Ehm.. Cek! Cek! *Ketuk mic* Uhuk!

Holla, Minna~ ^^

Lama ga jumpa :"v Sini peluk cium dulu :* #dilempar

.

.

Err.. Gua ngilang berapa lama ya? :" *itung jari* Setahun lebih ternyata :'D

.

.

Pertama-tama gua mau minta maaf karena udah lama ga publish cerita :'D /emang ada yang nungguin?

Kehidupan kampus ternyata memonopoli kehidupan gua :"v Tugas, laporan, kuis, dan sebagainya juga bikin gua makin gila :'v #terjun

.

And now, gua publish fic baru lagi~ :v #tebarduit

Masih berkenan baca, 'kah? *Puppy eyes*

.

Fic ini didedikasikan untuk ultahnya Kaa-san, Sasuke's birthday, and yang paling penting SasuNaru day.. /telat, nak! telat!

:'v

Gomen.. Salahin niat dan ide gua yg baru nongol pas malem sebelum SasuNaru day habis.. TT_TT #nanges

.

Oke, sebelum cingcong-nya makin banyak.. Mari kita mulai ceritanya.. *Benerin dasi*

Eh, Tunggu! Biarkan yang dibawah ini lewat dulu.. :v


Leaf

Disclaimer : Naruto - Masashi Kishimoto

Pairing : SasuNaru

Slight : SasuSaku, NaruHina, dan NaruSaku

Rated : M

Genre : Romance & Humor.

Warning : Yaoi. OOC. Gaje. Abal. Pendek. Alur kecepetan. Sesuka Author. Hambar (Romance gagal, Humor gagal, dan Hurt juga gagal). Perlu perbaikan sana-sini. Typo bertebaran, tidak sesuai dengan EYD. Dan lain sebagainya. :3

.

.

DON'T LIKE, DON'T READ

.

.

A/N: Fic ini murni dari otak Author sendiri, jadi kalau seandainya terdapat kesalahan-kesalahan pada fic ini, harap dimaklumi.

Ini bulan puasa. . Fic ini mengandung unsur Yaoi. .

Dosa ditanggung sendiri.

Lihat warning dan tekan tombol back jika tidak suka. Kalau masih nekad baca, Author gak tanggung jawab.

.

.

Let's Start~


Purnama memancarkan sinarnya. Semilir angin malam berhembus menerpa ranting pepohonan, menerbangkan dedaunan hijau yang sudah mulai berwarna kekuningan. Membuat sang daun melayang kesana-kemari sembari terus turun akibat gaya gravitasi yang ada sebelum akhirnya bergabung dengan dedaunan lain yang sudah terlebih dahulu mendarat di tanah. Warna cokelat yang mendominasi dedaunan tersebut mejadi bukti yang cukup signifikan bahwa mereka –para dedaunan tersebut- sudah terlebih dahulu diterbangkan jauh-jauh waktu sebelum sang daun tiba.

Angin kembali berhembus, membuat koloni(?) dedaunan tersebut kembali terbang mengikuti arah angin -yang bertiup entah kemana- seakan pasrah. Kepergian para daun tersebut otomatis membuat aspal trotoar -yang tadinya tertutupi oleh para dedaunan- menampakkan(?) bentuk dan wujudnya yang rata serta berwarna gelap.

Ya, gelap.

Dan akan tetap berwarna gelap walau sudah diterpa sinar lampu jalan yang berbaris menerangi sepanjang jalan yang bernama kehidupan meski tanpa disuruh. *Plak!*

Hitam. Sama seperti langit malam.

Namun, bukanlah sang hitam yang akan menjadi pemeran utama pada cerita kali ini. Bukan pula lampu jalan, aspal, maupun dedaunan –yang entah mengapa terlalu banyak disebut-sebut diawal-. Juga bukan angin yang menjadi faktor utama kengawuran yang terjadi saat ini.

Oke! Kita turunin viewnya dulu :3

Secerca cahaya terang yang membuat silau mata pun menerpa dedaunan -yang tak ikut terbawa hembusan angin sebelumnya-. Tak lama kemudian, sebuah ban mobil melintas dengan cepat menindas dengan ganas dedaunan tersebut dan membuatnya merasa tertindas dengan cara mengenaskan menjadi serpihan-serpihan kecil. Beberapa diantaranya kembali terbang secara acak.

Author gila mendadak karena kebanyakan bahas daun.

Back to the topic!

Sebuah mobil Porsche hitam melaju dengan kecepatan sedang melintasi trotoar menuju ke suatu tempat.

Di dalam mobil, seorang pria berambut raven dengan kulit seputih salju dibalut kemeja kasual berwarna biru dongker disertai celana dasar berwarna hitam terlihat sedang mengendarai mobil kece tersebut.

Dasi yang terikat longgar di lehernya tak sedikitpun mengurangi kewibawaan dan ketampanan yang dipancarkannya. Kancing kemeja paling atas yang -dengan sengaja- tak dikancing ditambah dengan lengan kemeja yang digulung sebatas siku justru membuat pria ini terlihat sexy disaat yang bersamaan.

Di kursi jok sebelah, terdapat tas kerja berwarna hitam yang ditutupi oleh seonggok(?) jas yang berwarna senada dengan celananya.

Sepertinya dia baru saja pulang dari kantornya.

Pria ini mengendarai mobilnya dengan tenang. Mata onyxnya memandang lurus ke depan. Tetap fokus ditengah kepenatan yang melanda. Ngeronda sekaligus berjaga-jaga siapa tau ada zombie yang berjalan sempoyongan ke tengah jalan dan minta THR buat lebaran. #Dibuang

Lupakan kalimat terakhir!

Dering ponsel memecah kesunyian yang ada. Tangan kiri yang tadinya memegang kemudi beranjak menuju kearah kursi jok di sebelahnya, lebih tepatnya saku jas.

Setelah merogoh saku jas dan menemukan ponselnya, tanpa melihat siapa sang penelpon dia pun langsung mengangkat telepon tersebut.

"Hn." Jawabnya.

"Sasuke-kun." Sebuah suara lembut memenuhi gedang telinga sebelah kirinya. "Kau sudah pulang?" Lanjut suara itu lagi. Tersirat kekhawatiran disana.

"Aku sedang dalam perjalanan." Diam sejenak. "Apakah dia sudah tidur?" Tanyanya.

"Dia sudah tidur sejak beberapa jam yang lalu. Dia menunggumu pulang hingga tertidur."

Hening beberapa saat.

"Baiklah. Ku tutup teleponnya. Um.. Hati-hati di jalan."

"Hn."

Tuut.. Tuut.. Tuut..

Melempar ponsel ke kursi jok sebelah, dia pun kembali fokus menyetir mobilnya.

Sasuke. Uchiha Sasuke.

Putra bungsu dari pasangan Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto. Putra seorang direktur utama sebuah perusahaan bernama Uchiha Corp. Putra dari mantan aktris terkenal. Juga merupakan adik dari seorang sutradara profesional bernama Uchiha Itachi.

Sasuke. Seorang pria jenius, mapan, serta bertalenta dengan ketampanan dan kesempurnaan yang dimilikinya.

Mata onyxnya beralih ke jam tangan di pergelangan tangan kirinya. Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam.

Menarik tuas dan menekan pedal gas, Sasuke menambah kecepatan mengemudinya setelah sebelumnya memfokuskan kembali pandangannya ke jalanan.

.

.

Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, tibalah Sasuke di sebuah perumahan penduduk dekat taman kota.

Dari pusat kota, butuh waktu sekitar 90 menit untuk bisa tiba di tempat ini.

Konoha merupakan sebuah kota di Tokyo yang masih mengutamakan pepohonan dibandingkan bangunan-bangunan mewah.

Kota ini masih sangat sejuk. Pemerintah setempat sengaja tak banyak membangun gedung-gedung pencakar langit yang bisa merusak alam di kota ini. Walaupun demikian, kota ini tetap maju. Sehingga, tak jarang warga setempat lebih memilih menetap di Konoha dibanding menyewa apartemen di pusat kota.

Begitu pula dengan Sasuke.

Sasuke sengaja menetap di konoha dengan alasan yang sama dengan penduduk lokal pada umumnya.

Walaupun perkantoran sebagian besar berpusat di Tokyo, pekerja-pekerja kantoran lain yang juga seperti Sasuke juga lebih banyak tetap memilih tinggal di Konoha.

Dengan resiko pulang-pergi tentunya.

Namun tak dipungkiri juga mereka punya apartemen sendiri di pusat kota. Hal itu akan berguna disaat-saat lembur dan disaat terlalu lelah mengendarai mobil untuk pulang ke kediaman masing-masing.

Konoha terletak di dekat taman kota. Bisa dikatakan, taman ini merupakan perbatasan antara Tokyo dengan Konoha.

Taman ini cukup luas dan rindang. Sebuah pohon besar yang dikelilingi taman bunga berdiri kokoh di tengah-tengah taman tersebut. Selain itu terdapat kebun binatang, taman bermain dan pepohonan biasa disekitar taman. Warga setempat saling bahu-membahu dalam merawat lingkungan sekitar mereka.

Memelankan laju mobilnya, Sasuke kembali mengemudi dengan santai sembari sesekali melihat-lihat keadaan sekitar.

Kota sudah lumayan sepi, mengingat sudah hampir tengah malam.

Sasuke membelokkan mobilnya menuju ke sebuah rumah yang lumayan dekat dengan taman.

Rumah pribadinya.

Ya. Semenjak berkeluarga, Sasuke tidak lagi tinggal di Mansion Uchiha. Alasannya karena dia tidak mau bergantung dengan orang tuanya lagi.

Pekerjaan pun di dapatkannya dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Walaupun ayahnya menjabat sebagai direktur utama, dia tetap mendapatkan perlakuan yang sama dengan karyawan-karyawan lainnya.

Dengan kejeniusannya, tak heran kalau dia mendapat jabatan tertinggi kedua setelah ayahnya.

Perfect!

Sudah tampan, jenius, mapan pula!

Wanita mana yang tak terpikat akan sosoknya.

Ngomong-ngomong soal wanita..

Wait!

Kalau tidak salah, tadi Author bilang, "Semenjak berkeluarga, Sasuke tidak lagi tinggal di Mansion Uchiha.", bukan?

Ada sebuah kata yang menjadi sorotan saat ini..

Berkeluarga.

Berkeluarga?!

BERKELUARGA?!

YEP! Sasuke sudah berkeluarga. :"v

Mari kita patah hati bareng saudari-saudariku~ *Nangis bombay*

Beginilah nasib~

Yang perfect kayak gini mah pasti ada-ada aja 'wanita'-nya.. D:

Kenapa?! KENAPA?!

Oke, ngawur again.. -_- Author mulai gak fokus karena kurang tidur.. Ada Aq*a? #Ditendang

Back to the Story~

Siapakah wanita yang beruntung itu?

Jawabannya adalah Sakura. Haruno Sakura.

Putri tunggal dari keluarga Haruno yang cukup terpandang itulah yang menjadi pendamping hidup Sasuke selama beberapa tahun belakangan ini.

Sakura sendiri merupakan seorang wanita cantik dengan rambut pendek sebahu berwarna senada dengan bunga sakura. Sakura merupakan salah satu dari sekian banyak fansgirl Sasuke yang paling beruntung karena dapat menikah dengan pria raven itu.

Setibanya di perkarangan rumah, Sasuke langsung memarkirkan mobilnya ke bagasi. Mengambil tas dan jasnya, Sasuke melangkah cepat menuju ke dalam rumah. Ingin segera mengistirahatkan diri.

"Tadaima." Ujar Sasuke ogah-ogahan sembari melepas sepatunya.

"Okaerinasai~" Jawab seorang wanita berambut pink sembari datang menghampiri Sasuke. "Kau sudah pulang, Sasuke-kun? Mau disiapkan air hangat atau-"

"Aku ingin instirahat." Potong Sasuke.

Menggigit bibir bawahnya sebentar, Sakura kembali buka suara, "Kalau begitu aku bawakan tas-"

"Tidak usah." Potong Sasuke lagi.

Tanpa menoleh, Sasuke langsung melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya.

Ya. Kamarnya.

Kamar Sasuke.

Sendiri.

Kamar tersebut merupakan kamar Sasuke pribadi, bukan kamar mereka berdua.

Karena jelas, Sasuke lebih suka menyendiri.

Oke, bisa dikatakan rumah tangga yang mereka bina tidak seperti rumah tangga orang lain pada umumnya. Seperti rumah tangga yang mana di dalamnya terdapat keharmonisan sepasang suami-istri yang saling mencintai satu sama lain.

Rumah tangga mereka berbeda.

Sakura mencintai Sasuke.

Namun, Sasuke tak mencintai Sakura.

Pernikahan tersebut terjadi karena adanya kerja sama antar perusahaan.

Orang tua Sasuke sengaja menjodohkan Sasuke dengan Sakura atas permintaan keluarga Haruno.

Sakura yang tergila-gila pada Sasuke meminta kepada sang ayah agar menjodohkannya dengan Sasuke. Kizashi yang begitu menyayangi putri tunggalnya tentu tak akan membiarkan sang putri kecewa. Apapun akan dia lakukan demi kebahagiaan Sakura.

Fugaku sendiri juga tak merasa keberatan. Toh selama ini Sasuke tak terlihat tertarik pada seorang gadis sedikit pun.

Bagaimana dengan Sasuke sendiri?

Apapun permintaan orang tuanya, ia tak akan pernah bisa menolak. Terutama permintaan sang ibu –yang sangat ingin melihat Sasuke memiliki pendamping hidup-.

Dan pernikahan pun dilaksanakan.

Semua terlihat berbahagia. Pengecualian untuk Sasuke.

Selama pernikahan berlangsung, wajahnya terlihat biasa-biasa saja. Tak terlihat antusias sedikitpun.

Hal ini tentu membuat Sakura merasa sedikit kecewa. Namun, dia tetap teguh dan yakin bahwa suatu saat nanti Sasuke akan balas mencintainya. Dia akan berusaha menjadi istri yang baik agar bisa membuat Sasuke membuka hatinya.

Setelah pernikahan selesai, Sasuke dan Sakura pun memulai kehidupan baru mereka di kediaman yang sekarang mereka tinggali.

Perubahan terjadi.

Sakura yang tadinya merupakan gadis manja dan egois secara perlahan bertransformasi(?) menjadi istri idaman.

Namun tidak dengan Sasuke.

Seideal-idealnya Sakura menjadi seorang istri, Sasuke tetap tak bisa mencintainya.

Semua yang dilakukan Sakura tak sedikitpun dapat merobohkan benteng pertahanan Sasuke.

Sakura mungkin tipe istri yang dicari-cari para pria. Namun tetap saja, Sakura bukan tipe Sasuke.

Kehadiran Sakura dalam kehidupannya tidak lebih dari sekedar dianggap sebagai sosok 'kakak' oleh Sasuke sendiri.

Sakura tak mempermasalahkan hal itu. Dia wanita tangguh. Selama Sasuke tetap berada di sisinya, ia akan tetap sabar.

Bukan sekali dua kali Sakura makan hati. Wanita mana yang tidak merasa sedih apabila kehadirannya tidak di hargai.

Ada kalanya sisi egois Sakura kembali, membuatnya menuntut perhatian dari Sasuke. Namun terkadang hal tersebut berbuah pahit. Bukan kemesraan yang manis seperti yang diidam-idamkannya.

Sasuke yang pada dasarnya dingin dan keegoisan Sakura yang sudah tingkat tinggi menghasilkan sebuah konflik yang lumayan besar bagi rumah tangga mereka. Tak jarang pertengkaran pun tak terelakkan lagi.

Dan apabila hal itu terjadi, Sasuke lebih memilih pergi.

Memfokuskan diri pada pekerjaan dan akan kembali setelah berminggu-minggu kemudian.

Seperti yang dilakukannya sekarang.

Sasuke melempar jasnya ke ranjang dan kembali melonggarkan dasinya setelah sebelumnya menaruh tasnya di meja kerja.

Berjalan ke arah jendela, Sasuke dapat melihat sebuah daun terakhir gugur dan terlepas dari ranting pohon di dekat rumahnya.

Sasuke mengedarkan pandangannya, melihat kearah pepohonan lain yang masih menyisakan beberapa helai daun lagi.

Musim gugur akan segera berakhir.

Cepat sekali rasanya.

Ya. Semenjak pertengkarannya dengan Sakura yang baru akhir-akhir ini terjadi, Sasuke lebih memfokuskan diri lagi ke pekerjaannya di kantor di pusat kota.

Akhir-akhir ini Sasuke memang lebih sibuk dari biasanya. Pekerjaan yang menumpuk ditambah dengan bumbu-bumbu pertengkaran menyebabkan ia tak kunjung pulang dalam jangka waktu yang cukup lama.

Membuka jendela, mata onyxnya terpejam menikmati hembusan angin malam yang lumayan menusuk kulit.

"Sasuke~"

Suara itu.

Sasuke membuka kedua matanya. Mengedarkan pandangan menilik keadaan di sekitarnya. Mencoba mencari asal dari suara tersebut.

Hening.

Tidak ada siapapun.

Halusinasi, hm?

Menghela nafas sejenak. Sasuke menutup jendela kamarnya.

Suara tadi itu..

Begitu familiar.

Mendengar suara tadi, entah mengapa Sasuke tiba-tiba merasa perutnya melilit. Perasaannya jadi tidak enak.

Bukan! Bukan karena takut bahwa suara tersebut merupakan suara hantu. Ini bukan fic supranatural, ingat?

Sasuke melangkahkan kembali kakinya menuju tempat tidur dan duduk diatasnya. Membaringkan tubuh sembari menyilangkan tangan di belakang kepala, Sasuke memandangi langit-langit kamarnya. Kakinya yang menjuntai di sisi tempat tidur digoyangnya pelan.

Suara itu membuatnya menjadi sedikit tak tenang. Seolah rasa bersalah kembali mengerogoti hatinya.

Mengapa suara itu tiba-tiba hadir? Rindu 'kah?

Rasa tak tenang dan rasa bersalah terhadap suara -lebih tepatnya pemilik suara- itu semakin menjadi.

Suara itu membawa ingatannya akan seseorang.

Ya. Seseorang.

Seseorang yang spesial.

Seberkas ingatan pun hadir dalam pikirannya.

.

.


Flashback.

"Wah, Indah sekali-ttebayo!" Shappire itu berbinar melihat pemandangan di depannya. Rumput yang bergoyang pelan akibat hembusan angin serta warna-warni dedaunan yang berguguran semakin memperindah suasana.

"Hey, Teme! Bangun dan lihatlah!" Serunya pada seorang lelaki dibelakangnya. Lelaki tersebut tampak memejamkan kedua mata sembari bersandar pada pohon di belakangnya.

"Hn." Lelaki berambut raven dengan bentuk bak pantat ayam tersebut menjawab dengan ogah-ogahan. Membuka sebelah mata onyxnya sejenak, tampaklah figure seorang lelaki lain dengan rambut pirang jabrik yang –kalau dilihat dari belakang seperti sekarang ini- tampak seperti durian.

Lelaki pirang tersebut tampak mengenakan hoodie orange. Garis hitam tipis yang membentuk garis vertical dengan jarak yang tidak terlalu dekat satu sama lain melengkapi kepolosan(?) hoodie tersebut. Dilengkapi dengan celana hijau tua selutut dan disertai dengan guguran daun di sekitarnya, lelaki tersebut terlihat seperti 'Angel'.

Membuka sebelah mata yang satunya, lelaki raven tersebut menikmati 'pemandangan' yang ada.

'Indah.' Batinnya.

"Ayo, cepat! Lihatlah!" Serunya lagi tanpa melihat kearah si raven.

Si raven hanya diam. Entah mengapa tiba-tiba otaknya memutar sebuah 'khayalan' yang –menurutnya- cukup menyenangkan.

Dengan daun yang berguguran.

Berdiri di altar.

Dan dengan diiringi lagu pernikahan, seorang lelaki berambut pirang dengan setelan jas putihnya melangkah menuju ke arahnya ditemani sang ayah. Melangkah dengan pasti hingga akhirnya sang ayah menyerahkan sang putra kepadanya.

Mereka berdampingan. Bergenggaman tangan. Menyebut janji-janji suci dan akan tetap bersama hingga maut memisahkan.

Mencoba menepis pikiran 'tidak waras'-nya tadi, si raven memejamkan kembali matanya. Menyamankan posisi istirahatnya dengan kedua tangan yang tetap tersilang di depan dada.

"Teme!"

Duak!

"Ouch!" Si raven mengaduh. "Apa yang kau lakukan, idiot?!" Ujarnya sembari mengelus lengan kirinya yang terasa ngilu. Tak lupa juga deathglare andalan pun ia berikan kepada sang tersangka. Hey! Dibogem itu, sakit tau!

"Salah sendiri mengacuhkanku." Sang tersangka memanyunkan bibirnya. "Apa dia tuli? Aku heran mengapa dia masih saja tidur walau sudah ku panggil berkali-kali." Si pirang misuh-misuh sendiri sembari menyilangkan tangan di depan dada.

"Apa harus dengan cara memukul?" Si raven memutar kedua bola matanya. "Dan lagi, aku tidak tuli. Aku sudah bangun sejak pertama kali kau memanggilku." Ujarnya.

Si pirang hanya cengengesan. "Kukira kau tak mendengarku."

"Siapa pun bisa mendengar suara lima oktaf-mu itu, idiot. Suaramu bahkan mampu menyembuhkan orang tuli dan menulikan orang normal dalam seketika." Si raven kembali menyenderkan tubuhnya ke pohon di belakangnya.

"Aku tidak tau harus merasa tersanjung atau merasa terhina dengan kata-katamu." Sewot si pirang.

Melihat itu, si raven kembali memutar kedua bola matanya. "Apa maumu?" Tanyanya.

Raut si pirang kembali menjadi cerah. Shappire-nya kembali berbina-binar. "Aku hanya ingin kau melihat pemandangan disekitar ini." Tunjuk si pirang kearah belakangnya. Arah dimana dedaunan berguguran. "Indah, bukan?" Matanya menyipit sembari tersenyum senang.

Si raven mengangkat alisnya. "Hanya itu?"

"Ya sudah kalau tidak mau lihat!" Rajuk si pirang. Dongkol.

"Yang begini kau sebut indah."

"Kau bahkan belum melihat!"

"Kau kira aku buta? Aku sudah melihatnya."

Si pirang menepuk jidatnya. "Benar juga."

"Dasar, bodoh."

"TEME!"

"Berhentilah berteriak."

"Kau menyebalkan!"

"Hn."

"Gah! Sudahlah. Aku lelah berdebat denganmu. Lebih baik aku melihat pemandangan indah ini." Si pirang membalikkan badannya. Membelakangi si raven.

"Aku sudah melihat 'pemandangan' yang jauh lebih indah."

Si pirang kembali menoleh ke arah si raven sembari mengangkat alisnya. "Memangnya apa?"

Si raven mengangkat sudut bibirnya. "Kau mau tau?" Godanya. Alisnya bergerak keatas-kebawah.

"Kau terlihat seperti om-om mesum, Teme." Bergidik ngeri, si pirang kembali menghadap ke depan.

Si raven ber-sweatdrop-ria. "Terserah." Ujarnya. "Yang penting 'pemandangan'-ku jauh lebih indah."

"Tidak. Menurutku inilah pemandangan yang paling indah."

"Itu hanya daun."

"Tapi ini berbeda! Daunnya berguguran!" Si pirang mendeathglare si raven.

"Kau berkata seolah kau tak pernah melihat daun berguguran."

Si pirang tersenyum kikuk. "Err.. Sebenarnya memang tak pernah." Jawabnya kecil sembari menggaruk belakang kepala. Pipinya sedikit merona.

"Hah?" Si raven kembali mengangkat alisnya.

"Aku memang tak pernah melihatnya, Teme!" Serunya.

"Umurmu bahkan sudah menginjak usia 18 tahun dan kau belum pernah melihat daun berguguran secara langsung?" Si raven mengerutkan keningnya.

Si pirang cemberut. "Selama ini aku homeschooling. Dan lagi, aku tidak diijinkan pergi keluar rumah oleh Kaa-san. Rumahku juga berada di pusat kota. Tidak ada pohon-pohon yang seperti ini disana. Ini pertama kalinya aku kesini."

Si raven terdiam.

"Kaa-san sangat protektif. Membujuk Kaa-san sangatlah sulit. Untuk bisa kuliah di Universitas kita sekarang ini pun butuh perjuangan keras. Ada banyak pertentangan sebelum akhirnya Kaa-san mengizinkan." Si pirang menerawang.

"Aku sangat merasa bersyukur karena diberi izin untuk kuliah di Universitas kita sekarang ini, karena dengan itu aku bisa mengenal dan menerapkan yang namanya cara bersosialisasi secara langsung."

Diam sejenak.

"Terpenting, aku bisa mengenalmu." Si pirang menoleh ke arah si raven.

Sepasang onyx dan shappire bertemu.

"Aku juga sangat merasa bersyukur karena bisa menginjakkan kaki di sini. Yah~ Setidaknya yang kulihat sekarang tidak hanya lingkungan rumah dan gedung-gedung pencakar langit lagi." Si pirang tersenyum tipis. "Semua itu berkat kau." Senyum si pirang semakin lebar.

"Terima kasih karena sudah mengajakku kesini, Sasuke."

End of Flashback.


.

.

Sasuke menegakkan badannya dan berjalan menuju ke arah meja kerjanya. Tangan kirinya yang ingin mengambil ponselnya terhenti sejenak ketika matanya menangkap sebuah bingkai foto di atas meja kerjanya.

Tangan kanannya beranjak bergerak menuju ke arah bingkai foto tersebut dan mengambilnya. Secara perlahan diusapnya kaca foto tersebut dengan menggunakan tangan kirinya. Mencoba menghapus embun yang menghalangi pandangannya terhadap foto tersebut.

Gerakan tangannya terhenti ketika melihat gambar di dalam foto tersebut.

Di dalam foto tersebut tampaklah seorang pria dengan seorang anak kecil berumur 5 tahun yang berada di dalam gendongannya. Wajah anak tersebut tampak begitu bahagia dengan senyum tipisnya. Sangat kontras dengan wajah sang pria yang –memang pada dasarnya- datar.

Fotonya.

Foto bersama anaknya.

Ya. Anaknya.

Sarada. Uchiha Sarada.

Anak yang lahir dari seorang wanita yang kini menjadi istrinya. Anak yang lahir tanpa adanya persetubuhan di antara keduanya. Anak tersebut dihasilkan dari sebuah teknologi yang bernama in vitro fertilization atau yang biasa disebut dengan bayi tabung.

Tentu saja. Sasuke yang memang pada dasarnya tidak mencintai Sakura tentu tidak akan mau menyentuh wanita itu walau ikatan pernikahan sudah pasti jelas di dalam hubungan mereka.

Seiring dengan berkembangnya teknologi masa kini, di zaman yang kian maju, tentu akan sangat mudah mendapatkan bayi walau tanpa hubungan sekalipun.

Bayi tabung adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur dibuahi di luar tubuh wanita. Pada umumnya, teknik ini digunakan sebagai solusi dari para pasangan yang mengalami masalah kesuburan atau sulit memiliki keturunan.

Awalnya, Sasuke sama sekali tak berniat memiliki seorang anak pun. Tak sedikit pun terbesit dalam benaknya ingin memiliki keturunan. Sasuke terlalu sibuk dengan karirnya.

Namun setelah beberapa bulan menikah, Mikoto mengajukan permintaannya. Nyonya Uchiha tersebut sangat ingin menimang cucu.

Sasuke yang tidak bisa menolak permintaan Mikoto hanya bisa meng-iyakan permintaan sang ibu.

Permintaan Mikoto merupakan kabar gembira tersendiri bagi Sakura. Setelah sekian lama menikah, akhirnya Sasuke akan menyentuhnya.

Namun ternyata dugaannya salah.

Dengan berbagai perdebatan yang terjadi di antara Sasuke dan Sakura, akhirnya Sakura terpaksa menyetujui keputusan Sasuke. Sasuke memutuskan hanya akan memiliki anak dengan teknologi bayi tabung tersebut. Sakura dan Sasuke pun sepakat akan merahasiakan hal ini dari pihak keluarga.

Kehadiran Sarada tentu sangat membahagiakan, terutama bagi keluarga Uchiha dan Haruno.

Seiring berjalannya waktu, Sarada pun kian tumbuh dan menjadi seorang anak kecil yang menggemaskan. Namun kebahagiaan kedua pihak keluarga pun memudar karena sang putri kecil memiliki gangguan pada kesehatan. Di usia ke 5 tahun, Sarada menderita penyakit leukemia atau penyakit yang biasa disebut dengan kanker darah.

Tentu saja. Embrio yang dibuahi diluar rahim ibu tentu akan memiliki berbagai kemungkinan terserang bakteri(?) yang bisa saja menghambat perkembangan janin.

Berbagai macam terapi untuk pengobatan seperti kemoterapi, target terapi, terapi biologi, terapi radiasi, dan transplantasinsel induk telah dilakukan untuk mengobati sang putri kecil. Namun Tuhan berkehendak lain. Penyakit Sarada tidak bisa disembuhkan.

Terapi-terapi tersebut hanya mampu menyambung nyawa sang putri kecil selama beberapa tahun saja. Layaknya jamur yang tidak dicabut sampai ke akar, penyakit tersebut kembali tumbuh secara terus-menerus.

Makanya pake D*ktarin.. Dah jamur :v #Dibuangbeneran

Oke, -_-

Back to the story again~

Penyakit yang terus menggerogoti tubuhnya membuat kondisi Sarada kian melemah. Dokter bilang hanya menunggu waktu saja sampai malaikat menjemput putri tunggal manisnya itu.

Sasuke menghela nafas.

Dia bukan ayah yang baik.

Dia tidak bisa berada di samping putrinya di setiap saat. Dia terlalu sibuk dengan dunianya. Terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

Terlebih lagi pertengkarannya dengan Sakura yang membuatnya enggan untuk pulang, sehingga sangat memungkinkan bahwa jarang sekali bagi seorang Sasuke untuk berada di rumah. Hal ini juga membuat waktu kebersamaannya dengan Sarada semakin tipis.

Sarada selalu menelepon dan selalu bertanya kepadanya kapan dia pulang di setiap malam.

Sarada selalu menunggunya.

Sasuke merasa sangat bersalah kepada putri kecilnya. Anak itu harus mengalami broken home di usia yang begitu muda. Belum lagi penyakit yang menggerogoti tubuh kecilnya tentu membuat penderitaan sang putri kecil semakin bertambah.

Rasanya sudah lama sekali ia tidak menemani putri kecilnya itu. Sudah lama ia tak punya waktu untuk bersama Sarada seharian penuh.

Meletakkan kembali bingkai foto tersebut ke atas meja, Sasuke kembali melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi. Ia harus membersihkan diri dan menjenguk putrinya dengan segera. Entah mengapa tiba-tiba saja ia merasa harus sesegera mungkin menjenguk putrinya.

Setelah melepaskan seluruh pakaian yang menempel pada tubuhnya, Sasuke lekas mandi.

Guyuran air yang mengalir dari shower sedikit mendinginkan kepalanya. Sedikit membuatnya rileks.

Setelah menikah, beban hidupnya terasa semakin besar. Apalagi semenjak kehadiran Sarada, semua terasa serba salah. Di satu sisi, ia tak suka berada di rumah, namun di sisi lain Sarada juga butuh kasih sayang sosok seorang ayah darinya.

Sasuke terus menikmati guyuran air shower sambil sesekali kembali menghela nafas. Entah sudah berapa kali ia menghela nafas hari ini. Apakah kebahagiaannya akan segera habis?

Ngomong-ngomong soal kebahagiaan..

Kapan terakhir kali Sasuke merasa bahagia?

.

.


Flashback.

Gemerlap bintang bertaburan menghiasi langit malam. Dinginnya suasana angin malam yang menusuk kulit seolah tak begitu berarti bagi para pemuda-pemudi yang sedang meliuk-liukkan tubuh di sebuah taman di dekat kolam renang sembari sesekali bercanda tawa bersama rekan sahabat masing masing. Tidak lupa pula hentak musik pun turut mengiringi gerakkan mereka.

Pesta tahun baru yang diadakan oleh para mahasiswa Konoha University kali ini begitu meriah.

Dalam rangka menyambut tahun baru, para mahasiswa sepakat untuk mengadakan pesta di sebuah lapangan –atau lebih tepatnya taman-. Taman tersebut dekat dengan sebuah kolam renang yang berada dibelakang gedung olahraga milik Konoha University. Tempat ini memang biasa dijadikan sebagai tempat nongkrong bagi para mahasiswa. Suasana taman yang sejuk dengan beberapa pohon serta bunga-bunga menjadi suasana yang cukup menenangkan. Apalagi dengan tugas-tugas yang begitu merepotkan, tempat ini memang cocok untuk merilekskan pikiran.

Pesta dimulai sejak pukul 4 sore dan akan berakhir sampai dengan pagi menjelang. Sembari menunggu puncak acara yaitu malam pergantian tahun, para pemuda-pemudi tersebut membuat beberapa acara kecil seperti Riff Off, Battle Dance, Truth or Dare dan lomba-lomba lainnya. Setelah berlomba, mereka pun ber-karaoke-ria sembari menunggu puncak acara tiba.

Di awal acara, mereka menampilkan beberapa tarian seperti tarian tradisional, modern dance, maupun dance cover. Dan di akhir acara, setelah pergantian tahun mereka akan kembali berpesta sampai pagi menjelang.

Puncak acara itu sendiri yaitu pesta kembang api. Hal tersebut tentunya diadakan menjelang pergantian tahun mulai pukul 11.59 sampai dengan pukul 12.01 tahun baru.

Setelah mengadakan pesta kembang api dan beristirahat sejenak, acara yang sebenarnya pun dimulai.

Hentakan musik semakin cepat, para pemuda maupun pemudi tersebut mulai meliuk-liukkan badan kesana-kemari sembari meminum minuman yang ber-alkohol. Melepas stress sekaligus melupakan sejenak kegelisahan yang ada yang disebabkan oleh kejahanaman tugas kuliah yang menumpuk.

Puncak acara telah diadakan sejam yang lalu. Seorang pemuda berambut pirang tampak sedang menghentak-hentakkan badannya mengikuti alunan irama musik yang lumayan membuat tubuh mampu bergerak dengan sendirinya. Pemuda tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak mahasiswa Konoha University yang mengikuti pesta tahun baru ini. Segelas minuman dengan kadar alkohol rendah tampak berada dalam genggaman tangan kanannya.

Naruto. Uzumaki Naruto. Seorang pemuda yang memiliki tinggi 168cm itu berkulit tan dengan rambut pirang berkilaunya. Pemuda tersebut memiliki mata biru yang begitu indah. Matanya bak shappire yang berkilauan. Mata indahnya pun mampu membuat siapapun terpesona melihatnya.

Naruto adalah seorang pemuda yang baik hati dan begitu periang. Kepolosan dan keramahan yang dipancarkannya mampu membuat orang-orang nyaman berada di dekatnya. Senyum manisnya dapat membuat orang terbayang-bayang akan sosoknya.

Tubuhnya yang sexy dan agak langsing untuk ukuran seorang laki-laki juga sangat menggoda. Namun jangan salah, walaupun langsing tubuhnya tidak seringan yang dilihat.

Semua orang menyukainya. Termasuk seorang pemuda berambut raven yang sedang mengamatinya saat ini.

Pemuda berambut raven -atau sebut saja dia Sasuke- juga merupakan salah satu mahasiswa Konoha University satu tingkat di atas Naruto. Bisa dibilang, dia senior Naruto.

Sasuke merupakan idola para mahasiswi di kampus ini. Dengan potur badan tegap setinggi 176cm, dada bidang dengan kulit seputih salju, rambut emo –kalau tidak mau disebut pantat ayam- serta sorotan kedua mata onyxnya yang tajam, Sasuke bak pangeran dari kerajaan yang sangat di idam-idamkan wanita. Sikap dinginnya justru mampu membuat wanita makin tergila-gila pada sosoknya.

Namun siapa yang menyangka, dari sekian banyak wanita yang ada sang pangeran malah terpikat pada manusia paling sexy berambut pirang bermata biru ini. Dalam artian, Sasuke gay.

Ya. Sasuke dan Naruto menjalin sebuah hubungan yang 'agak spesial'.

Semua berawal ketika Sasuke berada di semester 3. Saat itu, Sasuke yang merupakan panitia ospek –yang mendapat jatah untuk membimbing para mahasiswa baru sebagai Kakak Asuh-, mendapat seorang Adik Asuh yang ternyata Naruto.

Ketenaran Sasuke dan keunikan Naruto membuat hubungan mereka -sebagai Kakak Asuh dan Adik Asuh- pun tersebar dengan pesat ke seluruh penjuru kampus. Banyak mahasiswa dan mahasiswi yang iri akan kedekatan keduanya.

Sasuke yang pendiam sangat kontras sekali dengan Naruto yang cerewet.

Sasuke, malam. Naruto, siang.

Keduanya saling melengkapi satu sama lain.

Sasuke dan Naruto.

Yin dan Yang.

Pada awalnya hubungan mereka hanya sebatas 'Kakak' dan 'Adik' saja. Namun semua berubah ketika Negara api menyerang *Duak!* Maaf-maaf.. Maksudnya, ketika nafsu menyerang. ==a

Saat itu Naruto sudah menginjak semester dua. Sedangkan Sasuke sendiri sudah menginjak semester empat.

Semua terjadi begitu saja. Sasuke yang 'tidak tahan' akan ke-sexy-an Naruto tanpa sadar bergerak 'menyerang' Naruto yang sedang bermain Playstation di apartemen Sasuke sendiri.

Mereka duduk berdekatan. Wangi citrus yang semerbak memasuki indera penciumannya membuat Sasuke tanpa sadar menciumi leher Naruto.

Sasuke lepas kendali dan mulai meraba bagian-bagian pada tubuh Naruto sembari terus menghirup dan menciumi leher Naruto.

Leher Naruto yang memang pada dasarnya sensitif membuat sang empu leher menjadi terbuai. Ditambah lagi sentuhan-sentuhan tangan Sasuke di tubuhnya membuatnya lupa daratan untuk sejenak. Hembusan nafas Sasuke di lehernya membuatnya mengerang lembut –yang membuat Sasuke semakin lepas kontrol-. Namun keterbuaian tersebut tidak berlangsung lama saat Sasuke mencoba melepas kaos yang sedang di pakai Naruto.

Sasuke dan Naruto bak Yin dan Yang.

Naruto pun mendorong dan memukul Sasuke dengan sekuat tenaga.

Sasuke tersadar. Tentu saja.

Setelah insiden itu terjadi, kedekatan mereka mulai berkurang. Hubungan keduanya tidak berjalan baik dalam jangka waktu beberapa hari.

Namun tak lama kemudian, Sasuke meminta maaf kepada Naruto dan hubungan mereka kembali membaik. Bahkan jauh lebih baik.

Hubungan mereka pun jauh lebih dekat daripada yang sebelumnya.

Sasuke yang sejak tadi duduk di sebuah kursi bulat terus mengamati Naruto dalam diam sambil sesekali menegak minumannya.

Lihat! Betapa menggodanya si pirang saat ini.

Dibalut dengan kemeja berwarna orange yang tidak dikancing -menampakkan kaos putihnya yang agak menempel karena basah oleh keringat- serta jeans biru tua-nya, Naruto terus menggerakkan badannya mengikuti irama musik. Sesekali pinggang rampingnya terekspos saat sang empu mengangkat tangannya ke atas. Membuat pemuda raven yang sejak tadi terus mengamatinya pun meneguk ludahnya.

Hell! Ini sungguh sangat menggoda, kau tau?!

Tak tahan. Meletakkan gelasnya, Sasuke pun beranjak dari atas kursi yang sejak tadi didudukinya menuju ke arah Naruto. Si pirang nakal ini perlu diberi 'pelajaran'.

End of Flashback.


.

.

Lamunan Sasuke kembali buyar ketika tubuhnya menggigil kedinginan.

Dia baru ingat bahwa dia masih berada di bawah guyuran air shower yang dingin.

Mematikan keran dan mengambil handuk, Sasuke melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi dan mengambil piyama tidurnya.

Sembari memakai pakaiannya Sasuke pun teringat akan tujuan awalnya yang ingin mengunjungi putri kecilnya di kamar tidurnya.

Hah~ Sepertinya dia terlalu banyak melamun akhir-akhir ini.

Membuka pintu kamar Sarada secara perlahan –takut menggangu tidur cantik sang anak-, Sasuke pun melangkah masuk setelah sebelumnya kembali menutup pintu kamar tersebut.

Setibanya di smaping ranjang, Sasuke mengamati wajah sang putri.

Damai. Begitu nyenyak.

Dengan perlahan tangan kanannya terangkat dan mengelus rambut hitam sang anak.

Tubuh Sarada sudah semakin mengurus, kulitnya –yang pada dasarnya memang putih pucat- semakin pucat karena penyakit yang dideritanya.

Rasa bersalah kembali menggerogoti hati Sasuke. Anaknya pasti sangat menderita.

Tangan Sasuke yang satunya pun beranjak mengambil tangan kanan sang anak lalu menciumnya sayang.

"Maafkan Tou-san." Bisiknya sembari meletakkan kembali tangan Sarada ke atas perutnya. Sasuke pun memperbaiki letak selimut anaknya. Menyelimutinya.

"Semoga penderitaanmu segera berakhir." Bisiknya sekali lagi. Sasuke mengecup kening sang anak sekilas lalu kembali mengelusnya.

Sasuke pun beranjak dan berjalan menuju keluar kamar.

"Selamat tidur, putri kecilku." Ujarnya kecil –takut membangunkan sang anak- sebelum akhirnya membuka pintu kamar. Sasuke pun berjalan keluar dan menutup pintu kamar anaknya secara perlahan.

.

.

Sekembalinya dari kamar Sarada, Sasuke langsung beranjak menuju kamarnya. Tubuhnya yang sudah sangat lelah terus-terusan memberontak minta diistirahatkan.

Sasuke melirik jam dinding di atas perapian. Waktu sudah menunjukan pukul 1 pagi.

Pantas saja tubuhnya seperti sehabis melakukan kerja rodi!

Setibanya di kamar, dengan segera Sasuke bergegas menuju ke ranjangnya.

Sasuke membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Mencoba untuk memaksa kedua onyxnya agar segera terpejam.

Namun beban yang ada seolah menghantuinya. Membuatnya tidak bisa tidur. Tubuhnya yang kelelahan pun tak mampu membuat matanya tertidur walau sebentar saja.

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuyarkan rasa ngantuknya.

"Sasuke-kun! Boleh aku masuk?" Ujar suara dari arah luar kamar.

Sakura.

Berdecak sekali, dengan enggan Sasuke menegakkan badannya.

Tok! Tok!

"Hn." Sahutnya.

Cklek!

Pintu pun terbuka. Tampak Sakura dengan balutan piyamanya berjalan menuju kearah ranjang –tepatnya ke arah Sasuke-. Suara gema pun mengiringi langkah kakinya.

Sasuke hanya menatapnya tajam.

"Maaf. Boleh kita bicara?" Ujar Sakura setibanya di hadapan Sasuke.

"Aku lelah."

"Sebentar saja."

"Kau tidak lihat aku baru saja tiba?"

"Kumohon, Sasuke-kun."

"Aku perlu istirahat."

"Ini mengenai hubungan kita." Potong Sakura cepat.

Sasuke diam.

Sakura melangkahkan kakinya menuju kearah ranjang dan mendudukkan dirinya di samping Sasuke.

Hening sejenak sebelum akhirnya Sakura membuka kembali percakapan di antara keduanya.

"Aku minta maaf atas keegoisanku beberapa minggu lalu. Aku tak bermaksud memaksamu, hanya saja… aku tidak tahan."

Sasuke memandang lurus ke depan. Menatap jendela kamarnya.

Melihat Sasuke tetap bungkam, Sakura kembali membuka suara.

"Kau tau? Rasanya sakit, Sasuke-kun! Melihatmu yang tidak pernah memperdulikan kehadiranku itu rasanya sakit sekali. Apalagi saat kau pergi waktu itu, aku-"

"Cepat katakan apa maumu." Potong Sasuke datar.

.

.

"Aku ingin kita bercerai."

.

.

.


*TO BE CONTINUED*


Oke, gua tau ini pendek dan alurnya kecepetan :3

But..

Yeay! Lagi-lagi gua publish fic rate eM.. :v /Bulan puasa woy!

.

Awalnya nih fic mau gua jadiin oneshot..

Tapi..

Gua pengennya publish sebelum lebaran Q.Q /dianya udah greget mau publish fic

.

Belum ada lemon sih :3 Chap depan deh kayaknya.. :3

Lagipula, gua juga lagi ga mood buat bikin lemon sekarang :"v lagi sensitif day :"v

.

Btw,

jangan tanya kenapa nih fic judulnya 'Leaf' -_-

Otak gua udah berasap mikirin judul apa yang cocok buat nih fic :"v #masuksumur

.

.

Oh iya,

sekali lagi,

Happy SasuNaru day~ ^^ *tebar2 bunga*

.

Berhubung bentar lagi lebaran..

Author dan keluarga besar mengucapkan,

Minal aidin wal faidzin, minna~ ^^ *pelukciumsatusatu* Mohon maaf lahir dan batin..

.

Akhir kata,

.

.

.

Review, please~ ^^