol, Jongin, Baekhyun, dan Kyungsoo—adalah malaikat-malaikat kita."
"Mereka malaikat yang terasa seperti monster bagiku. Berulang kali aku mencoba mengeliminasi jarak dengan mereka, tapi, nihil. Mereka tetap menolak,"
"Yeobo, kau pasti bisa mengatasi ini. Maaf—maafkan aku karena meninggalkanmu sendirian,"
Kemudian, pelukan mereka terlepas. Namun, masih ada selaman tatap yang saling menyiratkan makna. Ketika Kris memegangi pinggang Violet, airmata mereka sama-sama meluruh, meski milik Violet terlihat samar, milik Kris malah menderas.
"Aku tidak sanggup, Violetta. Anak-anak kita—membenciku. Mereka masih berpikir kesalahan fatalku itu tak bisa dimaafkan,"
"Ada Kyungsoo. Kyungsoo masih bisa menyelamatkanmu, Yeobo."
Selanjutnya, Violet bergerak menjauh, ia terus berusaha memisahkan tautan jemari Kris ditangannya.
"Jangan pergi, Violetta, jangan—pergi."
"Maaf, maafkan aku."
Bayang-bayang putih Violet semakin memudar dan Kris jatuh merosot.
Ia sadar, Kris sadar dengan keringat dingin membanjir dan nafas terengah.
"Mimpi," Kris menggumam, lalu matanya teralih pada tempat kosong disampingnya. Hanya ada bantal tanpa pemilik disana, tempat yang seharusnya diisi oleh seorang istri, tapi kini, itu tempat hampa. "Omong kosong, Violet. Mana bisa aku mengembalikan keluarga kita seperti semula?"
-ooo-
"Jongin Hyung akan mengajak pacarnya makan malam di rumah?"
Kyungsoo mengangguk berkali-kali terhadap tanya Baekhyun—yang sudah seribu kali ia dengar hari ini. "Aku harus menjawabnya dengan kata apa lagi, Hyung?"
"Tidak mungkin," Baekhyun menggeleng, "Mana mungkin?"
Kyungsoo pun bingung dengan reaksi Baekhyun, "Memang kenapa, Hyung? Bukannya Jongin Hyung sudah menepati janjinya pada kita?"
Tapi, Baekhyun malah terus memandangi kerikil-kerikil dibawah sepatunya, ia tertegun begitu lama sampai-sampai klakson mobil mengejutkannya.
"Baekhyun Hyung? Ayo, Jongin Hyung sudah datang,"
Kyungsoo menarik lengan Baekhyun agar memacu langkah dari gerbang sekolah menuju mobil kuning terang menyala milik Jongin itu. Kyungsoo juga membukakan pintu dibangku depan—tempat favorit Baekhyun dan mendorong kakaknya itu agar duduk disana, sementara dia sendiri duduk dibelakang.
"Kkaja, Hyung. Kita pulang."
Jongin melirik Kyungsoo lewat spion, lalu melempar senyum padanya. "Kenapa kau senang sekali, Kyung-a?"
"Karena hari ini Hyung yang menjemput dan bagusnya, tidak terlambat." Kyungsoo terkikik sebentar, "Kalau Chanyeol Hyung memang selalu menjemput tepat waktu, tapi, selera musiknya tidak enak,"
Setelah itu, Kyungsoo memajukan dirinya agar mampu menggapai audio mobil. Ia menekan ini dan itu sampai menemukan album yang ia mau.
"Weekend, please. Weekend is in da house," Jongin mengedip pada mata bulat Kyungsoo yang juga menyetujuinya. "Memang selera musik Chanyeol Hyung itu aneh,"
Kyungsoo sudah kembali ketempat duduknya, merasakan betapa empuk jok mobil Jongin dengan sepenuh hati. Tapi, ia teringat dengan Baekhyun yang sejak tadi masih memendam suaranya.
"Baek,"
Belum sempat Kyungsoo memanggil Baekhyun, Jongin ternyata lebih dulu memanggilnya.
"Kau kenapa?"
Tidak ada sahutan. Karena Kyungsoo cukup penasaran, ia lagi-lagi memajukan diri demi melihat apa yang sedang terjadi didepan sana.
"Hyung," Kyungsoo mengguncang sebelah bahu Baekhyun, "Kenapa?"
"Aku—aku akan mampir ke rumah teman untuk mengerjakan tugas kelompok, Hyung," Tahu-tahu saja, Baekhyun menoleh cepat pada Jongin. "Turunkan aku di halte situ saja," Ia menunjuk.
Jongin menyatukan alis, "Tidak," Ia tetap fokus menyetir tanpa melihat Baekhyun. "Apa Kyungsoo tidak memberitahumu?"
"Aku sudah memberitahu Baekhyun Hyung," Kyungsoo tidak ingin namanya terseret dikeadaan yang salah, jadi, ia memberi pembenaran. "Tapi, Baekhyun Hyung, kenapa tidak mau bertemu dengan pacar Jongin Hyung?"
"Apa?" Jongin buru-buru menyerobot, "Memang kau sudah kenal, Baekhyun?"
Baekhyun terapit, ia benar-benar tak bisa berkutik. Mau tak mau, ia terpaksa harus melakukan ini. "Uh, aku belum mengenalnya, Hyung, hanya—malu. Ya, aku malu saja." Alasan klise yang Baekhyun harap, Jongin percaya.
"Malu?" Jongin malah terpingkal, "Hah. Kau barusan membenturkan kepalamu, Baek? Mana pernah kau malu bertemu dengan orang baru, biasanya kau selalu tidak tahu malu,"
Benar. Baekhyun adalah tipe orang yang cepat mengakrabkan diri, ia cepat bergaul dengan orang baru, dan ia mampu menempatkan diri sebaik-baiknya. Mana mungkin hal mustahil seperti malu berkenalan dengan orang asing menjadi kelemahannya?
"Tapi, seperti ada yang aneh dengan Baekhyun Hyung,"
Ungkapan Kyungsoo itu hanya menjadi angin lalu. Tidak ada yang menanggapi, pun Kyungsoo memang tak perlu tanggapan.
-ooo-
Bibi Han mengaduk sup krim dipanci berbahan tembaga itu. Kyungsoo ada disebelahnya sambil terus memperhatikan dan tak membiarkan kedua matanya untuk berkedip. Bibi Han juga tidak bisa berhenti tersenyum memandangi tingkah tuan muda bungsunya ini—benar-benar alami.
"Kyungsoo-ya, kau bisa lelah jika seperti itu terus. Sudah sana, main dengan kakak-kakakmu,"
"Imo," Kyungsoo memajukan bibirnya, "Aku harus membantumu,"
Karena raut wajah Kyungsoo tidak bisa mendapat penolakan, Bibi Han akhirnya tidak mempermasalahkan lebih lanjut. Kyungsoo bahkan memberinya saran untuk menambah atau mengurangi bumbu-bumbu demi cita rasa yang menjanjikan. Sejenak ia ingat mendiang Nyonya Violet, yang benar-benar bertutur kata lembut dan berkelakuan anggun. Kyungsoo sebelas duabelas dengannya.
"Appa belum pulang, ya." Kyungsoo juga satu-satunya yang bingung setengah mati jika menyangkut kebahagiaan kakak-kakaknya. "Padahal Appa sudah janji pada Jongin Hyung kalau akan pulang sebelum jam delapan," Tatapannya terhenti pada jam dinding yang menunjuk angka setengah delapan.
"Masih ada setengah jam lagi, Kyungsoo-ya, tenanglah. Appa pasti pulang," Bibi Han sudah mematikan kompor setelah memastikan kuah sup krimnya mengental dan termasak dengan baik. Jadi, ia menoleh pada Kyungsoo, "Kyungsoo-ya, bisa tolong siapkan mangkuknya?"
"Ah, ya." Kyungsoo buru-buru mengganti kepanikannya dengan bergerak menuju rak yang letaknya diatas pantry—yang sayangnya, terlalu tinggi untuk ia gapai. "Ouh, ting—"
"Tinggi sekali, katamu? Dasar pendek," Chanyeol sudah mengambil mangkuk yang tadinya akan diambil Kyungsoo, tanpa berjinjit. "Ini, bawa sana," Kemudian, Chanyeol menyodorkan mangkuk itu pada Kyungsoo diselingi tawa mengejek.
"Ya! Hyung harusnya biarkan aku berusaha sedikit," Kyungsoo mendumel sambil memberi mangkuk tersebut pada Bibi Han. Selanjutnya, ia kembali pada Chanyeol di ruang makan. "Apa Hyung sudah kenal pacar Jongin Hyung?" Tiba-tiba Kyungsoo berbisik.
Chanyeol mengedikkan bahunya, "Justru itu aku ikut makan malam hari ini, karena belum mengenalnya, Kyungsoo-ya. Oh, bukankah Jongin sedang menjemputnya, ya? Lalu, mana Appa? Yakin Appa bisa datang sebelum jam dela—"
"Appa pulang,"
Bibi Han tiba-tiba menyembulkan kepalanya diantara sela pintu dapur menuju pintu ruang makan, "Imo bilang apa, Kyungsoo-ya? Appa kalian pasti datang tepat waktu," Wanita senja itu berkata sambil menyuguhkan wajah super cerianya, lalu, ia kembali bekerja.
"Aneh sekali, tidak biasanya,"
Kyungsoo tak membalas cerocosan Chanyeol, ia segera menghampiri Ayahnya yang masih duduk di ruang tamu. "Appa, ayo, siap-siap. Sebentar lagi Jongin Hyung datang," Karena Kyungsoo yang paling-paling semangat menyiapkan ini semua. Ia tidak mau satu pun merasa kecewa akan acara makan malamnya.
"Kyungsoo-ya, Appa masih lelah, baru saja sampai—tapi, kenapa kau yang begitu heboh, sih? Seperti kedatangan Presiden saja, uh?"
Kyungsoo berkacak pinggang sambil masih memperhatikan Ayahnya melepas sepatu. "Ayo, Appa," Ia mulai merajuk, "Ganti baju dulu,"
"Arasseo," Kris bangkit berdiri dan berpura-pura terpaksa melangkah saat melewati Kyungsoo, hingga membuat anak bungsunya itu mendelik kesal. "Ne, ne, Appa ganti baju sekarang,"
Kyungsoo pikir, sejauh ini semuanya berjalan lancar. Semua orang hampir siap, semua makanan juga sudah dihidangkan—tapi, kemana Baekhyun? Kyungsoo tanpa pikir panjang berderap cepat menyusul langkah Ayahnya menuju lantai dua. Belum sempat Kyungsoo mengambil langkah terakhirnya, Kris sudah menyetop Kyungsoo dengan satu tarikan dilengan.
"Kenapa lari-larian?" Kris bertanya pada Kyungsoo yang sekarang kepayahan mengatur nafasnya, "Kau mau acaranya batal kalau kau tiba-tiba sakit?"
Kyungsoo buru-buru menggeleng, merasa bahwa ia memang ceroboh. "Uh—hah. Baekhyun Hyung belum siap-siap, Appa,"
"Ya! Kyungsoo! Jangan berlebihan. Kau ini kenapa—astaga," Kris mengaku jengkel dengan tingkah Kyungsoo malam ini, anak itu benar-benar memforsir seluruh tenaganya hanya untuk acara makan malam sederhana dengan pacar salah satu kakaknya. Ini baru makan malam keluarga, bagaimana kalau kakak-kakaknya menikah? Apa dia yang selalu merepotkan diri sendiri? Kris benar-benar tak habis pikir, "Istirahatlah, duduk dibawah sana. Biar Appa yang menyuruh Baekhyun siap-siap. Oke?"
Kyungsoo menurut, ia melangkah gontai dan kembali turun menuju ruang makan, duduk disana bersama Chanyeol dan Bibi Han.
Padahal, niatnya baik. Tapi, kenapa setiap ia melakukan hal-hal yang orang normal lakukan, ia selalu dimarahi?
-ooo-
Dua ketukan dipintu membuat Baekhyun berteriak untuk mempersilahkan si tamu masuk.
Ternyata Ayahnya.
"Ada apa, Appa?" Baekhyun bertanya, lugas.
"Kyungsoo sudah mondar-mandir seperti akan ada tsunami, tapi, kau masih belum melakukan apa-apa?" Kris kemudian duduk diujung ranjang Baekhyun sembari memperhatikan tekukan lutut didepan dada itu. "Kau kenapa? Ada masalah?"
"Tinggal makan saja, kenapa harus siap-siap?" Baekhyun sengaja mengabaikan pertanyaan yang tersemat diakhir itu. "Bilang pada Kyungsoo, sebentar lagi aku akan turun,"
Kris melirik sebentar pada buku-buku yang berserakan diranjang, buku-buku yang mengelilingi kaki Baekhyun. "Jangan paksakan diri kalau kau memang sudah lelah belajar, Baekhyun. Appa bisa meminta ijin pada pihak akademi untuk memberimu libur, jadi, seminggu saja kau tidak perlu les," Ada senyum sejuta harap dibibir Kris. Jujur, ia berharap Baekhyun akan membalas senyum ini.
"Aku suka belajar," Baekhyun mencicit, meski Kris tahu alihannya adalah—Baekhyun belajar karena ia enggan terus teringat dengan Ibunya. "Appa tahu kalau aku akan menjadi Dokter, 'kan?"
Kris tersenyum, untuk kesekian kali. Ia lalu menepuk-nepuk punggung kaki Baekhyun. "Tentu. Appa dan Eomma dulu sangat yakin kalau kau pasti bisa jadi Dokter," Kini pandangannya melayang dilangit kamar Baekhyun. "Waktu kau kecil dulu, guru TK-mu sampai bilang, bahwa kemampuan analisamu benar-benar luar biasa, tidak seperti anak-anak seumuranmu, Baek."
Baekhyun memalingkan pandangannya, tidak lagi memandang garis-garis tegas wajah Ayahnya ditengah remang lampu kamar ini. "Aku sudah berulang kali bilang bahwa jangan ingatkan aku dengan Eomma, Appa."
"Mian," Kris merasa suaranya telah tertahan, "Ya, baiklah. Kita semua memang kehilangan Eomma, seperti yang kau bilang saat di mobil waktu itu, semuanya benar. Appa yang salah, memang salah Appa,"
Baekhyun sebenarnya enggan menggubris penyesalan Kris yang sudah sangat muak ia hadapi ini.
Tapi, ia tak mampu mengusir laki-laki dewasa yang pernah mengisi masa-masa indah hidupnya, seorang Ayah yang pernah membahagiakannya dengan membelikan apapun yang Baekhyun mau, menuruti apapun yang Baekhyun tunjuk, dan benar-benar mencurahkan kasih sayangnya untuk Baekhyun. Itu adalah sosok Ayah yang pernah Baekhyun miliki.
Namun, pepatah yang bilang, karena nila setitik rusak susu sebelangga, itu memang benar adanya.
"Aku harus siap-siap, bisa Appa tunggu diluar?"
Pada akhirnya, ini yang selalu didapat Kris. Penolakan.
"Oh, oke. Appa juga harus siap-siap,"
Mereka berpisah tanpa adanya hangat yang mendominasi.
-ooo-
Jongin memeriksa satu persatu orang yang duduk bersamanya dimeja makan.
Ayahnya—benar-benar datang. Jongin sempat takjub sesaat, tapi, ia cukup bersyukur dengan hal itu. Ada Chanyeol yang duduk berhadapan dengannya, ada Kyungsoo yang duduk disebelah Chanyeol, tapi, Jongin belum melihat Baekhyun sejauh ini. Kemudian tentu saja, ada Krystal yang duduk tepat disampingnya. Sedangkan Kris duduk dikursi paling ujung dan diapit Chanyeol serta Jongin. Mereka yang melingkari meja makan ini adalah orang-orang yang Jongin ingin pamerkan pada Krystal.
"Kenapa Baekhyun belum—"
"Aku disini,"
Semua kepala menoleh pada asal suara dan Jongin menyerap lagi rasa penasarannya. Adiknya yang sejak tadi ia cari-cari itu berjalan lunglai, lalu mengambil posisinya didekat Krystal. Baekhyun sama sekali tidak mengangkat kepalanya, tapi satu yang Jongin sadari adalah Krystal tidak melepas tatapannya pada Baekhyun.
"Selamat malam, uh—"
"—Krystal,"
"Oke, selamat malam, Krystal-ssi. Selamat datang di rumah kami,"
Kris memulai dengan senyum hangat, seketika membuat kehadiran Krystal diterima disini dan Jongin pun lega bukan main.
"Sudah berapa lama kenal Jongin?" Setidaknya, Kris hanya mencoba perannya sebagai Ayah, Ayah yang mendukung semua pilihan dan keputusan anaknya, dalam hal ini, adalah memperkenalkan seorang wanita. "Apa kalian teman kuliah?"
Jongin sempat melayangkan tatapan curiga pada Kris, meminta Ayahnya itu untuk tidak menginterogasi macam-macam dan membuat kekasihnya tak nyaman. Tapi, Krystal malah tertawa, tawa membius bagi lima laki-laki yang sudah hidup setahun tanpa wanita ini.
"Uhm," Krystal berdesis sebentar, "Aku bertemu dengan Jongin sudah lama, ya?" Perempuan itu lalu menyenggol lengan Jongin, memintanya untuk setuju. "Ya, benar sekali, kami adalah teman kuliah, sekelas."
"Oh, pantas saja," Chanyeol merespon acak sambil mengunyah daging steiknya. "Ya, apa-apan, Kyungsoo?" Ia risih karena Kyungsoo sejak tadi menginjak sebelah kakinya.
"Uh, Nuna?"
Krystal melempar senyum pada Kyungsoo diseberangnya. Kalau Krystal tidak salah ingat, ini adalah adik Jongin paling bungsu juga paling lemah diantara yang lain. Ya, tidak salah lagi. Krystal bahkan bisa melihat mata bulat itu terlihat sedikit sayu, nafasnya juga agak tidak beraturan, dan wajahnya hampir-hampir memucat.
"Apa yang Nuna sukai dari Jongin Hyung?"
Karena pertanyaan Kyungsoo itu, semua orang disana memicingkan mata. Jongin jelas tidak bisa berteriak pada Kyungsoo untuk memperingatkannya, tapi, Krystal menahan keresahan Jongin dengan mencekal tangan laki-laki tan itu.
"Tidak apa, Jongin-a," Krystal memandang Jongin sebentar, lalu, beralih lagi pada Kyungsoo. Meski Krystal berusaha terpusat pada Kyungsoo, tapi tatapan salah seorang lagi begitu mengintimidasinya. Ah, tatapan milik rupanya . "Kyungsoo punya pertanyaan yang bagus sekali, sampai-sampai aku kesulitan menjawabnya," Kalimat itu sedikit mengundang tawa.
"Ya! Tentu saja karena aku tampan," Jongin berseru, tatapannya lagi-lagi tertumbuk pada Baekhyun diujung yang lain. "Selain itu, aku juga pintar,"
"Apa?" Chanyeol mendengus, merasa tidak terima. "Astaga, aku kehilangan selera makan gara-gara omongan penuh halusinasimu itu. Lagipula, pasti Krystal-ssi ini yang membantu kau belajar, 'kan? Selama duapuluh tahun umurmu ini, mana pernah kau belajar, Jongin-a?"
"Hyung," Jongin memelas, "Geumanhe, jangan buka aibku," Ia lalu mendelik pada Chanyeol dan disambut tawa melecehkan dari semuanya.
Tapi, tidak ada yang menyadari atau memang sengaja tidak ingin membahasnya disini—perkara Baekhyun yang benar-benar berubah jadi pendiam. Sungguh bukan dirinya.
"Baekhyun," Kris menginterupsi tawa orang-orang dan memandang lurus Baekhyun yang duduk diujung sana. "Kenapa tidak makan? Kau belum menyapa Krystal-ssi, 'kan?"
Baekhyun terpanggil, ia mengangkat sedikit demi sedikit kepalanya dan menemukan tatapan gemilang itu ada dimata Krystal. "Annyeong, Nuna." Ia melambai hampir tidak kentara, tapi akhirnya tersenyum. "Jadi, kau tidak datang ke akademi seminggu penuh kemarin, karena pacaran dengan Jongin Hyung?"
Crap.
Tidak ada yang tidak terkejut.
Bahkan Krystal tidak bisa menyembunyikan raut tertangkap basahnya.
Sejak awal kemunculan Baekhyun, Krystal sudah bisa menduga bahwa akan ada hal tak terduga yang juga akan terjadi. Ia ingat betul dengan Baekhyun yang berada di kelas Star-B, kelas khusus pelajar, sedangkan dia ada di kelas Star-A, kelas khusus mahasiswa. Beberapa kali mereka sempat berpapasan, Krystal bahkan sampai bisa mengingat wajah Baekhyun saking seringnya mereka bertemu tatap.
Tapi, mereka tidak pernah berkenalan.
Krystal hanya tidak menyangka anak sekolahan yang selalu ia lihat mondar-mandir didepannya ini adalah—adik pacarnya, dia bermarga Wu juga.
Dunia memang sesempit itu. Begitu pula dengan takdir. Takdir selalu semengejutkan ini.
-ooo-
-TO BE CONTINUE-
Author's Note:
Hai, semuanya!
Bagaimana chapter ini?
Mohon dimaafkan jika ada kesalahan penjelasan tentang kelainan jantungnya Kyungsoo, ya!
*bow*
-SEE YA ON NEXT CHAPTER!-
