THE TRAILER BEGIN
...
"Baiklah! Silahkan kau angkat kaki dari rumah ini! Appa tidak peduli!"
Seloroh Wu Yifan dengan tangan teracung menunjuk pintu, wajah murka, rahang keras dan suaranya yang menggelegar. Sementara didepan sana, adalah seorang remaja laki-laki. Pose menantang, mata melotot, dan kepala terdongak. Ia tak gentar sama sekali dengan ancaman ayahnya.
"Ya! Tunggu apa lagi, hah?! Sana! Kau bukan lagi bagian keluarga Wu!"
Sakit. Perih. Pedih. Semua perasaan bercampur menjadi satu akibat perkataan itu. Seorang ayah menghardik anaknya sendiri, sekejam dan sekeji itu. Terlalu tega, tapi siapa tahu apa penyebabnya menjadi seperti ini. Hanya ada amarah yang meliputi dirinya, hingga kini anak sulungnya berulah dan membuatnya naik pitam.
"Aku akan pergi! Jangan mencariku!"
"Hyuuuung!"
Setelah kalimat pamungkas yang diserukan Chanyeol-si anak sulung-, ketiga saudaranya yang lain mencegat didepan pintu. Menghalangi kepergian kakak pertamanya dengan tangan terentang dan mata sembab berair.
"Aku harus pergi! Ayahmu, tidak mau menampungku lagi."
"Hyuuung! Jangan, jangan pergi. Hyung tidak boleh pergi, hiks!"
Kris Wu tidak prihatin dengan kesaksian didepan matanya. Ketiga anak remaja laki-lakinya yang lain menangis, berlutut, bahkan memeluk kaki anak sulungnya. Memohon, terlebih memohon padanya sebagai sosok ayah yang bijaksana.
"Biarkan dia pergi, Jongin, Baekhyun dan Kyungsoo. Nanti juga akan kemb-"
"Aku tidak akan kembali! Tidak pernah!"
Lalu Chanyeol benar-benar pergi. Tanpa tolehan ke belakang untuk sekedar melihat ayah maupun adik-adiknya. Ia pergi menembus hujan deras dimalam hari, ia pergi tanpa membawa apapun, ia pergi dengan sejuta kekesalan dan rasa terbuang. Chanyeol, pergi. Tinggalkan keluarganya. Tinggalkan ayah dan adik-adiknya.
"Hyung! Hiks-kenapa pergi? Hiks-Jongin main PS dengan siapa, Hyung? Hiks!"
"Sudahlah, Hyung. Baekkie dan Kyungie juga kehilangannya, yang-"
"Appa jahat! Appa jahat!"
Baekhyun tidak jadi melanjutkan kalimatnya, karena Kyungsoo tiba-tiba mengamuki ayah mereka. Segera membuat Jongin-dengan label kakak tertua sekarang-, untuk menahan pukulan tangan si bungsu yang hampir ia berikan untuk Kris.
"Ssh, Kyungsoo. Tenanglah." Jongin mendekap adik bungsunya, meminta pertolongan adiknya yang lain yakni Baekhyun. "Jangan marah-marah, atur nafasmu, kau bisa sesak."
"Chanyeol Hyung pergi karena Appa! Appa jahat!" Kyungsoo seolah tuli dengan ujaran Jongin, ia menuding wajah Kris tanpa kenal ampun. Berteriak setengah menjerit. Ia merasa bahwa tindakan orang didepannya sebagai ayah kelewatan dan keterlaluan. "Kyungsoo benci Appa!"
"Kyungsoo, ssh..jangan berteriak, atur nafas, keluar-masuk, hembuskan. Tenangkan dirimu." Ini titah Baekhyun, yang ikut khawatir. "Lupakan. Lupakan. Chanyeol Hyung pasti kembali."
"Ini sudah malam." Semua orang juga tahu. Kris berkata sependek itu tanpa menatap manik-manik mata bergores luka anak-anaknya. "Kalian lebih baik tidur. Jangan pikirkan hal ini."
Baru setelah itu, ia melenggang ke ruang kerjanya. Tinggalkan remaja sekolah menengah disana, mematung. Jumlahnya tiga, dengan tangis yang mengisak dan menyengguk. Sendu. Malam ini adalah malam terburuk keluarga Wu.
"Kenapa semenjak Umma meninggal, Appa seperti penjahat?"
Kyungsoo mencicit disela pelukan kakak-kakaknya. Jongin dan Baekhyun hanya bisa berpandangan. Selain itu, mereka juga tidak tahu hal lain apa yang bisa diperbuat. Selain itu, mereka benar-benar tidak tahu bagaimana keluarganya seberantakan ini. Jongin dan Baekhyun kepalang tidak tahu. Hingga gelengan kepala keduanya tak terlihat Kyungsoo.
"Hyung juga tidak tahu?"
"Tidak." Jongin dan Baekhyun menjawab bersamaan.
"Aku ingin mengadu pada Umma. Ayo, besok ke peristirahatan terakhir Umma."
"Tidak." Lagi-lagi mereka menjawab bersamaan. Menolak keinginan adiknya. "Jangan buat kami teringat lagi, Kyungsoo. Terlalu menyakitkan." Baekhyun melirih. "Lagipula, Umma sudah tenang disana dan melupakan kita." Dilanjutkan Jongin. Semakin menohok hati ketiga putra Wu yang tersisa di rumah ini.
Don'tJudgeMeLikeYou'reRight
PROUDLY PRESENT
...
Karena sudah tidak ada kehangatan lagi di keluarga Wu semenjak wanita merangkap istri dan ibu itu meninggal. Dua tahun silam, tinggalkan suaminya yang keras kepala dan keempat jagoannya yang masih membutuhkan peran ibu.
"Darimana saja, Jongin? Tampangmu itu seperti berandal. Mabuk-mabukan, pulang malam, apa yang kau lakukan diluar sana?"
Kris sengaja menunggu anak keduanya itu di ruang tengah. Begitu Jongin mengendap, saklar dinyalakan dan ayahnya menyilangkan kaki disofa. Bersedekap dan siap meluapkan emosi lagi.
"Memang. Aku memang berandal dan bukan urusanmu untuk tahu apa yang kulakukan diluar sana."
"Jongin!" Sebagai ayah, ia merasa tak dihargai dengan ucapan anaknya. Jongin mulai kurang ajar. "Kau mau mengikuti kakakmu?"
Si kulit eksotis itu menggeleng, "Aku masih butuh uangmu, tapi tidak dengan kasih sayangmu. Karena Appa ku lama tidak ada dirumah ini. Kurasa aku asing denganmu." Lalu langkahnya terpacu menuju ke lantai dua, terhenti karena Kris berdeham keras.
"Duduk dam bicara pada Appa." Tidak sedikitpun perkataan Jongin menusuk hatinya. Kris tidak suka diabaikan. "Aku begini karena mencari uang untukmu!" Dia mulai membentak, mungkin bisa membangunkan adik-adiknya yang sudah tertidur.
Tapi Jongin tidak peduli. Ia tidak berbalik dan malah membatu di anak tangga kelima.
"Appa tidak suk-"
"Kau tidak suka dan tidak perlu menyuruhku berubah!"
Sial. Jongin membantahnya sekarang dan Kris benci dibantah. Ia segera menyusul Jongin yang ternyata sudah hampir memasuki kamar, Kris menahan gerakan itu dengan kakinya yang mengganjal pintu.
"Dengarkan Appa!" Kris sudah mabuk kepayang. Ia lupa jika jarak dirinya dengan kamar Baekhyun serta Kyungsoo tidak jauh sama sekali. Dan potensi mereka mendengar, ia sudah angkat tangan. "Jangan menjadi pembangkang!"
"Appa harusnya bercermin! Bekerja terus-menerus, selalu memarahi kami-memang itu yang kami inginkan? Kemana sosok Appa yang dahulu? Jongin ben-!"
"Diam! Diam! Mulutmu tidak dididik, hah?!"
"Lalu kemana pendidik itu?!"
Mereka bersiteru, saling menyuarakan oktaf tinggi dan mata nyalang sarat amarah. Kris tersengal, merasa percuma sejak tadi mengubur rasa kesalnya. Hal yang sama menimpa Jongin, ia seakan lupa jika orang didepannya adalah bernotabene Ayah.
"Apa maumu, hah?! Wu Jongin kau semakin berand-!"
"Biarkan! Toh Appa sudah sangat sibuk dengan urusan duniawi! Kau sudah sibuk-eh, pantaskah aku masih memanggilmu Appa?"
Plak!
Tamparan itu terasa menyakitkan. Kris membekaskan merah dipipi kanan Jongin. Karena sungguh, ia tak bisa mengendalikan kemurkaannya, Jongin berani melawannya dan tidakkah ia perlu bercermin? Hening. Terlalu canggung hingga dua menit mereka saling terdiam.
"Oh, terima kasih sambutannya, Wu Yifan!"
Brak!
Jongin membanting pintu tepat didepan wajah Kris. Kris yang masih tertegun sambil menatap tangannya sendiri. "Violetta, apa aku ayah yang buruk? Apa ini salah?" Kris menggumam, teringat proyeksi istrinya.
"Appa jahat."
"Ya, yang Appa lakukan salah."
Dua kepala yang tersembul dipintu itu, membuat Kris kian bergetar. Kyungsoo dan Baekhyun berurutan membunuh sisi lain seorang Wu Yifan.
SM ENTERTAINMENT
AS PRODUCTION
...
Baekhyun sangat menyayangi Kyungsoo. Posisi dirinya sebagai saudara diatas si bungsu, membuatnya menjadi yang terdekat. Ia sangat menyayangi Kyungsoo, ia sangat melindungi Kyungsoo. Chanyeol, kakak pertamanya telah pergi dari rumah. Jongin, kakak keduanya sangat amburadul sekarang. Tersisa dirinya dan Kyungsoo.
"Hyung, sedang apa?" Kyungsoo bertanya saat melihat Baekhyun melamun dipinggir jendela. Tangannya menyangga dagu, matanya kosong dan mungkin hatinya hampa. Selama ini, Kyungsoo satu kamar dengan Baekhyun. Sedangkan Chanyeol dan Jongin sekamar. Itu salah satu sebab mereka bisa sedekat ini. "Hyung? Ada apa?"
Karena bagi Kyungsoo, Baekhyun adalah pengganti ibunya. Setiap malam, jika Kyungsoo mengigau karena sakitnya, entah sesak entah panas dan entah kedinginan. Kyungsoo, sejak kecil memang sudah sering sakit-sakitan. Dari balita, ia sudah langganan Rumah Sakit hingga Dokter-Dokter disana terlalu hafal.
"Hy-"
"Kalau aku mati bagaimana, Kyung?"
"Eh?"
Jangan. Kyungsoo berkata dalam hati. Ia tercenung dengan pertanyaan Baekhyun. Sangat. Apa-apaan?
"Lalu, aku dengan siapa? Sekarang hanya Hyung harapanku. Chanyeol Hyung dan Jongin Hyung tidak akan bisa menjagaku lagi. Baekkie Hyung, jangan pergi."
Jujur, Baekhyun mencelos dengan penuturan Kyungsoo. Si serba polos dan yang paling lemah diantara mereka berempat. Tapi sungguh, ia sekarang sedang depresi. Terlalu malas menjalani hidup tanpa kejelasan ssperti ini. Baekhyun..terlampau lelah.
"Appa memang berubah jahat. Tapi kita bisa berjuang bersama-sama, Hyung." Kyungsoo berucap lagi. Kini memeluk Baekhyun dari arah belakang. "Hyung tahu kalau masih banyak orang yang menyayangimu, kan?"
"Tapi aku tidak kuat, Kyung. Kalau aku sepertimu, ah seharusnya aku malu. Kau saja bisa setegar ini walaupun kondisimu sering drop." Baekhyun mengelus lengan Kyungsoo yang tersampir didadanya.
"Bagaimana kalau aku buatkan makan malam dulu?" Kyungsoo menawari, seolah melupakan topik yang mereka bahas sebelumnya.
"Jangan terlalu capek, Kyungsoo. Jaga kesehatanmu. Sudah minum vitaminnya?" Anggukan Kyungsoo dirasakan Baekhyun dibahunya.
"Hyung tenang saja. Aku masak dulu, ya." Baekhyun mengiyakan.
Sepeninggal Kyungsoo dan pintu kamarnya telah tertutup, mata sipit Baekhyun terhenti pada silet diatas nakas. Entah mengapa, benda tajam itu menggiurkan batin dan benaknya. Karena kini, sudah berpindah ditangan. Baekhyun memandangi benda itu, lama. Hingga bersitan itu mendatanginya.
Baekhyun, perlahan menyayat pergelangan tangan kanannya. Penuh kepastian seraya meringis dan merintih disaat yang bersamaan. Pesakitan itu tak ada bandingannya dengan perasaan kacau hidup ini. Belum lama, pandangannya menggelap, kabur. Ia limbung dan bruk! Tubuhnya menggelepar dilantai.
Terpejam, dengan darah menetes-netes.
Entah beruntung entah sial, tahu-tahu saja pintu itu menjeblak lebar. Menampakkan seraut wajah panik Kris diambang sana. "BAEKHYUN!" Ia memekik kencang, terburu mengguncang bahu si anak dan tak mendapat reaksi apapun.
Tidak ada hal lain, Kris akhirnya menggendong Baekhyun dan cepat menuruni tangga. Lalu bertukar pandangan pada anak bungsunya didapur. "Kyungsoo! Carikan kunci mobil Appa, kita ke Rumah Sakit sekarang!"
Kyungsoo jelas gelagapan. Ia syok dan ternyata Baekhyun tidak main-main. Tapi nalarnya berjalan lebih dulu, ia segera menuruti perintah Ayahnya tanpa bertanya apa yang terjadi. Dalam hatinya, hanya ada kekalutan.
"Appa, apa Baekhyun Hyung akan mati?"
"Tidak, Kyungsoo. Jangan mengucapkan yang tidak-tidak!"
Karena sekarang, Baekhyun ada dipangkuan Kyungsoo sementara ayahnya menyetir, serius. Kyungsoo bisa lihat, betapa wajah Baekhyun memucat, kulitnya mendingin, dan degupnya melemah. Kyungsoo menangis sejadinya, ia luruh seketika.
"Hyung, bertahanlah. Jangan tinggalkan aku. Hiks."
WU YIFAN
PARK CHANYEOL
KIM JONGIN
BYUN BAEKHYUN
DO KYUNGSOO
[WU FAMILY]
AS STARRING
...
Kyungsoo menerawang langit-langit kamarnya. Sendiri. Ia hanya bisa merenung dalam lamunan sekarang. Wu Kyungsoo yang berubah tigaratus enampuluh derajat. Ia ikut arus ayahnya yang juga berubah. Tapi Kyungsoo masih remaja kelas satu sebuah Sekolah Menengah, ia masih penurut, ia masih rajin belajar dan hal-hal baik lainnya.
"Umma, apa kabar?"
Ia bermonolog, kalimatnya segera tersapu udara dari jendela yang terbuka. Tidak ada yang menanggapi, tidak ada yang menyahut.
"Appa sangat jahat, Umma. Hanya Umma yang bisa mengembalikan Appa. Pulanglah."
Untuk ini, Kyungsoo merasakan airmata merebak dipelupuknya. Tidak lagi ia tahan karena diruangan ini hanya ada dirinya. Tidak lagi ia tahan karena ia ingin menumpahkan tersiksanya batin selama ini. Kyungsoo menangis.
"Hei," Tiba-tiba saja kepala Jongin melongok di pintu kamarnya. Kyungsoo terpaksa menghentikan tangis sedunya dengan menghapus lelehan airmata dipipi. Lalu memasang senyum sealami mungkin. Mata bulatnya mengikuti langkah Jongin yang duduk diranjang Baekhyun. "Sedang apa?"
"Hyung tumben tidak keluy-oh, maksudku, kenapa sudah pulang?"
Kyungsoo urung, karena takut Jongin tersinggung. Tapi kakak nomor duanya itu malah tersenyum sambil memasang headphone di kedua telinga. Ia memandangi Kyungsoo, melembut.
"Bilang saja, keluyuran. Kau mau bilang itu, kan?" Kemudian Jongin berbaring, meluruskan kaki dan memejamkan matanya. "Aku ingin menemani adikku tidur malam ini. Jendelanya kau buka, nanti kalau sakit bagaimana?"
Kyungsoo diam sebentar, melirik Jongin baru kemudian menghela nafas. "Hyung, menurutmu kenapa kita dilahirkan dengan marga Wu?"
"Karena sudah takdir." Jawaban Jongin terkesan asal. Tapi Kyungsoo menerima anggapan itu.
"Chanyeol Hyung, apa kabar, ya?"
"Baik." Sesingkat itu Jongin menimpali.
"Darimana Hyung tahu?"
Sekarang, Kyungsoo penasaran sekaligus tertarik dengan obrolan ini.
"Aku bertemu dengannya. Dia cukup baik untuk seorang yang terusir dari rumah orangtuanya sendiri." Kyungsoo menyimak Jongin, sesekali mengangguk. "Dia masih kuliah. Dia nekerja paruh waktu."
"Dan dia tidak akan pulang?" Kyungsoo bertanya hati-hati, tapi Jongin mengedikkan bahu. "Aku tahu biar begitu, Appa tetap menyayangi kita."
"Biar dia pernah menamparku?" Kyungsoo menegang, ia melupakan fakta itu. "Sudahlah. Aku tidak masalah, kok. Oh ya, apa dadamu masih sering sesak?" Jongin menunjukkan sisi perhatiannya, karena bagaimanapun Kyungsoo sangat membutuhkan itu. Ia belum kenyang kasih sayang selama ini. Mereka, lebih tepatnya. Mereka berempat.
Hening. Kyungsoo tidak berani mengakuinya. Ia tidak mau dipaksa ke Rumah Sakit lagi, ia tidak mau minum obat-obatan selalu. Ia bosan dan..trauma. Sebut saja Kyungsoo paranoid dengan hal-hal berbau penyakit. Hingga keheningan itu bersambung sampai pintu kamar kembali dibuka.
Ayahnya. Ada disana. "Jongin, Kyungsoo." Kyungsoo langsung menegakkan tubuh, sementara Jongin seolah mengabaikan. "Appa lupa membeli makanan, jadi apa Kyungsoo mau mema-"
"Appa tega sekali menyuruh Kyungsoo memasak?!" Tanpa disangka, ternyata Jongin tetap mendengar suara ayahnya meski musik masih memanja. Ia terburu berdiri dan lagi-lagi menghadap wajah Kris. "Kenapa tidak kau saja?!" Karena Jongin tidak terima. Ayahnya..benar-benar keterlaluan.
Kyungsoo membeku. Tapi ia harus menyelesaikan ini sebelum berlarut. Tapi suara Kris lebih dulu menyerobot. "Appa kan bertanya, apa Kyungsoo bersedia atau tidak? Bukan menyuruh."
"Sama saja!" Jongin menyentak. Kini kilat marahnya beralih mendapati mata bulat Kyungsoo yang senantiasa ramah. "Jangan mau, Kyungsoo."
Kyungsop meretas senyuman tulus, lalu memegangi lengan Jongin. "Umh. Kalau aku memasak yang instan-instan, tidak apa-apa kan?" Jongin membelalak, tidak percaya. Apa-apaan adiknya ini? Sementara Kris melunakkan suara, ia tertular senyuman Kyungsoo.
"Asal kau tidak keberatan. Appa tidak memaksa."
Cih. Jongin mendengus sedangkan Kyungsoo malah memasang wajah maklum. Kris sudah pergi dari sana, menyisakan kubu Jongin dan Kyungsoo yang saling bersitegang menuntut keadilan.
"Hyung, siapa tahu dengan kita yang selalu menurut, Appa bisa kembali seperti du-"
"Tidak akan bisa, Kyungsoo." Jongin sengaja memotong ucapan adiknya. "Appa sudah melupakan kita sebagai anak-anaknya." Setelah itu, Jongin keluar. Menghilang dibalik debum keras pintu kamar yang dibantingnya.
Kyungsoo mendesah, "Umma, kubilang kembalilah. Kami semua membutuhkanmu, hiks. Kami berantakan, hiks. Umma, tolong kami,"
A FAMILY FANFICTION
PLEASE ANTICIPATE IT!
...
Wu Yifan ada diruang kerjanya. Duduk di kursi tahta kebanggaannya. Sebelah sikunya terdiam diatas meja. Ia amburadul. Telunjuk dan ibujarinya memijit pelipis, desahan frustasi menemani tengah malamnya. Ia merindukan seseorang.
"Aku harus apa tanpamu, Violet?"
Ia mengesah, kali ini sambil mengatupkan kedua matanya.
"Kau meninggalkanku dengan empat anak laki-laki. Kau kira aku sanggup? Tidak."
Kris membiarkan suaranya ditelan hampa udara.
"Semua cenderung salah karena aku. Kelaurga Wu tak layak lagi disebut keluarga. Aku, ayah yang buruk. Benar-benar buruk."
Karena mendiang istrinya begitu saja pergi, memberinya amanat agar hidup baik dengan anak-anak. Bagaimanapun, Kris tidak pernah akrab dengan anak-anaknya. Ia selalu sibuk bekerja keras di perusahaan, melimpahkan semua urusan mereka pada sang istri.
Sekarang? Lihat bagaimana hasilnya.
"Aku selalu menyayangi mereka, Violet. Meski tak lagi disandingmu, aku akan berjuang demi anak-anakku. Pasti."
Ya, dan itu adalah ikrar Wu Yifan untuk memimpin anak-anak berbakatnya. Wu Chanyeol, Wu Jongin, Wu Baekhyun dan Wu Kyungsoo adalah pahlawan titisan Wu Yifan. Sebagai ayah, ia akan menjadikan mereka sosok tangguh atas kejamnya dunia.
Mari, kita saksikan episode demi episode keseharian penuh konflik di rumah besar milik mereka. Saksikan apa yang terjadi selalu berujung kebaikan yang dapat dipetik. Mari, kuajak kau berkeliling. Lihat, betapa kehangatan mulai memudar. Lihat, betapa nanti, kebahagiaan akan hadir sebagai senjata abadi.
!THIS JULY!
...
THIS IS HOME!
...
!COMING SOON!
...
OOOO
HALO!
Ini H-8 Aku bakalan hiatus. Jadi masih menyempatkan waktu mempublish ff. Ide ini ngga bisa ditahan2 lagi daripada lumutan. Dan yah, hasilnya..maaf jika mengecewakan. Akan dilanjut jika review memungkinkan xD Maka, silahkan sertakan ketertarikan anda pada cerita ini.
Aku akan benar-benar hiatus dalam waktu dekat. Mungkin setelah mempublish satu ff fluff kaisoo hahah~ untuk ff dengan status hiatus, itu akan dilanjut sampai aku comeback, yeheet!
Okay!
Silahkan membaca dan menikmatiii :)
