One Day With Papa-Mama

STORY BY CHESS SAKURA

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Rate : T

Genre : Family, Romance

Main Pair : Boruto, Himawari, Naruto dan Hinata

Warning : (Semi) Canon ,OOC, Typo(s), No EYD.

Don't Like Don't Read.

.

.

#HAPPY READING#


Sinar matahari yang begitu terik, sesekali hembusan angin musim panas berhembus menerbangkan daun hijau di desa Konoha. Musim panas telah datang sejak beberapa minggu lalu di desa itu. Sebagian orang memanfaatkan musim ini untuk berlibur dengan keluarga atau teman-temannya. Sebagian lagi memilih berdiam diri di rumah dengan kaki yang berendam air dingin sambil menikmati semangka segar dan segelas air Es. Sederhana tapi efektif untuk membunuh waktu bosan.

Dan keluarga Hokage ke tujuh, lebih tepatnya sang Uzumaki-uzumaki kecil melakukan kegiatan yang kedua. Bukannya mereka tidak mau berlibur seperti kebanyakan keluarga dan malah menghabiskan waktu di rumah saja padahal sekolah telah libur, mereka ingin –sangat ingin malah. Namun apa di kata, jika sang kepala keluarga dan sang pengatur rumah tangga sedang sibuk.

Papa mereka, Uzumaki Naruto sibuk mengurus desa.

Dan Mama mereka, Uzumaki Hinata sedang menjalankan misi penting sejak tiga hari yang lalu dan diperkirakan baru pulang besok.

"Haahh..." Boruto menghela nafas lemas, di ambilnya sepotong semangka dan memakan itu dengan malas. Di sampingnya ada Himawari yang melakukan hal yang sama seperti dirinya.

Kakak beradik ini sedang dilanda rasa bosan yang amat sangat, mereka sudah melakukan berbagai hal untuk mengisi waktu. Seperti mengikuti perintah ibunya untuk membersihkan halaman, bermain berbagai permainan, membuat makanan dan lain sebagainya.

"Nii-chan ... bosan." Himawari merengek, membuang semangka yang hanya tinggal satu gigitan lagi. Kedua kakinya di hentakkan keras di baskom berisi air dingin itu dan mengakibatkan cipratannya mengenai Boruto.

"Himawari!" Boruto mengusap air di wajahnya. "Aku juga sama!" tak mau kalah, dia menghentakkan kakinya di dalam baskom dan sama seperti Boruto tadi, Himawari terkena cipratan air. Bahkan dalam jumlah yang lebih banyak.

"Ayo kita keluar. Jalan-jalan nii-chan, di rumah membosankan."

"Dicuaca yang panas seperti ini? Kau mau kulitmu terbakar Hima!" Safirnya menatap sinar matahari yang begitu terik. Berada di lindungan atap teras saja sudah dapat merasakan panasnya apalagi jika di bawah sinarnya langsung?

Himawari cemberut, kedua tangannya di lipat di depan dada. Ia juga berpikiran sama dengan kakaknya ini. "Kalau begitu, ayo kita temui Papa. Dan minta padanya untuk menemani kit-"

"-aku sudah melakukannya, dan di tolak." Mengingat kembali kejadian beberapa jam yang lalu, di mana dia membuat ke onaran di ruang Hokage. Berteriak pada sang Papa agar meluangkan waktu untuk mereka, memohon sampai membuat janji. Namun pada akhirnya.

'Maaf Boruto, Papa tidak bisa.'

Cih! Boruto mengumpat kesal, di hempaskannya tubuh itu kelantai kayu. 'Dasar pria tua bodoh!' umpatnya dalam hati

"Biar aku yang membujuk," usul Himawari.

"Percuma, kau hanya akan mendapat jawaban yang sama denganku."

"Kita belum membuktikannya, jangan langsung mengambil kesimpulan nii-chan." Dengan kepercayaan jika Papanya tidak akan menolak, Himawari berdiri masuk ke rumah untuk mengambil pelindung dari teriknya matahari.

"Nih.. pakai! Nii-chan tidak inginkan kulitnya jadi hitam?" Di sodorkannya sebuah jaket hitam atau lebih tepatnya jubah hitam besar dengan tudung. Sedangkan Himawari hanya memakai topi pantai yang pinggirannya cukup lebar.

"Kau mau aku menjadi hantu di siang hari?" Sebelah alisnya terangkat, terkadang pemikiran adiknya ini agak aneh.

Yang benar saja? Masa dia harus memakai jubah itu. Iya, memang akan terlindungi dari sinar matahari tapi tidak bisa menjadi pelindung dari tatapan heran warga desa.

"Tidak perlu, aku pakai topi saja." Tolaknya halus. Jika dia tetap memakai jubah itu, bisa-bisa warga desa malah mencurigainya sebagai penyusup yang membahayakan desa.

Setelah bersiap, mereka segera melesat menuju Kantor Hokage. Boruto melompat-lompat di atas atap dengan kecepatan tinggi. Tentu Himawari berada di gendongannya.

Shit! Sinar mataharinya benar-benar panas, Boruto baru beberapa menit keluar dari rumah tapi sudah menghasilkan banyak keringat. Nafasnya terengah-engah ketika sampai di Kantor Hokage.

"Aku akan menunggu disini, Himawari." Anggukan di dapatnya dari Himawari, gadis kecil berumur enam tahun itu segera berlari menuju tempat kerja Papanya, sesekali menjawab salam dari shinobi yang berpapasan dengan dia.

Tak terduga, Himawari sudah selesai membujuk Papanya hanya dalam waktu tiga menit. Gadis itu berjalan ke arahnya seraya melambai dengan senyuman merekah.

Hm ... pertanda baikkah?

"Bagaimana?" Boruto bertanya dengan antusias, kedua tangan terkepal sebatas dada dengan iris menatap lekat.

"Dia mau-"

"Huwaaaa... aku tidak bisa!"

"Eh?!"

"Aku tidak bisa mengatakannya . . . Hisk."

Ada apa dengan adiknya ini, Kenapa dia mendadak menangis?

"Te-tenanglah Hima-chan." Boruto panik, adiknya terus menangis. Di tambah dengan pandangan heran orang-orang yang keluar masuk pintu Kantor. Boruto memang menunggu Hima di pintu masuk, jadi mungkin tangisan Hima tidak akan terdengar sampai keruang Hokage.

"Ikut aku!" Ditariknya Himawari, kemudian menggendong adiknya dan langsung lompat melewati rumah-rumah warga. Membawa gadis kecil itu menjauh dari Kantor Hokage ke tempat yang aman.

...

"Hisk . . . Hisk . . . " Sudah hampir sepuluh menit Boruto menunggu Himawari berhenti menangis, namun nyatanya tangisan itu malah semakin menjadi.

"Hima, tenanglah. Sekarang ceritakan pada nii-chan apa yang di ucapkan Papa sampai kau menangis seperti ini?" Boruto ikut menghapus air mata adiknya yang terus mengalir itu, sesenggukan masih jelas terlihat.

"Hisk..."

"Hima?" Boruto benar-benar tidak tahan melihat adiknya seperti ini, awas saja dia akan langsung mencak-mencak setelah mengetahui perbuatan Papanya pada Himawari.

Menghapus air mata yang terakhir dan menarik nafas dalam, Hima mulai membuka mulut. "Perkataan Papa tidak menyakitiku, nii-chan."

"Lantas?"

"Aku juga belum mengatakan keinginanku... " Himawari memberi jeda, "Aku menangis karena tidak tega melihat Papa. Tadi Papa sibuk sekali, bahkan tangannya terus bergerak meneliti dokumen yang menumpuk di depannya. Saat aku masuk, Papa langsung menghentikan pekerjaannya dan tersenyum padaku..."

"...padahal di sampingnya Paman Shikamaru sedang berbicara serius. Aku merasa tidak enak hati telah mengganggu Papa, dan akhirnya aku tidak jadi mengucapkan keinginanku."

"Papa sempat berkata 'Kamu pasti bosan ya, Himawari? Papa akan berusaha menyelesaikan pekerjaan Papa secepatnya. Jadi bersabar ya, sayang.'" Jelas Himawari sambil menirukan gaya Papanya berbicara tadi.

Boruto menepuk dahinya, adiknya ini terlalu lembut. Dia bisa membayangkan sikap sang adik di Kantor tadi, pasti hanya berdiri dengan senyuman palsu guna menyembunyikan perasaan di hatinya.

Jika dari awal akan seperti ini, Boruto harusnya ikut menemani tadi.

"Aku merasa bersalah sama Papa, nii-chan. Karena aku dia harus berkerja lebih keras agar cepat pulang-Huwaaa..." Dan tangisan yang lebih keras keluar dari bibir Himawari.

Memang harusnya begitu, pikir Boruto. Papanya harus lebih memperhatikan anaknya, harus bisa memberi waktu.

Memeluk kedua lututnya, "Pa-padahal aku ingin sekali bermain bersama Papa dan Mama." Hima berucap lirih.

Boruto berjongkok, mengelus lembut surai indigo Himawari. Dia tidak tega melihat adiknya. Boruto harus melakukan sesuatu.

"Kita memang tidak bisa menghabiskan waktu libur dengan kedua orang tua kita..." Boruto diam sejenak, otaknya berputar memikirkan sesuatu. Tiba-tiba ingatan tentang pembicaraannya dengan kakek Kabuto beberapa hari lalu muncul di otaknya.

'Ah! Benar juga' Senyumannya mengembang.

"Tapi kita bisa menghabiskan waktu bersama mereka di masa lalu." lanjutnya

"Maksud nii-"

"-ayo kita pergi kemasa lalu, Hima! Kita bermain dengan Papa dan Mama." Irisnya berbinar. Menarik kembali Himawari agar berdiri lalu menggendongnya. Boruto langsung melesat menuju Panti Asuhan milik Kabuto.

"Nii-chan dengan apa kita kesananya?" tanya Himawari di tengah perjalanan, sebelah tangannya berada di atas kepala guna mempertahankan topinya.

"Kita bisa meminta bantuan Kabuto-jiisan untuk mengirim kita ke masa lalu dengan jutsu terlarang itu."

"HAH?!"


"OJII-SAN!" Teriakan memekakan telinga memenuhi panti asuhan itu, semua penghuni menatap tajam pada dua anak yang telah mengganggu ketentraman panti. Beberapa Uchiha Shin menoleh pada Boruto.

"Hai kau! Bocah pengganggu, apa mau mu?" Boruto tersulut emosi, panggilan tidak pantas itu memancingnya.

"Siapa yang kau sebut bocah pengganggu, bawang!" Sambarnya ketus.

"Bawang?!" Para Shin saling menoleh ke sampingnya, memperhatikan saudara-saudara mereka yang memiliki wujud yang serupa.

"KAMI BUKAN BAWANG!" seru gerombolan Shin bersamaan. Boruto mundur beberapa langkah, butiran keringat muncul di pelipisnya. Apalagi saat dia melihat mata sharingan yang aktif.

"KAMI MEMPUNYAI NAMA!" Lagi para Shin berucap kompak.

"JANGAN SEENAKNYA MEMANGGIL KAMI BAWANG!"

Boruto sweatdrop, Himawari malah kagum akan kekompakan para bawang di depannya.

"Hihihihihi, mereka lucu."

"Ini bukan saatnya untuk kagum, Hima!" Ya ampun adiknya ini.

"BISAKAH KALIAN BERBICARA TIDAK BERSAMAAN!" Boruto berteriak, urat kekesalan muncul di dahinya.

"Baiklah, hai kau! Yang di depanku, siapa namamu?" Menunjuk seorang Shin di hadapannya.

"Aku? namaku Shinichi, di sampingku Shinni, lalu di sampingnya Shinsan dan kemudian-"

"O-ok cukup! aku hanya ingin tahu namamu." Jika di teruskan Boruto yakin akan memakan waktu lama hanya untuk perkenalan melihat jumlah para uchiha itu ratusan yang ada di ruangan ini. Dan lagi dia sudah bisa menebak nama bawang-bawang itu, hanya tinggal mengitung dengan di tambahkan kata 'Shin' di depannya.

"Dimana Kabuto-jiisan?"

Para bawang saling menoleh, hendak berucap namun seseorang mendahuluinya.

"Ada perlu apa pangeran Konoha mencariku?" Seorang kakek tua dengan wajah seperti ular dan rambut putih keluar dari pintu, berjalan dengan tongkatnya menghampiri Boruto.

Boruto dan Himawari membungkuk hormat sekilas.

"Pangeran? Hihihihihi..." Himawari terkikik geli mendengar panggilan untuk kakaknya.

Pipi Boruto memunculkan rona merah, "Ja-jangan memanggilku seperti itu, kakek!" Dia malu.

Yang Boruto kenal Kabuto memang sosok yang ramah dan suka sekali menggodanya, dia sering berkunjung ke sini, untuk mempelajari buku-buku yang berisi jutsu-jutsu keren dan mendengarkan cerita masa lalu sang kakek. (Walau yang ini dia terpaksa melakukannya)

"Ah, kau juga membawa putri Himawari. Perkenalkan saya Kabuto." Bagaikan di kerajaan, Kabuto memperkenalkan diri bak seorang pangeran dan tentu Hima menyambutnya dengan gaya putri kerajaan, secara Himawari sangat suka bermain kerajaan-kerajaan.

"Senang berkenalan dengan anda, Kabuto-jiisan."

Boruto berjalan mendekat kearah Kabuto. "Kakek, aku membutuhkan bantuanmu," ucapnya dengan serius.

Kabuto membenarkan letak kacamatanya, menatap bingun. "Bantuan? Baiklah, ayo keruanganku."

"Ayo Himawari,"

"Uhm," Mengangguk, dan sebelum berjalan Himawari menoleh ke para Shin."Jaa bawang-chan." ucapnya di sertai senyuman manis dan sukses memunculkan rona merah di wajah semua Shin.


"Jadi begitu ceritanya," Kabuto menyenderkan tubuhnya di kursi, pegal mendengarkan cerita panjang dari dua anak itu. Dia paham betul perasaan keduanya dan tentu tidak akan ragu membantu.

"Aku tidak yakin kalian kuat menahan efek dari Jutsu ini. Kalian akan mengalami rasa mual dan pusing saat dalam perjalanan dan jutsu ini juga menyerap cakra orang yang menggunakannya."

"Aku bahkan baru sekali menggunakannya dan itu sudah cukup lama." Kabuto menatap kedua anak itu tidak yakin, ada perasaan takut yang menghantuinya.

"Kami bisa!" Berucap mantap dan kompak, iris safir keduanya menatap yakin pada Kabuto.

"Ojii-san tidak perlu khawatir," Himawari menambahi.

Perlahan kekhawatiran Kabuto mulai luntur. Ah benar juga, dia sedang menghadapi anak dari seorang dengan keinginan dan tekat yang kuat. Dan Kabuto harusnya tak perlu khawatir akan kemampuan dua anak itu. Mengingat siapa kedua orang tua mereka.

"Baiklah, aku percaya pada kalian. Sebagai jaga-jaga..." Kabuto membuka laci di sampingnya, mengeluarkan dua gelang berwarna biru dan memberikannya pada Boruto.

"Ini bisa berfungsi sebagai telpon, kau bisa menghubungiku jika terjadi hal buruk di sana. Aku akan langsung datang." Tak mau jika kedua pewaris Nanadaime itu terluka atau mengalami hal yang buruk. Hahh... Jika saja saat ini punggungnya tidak bermasalah. Kabuto akan ikut dengan mereka sebagai penjaga.

"Ha'i, arigatou Ojii-san,"

Kabuto merapalkan jutsunya dan sebuah lingkaran dengan simbol muncul di lantai di ikuti cahaya hijau. Dan tampak Kabuto belum menyelesaikan jutsunya.

"Masuklah! Ingat jangan sampai kalian terpisah di perjalan nanti, akan terjadi guncangan dan kalian juga akan merasakan efek dari jutsu ini. Jika kalian terpisah maka kalian akan muncul di tempat yang berbeda." Boruto dan Himawari mengangguk, kedua tangan mereka saling bertautan.

"Uhm, kami mengerti. Ayo lakukan kakek." Kabuto menyelesaikan jutsunya,

Lingkaran hijau perlahan-lahan mengurung keduanya, semakin kecil-kecil dan-

"Ingat pesan ku Boruto."

SIIINGGGGG! Bersamaan dengan suara itu, Boruto dan Himawari menghilang.

.

.

.

.

TCB

Akhirnya bisa kembali nulis lagi... #terharu# Alhamdulilah semua urusan selesai, UN, pendaftaran masuk kuliah, ikut jalur ini itu. (yang Alhamdulilah lolos di jalur sbmptn), tinggal beberapa tahap lagi sebelum menggenggam bangku kuliah. XD

Aku kangen kalian, hampir tiga bulan tidak nulis dan berjumpa dengan readerku yang manis-manis and ganteng-ganteng. Gimana kabarnya nih?
#semoga sehat selalu#

#Nyengir# aku tahu, masih banyak ficku yang belum ku selesaikan, dan sekarang malah membuat yang baru. Berchapter lagi?! Ta-tapi tunggu dulu, ini sudah end kok dan Cuma 3 chapter, sengaja gg bikin banyak karena utang itu.

Oh, kalian sudah baca Naruto gaiden kan? Jadi sudah tahu Uchiha Shin kan? Kloning dari musuh Naruto di gaiden yang ternyata jumlahnya ratusan itu loh...

Jadi... aku gg perlu ngejelasin si shin kan? :D #malesjelasin# dan jangan beranggapan Kabuto masih jahat ya? Dia sudah baik kok walau wajahnya nyeremin si.

Di sini Naruto dan Boruto berumur sama ya kira-kira 12 tahun dan Hima 6 tahun. Aku nggak tahu perbedaan Hima dan Boruto tuh berapa tahun, ini hanya perkiraan saja.

Yo wis, sekian cakap-cakap dari ku,

Sampai berjumpa di chapter depan.

Jangan lupa R-E-V-I-E-W ya ;) ,

Biar daku tambah semangat :D

Chess Sakura.